Bab 8 Korupsi Dan Upaya Pemberantasannya PDF
Bab 8 Korupsi Dan Upaya Pemberantasannya PDF
Kompetensi Dasar:
Indikator:
1. Memahami hakikat, ragam, dan hukum korupsi dalam pandangan Islam;
2. Mengidentifikasi motif-motif korupsi sebagai upaya preventif menghindari
perilaku korupsi;
3. Meyakini dan menyadari akan bahaya yang ditimbulkan oleh tindak korupsi
dalam kehidupan pribadi maupun sosial;
4. Menumbuhkembangkan budaya anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari;
5. Mengamalkan perilaku anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bentuk-bentuk Korupsi
Dalam terminologi Islam tidak dikenal istilah korupsi karena kata
tersebut bukan berasal dari agama Islam. Akan tetapi dengan melihat arti korupsi
sebagaimana disebutkan di atas, banyak istilah pelanggaran hukum dalam
terminologi Islam yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. Bentuk-bentuk
pelanggaran hukum tersebut antara lain ghulul (penggelapan), risywah (suap),
hadiyyah (gratifikasi), sariqah (pencurian), dan khiyanah (khianat/kecurangan).
a. Ghulul (penggelapan)
Kata ghulul secara bahasa adalah “akhdzu syai wa dassuhu fi mata’ihi”
(mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya). Pada mulanya
ghulul merupakan istilah untuk penggelapan harta rampasan perang sebelum
dibagikan kepada yang berhak (Qal’aji, tt:334). Ibnu Hajar al-‘Asqalani
mengartikannya dengan al-khiyanat fil maghnam (pengkhianatan pada
rampasan perang). Lebih jauh, Ibnu Qutaybah (dalam Al-Zarqani, tt:37)
menjelaskan bahwa perbuatan khianat dikatakan ghulul karena orang yang
mengambilnya menyembunyikannya pada harta miliknya. Kata ghulul, menurut
al-Rummani, berasal dari kata ghalal yang artinya masuknya air ke dalam sela-
sela pohon. Khianat disebut ghulul karena memasukkan harta yang bukan
miliknya secara tersembunyi dan samar dari jalan yang tidak halal (Ridha,
1990:175). Larangan penggelapan ini tertera dalam Q.S. Ali Imran:161.
ٍ ت ِِبَا َغ َّل يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة ُُثَّ تُ َو ََّّف ُك ُّل نَ ْف
س َّما ِ وما َكا َن لِنَِِب أَن ي غُ َّل ومن ي ْغلُل ي ْأ
َ ْ َ َ َ َ ٍّ ََ
ت َوُه ْم الَ يُظْلَ ُمو َن
ْ ََك َسب
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta
rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan
rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian tiap-tiap diri
akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan
(pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (Q.S. Ali
Imran:161)
b. Risywah (suap)
Istilah lain yang juga merupakan salah satu bentuk korupsi adalah
risywah. Istilah ini berasal dari kata rasyā, yarsyū, risywah yang berarti
2
“menyuap” atau “menyogok”. Orang yang menyuap disebut al-rāsyī sedangkan
orang yang mengambil atau menerima suap disebut al-murtasyī. Sementara
orang yang menjadi perantara antara pemberi dan penerimanya dengan
menambahi di suatu sisi dan mengurangi di sisi lain disebut al-ra’isy. Umar bin
Khaththab mendefinisikan risywah sebagai sesuatu yang diberikan/disampaikan
oleh seseorang kepada orang yang mempunyai kekuasaan (jabatan, wewenang)
agar ia memberikan kepada si pemberi sesuatu yang bukan haknya.
Risywah merupakan perbuatan yang dilarang oleh al-Quran, hadis dan
ijma’ ulama. Larangan tersebut berlaku bagi yang memberi, menerima dan yang
menjadi penghubung di antara keduanya. Allah berfirman:
ِ اْلُ َّك ِام لِتَأْ ُكلُواْ فَ ِري ًقا ِّم ْن أ َْم َو ِال الن
َّاس ْ اط ِل َوتُ ْدلُواْ ِِبَا إِ ََل
ِ والَ تَأْ ُكلُواْ أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب
َ َْ َ ْ َ
بِا ِإل ُِْث َوأَنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (Q.S. al-
Baqarah:188)
Larangan untuk membawa urusan harta kepada hakim dalam ayat di atas
merupakan sindiran bagi orang-orang yang sengaja menyuap hakim agar
urusannya dimenangkan sekalipun sebenarnya dia bersalah, yaitu memakan
harta benda orang lain dengan jalan bathil (melanggar hukum). Dalam sebuah
hadis Nabi SAW bersabda:
c. Hadiyyah (gratifikasi)
Kata hadiah berasal dari bahasa Arab hadiyyah yang berarti hadiah.
Dalam KBBI, hadiah adalah pemberian (kenang-kenangan, penghargaan,
penghormatan), ganjaran (karena memenangkan suatu perlombaan), tanda
kenang-kenangan. Hadiah dalam fikih Islam juga disebut hibah, yaitu pemberian
sesuatu kapada orang lain atas dasar kerelaan dan tanpa mengharap sesuatu
apapun di balik hadiah tersebut selain ridha Allah. Pada dasarnya pemberian
hadiah seperti ini merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan dalam
Islam. Dalam hadits riwayat Imam al-Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
.الص ُدوِر ِ ِ ِ
ُ تَ َه َاد ْوا فَإ َّن ا ْْلَديَّةَ تُ ْذه
ُّ ب َو َحَر
“Saling memberi hadiahlah kalian, sesungguhnya hadiah itu dapat
melunakkan hati yang keras.” (HR. Al-Tirmidzi)
3
Pemberian hadiah menjadi haram hukumnya jika untuk kepentingan
tertentu, seperti memberi hadiah kepada pejabat, atasan, atau penguasa untuk
mendapatkan keuntungan. Hadiah seperti ini disebut juga dengan gratifikasi,
yaitu uang hadiah kepada pegawai atau pejabat di luar gaji yang telah ditentukan
untuk memuluskan proyek dan sebagainya. Rasulullah SAW melarang jenis
hadiah (gratifikasi) seperti ini dengan menyatakan:
d. Sariqah (pencurian)
Sariqah dari bahasa Arab saraqa-yasriqu yang berarti “mencuri”.
Termasuk dalam kategori mencuri adalah merampok, merampas, mencopet, dan
memalak. Tindak pencurian merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana
korupsi karena pada hakikatnya korupsi adalah mencuri atau “ngemplang” uang
negara, uang perusahaan, uang organisasi, atau uang orang lain tanpa alasan
yang sah. Dalam hukum Islam perbuatan mencuri termasuk dalam kategori dosa
besar yang dalam batas tertentu pelakukan harus dihukum dengan cara dipotong
tangannya.
e. Khiyanah (khianat/kecurangan)
Khiyanah (khianat) adalah perbuatan tidak jujur, melanggar janji,
melanggar sumpah atau melanggar kesepakatan. Ungkapan khianat juga
digunakan untuk seseorang yang melanggar atau mengambil hak-hak orang lain,
dapat dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya
dalam masalah mu’amalah (transaksi jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya).
Khianat juga ditujukan kepada orang yang mengingkari amanat politik, ekonomi,
bisnis, sosial dan pergaulan. Khianat adalah tidak menepati amanah. Allah Swt
sangat membenci dan melarang perbuatan khianat. Allah berfirman:
َو ْاعلَ ُموا أَََّّنَا.ول َوََتُونُوا أ ََمانَاتِ ُك ْم َوأَنْتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن َّ آمنُوا َال ََتُونُوا اللَّهَ َو
َ الر ُس ِ َّ
َ ين َ يَا أَيُّ َها الذ
ِ ِ ِ
.يم
ٌ َجٌر َعظ ْ أ َْم َوالُ ُك ْم َوأ َْوَال ُد ُك ْم فْت نَةٌ َوأ ََّن اللَّهَ عْن َدهُ أ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
4
hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala
yang besar.” (Q.S. al-Anfal:27-28)
ِ ِ
ف
َ َب َوإ َذا َو َع َد أَخل َ إِ َذا َحد:صلَّى َوَز َع َم أَنَّهُ ُمسل ٌم
َ َّث َك َذ َ آيَةُ املناَف ِق ثَالَثَةٌ َوإ ْن
َ ص َام َو
) (رواه البخارى ومسلم.َوإ َذا ائْ تُ ِم َن َخا َن
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, sekalipun dia puasa, shalat,
dan mengaku sebagai Muslim: jika berbicara bohong, jika berjanji
ingkar, dan jika dipercaya khianat.”(HR. Bukhari dan Muslim)
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ السا ِر ُق و
ٌ السارقَةُ فَاقطَ ُعوا أَيديَ ُه َما َجَزاءً ِبَا َك َسبَا نَ َكاالً م َن اهلل َواهللُ َع ِز ٌيز َحك
يم َ َّ َو
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Nur:38).
Hukum potong tangan, jika dilihat sepintas memang nampak kejam dan
melanggar hak asasi manusia, tetapi perlu diingat bahwa di balik hukum tersebut
tersimpan hikmah yang amat besar. Pencuri atau perampok, lebih-lebih
koruptor, adalah pelanggar hak asasi manusia. Mereka telah merampas hak
orang lain atau hak negara dengan sewenang-wenang. Pada kenyataannya,
dengan dihukum penjara –dalam hitungan sekian bulan atau sekian tahun –
jarang dari mereka yang kemudian jera dan berhenti dari perbuatan mencuri.
Tetapi dengan adanya pencuri yang dipotong tangannya, orang lain akan takut
dan berpikir panjang untuk melakukan pencurian, karena dia takut jika ketahuan
5
akan dipotong tangannya. Jadi di balik hukum potong tangan terdapat shock
terapy (peringatan keras) yang sangat manjur untuk para pelaku tindak korupsi.
Hukuman lain bagi koruptor adalah ta’zir (hukuman), mulai yang paling
ringan berupa dipenjara, lalu memecatnya dari jabatan dan memasukkannya
dalam daftar orang tercela (tasyhir), penyitaan harta untuk negara, hingga
hukuman mati. Hukuman ini disesuaikan dengan besar kecilnya jumlah
uang/barang yang dikorupsi dan dampaknya bagi masyarakat.
B. MOTIF-MOTIF KORUPSI
Korupsi di Indonesia nampaknya sudah menjadi budaya masyarakat,
bukan saja kalangan elit birokrat, tetapi juga pada masyarakat luas di berbagai
bidang. Akibatnya, sumber daya alam yang melimpah di negeri ini tidak lagi
berfungsi sebagai pintu keberkahan hidup. Urusan yang semestinya mudah
dikerjakan menjadi sulit. Urusan yang mestinya membutuhkan waktu sebentar
menjadi berlarut-larut. Barang yang bisa diperoleh dengan murah menjadi
mahal. Apa yang seharusnya menjadi kekuatan berubah menjadi beban, dan apa
yang semestinya merupakan potensi positif menjadi negatif. Jika dilihat dari
motifnya, korupsi disebabkan oleh motif internal dan atau motif eksternal.
Berikut ini dipaparkan beberapa motif korupsi.
1. Motif Internal
Arti motif internal dalam hal ini adalah motif yang timbul dari diri
seseorang yang melakukan korupsi. Motif internal itu antara lain (1) sikap terlalu
mencintai harta (hub al-dunya), (2) sikap tamak dan serakah, (3) sikap
konsumtif dan hedonis, (4) pemahaman agama yang dangkal, dan (5) hilangnya
nilai kejujuran.
ٍ َصال ث
الث بِأ ََم ٍل َال يَبلُ ُغ ُمنتَ َهاهُ َوفَق ٍر ٍ ب الدُّنيا قَلب ع
ٍ بد إَِّال اب تَالَه اهلل ِِِب
ُ ُ ْ َ َ َ ُّ َما َس َك َن ُح
) (رواه الديلمى.ُك َعنَاه ٍ درُك ِغنَاهُ َو ُش
ُّ غل َال يَن َف َ َُال ي
“Jika cinta dunia telah menjangkiti hati manusia, maka Allah
mengujinya dengan tiga hal: angan-angan yang tidak pernah
tercapai, kefakiran yang tidak pernah tercukupi, dan kesibukan yang
selalu melelahkan.” (HR. Al-Dailami)
لو كان البن آدم واد من مال البتغى ثانيا ولو كان له واديان البتغى ْلما ثالثا وال ميأل
)جوف ابن آدم إال الرتاب ويتوب اهلل على من تاب (رواه البخارى ومسلم
“Seandainya anak adam mempunyai satu lembah harta, niscaya dia
akan mencari yang kedua, dan seandainya dia telah punya yang
kedua, niscaya dia akan cari yang ketiga. Dan tidaklah dapat
memenuhi perut anak adam kecuali tanah (kematian). Dan Allah
menerima taubat hamba-Nya yang mau bertobat.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
إن أعطي رضي وان مل،تعس عبد الدينار وعبد الدرهم وعبد القطيفة وعبد اخلميصة
) (رواه ابن ماجه.يعط مل يف
“Rasulullah SAW bersabda: Celakah hamba dinar dan hamba
dirham, hamba permadani, dan hamba baju. Apabila ia diberi maka ia
puas dan apabila ia tidak diberi maka iapun menggerutu kesal”(HR.
Ibnu Majah).
2. Motif Eksternal
Selain motif internal, terdapat pula motif eksternal yang mempengaruhi
seseorang untuk melakukan korupsi. Motif eksternal itu antara lain: (1) adanya
kesempatan dan sistem yang rapuh, (2) faktor budaya, (3) faktor kebiasaan dan
kebersamaan, dan (4) penegakan hukum yang lemah.
b. Faktor Budaya
Adalah sebuah kebiasaan bagi orang Indonesia bahwa setiap seseorang
menjadi pejabat tinggi dalam sebuah lembaga pemerintahan, maka yang
bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi keluarganya.
Akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi jika permintaan tersebut
berasal dari orang yang sangat berpengaruh bagi dirinya, seperti orang tua.
Selain itu dalam budaya kita, seseorang akan dianggap bodoh bila dia memiliki
jabatan penting tapi tidak mempunyai penghasilan lain selain penghasilannya
resminya. Akibatnya ia “dipaksa” untuk melakukan korupsi.
8
c. Faktor Kebiasaan dan Kebersamaan
Praktek korupsi sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi orang-orang yang
mempunyai peluang dan kesempatan melakukannya. Terlebih lagi praktek
korupsi telah dilakukan oleh banyak orang, bahkan secara berjamaah.
Dampaknya adalah praktek ini menjadi kebiasaan yang tidak perlu diusik dan
dipermasalahkan. Akhirnya terjadilah pembiasaan terhadap perbuatan yang
salah. Padahal seharusnya kita membiasakan yang benar dan bukan
membenarkan yang biasa tapi salah. Apalagi perbuatan salah itu merugikan
banyak orang dan menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia seperti korupsi.
Fakta menunjukkan bahwa sangat banyak pejabat, kepala daerah atau wakil
rakyat yang diadili di pengadilan karena melakukan korupsi secara berjamaah.
12
ص ُد ُق َح ََّّت يَ ُكو َنْ َالر ُج َل لَي ْ الص ْد َق يَ ْه ِدي إِ ََل الِْ ِِّب َوإِ َّن الِْ َِّب يَ ْه ِدي إِ ََل
َّ اْلَن َِّة َوإِ َّن ِّ إِ َّن
َّ ور يَ ْه ِدي إِ ََل النَّا ِر َوإِ َّن
الر ُج َل َج
ِ
ُ جوِر َوإ َّن الْ ُف
ِ ِ َ ِصدِّي ًقا وإِ َّن الْ َك ِذ
ُ ب يَ ْهدي إ ََل الْ ُف َ
ب ِعْن َد اللَّ ِه َك َّذابًا ِ
َ َب َح ََّّت يُكْتُ لَيَكْذ
“Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan
akan menunjukkan pada surga. Seseorang yang senantiasa
berperilaku jujur, sehingga (layak) dia disebut orang yang jujur.
Sementara kedustaan itu akan membawa kepada keburukan, dan
keburukan akan mengantarkan kepada api neraka. Seseorang yang
senantiasa berperilaku dusta, sehingga (pantas) dia disebut orang
yang pendusta.” (HR. Bukhari)
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Hussein. 1999. Corruption and The Destiny of Asia. Kuala Lumpur:
Prentice Hall (M) Sdn. Bhd. dan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd
Al-Dimyathi, Ahmad Syatha. Tanpa tahun. I’ānah al-Thālibīn. Maktabah
syamilah: www.al-Islam.com
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. 1974. Tafsir al-Maraghi. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Zarqani, Abd al-Baqi. Tanpa tahun. Syarh al-Muwattha’ al-Imam Malik.
Maktabah syamilah: www.al-Islam.com
Bisri, Mustofa. 2004. Hubb al-Dunya adalah Akar Korupsi. Dalam Burhan, A.S &
Nurul Huda Maarif. Menolak Korupsi, Membangun Kesalehan Sosial.
Jakarta: P3M
Ridha, Muhammad Rasyid. 1990. Tafsir al-Mannar. Maktabah syamilah:
www.al-Islam.com
Hasibuan, A. S. 2012. Korupsi dan Pencegahannya dalam Perspektif Hukum
Islam. Online: diakses 17 Mei 2013.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI).
Kholis, Nur. 2013. Korupsi dan akibatnya: Analisis Prespektif Ekonomi Islam.
Online: http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/. Diakses 17 Mei 2013.
14
Malik, Imam. Tanpa tahun. Al-Muwattha’. Maktabah syamilah: www.al-
Islam.com
Mas’udi, Masdar F. 2004. Hadiah untuk Pejabat. Dalam Burhan, A.S & Nurul
Huda Maarif. Menolak Korupsi, Membangun Kesalehan Sosial. Jakarta:
P3M
Qal’aji, Muhammad. Tanpa tahun. Mu’jam Lughah al-Fuqaha’. Maktabah
syamilah: www.al-Islam.com
Salim, A.M. 1994. Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran.
Jakarta: LSIK
Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Rohaniah (Transendental Intelligence):
Membentuk Kepribadian yang Bertanggung Jawab, Profesional, dan
Berakhlak. Jakarta: Gema Insani Press
Theobald, Robin. 1990. Corruption, Development and Underdevelopment.
London: The McMillan Press Ltd
UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003. Online: www.menkokesra.go.id. Diakses 17 Mei
2013
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Online:
www.setneg.go.id. Diakses 17 Mei 2013
15
LEMBAR KERJA MAHASISWA
B. Tugas Kontekstual
Lakukan aktifitas-aktifitas berikut dan catatlah hasilnya!
16