Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASARPATOLOGI DANPATOFISOLOGI

FISIOLOGI MANUSIA

PATOLOGI
Patologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang penyebab suatupenyakit dan
serta mekanisme yang menimbulkan penyebab tersebut melaluipenelitian dan pengamatan
ilmiah.Patologi terdiri dari Patologi Anatomi dan Patologi Klinik. Patologi Anatomi
adalahilmu yang mempelajari penyakit dengan memeriksa sampel jaringan yang
diperolehmelalui pembedahan atau autopsi dari bagian-bagian tertentu dari tubuh.
PatologiAnatomi membantu menentukan penyebab dan efek dari penyakit tertentu.
PatologiKlinik adalah studi penyakit melalui evaluasi proses biokimia tubuh seperti
produksihormon, enzim dan lainnya. Seorang Ahli Patologi Klinis menganalisis darah, urin
dancairan tubuh lainnya.
Patofsiologi
adalah diambil dari dua kata yaitu patologi dan siologi. Patologitelah dijelaskan diatas
sedangkan siologi adalah ilmu tentang fungsi organ tubuhyang normal.

Jadi, Patofsiologi
adalah ilmu yang mempelajari mengenai fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan atau
fungsi-fungsi yang berubah akibatproses penyakit

1.2 Adaptasi Selular

Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon
terhadap berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan
adaptasi selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:
a) Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada
organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan
beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan
pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel
permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis
contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja
jantung jadi lebih berat.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya
terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan
kronis pada jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan
terhadap iritasi dan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel
kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok
jangka panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan
sel kolumnar endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada
setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko
yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses
displasia yang bersifat patologis. Displasia merupakan karakteristik konstitusional sel seperti
potensi untuk menjadi ganas.
Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena
pasti akan ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis.
contoh kasus peradangan kronis pada jaringan
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu
peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi
terjadinya gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang
kronispada gaster yaitu: destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel
squamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan,
lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka
akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga
menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan
menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi
lokal, gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut /
tegang juga dapat menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat
terjadi peningkatan yang dapat dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCL dengan mukosa
gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim
dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis
atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi
fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan,
dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai
usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi
fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula mammae mengecil
setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan
keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab proses atrofi ini
bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut
terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi
patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk
dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses
aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik
yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang sengaja
berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang memang tidak
mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang yang
menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura)
esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan
yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena
makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke
jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus
kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya
impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring
lamaocclusion) pada saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi
atrofik. Namun, pulau-pulau Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan
ke dalam darah tidak mengalami atrofi. mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-
tulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat
menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya
tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama
dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi
akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi
desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di
daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus
menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya
terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada
suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin
membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu.
Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang
atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada
penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok,
adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan
organ tersebut).
Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.
Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah
atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel
menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup.
Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.
Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami
atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan
komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada
peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena
pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat
dua jenis hyperplasia, yaitu hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita
temukan pada kasus hyperplasia fisiologis yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika
memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia patologis sering kita temukan pada serviks
uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel pada serviks tersebut mengalami
penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi hormonal yang
berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.
`1.2.1. Artrofi
(e) Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh
(Syhrin, 2008). Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi
tersebut.
Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama
masa perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973).
Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah
mencapai usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein
saat proses sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan
mengakibatkan terganggunya proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh.
Terganggunya proses sintesis protein mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat
dirobosom tidak berfungsi maka lama-kelamaan ribosom akan semakin sedikit dan jumlah
volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang.
Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami
komplikasi dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat
terjadi depresi, berisiko hipotermia, imunitas menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi
infeksi, penyembuhan penyakit dan luka lebih lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk
mengetahui seseorang kekurangan gizi dapat diperiksa dengan menghitung indeks massa
tubuh, yaitu dengan menghitung berat badan (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat
(dalam meter persegi). Nilai normal pada wanita adalah 19-24, dan pria adalah 20-25. Di
bawah nilai tersebut dikatakan kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan kelebihan
gizi.
f) Atrofi pada Testis
Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis
yaitu peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai
dengan gejala pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah
pada korda spermatic (saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening,
dan saluran sperma) yang dapat menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut
mengalami kegagalan fungsi untuk memproduksi sperma. Sehingga akan terjadi gangguan
dalam menghasilkan keturunan.
- Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan
kecerdasan seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi
intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan
sosial sehari-hari (Quartilosia, 2010). Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus
serebrum menjadi lebih kecil/menciut sedangkan sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang.
Orang-orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita
alzheimer. Ini merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada
otaknya mati.
Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi
ini disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan
untuk mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami
penyusutan. Atrofi ini disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang
lebih fatal yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya
diantaranya yaitu, dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis,
perawat, atau dokter; latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi
makanan bergizi seimbang (obat-penyakit.com, 2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih
spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan.
Contohnya yaitu proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus,
kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi
akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa
kita identifikasi menurut jenisnya.
1.2.2 Hiperplasia dan Hipertrofi
(g) Perbedaan
*Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas,
Patologis : Hipertensi.
*Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar
prostat.
h. Pada kondisi apakah yang menyebabkan kelainan diatas?
kondisi diatas merupakan hipertropi patologis jantung. pada gambar tersebut terjadi
peningkatan ukuran sel atau pebengkakan jantung yang ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini
disebabkan beban kerja jantung meningkat.
Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan. Penyakit ini dapat
terjadi pada orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan di dalam
darah) atau penderita hemokromositoma (suatu tumor yang menghasilkan adrenalin).
i. Pahami bahwa hipertrofi yang terjadi pada otot skelet binaragawan dan hipertrofi yang
terjadi pada sel organ vital seperti jantung memberi dampak yang sangat berbeda bagi klien.
Menurut anda apakah dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita?
Dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari
normal dan lebih tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan
balik ke dalam vena-vena paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paru-
paru, sehingga penderita mengalami sesak nafas yang sifatnya menahun. Penebalan dinding
ventrikel juga bisa menyebabkan terhalangnya aliran darah, sehingga mencegah pengisian
jantung yang sempurna

.3. Jejas Sel


Terdapat beberapa penyebab cedera (jejas) sel. Lima (5) dari beberapa penyebab umum jejas
sel antara lain:
k) kekurangan oksigen
l) kekurangan nutrisi
m) infeksi sel
n) respon imun yang abnormal
o) Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia
(bahan-bahan kimia beracun).
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu
p) jejas reversible (degenerasi sel) dan q) jejas irreversible (kematian sel).
apakah penyebab cedera (jejas) sel yang paling sering terjadi ?
Hipokisa atau defisiensi oksigen,mengganggu respirasi oksidatif aerobic merupakan
penyebab jejas sel yang paling sering dan terpenting, serta menyebabkan kematian.
selain hipoksia terdapat pula penyebeb yang lain yaitu: Iskemiamerupakan penyebab
tersering dari hipoksia. Selain itu, disebabkan oleh oksigenasi darah yang tidak adekuat
(seperti pada pneumonia), berkurangnya kemampuan pengangkutan oksigen darah (seperti
pada anemia atau keracunan CO Sehingga menghalau pengikatan oksigen)
tanda-tanda kerusakan jejas
mekanisme jejas sel : respon seluler terhadap stimulus yang berbahaya bergantung pada tipe
cedera, durasi, dan keparahannya. jadi toksin berdosis rendah atau iskemia berdurasi singkat
dapat menimbulkan jejas sel yang reversible. begitu pula sebaliknya..
jadi jejas tersebut bisa terlihat atau tidak itu tergantung pada durasi iskemia dan kadar toksin
yang terkandung didalam jejas tersebut.
Respon imun yang abnormal
respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap suatu keadaan
yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam Skleroderma terjadi pada fase
vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang abnormal mengakibatkan akumulasi lokal
faktor-faktor pertumbuhan yang menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi
sisntesis kolagen.
Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas
kekurangan nutrisi yang dimaksud adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan
untuk sel tersebut.
misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul jejas yang akan
merugikan bagi tubuh.
1.3.1. Degenerasi Hidropik: Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa (hydatiform mole) sering disebut sebagai 'kehamilan buah anggur'. Sediaan
diambil dari hasil curretage ibu hamiltrimester II yang mengalammi abortus.
r) Mekanisme yang mendasari terbentuknya Mola adalah:
Degenerasi, adalah suatu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang
mengakibatkan perubahan morfologik akibat jejas nonfatal pada sel. Pada telaah
biomolekular, terjadi proses penimbunan (storage) atau akumulasi cairan dalam organel sel
yang menyebabkan perubahan morfologik sel. Selain itu, terjadi kerusakan yang
menimbulkan fragmentasi. Fragmen ini dapat meningkatkan tekanan osmotik cairan intrasel
karena mengandung lemak dan protein. Inilah awal terjadinya degenerasi albumin. Apabila
proses berlanjut disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai timbulnya pembengkakan
vesikel, tampak lah vakuola intrasel yang dinamakan degenerasi vakuoler/hidropik.
Degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis dinamakan mola hidatidosa, karena
seluruh stroma vili yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang
menggembung mirip buah anggur atau kista hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform
mole). Mekanisme yang mendasari terjadinya degenerasi ini yaitu kekurangan oksigen
(hipoksia), adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik.

Menurut Anda, apakah janin ibu hamil tersebut dapat hidup?


s) Tidak, karena pada dasarnya yang mengalami perkemabngan dalam rahim tersebut
bukanlah janin, melainkan gelembung-gelembung pembesaran kapiler. Pada kehamilan
anggur (kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terbentuk akibat kegagalan
pembentukan janin) ini biasanya tidak ditemukan atau tidak dapat diidentifikasi adanya janin
atau embryo serta tidak terdengar denyut jantung bayi. Berdasarkan referensi yang saya ambi
dari http://fk-unsyiah.forumotion.com/t252-mola-hidatidosamola, terdapat dua jenis mola,
yaitu hidatidosa klasik / komplet (tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin) dan mola
hidatidosa parsial / inkomplet (terdapat janin atau bagian tubuh janin). Perkembangan janin
pada kondisi ini terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester
pertama. Selain itu, mola hidatidosa ini bersifat irreversibel dimana seluruh stroma vili yang
avaskuler telah larut menjadi cairan yang mengisi bentuk vili yang menggembung.
Pada mola hidatidosa janin gagal dibentuk, di sisi lain justru gelembung-gelembung mirip
anggur terus berkembang. pada akhirnya janin tidak mampu bertahan hidup.
Beberapa faktor yang sering dikaitkan sebagai penyebab hamil anggur ini yaitu mutasi
genetik (buruknya kualitas sperma atau ovum), kehamilan di mana janin akan mati dan tak
berkembang, kekurangan vitamin A, darah tinggi, serta faktor gizi yang kurang baik.
Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu
hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita
dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi.
Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko
terjadinya mola.

I.3.2 Kematian Sel: Nekrosis


Terdapat 2 jenis kematian sel yaitu apotosis dan nekrosis. Ingatlah perbedaan utama
antaraapoptosis dan nekrosis!
Yaitu : apoptosis : kematian sel periodik yang telah dipersiapkan penggantinya, atau
terprogram
Nekrosis : merupakan kematian sel jaringan akibat jejas saat individu masih hidup, juga
merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma

t). Nekrosis merupakan jejas sel irreversible akibat proses enzimatik dari kematian elemen-
elemen sel, denaturasi protein, dan autolisis.
Apakah perbedaan nekrosis koagulativa dan liquefactive?
u) Nekrosis koagulatif : terjadi koagulasi (penggumpalan) unsur protein intrasel yang
umumnya terjadi pada daerah infark dengan disertai ekstravasi eritrosit.
Nekrosis liquefactive : terjadi pada otak yang disebabkan enzim proteolitik sel lekosit
sehingga nekrosis neuron yang kaya litik ini mudah mencairkan substansi sekitarnya.
Contoh nekrosis koagulativa dan nekrosis liquefactive
Nekrosis koagulativa terjadi pada organ jantung tetapi bentuk dan warnanya berubah
sedangkan nekrosis liquefactive mengakibatkan sel pada organ jantung menjadi meimilki
cairan, sel gosong dan kemudian menghilang.
Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan bawaan atau kelainan kongenital adalah kondisi tidak normal yang terjadi pada
masa perkembangan janin. Kelainan ini dapat memengaruhi fisik atau fungsi anggota tubuh
anak sehingga menimbulkan cacat lahir.

Pada banyak kasus, kelainan kongenital terjadi pada 3 bulan pertama kehamilan, yaitu saat
organ pada tubuh bayi baru mulai terbentuk. Kelainan kongenital umumnya tidak berbahaya,
namun ada pula yang harus segera ditangani.
Kelainan kongenital bisa terdeteksi pada masa kehamilan atau saat bayi dilahirkan. Tetapi
ada juga kelainan kongenital yang baru bisa diketahui pada masa tumbuh kembang anak,
misalnya gangguan pendengaran.

Jenis dan Gejala Kelainan Kongenital


Kelainan kongenital dapat dibedakan menjadi kelainan fisik dan kelainan fungsional,
sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:

Kelainan fisik
Cacat lahir yang memengaruhi fisik atau bagian tubuh bayi antara lain:

1. Bibir sumbing
Bibir sumbing adalah kondisi terbentuknya celah pada bibir bagian atas, langit-langit mulut,
atau keduanya.

2. Kelainan jantung bawaan

Kelainan jantung bawaan adalah pembentukan jantung atau pembuluh darah besar yang tidak
normal. Ada beberapa jenis kelainan jantung bawaan, yaitu:

Kebocoran katup jantung


Penyempitan katup jantung
Patent ductus arteriosis
Tetralogy of Fallot
3. Kelainan bentuk tangan atau kaki

Kelainan bawaan pada bentuk tangan atau kaki dapat berupa:

Satu tangan atau kaki lebih besar atau lebih kecil.


Jumlah jari tangan atau jari kaki lebih banyak dari normal (polidaktili).
Satu atau lebih jari tangan atau jari kaki menempel satu sama lain.
Terlahir tanpa tangan atau kaki.
Perlu diketahui, cacat lahir pada bentuk tangan dan kaki merupakan kelainan yang jarang
terjadi.

4. Neural tube defect (NTD)


NTD adalah cacat lahir pada struktur otak, tulang belakang, atau ruas tulang belakang.
Beberapa contoh kelainan neural tube defect adalah anensefali, encephalocele, iniencephaly,
dan spina bifida.

Selain beberapa organ tubuh di atas, kelainan kongenital juga bisa terjadi pada bagian tubuh
lain. Misalnya pada telinga, bayi bisa terlahir dengan kelainan bentuk telinga yang disebut
microtia atau terbentuknya lubang kecil di depan telinga yang disebut sinus preaurikular.

Kelainan Fungsional
Kelainan fungsional merupakan kelainan bawaan yang terkait dengan kelainan sistem atau
fungsi organ tubuh. Kelainan tersebut antara lain:

Kelainan fungsi otak dan saraf, yang terkait dengan aspek intelektual, perilaku, bahasa, dan
gerak tubuh. Contoh penyakit kelainan ini adalah sindrom Down dan sindrom Prader-Willi.
Kelainan yang membuat tubuh tidak mampu membuang zat kimia sisa metabolisme. Contoh
kelainan ini adalah fenilketonuria dan kekurangan hormon tiroid (hipotiroid kongenital).
Kelainan yang sering kali tidak terlihat saat lahir, namun memburuk secara bertahap.
Contohnya adalah distrofi otot atau gangguan pendengaran.
Gangguan penglihatan, misalnya akibat cacat mata bawaan.
Kapan harus ke dokter
Cacat lahir seperti bibir sumbing atau kelainan bentuk tangan dan kaki bisa langsung
terdeteksi saat bayi lahir. Sedangkan pada bayi dengan kelainan jantung bawaan, penting bagi
orang tua bayi untuk mengamati gejala di bawah ini:

Napas yang cepat.


Sesak napas saat disusui.
Berat badan menurun.
Kulit kebiruan atau sianosis.
Pembengkakan pada kelopak mata, perut, dan tungkai.
Sebagai pencegahan, periksakan bayi Anda secara rutin dan penuhi jadwal imunisasi sesuai
anjuran dokter anak. Langkah ini penting agar dokter dapat memantau proses tumbuh
kembang bayi, dan memberikan penanganan lebih dini jika terdeteksi kelainan bawaan.

Konsultasi genetik sebelum menikah juga sangat disarankan, terutama bila Anda atau
pasangan memiliki penyakit yang dapat diturunkan kepada anak sebagai kelainan bawaan,
misalnya cystic fibrosis dan penyakit Tay-Sachs.
Periksakan kehamilan secara rutin ke dokter kandungan untuk menjaga kehamilan tetap
sehat. Ikuti jadwal pemeriksaan kehamilan sesuai anjuran dokter atau menurut jadwal berikut:

1 bulan sekali, sejak minggu ke-4 sampai minggu ke-28.


2 minggu sekali, sejak minggu ke-28 sampai minggu ke-36.
1 minggu sekali, sejak minggu ke-36 sampai minggu ke-40.
Penyebab dan Faktor Risiko Kelainan Kongenital
Pada banyak kasus, penyebab kelainan kongenital tidak diketahui. Namun, kelainan
kongenital atau kelainan bawaan dapat terkait dengan beberapa faktor berikut ini:

Faktor genetik
Cacat lahir akibat faktor genetik dapat diturunkan dari salah satu atau kedua orang tua,
namun bisa juga tidak diturunkan dari orang tua. Beberapa contoh kelainan kongenital akibat
faktor genetik adalah:

Sindrom Down
Sindrom Prader-Willi
Sindrom Marfan
Faktor lingkungan
Kelainan kongenital akibat faktor lingkungan terjadi akibat infeksi, paparan zat kimia, atau
efek samping obat-obatan pada masa kehamilan. Faktor-faktor tersebut bisa menyebabkan
cacat lahir yang parah, bahkan sampai keguguran.

Jenis kelainan bawaan yang bisa dialami bayi akibat paparan faktor di atas pada masa
kehamilan adalah:

Katarak, tuli, dan kelainan jantung, akibat infeksi rubella atau campak Jerman.
Kepala bayi lebih kecil dari normal (mikrosefalus), akibat infeksi virus Zika.
Fetal alcohol syndrome, akibat konsumsi minuman beralkohol.
Neural tube defect, akibat kekurangan asupan asam folat.
Di samping beberapa faktor di atas, bekerja atau tinggal di dekat area pengolahan limbah,
pabrik peleburan besi, atau daerah pertambangan bisa mengganggu kesehatan ibu hamil dan
perkembangan janin.

Diagnosis Kelainan Kongenital


Kelainan bawaan sering kali bisa langsung diketahui melalui pemeriksaan fisik ketika bayi
dilahirkan. Namun pada kondisi tertentu, misalnya kelainan jantung bawaan, dokter akan
menjalankan pemeriksaan penunjang, seperti foto Rontgen, MRI, echo jantung, atau EKG.

Pada beberapa kasus, kelainan bawaan pada bayi dapat terdeteksi sejak masa kehamilan.
Misalnya, untuk mendeteksi spina bilfida, dokter akan melakukan tes darah, USG kehamilan,
dan pemeriksaan sampel cairan ketuban pada ibu hamil.

Pengobatan Kelainan Kongenital


Pengobatan kelainan bawaan akan disesuaikan dengan jenis kelainan yang diderita.
Metodenya bisa dengan pemberian obat-obatan, alat bantu, terapi, sampai operasi. Beberapa
contoh pengobatannya adalah:

Pemberian obat kortikosteroid, seperti prednisone, untuk distrofi otot.


Pemakaian alat bantu jalan untuk kelainan bentuk tangan dan kaki.
Pemakaian alat bantu dengar untuk gangguan pendengaran.
Operasi untuk kelainan jantung bawaan, misalnya pemasangan sumbatan pada patent ductus
arteriosus, dan bedah jantung pada tetralogy of fallot.
Operasi rekonstruksi untuk bibir sumbing atau kelainan bentuk bagian tubuh lain.
Komplikasi Kelainan Kongenital
Berikut adalah beberapa komplikasi yang mungkin dialami penderita kelainan kongenital
berdasarkan jenis kelainannya:

Bibir sumbing: gangguan makan dan bicara, masalah gigi, serta kehilangan pendengaran.
Penyakit jantung bawaan: gangguan irama jantung, proses tumbuh kembang yang lambat,
dan gagal jantung kongestif.
Kelainan bentuk tangan dan kaki: kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan,
mandi, atau berjalan, serta merasa rendah diri karena penampilan yang tidak normal.
Sindrom Down: kelainan jantung, gangguan pencernaan, dan gangguan sistem kekebalan
tubuh.
Sindrom Prader-Willi: diabetes, hipertensi, sleep apnea, masalah kesuburan, serta
osteoporosis.
Pencegahan Kelainan Kongenital
Kebanyakan kelainan bawaan tidak bisa dicegah, namun risiko terjadinya kelainan tersebut
dapat dikurangi dengan melakukan langkah-langkah di bawah ini:

Sebelum kehamilan
Pastikan mengikuti imunisasi sesuai jadwal.
Pastikan Anda dan pasangan tidak menderita penyakit menular seksual.
Penuhi asupan asam folat sebelum merencanakan kehamilan.
Lakukan konsultasi dan tes genetik, terutama jika Anda atau pasangan memiliki penyakit
yang dapat diturunkan kepada anak sebagai kelainan bawaan.
Konsultasikan dengan dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsi obat-obatan sebelum
hamil.
Selama kehamilan
Jangan merokok dan hindari paparan asap rokok.
Hindari mengonsumsi minuman beralkohol.
Jangan menggunakan NAPZA.
Lakukan olahraga ringan dan cukupi waktu
Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.
Memahami Kelainan Kongenital dan Faktor Penyebabnya

Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang didapat sejak lahir. Kondisi
ini disebabkan oleh gangguan selama masa tumbuh kembang janin dalam kandungan.
Kelainan kongenital dapat menyebabkan bayi lahir dengan kecacatan atau gangguan fungsi
pada organ tubuh atau bagian tubuh tertentu.

Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia terlahir
dengan kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari sekian banyak bayi yang terlahir dengan
kelainan kongenital atau bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi meninggal hanya dalam
waktu beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan.
Beberapa Faktor Penyebab Kelainan Kongenital
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang bayi terlahir dengan kelainan
kongenital, yaitu:

Faktor genetik
Setiap sifat genetik yang menentukan bentuk dan fungsi organ tubuh dibawa oleh kromosom.
Kromosom adalah komponen pembawa materi genetik yang diwariskan dari orang tua
kepada anak. Jumlah kromosom normal manusia ada 23 pasang. Setiap pasang kromosom
berasal dari sel telur ibu dan sperma ayah yang bertemu saat proses pembuahan.

Ketika terjadi kelainan kromosom atau kelainan genetik, misalnya pada anak yang lahir tanpa
46 kromosom atau justru lahir dengan kelebihan kromosom, maka ia dapat mengalami
kelainan bawaan. Kelainan genetik ini bisa bersifat keturunan atau terjadi akibat adanya
mutasi atau perubahan sifat genetik pada janin saat ia dikandung.

Faktor lingkungan
Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada pestisida, obat, alkohol,
asap rokok, dan merkuri, dapat meningkatkan risiko bayi mengalami kelainan bawaan. Hal
ini karena efek racun dari zat-zat tersebut bisa mengganggu proses tumbuh kembang janin.

Faktor gizi ibu selama hamil


Diperkirakan sekitar 94% kasus kelainan bawaan yang ditemukan di negara berkembang
terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan gizi buruk selama hamil.

Ibu dengan kondisi tersebut biasanya kekurangan asupan nutrisi penting yang berperan dalam
menunjang pembentukan organ tubuh janin dalam kandungan. Adapun nutrisi yang penting
untuk ibu hamil dan janin tersebut meliputi asam folat, protein, zat besi, kalsium, vitamin A,
yodium, dan omega-3.

Selain gizi buruk, ibu yang mengalami obesitas saat hamil juga memiliki risiko cukup tinggi
untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.

