Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Didasari pada perbedaan peserta didik satu sama lain, yang memiliki minat
kemampuan, kesenangan, pengalaman dan cara belajar yang berbeda. Oleh karena itu
kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat
belajar, dan cara penilaian perlu beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Peserta didik memiliki potensi yang berbeda. Perbedaan peserta didik terletak
dalam pola pikir, daya imajinasi, pengandaian dan hasil karyanya. Akibatnya, PBM
perlu diplih dan dirancang agar memberikan kesempatan dan kebebasan berkreasi
secara berkesinambungan guna mengembangkan dan mengoptimalkan kreativitas
peserta didik.
Untuk itu dalam hal ini, diperlukannya pemahaman dari guru untuk
mengetahui keberagaman masing-masing peserta didik melalui strategi dan metode
pembelajaran yang tepat untuk peserta didik.

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan perkembangan kognisi ?
b. Apa yang dimaksud denngan perkembangan koordinasi perspektif sosial ?
c. Apa yang dimaksud dengan perkembangan penalaran moral ?
d. Apa relasi antara perkembangan kognisi, koordinasi perspektif sosial dan
penalaran moral?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan kognisi.
b. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan perspektif sosial.
c. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan penalaran moral.
d. Untuk mengetahui relasi antara perkembangan kognisi, koordinasi perspektif
sosial dan penalaran moral.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Kognisi
Perkembangan kognisi yaitu suatu studi tentang pengetahuan dan proses
mental yang terlibat, tentang bagaimana perolehannya dan penggunaannya.
Pengetahuan merupakan proses dari tindakan baik fisik dan/atau mental pada objek,
images dan simbol-simbol ( objek diperoleh dari pengalaman langsung dan images
serta simbol diperoleh dari dunia nyata dan juga dari ingatan). Dan perkembangan
mental merupakan suatu usaha yang terus menerus pada anak untuk memperluas dan
memperhalus pengetahuan atau rentetan tindakan mentalnya.
2. Perkembangan Koordinasi Perspektif Sosial
Kordinasi perspektif sosial adalah apa yang diketahui dan difikirkan seseorang
mengenai dunia interpersonalnya dan bagaimana seseorang mengkonseptualisasikan
diri dan orang lain. Dalam setiap aktifitas pengkonstruksian perkembangan ini akan
mengubah konsepsi anak tentang apa yang dimaksud sebagai seorang individu.
3. Perkembangan Penalaran Moral
Penalaran moral yaitu suatu pemikiran tentang penilaian nilai, penilaian sosial,
dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengkikat individu dalam melakukan
suatu tindakan. Penalaran moral juga menjadi indikator dari tingkatan atau tahapan
kematangan moral yang memperhatikan suatu tindakan salah, akan lebih memberi
penjelasan dari pada memperhatikan perilaku seorang anak.
4. Relasi Antara Perkembangan Kognisi, Koordinasi Perspektif Sosial
Dan Penalaran Moral
Damon mengetengahkan dua kelompok pendapat yang berbeda mengenai
relasi antara kognisi fisik dan kognisi sosial. Pendapat pertama dari chandler yang
menganggap bahwa semua kognisi pada dasarnya bersifat sosial. Kontruksi
pengetahuan yang dilakukan oleh manusia dalam segala manisfestasinya selalu
berakhir pada interaksi subyek dan objek dan tak pernah hanya terdiri dari penemuan
obyektif impersonal (realitas fisik). Lebih lanjut diutarakan oleh chandler, bahwa
subyek dalam perkembangan kognisinya secara terus menerus dituntun oleh konteks
sosial, di mana semua pengetahuan dipresentasikan dan diciptakan. Perolehan

