Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS JURNAL DAN ASUHAN KEPERAWATAN

APENDISITIS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 - A.2 / SEMESTER V
1. RISMALA PRAMUDITHA ( 058 STYC 15 )
2. SRI KURNIAWATI ( 071 STYC 15 )
3. MULTAZAM ( 045 STYC 15 )
4. SUCIATI ( 073 STYC 15 )
5. SRI SUSANTI ( 072 STYC 15 )

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan sehingga sampai sekarang kita bisa beraktivitas dalam
rangka beribadah kepada-Nya dengan satu cara menuntut ilmu. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis senandungkan kepada tauladan semua umat Nabi Muhammad SAW,
yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan melalui Al-Qur’an dan Sunnah, serta
semoga kesejahteraan tetap tercurahkan kepada keluarga beliau, para sahabat-
sahabatnya dan kaum muslimin yang tetap berpegang teguh kepada agama Islam.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Ibu Hapipah, M.Kep. selaku
Dosen Pengampu mata kuliah Sistem Pencernaan yang telah memberikan bimbingan
dan masukan sehingga Makalah “Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan
Apendisitis” ini dapat tersusun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan. Semoga
amal baik yang beliau berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T.
Akhir kata semoga Makalah ini senantiasa bermanfaat pada semua pihak untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, 10 Oktober 2017

Penulis,

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) ii


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II ANALISIS JURNAL..........................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN (KONSEP DASAR&ASUHAN KEPERAWATAN)
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi.........................................................................................................7
B. Etiologi.........................................................................................................7
C. Klasifikasi.....................................................................................................7
D. Manifestasi Klinis.........................................................................................9
E. Patofisiologi................................................................................................12
F. WOC...........................................................................................................13
G. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................13
H. Komplikasi.................................................................................................14
I. Penatalaksanaan..........................................................................................14
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian..................................................................................................18
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................23
C. Intervensi Keperawatan..............................................................................24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................31
B. Saran...........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................32

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) iii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang di kenal di
masyarakat awam adalah usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. (Sjamsuhidajat,
2005). Appendiks bagian dari organ sistem pencernaan tubuh manusia yang tidak
memiliki fungsi yang jelas. Namun appendiks memiliki fungsi sebagai pelindung
terhadap infeksi mikroorganisme intestinal. Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml
per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus,
serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. (Dikutip dalam
Widia Sandy, 2013)
Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan
menurut Smeltzer C. Suzanne (2001) (dikutip oleh Islmaitun, 2014).
Insidens apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada Negara berkembang. Hal
ini di duga di sebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam
menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-
30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi
(Sjamsuhidajat, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari apendisitis.?
2. Apakah etiologi dari apendisitis?
3. Apakah klasifikasi dari apendisitis?
4. Apakah manifestasi klinis dari apendisitis?
5. Apakah patofisiologi dari apendisitis?

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 1


6. Apakah WOC dari apendisitis?
7. Apakah pemeriksaan penunjang dari apendisitis?
8. Apakah komplikasi dari apendisitis?
9. Apakah penatalaksanaan dari apendisitis?
10. Apakah asuhan keperawatan secara teoritis dari apendisitis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Makalah ini dibuat agar para mahasiswa keperawatan dapat mengetahui
tentang konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan apendisitis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang definisi dari apendisitis.
b. Untuk mengetahui tentang etiologi dari apendisitis.
c. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari apendisitis.
d. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari apendisitis.
e. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari apendisitis.
f. Untuk mengetahui tentang WOC dari apendisitis.
g. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari apendisitis.
h. Untuk mengetahui tentang komplikasi dari apendisitis.
i. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dari apendisitis.
j. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan secara teoritis dari apendisitis.

D. Manfaat Penulisan
Dengan dibuatkannya makalah “Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan
Apendisitis” ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam mengetahui
dan memahami mengenai salah satu penyakit dalam sistem pencernaan yaitu
apendisitis khususnya penyebab dan patofisiologi secara lengkap mengenai penyakit
ini agar mereka dapat memberikan penkes sehingga dapat mencegah atau
menurunkan angka kejadian dari apendisitis. Dan dengan adanya makalah ini
diharapkan dapat memudahkan perawat dalam pemberian asuhan keperawatan yang
benar agar terhindar dari kesalahan pemberian tindakan.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 2


BAB II
ANALISIS JURNAL
A. Judul Jurnal
Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post
Operasi Di Rsup. Prof. Dr. R.D. Kandou Dan Rs Tk.Iii R.W. Mongisidi Teling
Manado.

B. Penulis
1. Grece Frida Rasubala, mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
2. Lucky Tommy Kumaat, mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
3. Mulyadi, mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado.

C. Nama Jurnal
e-Journal Keperawatan (e-Kp).

D. Tujuan Jurnal
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi Benson
terhadap skala nyeri pada pasien post operasi apendiksitis di RSUP. Prof. Dr.
R.D. Kandou dan RS Tk. III R.W. Mongonsidi Teling Manado.

E. Metodelogi Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment
dengan teknik pengambilan Sampel menggunakan rumus untuk penelitian kuasi
eksperimen dengan desain rancangan penelitian pre and post test without
control. Penelitian ini menggunakan non probability sampling yaitu purposive
sampling.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 3


F. Analisis Jurnal
Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
pada tanggal 16 Desember 2016 - 5 Januari 2017 dan RS TK. III
R.W Mongisidi Manado pada tanggal 1 Desember 2016 - 5
Januari 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post
operasi apendiksitis yang berada pada ruang rawat inap selama
bulan Agustus-Oktober berjumlah 16 orang. Penelitian ini
termasuk penelitian kuantitatif yang menghasilkan intervensi
yang jelas dan sesuai dengan tujuan awal pembuatan
penelitian.
Apendisitis merupakan peradangan pada ependiks atau usus buntu. Efek yang
ditimbulkan dari radang ini yaitu rasa nyeri. Nyeri dapat di ringankan atau
dikurangi melalui terapi non-farmakulogis, salah satunya Relaksasi Benson.
Relaksasi benson merupakan teknik pernapasan yang di dampingi dengan
adanyasugesti atau keyakinan berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan
kepada pasien. Relaksasi Benson dilakukan setelah pemberian analgesik dengan
durasi 30 menit setiap hari selama tiga hari. Sebelum dan sesudah diberikan
teknik relaksasi Benson dilakukan pengukuran skala nyeri dengan Numeric
Rating Scale. Hasil Uji Statistik Wilcoxon Sign Rank test dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05) dan diperoleh p value 0,000 < 0,05.

G. Kelebihan dan Kekurangan


a. Kelebihan :
1) Jurnal ini memaparkan secara jelas dan lengkap mulai dari pendahuluan
atau latar belakang dari permasalahan.
2) Penulisan jurnal ini teratur dan sesuai dengan kaidah penulisan jurnal.
3) Kata-kata yang digunakan dalam jurnal ini bersifat baku dan sesuai EYD
Bahasa Indonesia.
4) Dalam Jurnal ini terdapat teori yang menjadi dasar dan sumber dalam
penelitian yang dilakukan. Peneliti membandingkan dengan jurnal yang
dilakukan oleh peneliti lain dengan disertai sumber yang valid.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 4


5) Peneliti membuat jurnal dengan mengembangkan ide penelitian yang
pernah dilakukan oleh peneliti bernama Roukulcharoen (2003), Datak
(2008), dan Yusliana (2015). Sehingga masing-masing dari penelitian
dapat saling mendukung.
6) Untuk Validitas analisis, metode analisis yang dipakai peneliti sesuai
dengan tujuan penelitian. Dimana peneliti menggunakan desain
penelitian Quasi Experiment yang bertujuan untuk mengetahui suatu
gejala atau pengaruh yang timbul, dan hasilnya sudah dipaparkan dengan
sangat jelas oleh sang penulis.
7) Peneliti menggunakan metode Quasi Experiment sehingga secara tidak
langsung peneliti mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil
percobaan itu.
b. Kekurangan :
1) Penulis kurang menjelaskan secara rinci tentang mana saja yang
termasuk variabel bebas maupun variabel terikat dari penelitian ini.
2) Sampel yang digunakan termasuk sedikit yaitu 16 orang dan ruang
lingkup pengambilan sampel masih minim atau tidak secara luas karena
penelitian dilakukan hanya disekitar Manado dengan menetapkan pada
dua Rumah Sakit yang berbeda selama 1 bulan dari bulan Desember-
Januari.

H. Implikasi Keperawatan
Penerapan penelitian ini bagi institusi pendidikan dapat digunakan sebagai
bahan acuan atau pedoman atau pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan
mengenai penanganan pasien apendiksitis. Lalu bagi lokasi penelitian, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan peningkatan
pelayanan kesehatan tentang pemberian teknik relaksasi untuk menurunkan
skala nyeri
Jadi, hasil penelitian dari jurnal ini, relaksasi benson terbukti dapat
dimanfaatkan dalam intervensi keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri atau
kecemasan pada pasien di rumah sakit.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 5


I. Kesimpulan
Dari hasil penelitian jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa sebelum diberikan
terapi relaksasi benson, sebagian besar pasien apendiksitis mempunyai skala
nyeri sedang dan berat dan sebagian besar skala nyeri mengalami perubahan
yang signifikan dengan menurunnya skala nyeri menjadi skala nyeri ringan.
Yang ditandai dengan terdapatnya pengaruh yang signifikan terhadap skala nilai
sesudah diberikan teknik relaksasi benson sebanyak 3 kali selama 15-30 menit.

LAMPIRAN
Grece Frida Rasubala, Lucky Tommy Kumaat, dan Mulyadi (2017) e-Jurnal
Keperawatan (e-Kp). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala
Nyeri pada Pasien Post-Operasi di RSUP. Prof. Dr. R.D.Kandou dan RS
TK.III R.W. Mongisidi Teling Manado. Vol.5 No.1, Februari ’17.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 6


BAB III
PEMBAHASAN (KONSEP DASAR PENYAKIT DAN KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN)
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu
divertikulum pada caecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi mulai
dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm. (Dorland, N. W, 2010 dikutip
dalam Dani&Pauline Calista, 2013). Apendisitis adalah penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (dikutip oleh Islmaitun,
2014).
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan tindakan bedah kedaruratan,
apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks
vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih
dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan
melekat pada sekum. (Kowalak, 2011 dikutip dalam Virgianti N.F., 2015)

B. Etiologi
Etiologi apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi lumen
appendiks. Obstruksi lumen pada appendiks yang menyebabkan apendisitis antara
lain karena; material feses yang keras (fecalith), hyperplasia jaringan limfoid, dan
infeksi virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lainnya dari apendisitis
antara lain; benda asing, infeksi bakteri, parasit, dan tumor appendiks atau sekum
(Lynn, Cynthia, & Jeffery, 2002). (Dikutip dalam Widia Sandy, 2013)

C. Klasifikasi

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 7


1. Apendisitis Akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik
Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi:
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa
nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam
ringan (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai
dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik
Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 8


apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen (Rukmono, 2011).
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya
sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat
(Rukmono, 2011).

D. Manifestasi Klinis
Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 9


Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini nyeri yang
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat (Sjamsuhidayat, 2005). Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas
pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis akut. Komplikasi dari apendisitis
akut yang paling sering terjadi adalah perforasi. Perforasi dari appendiks dapat
menimbulkan abses periapendisitis yaitu terkumpulnya pus yang terinfeksi
bakteri. Appendiks menjadi terinflamasi, bias terinfeksi dengan bakteri, dan bisa
dipenuhi pus hingga pecah, jika appendiks tidak diangkat tepat waktu. Pada
apendisitis perforasi isi pus yang di dalam appendiks dapat ke luar ke rongga
peritoneum. Gejala dari apendisitis perforasi mirip dengan gejala apendisitis akut
biasa, namun keluarnya pus dari lubang appendiks menyebabkan nyeri yang lebih
saat mencapai rongga perut (Lee, 2009 dikutip dalam Widia Sandy, 2013)
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal yaitu;
pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen
selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternative diagndosis lain. Kedua, setelah
dilakukan appendiktomi gejala yang dialami pasien akan hilang dan yang ketiga,
secara histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis
yang aktif pada dinding appendiks atau fibrosis pada appendiks, (Santacroce &
Craig, 2006). Gejala yang dialami oleh pasien apendisitis kronis tidak jelas dan
progresifnya lambat. Terkadang pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran
kanan bawah yang intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan. (Dikutip dalam Widia Sandy, 2013)
Pemeriksaan fisik dengan menemukan tanda gejala/ manifestasi klinis anak
yang mengalami apendisitis antara lain; nyeri periumbilikal, mual, muntah,
demam, dan nyeri tekan pada kuadaran kanan bawah perut, (Marianne, Susan,
Loren, 2007). Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat
diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain; Rovsing’s sign, Psoas sign,
dan Jump Sign, (Lynn, Cynthia, Jeffery, 2002). Rovsing’s sign yaitu nyeri yang
dirasakan pada kuadran kanan bawah perut ketika dilakukan penekanan dan
pelepasan pada bagian kiri perut. Psoas sign nyeri yang dirasakan pada saat
dilkukan hiperekstensi pada paha kanan. Jump Sign merupakan tanda nyeri yang

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 10


dirasakan pada kudran kanan bawah perut saat dilakukan gerakan tumit di angkat
dan diturunkan. Gejala apendisitis menurut Rothrock (2000) antara lain nyeri,
muntah, demam, diare, nyeri tekan pada kuadran kanan bawah abdomen dan nyeri
tekan menyebar. (Dikutip dalam Widia Sandy, 2013)

E. Patofisiologi
Menurut Mansjoer dkk (2004) dikutip dalam Islamiatun (2014) patofisiologi
appendisitis adalah sebagai berikut:
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur atau obstruksi
(penyumbatan) karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang yang mengakibatkan edema, diapendisitis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah apendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menebus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrenosa. Stadium ini disebut
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.
Pada anak-anak omentum lebih pendek, apendiks lebih panjang dan dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 11


F. WOC
Hiperplasia Fekolit Tumor Cacing Makanan Tinggi Karbohidrat E. Histolitika
jar. Limfe Appendiks Askaris Rendah Serat
Erosi mukosa appendiks
Konstipasi
Tukak kecil di mukosa
Tek Intrasekal Me↑

Pertumbuhan Kuman Flora Normal


Kolon Me↑

Sumbatan Fungsional Appendiks

Pengosongan Isi Appendiks Terhambat

Sumbatan Lumen Appendiks

Mukus terperangkap Peningkatan tek. intraluminal


dalam lumen
Peregangan dinding appendiks
Infiltrasi lumen
Penurunan aliran darah end-artery appendikularis
Infeksi
Iskemik

Ulserasi SUMBER:
SJAMSUHIDAJAT, (1997)
APPENDICITIS
Pertahanan tubuh
membatasi proses radang

Menutup appendiks
dengan omentum usus
halus
Terbentuk massa
periappendikuler/infiltrat
appendiks
Nekrosis jaringan Massa menguraikan diri
secara lambat
Abses
Sembuh tidak sempurna
Ruptur/pecah/perforasi
Terbentuk jaringan parut
Eksudat fibrinosa keluar
Perlengketan dengan
jaringan sekitar
Melengket pada jar. sekitar
Eksaserbasi akut
Jika infeksi menghilang Terbentuk abses

Perlengketan menghilang Peritonitis umum MK: Resti Infeksi berulang

Aktivitas peristaltic menurun

Usus menjadi atonia dan menegang

Obstruksi usus Tidak mengenal sumber informasi Penurunan permeabilitas pemb. darah

Stasis massa di usus Salah interpretasi informasi Cairan dan elektrolit pindah ke lumen usus

Pengosongan lambung menurun


Kurang Pengetahuan
Refluks isi lambung
Dehidrasi Cairan menumpuk di lumen usus
Mual, muntah
Syok hipovolemik Kembung

MK: Resti kekurangan volume cairan


Resti ggn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh MK: Nyeri

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 12


Operasi

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Bararah dan Jauhar (2013) dikutip dalam Islamiatun (2014)
pemeriksaan penunjang apendisitis terdiri dari:
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan
jumlah serum yang meningkat. Terjadinya apendisitis akut dan adanya
perubahan dinding apendiks vermiformis secara signifikan berhubungan
dengan meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan mural dari
apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis secara dini.
2) Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 13


ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari
apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

H. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perbandingan sehingga berupa masa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan lekuk usus halus (Sjamsuhidajat, 2005). Komplikasi utama apendisitis adalah
perforasi appendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses, abses
subfrenikus dan fokal sepsis intra abdominal lain (Bararah dan Jauhar, 2013).
(dikutip dalam Islamiatun, 2014)

I. Penatalaksanaan
Dikutip oleh Islamiatun (2014), tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan paling baik bila diagnosis sudah jelas adalah appendiktomi
(Sjamsuhidajat, 2005). Menurut Lippincott (2011) penanganan apendisitis adalah:
apendiktomi merupakan satu-satunya penanganan efektif dan jika terjadi
peritonitis, penanganannya meliputi intubasi GI, penggantian parenteral cairan
dan elektrolit, dan pemberian antibiotik.
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa
analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien
apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat
sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan
cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum
diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini
secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi
seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. Pilihan antibiotik
lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem,
aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih
diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan
dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi
antibiotik 7-10 hari.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 14


1) Apendiktomi
Ada tiga cara untuk mencapai apendiks yang secara teknik mempunyai
keuntungan dan kerugian menurut Mansjoer dkk (2004) yaitu:
a) Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision).
Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior dengan umbilicus pada batas
sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan
fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah
serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilat dan
berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi
sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar, mengkilat, lebih
kelabu/putih mempunyai haustrae dan taenia koli, sedangkan ileum lebih
kecil, lebih merah, dan tidak mempunyai haustrae dan taenia koli. Basis
apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia koli. Teknik inilah yang
paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan
tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat
tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena
penyembuhan lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas,
sulit diperluas dan waktu operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat
diperluas dengan memotong otot secara tajam.
b) Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan
sama dengan Mc burnay, hanya sayatanya langsung menembus otot dinding
perut tanpa memperdulikan arah serabutsampai tampak peritoneum.
Keuntunganya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah di perluas,
sederhana dan mudah. Kerugianya diagnosis yang harus tepat sehingga
lokasi dapat di dipastikan lebih banyak memotong saraf dan pembuluh
darah sehingga peredaran menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah
lebih lama karena adanya benjolan yang mengganggu pasien, nyeri pasca
operasi lebih sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi
dan masa penyembuhan lebih lama.
c) Insisi pararektal. Di lakukan sayatan pada garis batas lateral m. rektus
abdominis dekstra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 15


Keuntunganya, teknik ini dapat di pakai pada kasus-kasus apendiks yang
belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat di perpanjang dengan mudah.
Kerugianya, sayatan ini tidak secara langsung mengarah ke apendiks atau
sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar dan
untuk menutup luka operasi di perlukan jahitan penunjang.
Setelah peritoneum di buka dengan retraktor, maka baris apendiks dapat di
cari pada pertemuan tiga teania koli. Ada dua cara yang dapat di pakai sesuai
situasi dan kondisi untuk membebaskan dari meso-apendiks, yaitu apendiktomi
secara biasa; kita mulai dari apeks ke baris apendiks untuk memotong
mesoapendiks. Ini di lakukan pada apendiks yang tergantung bebas pada
sekum atau bila puncak apendiks mudah di temukan.
2) Teknik Apendiktomi Mc Burney menurut Mansjoer dkk (2004):
a) Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional.
Kemudian di lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut
kanan bawah. Di buat sayatan menurut Mc Burnay sepanjang kurang lebih
10 cm dan otot otot dinding perut di belah secara tumpul menurut arah
serabutnya, berturut-urut m.oblikus abdominis internus, m.transversus
abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum.
b) Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi.
c) Sekum beserta apendiks diluksasi keluar.
d) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari
puncak arah basis.
e) Semua perdarahan dirawat.
f) Di siapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis
apendiks kemudian di jahit dengan catgut.
g) Dilakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.
h) Puntung apendiks diolesi betadin.
i) Jahitan tabac sac. Disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul
tersebut mesoapendiks diikat dengan sutera.
j) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat- alat
didalamnya, semua perdarahan di rawat.
k) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 16


l) Sebelum ditutupi, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan
didekatkan untuk memudahkan penutupanya. Peritoneum ini jahit jelejur
dengan chromic catgut dan otot otot dikembalikan.
m)Dinding perut di tutupi/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subkutis
dengan catgut dan akhirnya kulit dengan sutera.
n) Luka operasi dibersihkan dan ditutupi dengan kasa steril.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 17


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian fokus pada klien apendisitis menurut Yayan (2008) dikutip dalam
Islamiatun (2014) adalah:
a) Identitas Klien
(1)Umur: biasanya apendisitis lebih sering terjadi pada usia 10-30 tahun.
(2)Jenis kelamin: laki-laki lebih sering terkena apendisitis dari pada wanita.
b) Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan
lebih baik dari pada tinggal di lingkungan yang kotor. Hal itu akan mencegah
masuknya cacing askariasis ke dalam lumen apendiks.
c) Riwayat keperawatan
(1)Riwayat kesehatan saat ini: keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
(2)Kesehatan masa lalu
d) Pemeriksaan Fisik
(1) Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
(2) Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing sign). Apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga
akan terasa sakit diperut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg sign).
(3) Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan
ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang didaerah
pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 18


(4) Uji psoas dan uji obturator.
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi panggul kanan kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel pada m.psoasmayor, maka tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan
fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks
yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan nyeri. Pemeriksaan ini
dilakukan pada apendisitis pelvika.
e) Perubahan Pola Fungsi
Data yang di peroleh dalam kasus appendisitis menurut Bararah dan Jauhar
(2013) adalah sebagai berikut:
(1) Aktivitas/istirahat
Gejala: malaise
(2) Sirkulasi
Tanda: Takikardi
(3) Eliminasi
Gejala: Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang- kadang).
Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan
atau tidak ada bising usus.
(4) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia dan mual/muntah
(5) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney (setengah jarak antara
umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau
infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/gejala tidak jelas
(sehubungan dengan lokasi apendiks, contoh: retrosekal atau sebelah
ureter).

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 19


Tanda: perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri
diduga inflamasi peritoneal.
(6) Pernafasan
Tanda: takipnea, pernapasan dangkal.
(7) Keamanan
Tanda: demam (biasanya rendah).
Pengkajian fokus pada klien post operasi appendiktomi menurut Bararah dan
Jauhar (2013) di kutip dalam Islamiatun (2014) antara lain:
a) Identitas
(1) Identitas klien post operasi appendiktomi yang menjadi pengkajian dasar
meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
alamat, diagnosa medis, tindakan medis, no rekam medis, tanggal masuk,
tanggal operasi dan tanggal pengkajian.
(2) Identitas penanggungjawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, agama, alamat dan sumber biaya.
b) Lingkup Masalah Keperawatan
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi appendiktomi
biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.
c) Riwayat penyakit
(1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu diuraikan dari
masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang
dikaji dengan menggunakan PQRST (Provokatif, Quality, Region,
Severitys cale and Time). Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi
pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah
saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat
dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala
nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di daerah operasi
dapat pula menyebar diseluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 20


menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas
seperti rentang toleransi klien masing-masing.
(2) Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh
kepada penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami
pembedahan sebelumnya.
(3) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit
yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan
atau menular dalam keluarga.
d) Riwayat psikologis
Secara umum klien dengan post appendisitis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan
mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran,
ideal diri dan harga diri).
e) Riwayat Sosial
Klien dengan post operasi appendiktomi tidak mengalami gangguan dalam
hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi harus dibandingkan hubungan
sosial klien antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.
f) Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami
keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam hal ibadah. Perlu dikaji
keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
g) Kebiasaan sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya
mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri yang akut dan kelemahan.
Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri. Klien akan mengalami
pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang
normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi
pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat
mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang
normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urin karena

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 21


adanya pembatasan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu maupun
tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.
h) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam
kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan
sampai berat tergantung periode akut rasa nyeri. Tanda vital umumnya
stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami
perforasi apendiks.
(2) Sistem Pernafasan
Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan atau peningkatan
frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai rentang yang
dapat ditoleransi oleh klien.
(3) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stress dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri),
hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal,
dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan auskultasi bunyi
jantung.
(4) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi.
Klien post appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada
awitan awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya
luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.
(5) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urin,
hal ini terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama periode awal
post appendiktomi. Output urin akan berlangsung normal seiring dengan
peningkatan intake oral.
(6) Sistem Muskuloskeletal

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 22


Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post
operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan
peningkatan toleransi aktivitas.
(7) Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan
operasi disertai kemerahan. Turgor kulit akan membaik seiring dengan
peningkatan intake oral.
(8) Sistem Persarafan
Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat kesadaran, saraf kranial dan
reflek.
(9) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan kesimetrisan telinga, ada
tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
(10) Sistem Endokrin
Klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endokrin. Akan
tetapi petap perlu dikaji keadekuatan fungsi endokrin (tiroid dan lain-lain).

B. Diagnosa Keperawatan
a) Diagnosa Pre-Operasi Apendisitis
1) Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi.
2) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama,
perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses.
3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d pengeluaran cairan
berlebih, status hipermetabolik, inflamasi peritonium dengan cairan asing.
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan b.d tidak mengenal sumber informasi dan salah
interpretasi informasi.
b) Diagnosa Post-Operasi Apendisitis
1) Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi bedah.
2) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.
3) Gangguan integritas kulit b.d luka insisi pembedahan.
4) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasif insisi bedah.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 23


5) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d pengeluaran cairan
berlebih, pembatasan pascaoperasi.

C. Intervensi Keperawatan
1) Intervensi 1
Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan nyeri berkurang atau hilang.
KH : Klien melaporkan nyeri berkurang / hilang, klien tampak rileks, skala
nyeri menjadi 1-3.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Berguna dalam pengawasan
beratnya (skala 0-10). keefektifan obat, kemajuan
Selidiki dan laporkan perubahan penyembuhan. Perubahan pada
nyeri dengan tepat. karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses / peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi.
Pertahankan istirahat dengan posisi Gravitasi melokalisasi eksudat
semifowler. inflamasi dalam abdomen bawah atau
pelvis, menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
Dorong dan ajarkan ambulasi dini. Meningkatkan normalisasi fungsi
organ, contoh : merangsang peristaltik
dan kelancaran flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.
Berikan aktivitas hiburan. Fokus perhatian kembali,
meningkatkan relaksasi, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
Pertahankan puasa/ penghisapan NG Menurunkan ketidaknyamanan pada
pada awal. peristaltik usus dini dan iritasi gaster/
muntah.
Berikan analgesik sesuai indikasi. Menghilangkan nyeri mempermudah
kerjasama dengan intervensi terapi

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 24


lain seperti ambulasi, batuk.
Berikan kantong es pada abdomen. Menghilangkan dan mengurangi nyeri
melalui penghilangan rasa ujung saraf.
Catatan : jangan lakukan kompres
panas karena dapat menyebabkan
kompresi jaringan.

2) Intervensi 2
Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan akibat insisi bedah.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan nyeri berkurang atau hilang.
KH : Klien melaporkan nyeri berkurang / hilang, klien tampak rileks, skala
nyeri menjadi 1-3.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Berguna dalam pengawasan
beratnya (skala 0-10). keefektifan obat, kemajuan
Selidiki dan laporkan perubahan penyembuhan. Perubahan pada
nyeri dengan tepat. karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses / peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi.
Ajarkan teknik relaksasi. Untuk mengalihkan rasa nyeri
sehingga pasien lebih nyaman
Pertahankan istirahat dengan posisi Menghilangkan tekanan abdomen
telentang. yang bertambah dengan posisi
telentang.
Berikan kantong es pada abdomen. Menghilangkan dan mengurangi nyeri
melalui penghilangan rasa ujung saraf.
Catatan: jangan lakukan kompres
panas karena dapat menyebabkan
kompresi jaringan.
Beritahukan penyebab nyeri. Membantu klien dalam mekanisme
koping
Berikan analgesik sesuai indikasi. Menghilangkan nyeri mempermudah
kerjasama dengan intervensi terapi

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 25


lain seperti ambulasi, batuk (Bararah
dan Jauhar, 2013).

3) Intervensi 3
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi intoleransi aktivitas.
KH : Pasien tidak lemas, pasien mampu melakukan aktivitas mandiri sesuai
kondisi dan kemampuan.
Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda vital sebelum Untuk mengetahui sejauh mana
dan sesudah aktivitas. perbedaan selama aktivitas.
Kaji penyebab kelemahan. Merencanakan intervensi dengan
tepat.
Ajarkan latihan gerak aktif pasif. Meningkatkan sirkulasi darah dan
mencegah komplikasi.
Lakukan alih baring tiap 2 jam. Mencegah terjadinya kelembaban
yang berlebih pada kulit pasien.
Bantu pasien dalam beraktivitas. Bisa memaksimalkan penggunaan
energi yang dikeluarkan.

4) Intervensi 4
Gangguan integritas kulit b.d luka insisi pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam integritas
kulit kembali utuh.
KH : integritas kulit membaik, tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit normal.

Intervensi Rasional

Kaji tanda-tanda infeksi. Mengetahui tanda infeksi lebih dini.

Monitor jumlah leukosit. Mengetahui kadar infeksi dalam


tubuh pasien.

Observasi keadaan luka. Memberikan deteksi dini proses


terjadinya infeksi.

Anjurkan pasien untuk menjaga area Menghindari terjadinya infeksi.


insisi agar tetap bersih dan kering.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 26


Instruksikan untuk selalu cuci tangan. Untuk mencegah terjadinya
penularan pathogen.

Beri penkes tentang pentingnya Supaya pasien dan keluarga


perawatan luka. mengetahui pentingnya perawatan
luka.

Lakukan perawatan luka. Mencegah terjadinya infeksi.

Kolaborasi dengan dokter dalam Mencegah terjadinya infeksi.


pemberian antibiotik.

5) Intervensi 5
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses;
prosedur invasif insisi bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi berkurang.
KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/
inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam.
Intervensi Rasional
Awasi tanda vital. Perhatikan demam, Dugaan adanya infeksi/ terjadinya
menggigil, berkeringat, perubahan sepsis, abses, peritonitis.
mental, meningkatnya nyeri abdomen.
Lihat insisi dan balutan. Catat Memberikan deteksi dini terjadinya
karakteristik drainase luka/ drein (bila proses infeksi, dan/ atau pengawasan
dimasukkan), adanya eritema. penyembuhan peritonitis yang telah
ada sebelumnya.
Lakukan pencucian tangan yang baik Menurunkan resiko penyebaran
dan perawatan luka aseptik. Berikan infeksi.
perawatan paripurna.
Berikan informasi yang tepat, jujur, Pengetahuan tentang kemajuan
dan jelas pada pasien/ orang terdekat. situasi memberikan dukungan emosi,
membantu menurunkan ansietas.
Ambil contoh drainase bila Kultur pewarnaan Gram dan
diindikasikan. sensitivitas berguna untuk
mengidentifikasikan organisme
penyebab dan pilihan terapi.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 27


Berikan antibiotik sesuai indikasi. Mungkin diberikan secara profilaktik
atau menurunkan jumlah
mikroorganisme (pada infeksi yang
telah ada sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya pada rongga
abdomen.
Bantu irigasi dan drainase bila Dapat diperlukan untuk mengalirkan
diindikasikan. isi abses terlokalisir.

6) Intervensi 6
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pascaoperasi, status hipermetaabolik,
inflamasi peritonium dengan cairan asing.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan dan elektrolit menjadi kuat.
KH : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan
secara individual haluaran urine adekuat.
Intervensi Rasional
Awasi TD dan nadi. Rasional : Tanda yang membantu
mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler.
Lihat membran mukosa : kaji turgor Indikator keadekuatan sirkulasi
kulit dan pengisian kapiler. perifer dan hidrasi seluler.
Awasi masukan dan haluaran : catat Penurunan haluaran urine pekat
catat warna urine/ konsentrasi, berat dengan peningkatan berat jenis
jenis. diduga dehidrasi/ kebutuhan
peningkatan cairan.
Auskultasi bising usus. Catat Indikator kembalinya peristaltik,
kelancaran flatus, gerakan usus. kesiapan untuk pemasukkan oral.
Berikan sejumlah kecil minuman Menurunkan iritasi gaster/ muntah
jernih bila pemasukkan peroral untuk meminimalkan kehilangan
dimulai, dan lanjutkan dengan diet cairan.
sesuai toleransi.
Berikan perawatan mulut sering Dehidrasi mengakibatkan bibir dan

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 28


dengan perhatian khusus pada mulut kering dan pecahpecah.
pelindung bibir.
Pertahankan penghisapan gaster/ usus. Selang NG biasanya dimasukkan
pada praoperasi dan dipertahankan
pada fase segera pascaoperasi untuk
dekompresi usus, meningkatkan
istirahat usus, mencegah muntah.
Berikan cairan IV dan elektrolit. Peritonium bereaksi terhadap iritasi/
infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit.

7) Intervensi 7
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
dan salah interpretasi informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial
komplikasi.
KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi Rasional
Kaji ulang pembatasan aktivitas Memberikan informasi pada pasien
pascaoperasi, contoh : mengangkat untuk merencanakan kembali
berat, olahraga, seks, latihan, rutinitas biasa tanpa menimbulkan
menyetir. masalah.
Identifikasi gejala yang memerlukan Upaya intervensi menurunkan resiko
evaluasi medik, contoh : peningkatan komplikasi serius, contohnya :
nyeri, edema/ eritema luka, adanya peritonitis, lambatnya proses
drainase, demam. penyembuhan.
Dorong aktivitas sesuai toleransi Mencegah kelemahan, meningkatkan
dengan periode istirahat periodik. penyembuhan dan perasaan sehat,
mempermudah kembali ke aktivitas
normal.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 29


Diskusikan perawatan insisi termasuk Pemahaman maningkatkan kerjasama
mengganti balutan, pembatasan mandi dengan program terapi,
dan kembali ke dokter untuk meningkatkan penyembuhan dan
mengangkat jahitan/ pengikat. proses perbaikan.
Berikan laksatif/ pelembek feses jika Membantu kembali ke fungsi usus
diindikasikan dan hindari enema. semula, mencegah mengejan saat
defekasi. (Doenges, 2000).

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks atau usus buntu. Penanganan
apendisitis adalah apendiktomi merupakan satu-satunya penanganan efektif dan jika
terjadi peritonitis, penanganannya meliputi intubasi GI, penggantian parenteral
caiaran dan elektrolit, dan pemberian antibiotik. Terjadinya apendisitis akut dan
adanya perubahan dinding apendiks vermiformis secara signifikan berhubungan
dengan meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan mural dari apendiks
vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis secara dini.

B. Saran
Makalah mengenai ‘Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis’ ini
dapat penulis selesaikan tanpa ada halangan suatu apapun. Penulis sadari dalam
penyusunan masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat diharapkan.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 30


DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin dan Kumala Sari (2013) Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Dani&Pauline Calista. Karakteristik Penderita Apendisitis Akut di Rumah Sakit


Immanuel Bandung. 1 Januari 2013-30 Juni 2013.

Grece Frida Rasubala, Lucky Tommy Kumaat, dan Mulyadi (2017) e-Jurnal
Keperawatan (e-Kp). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala
Nyeri pada Pasien Post-Operasi di RSUP. Prof. Dr. R.D.Kandou dan RS
TK.III R.W. Mongisidi Teling Manado. Vol.5 No.1, Februari ’17.

Islamiatun (2014) Karya Tulis Ilmiah. Kajian Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan
Gangguan Kenyamanan: Nyeri Post Appendiktomi hari ke-1 di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. 14 Juli ’14. Hal: 1, 14-27.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 31


Nisha Afidah (2012) Naskah Publikasi: Karya Tulis Ilmiah. Asuhan Keperawatan pada
Tn.E dengan Tindakan Apendiktomi pada apendiditis akut di kamar Operasi
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta. 10 Nov ’12.

Widya Sandy. Karya Ilmiah Akhir Ners. Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Post Operasi Laparatomi
Apendiktomi ET Causa Apendisitis Perforasi di RSUP Fatmawati. Depok Jabar.
Juli ’13. Hal 7-8.

Virgianti Nur Varidah (2015) Jurnal SURYA. Penurunan Tingkat Nyeri Pasien dengan
Teknik Distraksi Napas Ritmik. Vol.07, No.02, Agustus ’15.

( Analisis Jurnal dan Asuhan Keperawatan Apendisitis ) 32

Anda mungkin juga menyukai