Faktor kondisi ibu hamil


Saat hamil, ada banyak kondisi atau penyakit pada ibu yang bisa meningkatkan risiko janin di
dalam kandungannya untuk mengalami kelainan kongenital. Beberapa kondisi dan penyakit
ini termasuk:

Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella, atau virus zika.
Anemia saat hamil.
Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil.
Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti menggunakan narkoba,
mengonsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil. Beberapa studi menyatakan bahwa semakin
tua usia ibu saat hamil, semakin tinggi risiko terjadinya kelainan bawaan pada bayi yang
dikandungnya.
Kelainan Kongenital yang Banyak Terjadi pada Bayi
Kelainan kongenital atau kelainan bawaan pada bayi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
Kelainan fisik
Kelainan atau cacat fisik pada tubuh bayi yang sering ditemui adalah:

Bibir sumbing (celah bibir dan langit-langit).


Penyakit jantung bawaan.
Cacat tabung saraf, seperti spina bifida dan anensefali.
Bagian tubuh tidak normal, seperti kaki pengkor atau bengkok.
Kelainan bentuk dan letak tulang panggul (dislokasi panggul kongenital).
Kelainan pada saluran cerna, seperti penyakit Hirschsprung, fistula saluran cerna, serta atresia
anus.
Kelainan fungsional
Kelainan fungsional adalah cacat lahir yang terkait dengan gangguan sistem dan fungsi organ
tubuh. Beberapa jenis kelainan atau cacat fungsional yang sering terjadi adalah:

Gangguan fungsi otak dan saraf, seperti Sindrom Down.


Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan fenilketonuria.
Gangguan pada indra tubuh, seperti tuli dan buta (misalnya akibat katarak bawaan).
Kelainan pada otot, misalnya distrofi otot.
Kelainan pada darah, misalnya hemofilia, thalasemia, dan anemia sel sabit.
Deteksi Dini dan Penanganan Kelainan Kongenital
Kelainan bawaan dapat dideteksi sejak janin masih di dalam kandungan. Untuk mendeteksi
apakah terdapat kelainan bawaan pada janin, dokter dapat melakukan pemeriksaan USG
kandungan, tes darah janin, tes genetik, serta amniocentesis atau pengambilan sampel cairan
ketuban.

Meski demikian, kelainan kongenital terkadang baru terdeteksi ketika bayi lahir atau setelah
ia kanak-kanak, bahkan setelah dewasa. Kelainan kongenital biasanya tidak terdeteksi karena
ibu jarang atau sama sekali tidak melakukan pemeriksaan kandungan selama hamil.

Setelah terdiagnosis memiliki kelainan kongenital, bayi atau anak perlu mendapatkan
penanganan, seperti pemberian obat-obatan, fisioterapi, penggunaan alat bantu, hingga
operasi untuk memperbaiki bagian atau organ tubuh yang cacat. Jenis penanganannya akan
dipilih sesuai jenis kelainan yang terjadi.
Dalam banyak kasus, kelainan bawaan tidak dapat dicegah, terutama yang bersifat keturunan.
Namun, ada beberapa upaya untuk menurunkan risiko terjadinya kondisi tersebut, di
antaranya:

Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.


Melakukan imunisasi sesuai anjuran dokter.
Menghentikan kebiasaan merokok atau menghirup asap rokok.
Membatasi konsumsi minuman beralkohol.
Melakukan olahraga secara teratur.
Tidur yang cukup dan hindari stres berlebihan selama hamil.
Hal penting yang juga harus Anda lakukan adalah melakukan pemeriksaan kehamilan secara
rutin di dokter kandungan, terutama jika ada riwayat kelainan kongenital di dalam keluarga.
Jika anak menunjukkan adanya kelainan kongenital, segeralah memeriksakan kondisinya ke
dokter anak untuk mendapatkan penanganan yang tepat
Radang
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen
dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat
jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau
inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan
prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam
sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
RESPON RADANG DAN PEMULIHAN JARINGAN
Inflamasi adalah suatu respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal
jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal
(Robbins,2004 ). Respons radang terdiri dari sel dan protein plasma dalam sirkulasi, sel
dindingpembuluh darah, dan sel serta matriks ekstraseluler jaringan ikat disekitarnya.
A.

INFLAMASI AKUT
Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang
untukmengirimkan leukosit ke tempat jejas. Leukosit membersihkan setiap mikroba yang
menginvasidan memulai proses penguraian jaringan nekrotik. Proses ini memiliki dua
komponen utama :1. Perubahan vaskulara. Perubahan pada kaliber dan aliran pembuluh
darahPerubahan dalam kaliber pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan aliran
darah(vasodilatasi) dan perubahan struktur yang memungkinkan protein plasma untuk
meninggalkan
sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular). Perubahan ini terjadi lebih cepat setelah
jejasterjadi. Setelah vasokonstriksi sementara dalam beberapa detik, terjadi vasodilatasi
arteriolmengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada
aliran darahkapiler selanjutnya. Pelebaran pembuluh darah menyebabkan timbulnya warna
merah(eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut.
Selanjutnyamikrovaskulatur menjadi lebih permeable sehingga cairan kaya protein masuk ke
dalamekstravaskuler, akibatnya sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik
sehinggameningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik
perubahan inidigambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati
oleh eritrosit (proses statis ). Leukosit terutama neutrofil mulai keluar dari aliran darah dan
berakumulasidisepanjang permukaan endotel pembuluh darah ( proses marginasi) kemudian
leukositmenyelip diantara sel endotel dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah
menuju jaringan interstisial.b. Peningkatan permeabilitas vaskularPada tahap awal inflamasi,
vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah menigkatkantekanan hidrostatik
intravaskular dan pergerakan cairan (transudat) dari kapiler. Transudatpada dasarnya
merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein, akantetapi transudasi
segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vaskular yangmemungkinkan
pergerakan cairan kaya protein dari sel kedalam interstisium (eksudat).Hilangnya cairan kaya
protein ke dalam ruang perivaskular menurunkan tekanan osmotikintravaskular dan
meningkatkan tekanan osmotik cairan interstisial sehingga mengalirkan airdan ion kedalam
jaringan ekstravaskular dan menimbulkan akumulasi cairan yang disebutedema.2. Peristiwa
yang terjadi pada selUrutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen pembuluh darah ke
ruang ekstravaskulardibagi menjadi :a. Marginasi dan rollingMarginasi adalah proses
akumulasi leukosit di tepi pembuluh darah. Selanjutnya, leukositberguling-guling pada
permukaan endotel dan untuk sementara melekat pada endotel, prosesini disebut dengan
rolling.b. Adhesi dan transmigrasi antar sel endotelLeukosit akhirnya melekat kuat pada
permukaan endotel (adhesi) sebelum merayap diantarasel endotel dan melewati membran
basalis masuk ke ruang ekstravaskular (diapedesis).

Diapedesis leukosit terjadi secara menonjol di venula pembuluh darah sistemik, hal itu
jugaterjadi di kapiler pada sirkulasi pulmonal. Setelah adhesi kuat pada permukaan endotel,
leukositbertransmigrasi terutama dengan merembes diantara sel pada intercellular junction.c.
Migrasi pada jaringan terhadap suatu rangsang kemotaktikSetelah terjadi ekstravasasi dari
darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas mendekatigradien kimiawi pada suatu proses
yang disebut kemotaksis. Kedua zat endogen dan eksogendapat bersifat kemotaktik terhadap
leukosit meliputi produk bakteri yang dapat larut,khususnya peptida dengan N-
formilmetionin termini, komponen sistem komplemen terutamaC5a, produk metabolisme
asam arakidonat terutama leukotrien B
a
dan sitokin, terutamakelompok kemokin (misalnya IL-8). Molekul kemotaksis mengaktivasi
leukosit denganmelakukan fagositosis, dengan langkah-langkah : pengenalan dan perlekatan
leukosit padasebagian besar mikroorganisme yang difasilitasi oleh protein serum disebut
opsonin, lalu terjadipenelanan dengan pembentukan vakuola fagositik, selanjutnya
pembunuhan dan degradasimaterial yang ditelan oleh kerja hidrolase asam lisosom

Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:[1]


memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk meningkatkan
performa makrofaga
menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan
karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:

pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi.
Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah
terutama pada pembuluh kecil.
aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah.
kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel
darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal
sebagai ekstravasasi.
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut:

tumor atau membengkak


calor atau menghangat
dolor atau nyeri
rubor atau memerah
functio laesa atau daya pergerakan menurun
dan kemungkinan disfungsi organ atau jaringan.

Anda mungkin juga menyukai