2
kategori fisik atau sosial pada seorang anak bukan berasal dari dalam diri sendiri
semata tapi perolehan kategori itu berasal dari pertukaran sosial yang tidak terhitung
banyaknya. Dalam pertukaran sosial tersebut perhatian anak diarahkan pada aspek
tertentu dan pada interaksi subyek-obyek yang mempunyai arti khusus sesuai dengan
budayanya. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan dikontruksikan oleh anak dalam
hubungan dengan orang lain. Pengetahuan bukan hanya mengenai ilmu fisik, tetapi
juga meliputi ilmu sosial. Sebagai contoh dapat dikemukakan logika-matematis
(kognisi fisik) dan persahabatan atau keadilan (kognisi sosial), memiliki kadar
konstruksi sosial yang sama.
Berdasarkan pendapat chandler tentang tidak adanya perubahan antara kognisi
fisik dan kognisi sosial tersebut adalah perbedaan artifisial, suatu pembedaan yang
diperoleh setelah lahir. Pada awal masa hidup bayi masih mengacaukan orang dan
barang. Sering kita melihat anak kecil memperlakukan obyek yang tidak bernyawa
sebagai obyek yang bernyawa.
Berbeda dengan pertama, pendapat kedua adalah yang menekankan adanya
kekhasan dalam kognisi sosial. Kekhasan tersebut membawa implikasi terhadap
kekhasan struktur kognisi fisik yang berbeda dari kekhasan struktur kognisi sosial.
Kekhasan dari sesuatu yang interpersonal adalah berbeda dengan komponen
komponen lain yang ada di dunia, manusia lain (sebagai obyek) mempunyai kapasitas
untuk bersama sama membangun relasi intersional dengan subyek. Relasi intersional
tersebut tersusun oleh serangkaian interaksi antar manusia, di mana subyek menyertai
persefektif orang lain dan mengkoordinasikan aksi reaksinya dengan orang lain.
Mutualitas tindakan dan komunikasi itulah yang menyebabkan bahwa aksi sosial atau
interpersonal tidak sama dengan peristiwa ibfisik, karena merupakan peristiwa sosial
yang memerlukan kekhasan dalam pemahamannya.
Menengahi dua pendapat tersebut, kohlberg telah mengemukakan adanya
relasi antara tiga aspek kognisi (K), koordinasi perspektif sosial (S) dan penalaran
moral (M). Relasi antar ketiga aspek tersebut adalah suatu relasi yang mensyaratkan
adanya hubungan antara yang satu atas yang lain (bukan relasi linier). Tahap
perkembangan K merupakan persyaratan untuk tahap S yang parallel, sementara
tahap S merupakan persyaratan untuk tahap M yang paralel. Relasi hipotesis yang
dikemukakan kohlberg tersebut didasarkan atas pendapat piaget mengenai adanya
paralelisme strukyur antar berbagai aspek kognisi(piaget, 1947 & 1958). Paralelisme
struktur tidak berarti bahwa tiap tiap aspek harus indentik, melainkan bahwa proses
3
yang menjadi dasar perkembangan satu aspek juga menjadi dasar untuk aspek yang
lain.
Adapun Walker memerinci tahap perkembangan kognisi ‘’formal operatian’’
menjadi: ‘’beginning formal operation’’,early basic formal operation’’, dan
‘’consolidated formal operation’’. Perincian tersebut di buat atas dasar adanya sub
tahap ‘’formal operation’’ yang di utarakan oleh inhelder & piaget 1955/1958, ialah
sub tahap ‘’early formal operation’’ dan consolidated formal operation’’. Kemudian
sub tahap ‘’ formal operatian’’ tersebut juga di tambah oleh Colby & kohlberg (1975)
dengan sub tahap ‘’beginning formal operation’’, yamg di peroleh dari deskripsi
piaget mengenai tahap ‘’formal operation’’ tahun 1927/1928.
Adapun ciri ‘’beginning formal operation’’ adalah adanya koordinasi dari
‘’reciprocity’’ (misalnya relasi yang berbalikan), dengan ‘’inversi’’ (misalnya negasi
dari kelas). Pada tahap ‘’concrete operation’’ bentuk pengertian yang merupakan ciri
sub tahap ‘’beginning formal operation’’ tersebut hanya ada secara implisit, sedang
dalam sub tahap ‘’beginning formal operation’’ reversibilitas tersebut di
koordinasikan lebih umum, dengan cara yang kualitatif. Cara ‘’ early basic formal
operations’’ mencakup pengertian logis yang eksplisit dan koordinasi dari
diversibilitas tersebut, sehingga jelas menjadi bagian dari metode ‘’hypothetico-
deductive’’. Hasil penilitian walker ialah, baik tahap kognisi maupun koordinasi
perspektif sosial, merupakan kondisi yang diperlukan tetapi belum mencukupi untuk
perkembangan penalaran moral pada tahap yang paralel. Hasil penelitian ini
mendukung relasi hipotesis antar tiga aspek yang di utarakan oleh kohlberg.

4
BAB III

PENUTUP

1. Simpulan
Relasi antara perkembangan kognisi, koordinasi perspektif sosial dan
penalaran moral adalah suatu relasi yang mensyaratkan adanya hubungan satu sama
lain. Tahap perkembangan kognisi merupakan persyaratan untuk tahap sosial yang
parallel, sementara tahap sosial merupakan persyaratan untuk tahap moral yang
paralel. Paralelisme struktur tidak berarti bahwa tiap tiap aspek harus indentik,
melainkan bahwa proses yang menjadi dasar perkembangan satu aspek juga menjadi
dasar untuk aspek yang lain.

2. Saran
Sebagai calon pendidik atau pendidik kita harus memahami tentang
perkembangan peserta didik. Karakteristik setiap peserta didik berbeda maka kita
sebagai pendidik harus pandai-pandai mengenal karakteristik setiap peserta didik,
harus bisa membimbing dan mengarahkan ke arah titik optimal kemampuan
fitrahnya.

5
Daftar Pustaka

Setiono, Kusdwiratri. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: Widya Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai