Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tato pada umumnya merupakan seni merajah tubuh dengan berbagai

macam objek, baik gambar, simbol maupun tulisan-tulisan, bahkan replika foto.

Tato selalu diasosiasikan dengan kriminalitas, banyak penjahat yang memakai

tato ditubuhnya sebagai lambing keberanian dan kejantanan mereka. Media massa

kerap menampilkan tato yang ada pada tubuh penjahat atau orang yang dijadikan

tersangka. Hal ini secara tidak langsung mengkondisikan masyarakat untuk selalu

mengkaitkan tato dengan kriminalitas. Pada era orde baru ketika rezim yang

berkuasa ketika itu, banyak orang-orang bertato menjadi sasaran pembunuhan

yang dilakukan untuk membersihkan para kriminal di masyarakat. Para kriminal

yang memang rata-rata bertato tersebut dibunuh dengan terorganisir dan rapi, hal

ini dimaksudkan sebagai ancaman terhadap golongan segmen masyarakat tertentu.

Walaupun begitu, dunia tato tidak surut langkah, sekarang banyak penato

professional yang benar-benar mengantungkan nafkah mereka pada kegiatan

membuat gambar pada tubuh seseorang dengan jarum dan tinta ini. Seiring

perkembangan jaman tato menjadi salah satu cabang seni, para penato

professional kini terus berkembang jumlahnya disertai dengan perkembangan

alat-alat yang canggih dan juga pengerjaannya yang tepat dan higienis. Pada

perkembangannya kemudian tato membuka banyak jalan inovatif bagi ekspresi

personal, tato menjadi bagian dari revolusi budaya yang menjadi mode bersama-
2

sama dengan music rock ‘n’ roll, narkotika kriminalitas dan gerakan perdamaian.

Dalam konteks inilah tubuh tiba-tiba menawarkan potensi baru sebagai

permukaaan untuk dilukisi, disablon, dilobangi atau ditato (Marianto & Bhari,

2004:26). Seniman dibalik pembuat goresan-goresan tato inilah kini disebut

sebagai tattoo artist. Tato merupakan sebuah produk jasa, produk jasa dapat

didefinisikan sebagai tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada

pihak lain yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud fisik, dan tidak

menghasilkan kepemilikan (Kotler & Keller,2012 didalam Tjiptono, 2014 :26).

Walaupun demikian produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik, ada

produk jasa murni seperti konsultasi psikologi dan konsultasi manajemen, ada

pula jasa yang membutuhkan produk fisik sebagai persyaratan utama misalnya

kapal angkutan laut, pesawat dan makanan restoran (Tjiptono, 2014 :27). Tato

dalam kaitannya dengan penyedia jasa, merupakan sebuah produk jasa yang

membutuhkan produk fisik tetapi juga merupakan pelayanan jasa murni. Seni

merajah tubuh dengan menggunakan jarum dan tinta dan menghasilkan gambar di

kulit merupakan bentuk fisik produknya, sedangkan kenyamanan dan kepuasan

klien yang dihasilkan melalui dari proses pembicaraan awal pemilihan gambar

hingga pengerjaan dan tahap penyelesaian serta tahap konsultasi perawatan

merupakan bentuk jasa murni.

Selama ini pengertian dan pemahaman masyarakat tentang pekerjaan

cenderung menunjuk pada jenis pekerjaan di lapangan kerja formal. Mereka yang

dianggap bekerja hanya terbatas pada pegawai atau karyawan yang mempunyai

kantor, setiap hari berangkat kerja, dan menerima gaji pada akhir bulan. Padahal
3

dalam lapangan kerja informal kenyataannya banyak menampung dan menyerap

tenaga kerja justru kurang mendapat perhatian dari para pencari kerja. Lapangan

kerja informal biasanya dijadikan pilihan terakhir setelah mereka gagal memasuki

lapangan kerja formal. Tattoo artist sebagai sebuah pekerjaan penyedia jasa yang

sifatnya informal, keberadaannya merupakan usaha sendiri dan upah yang tidak

berdasarkan ketetapan pemerintah tentu mempunyai tantangan dalam mengelola

dan mengembangkan produk yang dihasilkan guna mencapai tingkat produktivitas

yang lebih tinggi, implikasi karakteristiknya meliputi tiga aspek utama : Pertama

berintraksi secara efektif terhadap klien, Kedua mencegah agar jangan sampai

menghambat kepuasan klien, Ketiga pelatihan, melayani yang lebih besar,

bekerja lebih cepat dan mendirikan multi-site locations (Tjiptono, 2014 :27).

Pekerjaan sebagai tattoo artist merupakan sebuah bentuk konstruksi sosial

melalui sebuah pemahaman akan masyarakat disekitarnya, Pemahamannya adalah

subjektif artinya dianggap benar atau begitulah sesuai yang dipersepsikan

manusia. Dunia kehidupan sehari-hari menampilkan diri sebagai kenyataan yang

ditafsirkan manusia maka apa yang dilihat sehari-harinya merupakan suatu

kenyataan apa yang dialami manusia (Berger & Luckmann, 1990:28). Tattoo

artist berkembang seiring dengan mulai dikomersialkannya seni tato tersebut, seni

tato yang kini sudah dianggap hal yang bukan lagi menyimpang merupakan

bentuk sebuah realitas sosial yang merupakan sebuah konstruksi sosial yang

diciptakan oleh individu atau manusia bebas yang melakukan hubungan antara

manusia yang satu dengan yang lain (Berger & Luckmann, 1990:22). Individu

menjadi penentu dalam dunia sosial dimana tattoo artist sekarang mulai
4

berkembang di tengah masyarakat. Melalui publikasi massa, film, radio dan

televisi dan juga internet, tato mengalami banyak perubahan stigma, dimana

cenderung negatif berubah menjadi sebuah stigma dalam seni menggambar pada

media kulit yang kini sifatnya lebih positif, batasan-batasan kognitif dan normatif

tentang realitas yang diciptakan di kota dengan cepat menyebar di seluruh

masyarakat (Raharjo, 2011:10).

Perkembangan seni tato membutuhkan sebuah professionalitas agar

kedepannya seni tato menjadi lebih bernilai positif bagi masyarakat dan bisa

diterima sebagai sebuah gaya hidup bagi masyarakat modern di Bali. Salah satu

seminar yang diadakan di gedung Creative Network International (CNI)

Kabupaten Badung pada tanggal 27 Februari 2012 misalnya, membahas mengenai

“Pentingnya Kesehatan dan Kebersihan Dalam Bekerja” Seminar yang diadakan

oleh Bali Tattoo artist Club (BTAC) bekerja sama dengan Komisi

penanggulangan AIDS(KPA) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Badung ini juga

mensosialisasikan pentingnya standarisasi untuk peralatan tato yang steril.

Menurut Sudikerta (Ketua KPA) “Dengan peralatan tato yang steril tentunya

tattoo artist bias bekerja dengan nyaman dan kesehatan klien juga bias terjamin.

Dengan seminar-seminar ini diharapkan nantinya, studio-studio tato di Bali bisa

menerapkan standar sterilisasi internasional, utamanya bagi tattoo artist itu

sendiri. Selanjutnya, diharapkan masa depan usaha studio tato sendiri sangat

riskan terjadi penyebaran penyakit, oleh karena itu diperlukan upaya prefentif atau

pencegahan dari Bali Tatoo Artist Club (BTAC) Bekerja sama dengan Dinas

Kesehatan, serta diperlukan ketentuan mengenai standar sterilitas peralatan tato.


5

BTAC juga perlu membuat kesepakatan dengan dinas kesehatan Badung

mengenai penanganan limbah tato yang riskan dengan penularan penyakit apabila

tidak segera ditangani (Magic Ink, No.27, 2012).

