b. Amnion
Amnion merupakan kantung yang berisi cairan tempat embrio mengapung. Kantung
amnion menghasilkan ciran amnion/air ketuban. Cairan amnion berfungsi melindungi
janin dari tekanan atau benturan.
c. Alantois
Alantois berfungsi sebagai organ respirasi dan pembuangan sisa metabolisme. Pada
mammalia dan manusia, alantois merupakan kantung kecil dan masuk ke dalam jaringan
tangkai badan, yaitu bagian yang akan berkembang menjadi tali pusat/tali ari-ari. Alantois
mengandung pembuluh darah.Selain itu juga berfungsi untuk respirasi, saluran makan dan
ekskresi
d. Korion
Korion adalah dinding berjonjot yang terdiri dari mesoderm dan trofoblas. Jonjot korion
menghilang pada hari ke-28, kecuali pada bagian tangkai badan, pada tangkai badan
jonjot trofoblas masuk ke dalam daerah dinding uterus membentuk plasenta. Setelah
semua membran dan plasenta terbentuk maka embrio disebut janin/fetus. Berfungsi untuk
menyelubungi amnion dan kantong kuning telur.
Faktor Induk. Umur induk mempengaruhi lama kebuntingan. Lama kebuntingan pada
umur tua akan lebih panjang dibanding umur muda.
Faktor fetus. Semakin banyak jml anak yang dikandung (litter size) lama kebuntingan
semakin pendek. Jenis kelamin fetus berpengaruh terhadap kebuntingan, fetus jantan
lebih lama. Ukuran fetus mempengaruhi lama kebuntingan
Faktor genetis. Lama kebuntingan bervariasi diantara bangsa-bangsa ternak
4. Ternak yang sudah bunting tidak menunjukkan tanda tanda estrus karena mapabila
ternak tersebut bunting maka tidak menunjukkan tanda estrus pada siklus berikutnya.
Selama masa kebuntingan, konseptus menekan regresi korpus luteum (CL). Apabila
tidak menampakkan tanda-tanda kembali estrus 21-24 hari setelah perkawinan atau
inseminasi, maka diasumsikan ternak tersebut bunting. Adapun terlihat dari
perubahan organ reproduksi vulva dan vagina, semakin bertambah umur kebuntingan
vulva semakin edematous; Serviks, Os. Eksterna seviks tertutup rapat; Uterus, uterus
semakin membesar, miometrium tenang/tdk berkontraksi, terjadi proliferasi,
pertumbuhan dan peregangan uterus;Ovarium, terbentuk korpus luteum. Terjadi
pengaturan hormone kebuntingan yaitu progresteron yang merupakan hormone
pemelihara kebuntingan dimana bila hormone progresteron yang tinggi akan
mengurangi tonus myometrium dan kontraksi uterus, mengehntikan siklus estrus.
Sedangkan kontraksi hormone estrogen rendah pada awal kebuntingan kemudian
meningkat seiring bertambahnya umur kebuntingan, hormone ini bersinergi dengan
progresteron untuk perkembangan kelenjar mammae.
5. Torsio uteri adalah perputaran uterus yang sedang bunting pada sumbu
memanjangnya. Hal ini dapat terjadi pada semua hewan ternak khususnya sapi,
domba, kambing, anjing, dan kucing tetapi jarang pada kuda dan babi. Torsio uteri
banyak terjadi pada induk hewan unipara (beranak tunggal) yang selalu berada dalam
kandang, tetapi jarang pada induk hewan polipara (beranak banyak).
Penyebab torsio uteri:
-adanya kebuntingan yang sudah tua disertai kekurangan cairan fetus yang
menyebabkan kondisi fetus tidak stabil.
-induk hewan yang sedang bunting berguling-guling di luar kandang. Pada sapi
terutama induk sapi yang sudah beberapa kali melahirkan, posisi uterus yang bunting
dalam rongga perut, mempermudah terjadinya torsio uteri.
-gerakan yang berlebihan dari fetus atau berat yang berlebihan dari fetus dapat
mengakibatkan terjadinya torsio uteri.
-gerak sapi pada waktu hendak berbaring dengan menumpukan kedua kaki depan
terlebih dahulu, atau mengangkat kaki belakang lebih dahulu pada waktu hendak
berdiri yang dapat memudahkan terjadinya torsio uteri.
-rongga perut yang terlalu luas atau tonus dinding uterus yang kurang kuat dapat
mendorong terjadinya torsio uteri.
Cara penanggulangan:
•Memutar atau menggulingkan badan induk berlawanan dengan arah torsio
•Laparotomi, dengan membuka dinding perut melalui sayatan pada bagian legok
lapar, diikuti pemutaran uterus dengan fetusnya melalui lubang sayatan.
•Seksio sesaria, dilakukan apabila torsio uteri terjadi menjelang kelahiran atau torsio
uteri yang fetusnya telah mati atau mengalamui emfisema atau mumifikasi.
•Pemutaran tubuh fetus dengan uterusnya melalui jalan kelahiran (vagina).
6. Mekanisme terjadinya inisiasi kelahiran berdasarkan teori Liggins pada gambar yaitu:
Sumbu hipotalamus-pituitari-adrenal menyebabkan inisiasi partus dengan stimulasi
produksi PGF2 alfa dan estrogen dalam plasenta. Setelah penurunan progesteron
sebelum proses partus akibat pengaruh PGF2 alfa, estrogen yang ada menyebabkan
timbulnya kontraksilitas uterus. Oksitosin yang berasal dari pituitari posterior secara
sendiri atau bersama sama dengan PGF2 alfa menyebabkan pengeluaran fetus secara
cepat.
7. Tahapan-tahapan partus :
PROSES KELAHIRAN
• STADIUM I (DILATASI SERVIK)
* Kontraksi otot sirkuler dan longitudinal dinding uterus
* Kantong fetus masuk ruang pelvis
* Servik dikuakan kontraksi otot longitudinal.
Tanda-tanda
# Sapi : anoreksia, punggung dilekukan, mengejan, ruminasi tidak teratur,
berbaringdan berdiri berulangulang, pulsus dan nafas meningkat, suhu tubh agak
menurun.
SAPI
Kontraksi abdomen > kaki fetus masuk serviks/
vagina > allantois pecah->amnion didorong
melewati servik menuju vulva amnion
pecah kaki melintasi vulva kontraksi abdomen
meningkat kepala melewati vulva, dada
masuk pelvis (induk istirahat) dada lewati
vulva kaki belakang keluar (fetus dan induk
bergerak)
Penanganan yang tepat pada saat partus dan post partus pada induk sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan proses reproduksi ternak selanjutnya atau
kebuntingan berikutnya. Kerusakan alat reproduksi sangat rentan pada saat proses
kelahiran dan pada awal setelah melahirkan. Ternak pada saat partus dan post partus
harus diamati apakah terjadi masalah dalam saluran reproduksi.
Setelah melahirkan akan keluar lochea atau leleran dari saluran reproduksi, keluarnya
lochea merupakan hal yang normal setelah ternak melahirkan. Penting diperhatikan
selama proses kelahiran agar mengeliminir bakteri yang masuk ke saluran reproduksi,
memastikan mukosa uterus kembali normal untuk menerima implantasi emberio dan
siklus ovarim kembali normal.
8. Penjelasan gambar :
- Presentasi, merupakan hubungan antara sumbu panjang fetus terhadap sumbu
panjang induk, sehingga ada presentasi longitudinal dan transversal.
- Posisi, menggambarkan hubungan antara punggung fetus terhadap kwardan tulang
pelvis sehingga ada posisi dorsal atau dorsosacral, lateral atau dorsoilial, dan ventral
atau dorsopubis
- Postur, menggambarkan hubungan antara anggota gerak fetus termasuk kepala,
leher, dan kaki kaki, terhadap badan fetus sehingga ada postur tertegang (ekstensi)
dan tertekuk (fleksi).
Kejadian retensio secundinae sering dijumpai pada sapi perah. Sapi yang partus
normal akan mengeluarkan selaput fetus dari alat kelamin induk dalam waktu 3 – 8
jam setelah partus. Kejadian ini juga sering ditemui pada sapi tua berhubungan
dengan adanya gangguan mekanisme sebagai berikut : plasenta terjepit kornua yang
tidak bunting, atoni uteri, ketidakseimbangan hormon oxytocin, infeksi
mikroorganisme, alergi, defisiensi pakan dan adanya keterlambatan involusi uteri.
Pengobatan yang dilakukan untuk penyakit metabolik “milk fever” antara lain
dengan :
Larutan Kalsium boroglukonat 20-30% sebanyak 1:1 terhadap berat badan diberikan
melalui injeksi secara intravena jugularis atau vena mammaria selama 10-15 menit
dan dapat dibarengi dengan pemberian secara subkutan. Biasanya pada kasus
lapangan’ milk fever’ merupakan penyakit kompleks, oleh karena itu larutan Kalsium
boroglukonat dapat ditambah magnesium atau dektrosa.
Larutan kalsium khlorida 10% disuntikkan secara intra vena, pemberian yang terlalu
banyak atau terlalu cepat dapat mengakibatkan heart block.
Campuran berbagai sediaan kalsium seperti Calphon Forte, Calfosal atau Calcitad-50