Seseorang yang berprofesi sebagai tattoo artist mempunyai Standart

Operating Procedure (SOP) dalam melakukan pekerjaannya di bidang jasa,

selain membutuhkan seorang staff atau assisten sebagai pendamping mereka

dalam bekerja, tattoo artist juga harus mengetahui bagaimana mereka memilih

individu yang layak untuk mereka tato terutama dilihat dari segi umur,

memberikan saran dan keyakinan pada klien sebelum mentato tubuh mereka,

membantu memilihkan tentang desain tato terbaik yang diinginkan, memberikan

arahan dan penjelasan tentang kesehatan kulit dan peralatan yang akan digunakan

dan juga mengikuti kemauan individu tentang posisi tato yang ingin dibuat

dengan pertimbangan dari tattoo artist itu sendiri sehingga seorang tattoo artist

bisa menjadi sebuah pekerjaan professional yang kini bisa ditekuni siapa saja dan

mempunyai bagiannya sendiri dalam dunia seni.

Sebagai penyedia jasa tentu banyak bentuk konstruksi sosial bagi tattoo

artist sehingga memilih menekuni profesi ini sebagai sebuah pekerjaan

professional. Hal inilah ingin diangkat atau dikaji lebih mendalam dalam sebuah

penelitian atau tulisan skripsi yang berjudul Konstruksi Sosial Tattoo Artist :

Studi Kasus Pada Studio Tato di Legian, Kuta.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini hanya mengangkat satu permasalahan yaitu :


6

Bagaimanakah konstruksi sosial tattoo artist di Legian, Kuta?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian tidak meluas dari pembahasan yang dimaksudkan penulis

membatasinya pada ruang lingkup penelitian sebagai berikut :

1. Konstruksi sosial tattoo artist adalah pembentukan sebuah realitas sosial

yang diciptakan individu dalam menciptakan dunia sosialnya.

2. Tattoo artist yang dimaksud disini adalah seseorang yang bekerja sebagai

pembuat tato.

3. Objek yang menjadi penelitian disini adalah para tattoo artist yang

bekerja pada studio tato di Legian, Kuta.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui bagaimana konstruksi sosial tatoo artist pada studio tato di

legian Kuta.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan

pembelajaran sosiologis menyangkut bagaimana sebuah konstruksi sosial

pekerjaan sebagai seorang tattoo artist dalam hubungannya membentuk

sebuah penyedia jasa profesional di dalam masyarakat.


7

1.5.2 Manfaat Praktis

Dapat menggugah minat penulis lain untuk melakukan penelitian tentang

tattoo artist di tempat lain, sehingga bisa mengetahui perkembangan dunia

seni tato di Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan digunakan untuk memudahkan penulisan

skripsi dan agar penulisan skripsi tersebut tidak menyimpang dari

judul yang telah dibuat. Adapun sistematika penulisan tersebut

sebagai berikut:

1. BAB I : Pada bab ini dimuat mengenai latar belakang permasalahan

yang menyangkut bagaimana sejarah perkembangan seni tato, tattoo

artist dan memandang tattoo artist sebagai sebuah pekerjaan.

2. BAB II : Pada bab II akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka,

dimana terdapat kajian pustaka dan kerangka konseptual tentang

konstruksi sosial tattoo artist.

3. BAB III : Pada Bab III akan dijelaskan bagaimana metodologi

penelitian yang digunakan yakni penelitian kualitatif dengan cara

obsever participant adalah metode pengumpulan data melalui

pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di

lapangan atau lokasi penelitian.

4. BAB IV : Pada Bab IV akan dijelaskan bagaimana gambaran umum


8

profesi tattoo artist dan juga bentuk konstruksi sosialnya.

5. BAB V : Pada Bab V akan dijelaskan kesimpulan yang didapat dari

bentuk konstruksi sosial tattoo artist dan juga saran-saran yang

diharapkan berguna untuk penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai