Anda di halaman 1dari 17

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU TEMA EKOSISTEM

BERBASIS INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN SUMBER


BELAJAR KEARIFAN LOKAL

PROPOSAL TESIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian


Program Studi Pendidikan Sains

Oleh
Lilis Eka Herdiana
NIM S832002007

PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
BAB III
METODE PENELITIAN PENGEMBANGAN

A. Model Penelitian Pengembangan


Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan atau
Research and Development (R & D). Penelitian dan pengembangan adalah
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2016: 407). Pelaksanaan penelitian dan
pengembangan ini menggunakan model pengembangan Four D Thiagarajan
(1974). Tahapan-tahapan dalam model pengembangan Four D, yaitu: (1) define,
(2) design, (3) develop, dan (4) disseminate. Berikut adalah langkah-langkah
beserta tujuan model pengembangan 4D Thiagarajan, dkk (1974).

Tabel 3.1 Langkah-Langkah Model Pengembangan 4D


No. Langkah Tujuan
1. Define Menetapkan dan menentukan persyaratan instruksional
(Pendefinisian) yang berupa tujuan dan kendala untuk bahan ajar.
2. Design (Desain) Mendesain prototipe bahan ajar melalui pemilihan
media yang akan dikembangkan dan format untuk
materi dan tahap awal pembuatan.
3. Develop Melakukan pengembangan dari hasil tahap awal
(Pengembangan) pembuatan hingga diperoleh hasil akhir pengembangan,
hingga dilakukan pengujian dari hasil pengembangan.
4. Disseminate Melakukan penyebaran produk pengembangan.
(Penyebaran)
Sumber : Thiagarajan, dkk (1974: 6-9)

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan


Langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran ini merupakan
adaptasi dari model pengembangan 4D. Berikut ini diagram dari langkah-langkah
pengembangan bahan ajar pada penelitian pengembangan ini.
Analisis Awal

Analisis Siswa

Define
Analisis Tugas Analisis Konsep

Spesifikasi Tujuan Pembelajaran

Pemilihan Media

Pemilihan Format Desain

Rancangan Awal Modul

Validasi Ahli

Uji Coba Produk

Develop
Revisi Produk

Modul IPA Tema Ekosistem Berbasis Inkuiri


Terbimbing memanfaatkan Sumber Belajar
Kearifan Lokal

Modul disebarluaskan terbatas kepada guru IPA


Dissiminate
SMP/MTs

Gambar 3.1 Tahapan Model Pengembangan 4D


Sumber: Thiagarajan, dkk., (1974)
1. Define (Pendefinisian)
Tahap pendefinisian dilakukan untuk merumuskan dan mendeskripsikan
berbagai kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran dan mengakumulasi berbagai
informasi yang berhubungan dengan produk perang pengembangan modul. Define
(pendefinisian) ini meliputi beberapa langkah yaitu:
a. Analisis Awal (Front-End Analysis), bertujuan untuk menemukan
permasalahan dasar dalam penelitian pengembangan ini. Identifikasi berbagai
permasalahan yang terjadi di lapangan, yaitu pembelajaran IPA yang biasanya
berjalan monoton bisa memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sarana
belajar siswa. Hal tersebut dikarenakan dalam pembelajaran IPA terutama
pada materi ekosistem, siswa lebih banyak belajar mengenai lingkungan.
Berdasarkan permasalahan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan salah
satu guru mata pelajaran IPA di Ponorogo, diperlukan pembelajaran IPA yang
lebih kontekstual dengan menggunakan sumber belajar lingkungan secara
langsung.
b. Analisis Siswa (Learner Analysis), digunakan untuk menganalisis
karakteristik siswa pada kegiatan pembelajaran. Karakteristik yang dianalisis
meliputi pengetahuan dan keterampilan berpikir kritis siswa SMP pada saat
pembelajaran IPA.
c. Analisis Tugas (Task Analysis), digunakan untuk mengkaji secara menyeluruh
tentang materi yang akan disampaikan melalui produk pengembangan. Materi
ekosistem sangat cocok bila diterapkan menggunakan pembelajaran inkuiri
terbimbing karena siswa belajar langsung dengan sumber belajar lingkungan
sekitar. Pembelajaran IPA yang menggunakan model inkuiri terbimbing
mampu mengajak siswa aktif menemukan sendiri konsep yang terdapat pada
materi, melalui langkah-langkah pembelajaran inkuiri terbimbing.
d. Analisis Konsep (Concept Analysis), pada penelitian pengembangan ini
pengembang mengembangkan modul tema ekosistem KD 3.7 kelas VII, dan
KD 3.8 kelas VII. Pada analisis konsep ini dilakukan pula perumusan
Indikator Pencapaian Kompetensi Dasar (IPKD) berdasarkan KD.
e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran (Specifying Instructional Objectives),
perumusan tujuan pembelajaran dibuat dengan menyesuaikan kondisi sekolah
dan kemampuan siswa. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan baik, sehingga siswa dapat menangkap dan
mencerna materi yang dipelajarinya bukan hanya sekadar menghafalkan.
Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi
dasar untuk menyusun modul pembelajaran.

2. Design (Perancangan)
Tahap design (perencanaan) bertujuan untuk merencanakan atau
merancang kerangka isi dan garis besar dari suatu produk yang akan
dikembangkan yaitu Modul IPA Tema Ekosistem berbasis inkuiri terbimbing
menggunakan sumber belajar kearifan lokal. Pada tahap ini peneliti merancang
modul IPA yang memiliki karakteristik self instructional, self contained, stand
alone, adaptive, dan user friendly, selain itu penyusunan modul juga harus
mencakup aspek kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafisan yang tepat.
Thiagarajan, dkk., (1974) mengklasifikasikan tahap design dalam empat kegiatan,
yaitu sebagai berikut:
a. Penyusunan Tes Acuan Patokan (Constructing criterion referenced test) Tes
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kelayakan dari modul IPA yang
dikembangkan, serta sebagai alat evaluasi setelah mengimplementasikan
pembelajaran IPA dengan menggunakan modul. Instrumen penilaian disusun
berdasarkan pada kisi-kisi instrumen yang dikembangkan sesuai dengan
indikator yang akan dicapai. Selain itu tes disusun untuk mengukur
keterampilan berpikir kritis, sedangkan penskoran hasil tes didasarkan pada
panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman penskoran setiap butir
soal.
b. Pemilihan Media (Media Selection), media yang dipilih merupakan modul
IPA Tema Ekosistem berbasis inkuiri terbimbing menggunakan sumber
belajar kearifan lokal untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
c. Pemilihan Format (Format Selection), Pemilihan format dalam pengembangan
modul IPA bertujuan untuk mendesain atau merancang konten modul mulai
dari materi pembelajaran, pemilihan model dan sumber belajar siswa.
Pemilihan bentuk penyajian pembelajaran disesuaikan dengan media
pembelajaran yang digunakan, dalam hal ini format yang dipilih ialah yang
memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam pembelajaran
IPA.
d. Perancangan Awal (Initial Design), rancangan awal bahan ajar yang
dikembangkan, antara lain peta konsep, tujuan pembelajaran, materi, serta
desain awal buku.

3. Develop (Pengembangan)
Tahap develop (pengembangan) dikelompokkan dalam dua kegiatan yaitu
expert appraisal dan development testing. Expert appraisal merupakan kegiatan
untuk memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk yang
dikembangkan. Pada kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh dosen pembimbing.
Saran dan masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing dipergunakan untuk
memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun pada modul
IPA. Rancangan awal modul IPA yang telah direvisi oleh dosen pembimbing
kemudian divalidasi oleh dosen ahli dan guru IPA yang telah ditentukan.
Developmental testing merupakan kegiatan uji coba rancangan produk pada
sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada saat uji coba ini dicari data respons,
reaksi atau komentar dari sasaran pengguna produk.
Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki produk. Setelah produk
diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif.
Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul IPA yang akan
dikembangkan benar-benar memenuhi kebutuhan pengguna. Agar peneliti
mengetahui efektivitas modul IPA dalam menumbuhkan keterampilan berpikir
kritis, kegiatan pembelajaran dilakukan dengan memberi soal-soal latihan yang
materinya diambil dari modul IPA yang dikembangkan
Kegiatan pada tahap develop dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Peninjauan Dosen Pembimbing
Pada tahap ini rancangan awal modul IPA yang telah disusun oleh peneliti
kemudian diserahkan kepada dosen pembimbing untuk diketahui kekurangan dan
kelebihan dari produk yang akan dikembangkan, sehingga dapat dilakukan revisi
yang pertama. Setelah dilakukan revisi pertama sesuai dengan saran dan masukan
dosen pembimbing dihasilkan modul IPA, selanjutnya dosen pembimbing akan
mengarahkan peneliti untuk melakukan validasi modul IPA hasil pengembangan
oleh ahli yang telah ditentukan dari dosen pembimbing.
b. Validasi Produk oleh Ahli
Modul IPA yang akan dikembangkan oleh peneliti selanjutnya divalidasi
oleh para ahli dari beberapa aspek meliputi kelayakan isi, penyajian, kebahasaan
dan kegrafisan. Validasi bertujuan untuk mengetahui kelayakan modul IPA. Pada
tahap ini peneliti akan mendapatkan kritik, saran dan masukan yang nantinya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki produk dengan
melakukan revisi kedua hingga diperoleh modul IPA yang layak sebelum diuji
coba di lapangan.
c. Uji Coba Pengembangan
1) Uji coba produk
Pada tahap ini produk yang telah direvisi kemudian diuji coba kepada siswa.
Uji coba produk hasil pengembangan dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh masukan langsung dari siswa terhadap modul IPA yang telah
disusun serta untuk mengetahui efektivitas penggunaan modul IPA dalam
proses pembelajaran. Kegiatan ini meliputi uji coba secara terbatas dengan
menerapkan pembelajaran sesuai dengan produk Modul IPA yang telah
dikembangkan. Proses uji coba ini dilakukan penilaian terhadap keterampilan
berpikir kritis siswa melalui lembar observasi, soal berpikir kritis pada modul
dan soal pretest-posttest. Selain itu pada tahap ini dilakukan penyebaran
angket respons siswa untuk dinilai kelayakan modul IPA dalam tampilan dan
isi. Data yang diperoleh dalam uji coba tersebut dijadikan sebagai pedoman
untuk melakukan revisi selanjutnya.
2) Desain Uji Coba
Uji coba pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan modul
IPA yang telah direvisi. Uji coba ini digunakan untuk mengetahui persentase
keterampilan berpikir kritis siswa melalui soal pretest-posttest serta observasi
sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran menggunakan modul IPA.
Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan Modul IPA Tema Ekosistem
berbasis Inkuiri Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal untuk
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VII. Modul yang
telah dikembangkan kemudian diuji coba dengan menggunakan rancangan
desain eksperimen (before-after). Bentuk desain uji cobanya dapat dilihat pada
gambar berikut:

O1 X O2

Gambar 3.2 Desain Eksperimen (before-after) (Sumber: Sugiyono, 2016)


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa desain penelitian
yang dilakukan yaitu dengan menggunakan eksperimen quasi yang dilakukan
dengan cara membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah
menggunakan suatu sistem baru (before-after). O1 merupakan keterampilan
berpikir kritis siswa sebelum menggunakan modul dengan memberikan soal
pretest dan melakukan observasi, X merupakan perlakuan yang diberikan
kepada siswa berupa pembelajaran dengan menggunakan modul IPA Tema
Ekosistem berbasis Inkuiri Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal,
sedangkan O2 merupakan keterampilan berpikir kritis siswa setelah
mendapatkan perlakuan yang diketahui dengan memberikan soal posttest dan
melakukan observasi. Modul IPA Tema Ekosistem berbasis Inkuiri
Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal akan efektif apabila nilai O2 lebih
besar dari O1.
3) Subjek dan Objek Uji Coba
Subjek dalam penelitian ini yaitu kelas VII SMP Negeri 1 Ngebel yang
berjumlah 32 siswa. Sedangkan bjek penelitian ini adalah Modul IPA Tema
Ekosistem berbasis Inkuiri Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal untuk
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis.
4) Jenis Data
a) Data tingkat kelayakan kualitas Modul IPA Tema Ekosistem berbasis
Inkuiri Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal berdasarkan validasi dan
kriti ataupun saran dari dosen ahli dan guru IPA.
b) Data observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
inkuiri terbimbing dalam bentuk persentase.
c) Data respon siswa terhadap Modul IPA Tema Ekosistem berbasis Inkuiri
Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal.
d) Data persentase dan pertumbuhan keterampilan berpikir kritis siswa
selama pembelajaran menggunakan Modul IPA Tema Ekosistem berbasis
Inkuiri Terbimbing menggunakan Kearifan Lokal, melalui lembar
observasi, soal berpikir kritis yang ada di modul IPA, serta soal pretest
dan posttest.
d. Revisi Produk Berdasarkan Hasil Uji Coba
Kegiatan pada tahap ini adalah merevisi modul IPA yang telah diuji
cobakan sebagai penyempurna produk. Melalui proses ini produk akan lebih siap
untuk diterapkan pada subjek yang lebih banyak lagi dalam pembelajaran.

4. Disseminate (Penyebaran)
Tahap disseminate bertujuan untuk menyebarluaskan penggunaan produk
yang dikembangkan pada skala yang lebih luas, pada penelitian ini tahap
disseminate dilakukan dengan menyebarluaskan modul kepada guru IPA di
beberapa SMP di Ponorogo.

C. Instrumen Penelitian
1. Teknik Penyusunan Instrumen
Penyusunan instrumen harus memenuhi validitas internal instrumen, yaitu
dilakukan secara logis dan teoritis oleh dosen sebagai ahli. Sugiyono (2012)
menyatakan bahwa validitas internal instrumen yang berupa tes harus memenuhi
validitas konstruksi (construct validity) dan validitas isi (content validity),
sedangkan untuk instrumen non test yang digunakan untuk mengukur sikap cukup
memenuhi validitas konstruksi.
a) Validitas Konstruksi (Construct validity)
Instrumen memiliki validitas konstruksi jika instrumen tersebut dapat
digunakan untuk mengukur gejala yang didefinisikan. Instrumen validasi
disusun berdasarkan definisi syarat kelayakan modul IPA berbasis inkuiri
terbimbing berdasarkan teori yang ada. Begitu pula dengan keterampilan
berpikir kritis siswa, peneliti terlebih dahulu mendefinisikan tentang
keterampilan berpikir kritis beserta aspek-aspeknya berdasarkan teori yang
ada, sehingga dari definisi beserta aspek dari keterampilan berpikir kritis maka
peneliti dapat menyusun kisi-kisi instrumen kemudian dilanjutkan dengan
penyusunan instrumen keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian apabila
teori yang digunakan dalam pendefinisian benar, maka instrumen tersebut
sudah dipandang valid.
b) Validitas Isi (Content validity)
Validitas isi adalah kebenaran yang ditinjau dari segi isi instrumen sebagai alat
pengukur. Isi dari seluruh instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
harus mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi yang
seharusnya diukur.
2. Bentuk Instrumen
Pengumpulan data pada penelitian dan pengembangan ini menggunakan
lembar validasi, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi
keterampilan berpikir kritis, soal pretest-postest, soal berpikir kritis dalam modul
IPA, dan angket respon siswa terhadap modul yang dikembangkan. Skala
penilaian dalam instrumen berisi 4, 3, 2, 1 yang dideskripsikan sesuai dengan
skala Likert. Deskripsi skor dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Deskripsi Penilaian Menggunakan Skala Likert


Skor Deskripsi Skor
4 Sangat baik/jelas/menarik/layak/mudah/sesuai/tepat
3 Baik/jelas/menarik/layak/mudah/sesuai/tepat
2 Kurang baik/jelas/menarik/layak/mudah/sesuai/tepat
1 Sangat kurang/jelas/menarik/layak/mudah/sesuai/tepat
Sumber: Arikunto, (2015)

D. Teknik Analisis Data


Terdapat beberapa analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing teknik analisis yang digunakan.
a) Angket Validasi Kelayakan Modul
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa data kualitatif
masukan, saran serta kritik yang diberikan oleh dosen ahli dan guru IPA
terhadap kelayakan modul IPA. Data tersebut kemudian diseleksi oleh peneliti
dan saran yang dianggap relevan selanjutnya digunakan sebagai bahan revisi
modul IPA. Sedangkan data kuantitatif dianalisis melalui perhitungan
persentase rata-rata skor untuk mendapatkan nilai kelayakan modul.
Persentase kelayakan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

Ʃx
P= x 100%
Ʃx₁
Keterangan:
P : Persentase kelayakan instrumen
Ʃx : Jumlah skor yang diperoleh
Ʃx₁ : Jumlah skor maksimal
(Sumber: Arikunto, 2015)
Kriteria hasil perhitungan kelayakan instrumen ditentukan berdasarkan
pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Kriteria Kelayakan Instrumen


Nilai (%) Kriteria
80 – 100 Sangat Layak
66 – 79 Layak
56 – 65 Cukup Layak
40 – 55 Kurang Layak (Revisi)
30 – 39 Tidak Layak (Revisi Total)
(Sumber: Arikunto, 2015)

Aspek kelayakan isi terdiri dari empat sub aspek meliputi (1)
ketercakupan materi, (2) keakuratan materi, (3) keberadaan inkuiri terbimbing,
dan (4) pengembangan keterampilan berpikir kritis, masing-masing sub aspek
memiliki indikator tertentu. Aspek penyajian terdiri dari dua sub aspek, yaitu
(1) teknik penyajian dan (2) pendukung teknik penyajian. Aspek berikutnya
ialah kebahasaan, pada aspek kebahasaan terdiri dari dua sub aspek meliputi
(1) kesesuaian dengan kaidah bahasa dan (2) kejelasan dan ketepatan
penggunaan bahasa. Aspek terakhir adalah aspek kegrafisan, pada aspek ini
terdapat dua sub aspek yaitu (1) kegrafisan konten modul dan (2) kegrafisan
cover modul.

b) Lembar Observasi Keterlaksanaan


Lembar ini digunakan untuk melihat apakah tahapan atau sintaks
dalam pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menggunakan Modul
IPA terpenuhi atau tidak. Penilaian ini dilakukan oleh observer, sedangkan
persentase untuk keterlaksanaan tahapan atau sintak inkuiri terbimbing
menggunakan rumus sama seperti teknik analisis data yang dilakukan pada
angket validasi kelayakan modul IPA oleh para ahli.
c) Angket Respon Siswa terhadap Modul IPA
Data yang diperoleh dari angket respon siswa berupa penilaian siswa
serta kritik dan saran terkait modul IPA yang digunakan selama pembelajaran.
Data tersebut kemudian diseleksi oleh peneliti dan saran yang dianggap
relevan selanjutnya digunakan sebagai bahan revisi modul IPA. teknik analisis
data angket respon siswa terhadap modul IPA sama seperti teknik analisis data
yang dilakukan pada angket validasi kelayakan modul IPA oleh para ahli.

d) Analisis Pertumbuhan Keterampilan Berpikir Kritis


1. Lembar Observasi
Skor yang diperoleh dari hasil pengamatan observer menggunakan
acuan lembar observasi keterampilan berpikir kritis dianalisis dengan
menggunakan persamaan berikut.
Ʃx
X=
n
(Sumber: Arikunto, 2015)
Keterangan:
X : Ketercapaian keterampilan berpikir kritis
Ʃx : Jumlah skor yang diperoleh siswa
n : Jumlah siswa

Persentase Nilai Keterampilan Berpikir Kritis

Ʃx
P= x 100%
Ʃx 1
(Sumber: Arikunto, 2015)
Keterangan:
P : Persentase nilai keterampilan berpikir kritis
Ʃx : Jumlah skor rerata tiap aspek
Ʃx₁ : Jumlah skor maksimal tiap aspek

Kriteria nilai dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Kriteria Nilai Keterampilan Berpikir Kritis


Rentangan Nilai Kriteria
75,01-100,00 Tinggi
50,01-75,00 Cukup
25,01-50,00 Sedang
0,00-25,00 Kurang
Sumber: Arikunto, (2015)
2. Soal Berpikir Kritis Modul IPA
Penguasaan keterampilan berpikir kritis tiap proyek dianalisis
melalui soal keterampilan berpikir kritis yang tercantum dalam modul
IPA. Persentase penguasaan keterampilan berpikir kritis siswa dianalisis
dengan menggunakan rumus persen penguasaan atau yang disebut
percentages correction (Purwanto, 2002: 102) yang disajikan pada
Persamaan 7 berikut.
R
P= x 100%
SM
Keterangan.
P : Persentase ketercapaian keterampilan berpikir kritis
R : Jumlah skor yang diperoleh siswa
SM : Jumlah skor maksimal

Hasil yang diperoleh berupa data persentase yang merupakan data


kuantitatif. Selanjutnya data tersebut diubah menjadi data kualitatif dengan
menggunakan pedoman Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Kriteria ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis


Tingkat Penguasaan (%) Nilai Kategori
86-100 A Sangat baik
76-85 B Baik
60-75 C Cukup
55-59 D Kurang baik
≤ 54 E Sangat kurang baik
Sumber: Purwanto (2002)
3. Pretest-Posttest
Instrumen lain untuk mengukur keterampilan berpikir kritis ialah
menggunakan tes, yaitu berupa pretest dan posttest. Sebelum melakukan
pretest dan posttest butir soal diuji validasi terlebih dahulu. Butir soal
dapat dikatakan valid apabila tergolong dalam kualifikasi tinggi. Soal yang
divalidasi merupakan soal objektif atau pilihan ganda, nilai 1 untuk soal
yang dijawab dengan benar dan nilai 0 untuk soal yang dijawab salah.
Perhitungan butir soal digunakan metode Person Corelation Bivariate
dengan rumus berikut.

N Σ XY −( Σ X )( Σ Y )
r xy =
√(N Σ X 2¿− ( Σ X )2 ).( N Σ Y 2−( Σ Y )2) ¿
Keterangan:
Fxy : koefisien korelasi
N : jumlah responden uji coba
X : skor tiap item
Y : skor seluruh item responden uji coba

Untuk menginterpretasikan tingkat validasi, maka koefisien


korelasi digolongkan dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.6 Kriteria Koefisien Korelasi Berpikir Kritis


Nilai r Interpretasi
0,81-1,00 Sangat tinggi
1,61-0,80 Tinggi
0,41-0,60 Cukup
0,21-0,40 Rendah
0,00-0,20 Sangat rendah
Sumber: Sugiyono (2016)

Butir soal dapat dinyatakan valid apabila r hitung ≥ r tabel dengan taraf
seknifikasi α = 0,05 dan butir soal r hitung < r tabel dengan taraf seknifikasi α =
0,05 maka butir soal tergolong tidak valid.
Setelah dilakukan uji validitas pada soal, tahap selanjutnya adalah
tahap uji reliabilitas. Reabilitas artinya kebenaran, kepercayaan, dan
konsistensi. Maksudnya adalah hasil dari pengukuran akan dikatakan tepat
dan dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pengukuran pada
golongan yang sama akan memperoleh hasil yang hampir sama, selama
aspek yang diukur tidak berubah. Pada penelitian semu ini uji reabilitas tes
diukur dengan kaidah Kuder Richardson-20 dengan bantuan Microsoft
Excel. Berikut merupakan tolok ukur dalam menginterpretasikan derajar
reabilitas instrumen sesuai dengan Tabel 3.6 Kriteria Koefisien Korelasi
Berpikir Kritis.
Soal yang telah dinyatakan valid dan reliabel, dilakukan pretest
kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas
tersebut. Setelah proses berlangsung, dilakukan posttest untuk mengetahui
kemampuan berpikir kritis siswa. Nilai pretest dan posttest dianalisis.
Analisis data untuk nilai pretest dan posttest dalam penelitian ini
menggunakan uji prasyarat dan N-gain. Uji prasyarat menggunakan uji
normalitas Kolmogorov dan uji homogenitas dengan nilai α = 0,05. Uji
peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dilakukan dengan
perhitungan N-gain. Potensi Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Maka perhitungan dilakukan
dengan rumus N-gain sebagai berikut.

T 1' −T 1
<g> x 100%
Tmaks−T 1

Keterangan.
<g> : skor rata-rata gain
T1’ : skor posttest
T1 : Skor pretest
Tmaks : Nilai maksimal

Gain score yang diperoleh dari rumus di atas dapat dianalisis


kategorinya dengan menggunakan tabel interpretasi gain score sesuai
dengan Tabel berikut.

Tabel 3.7 Konversi Nilai Standard Gain


Nilai r Kategori
(< g >) ≥ 0,7 Tinggi
0,7 > (< g >) ≥ 0,3 Sedang
(< g >) < 0,3 Rendah
Sumber: Hake (1998)
e) Pengujian Signifikasi Pertumbuhan Keterampilan Berpikir Kritis
Pengujian signifikasi pertumbuhan keterampilan berpikir kritis siswa
selama menggunakan modul IPA berbasis inkuiri terbimbing melalui desain
uji coba eksperimen (before-after) baik dari lembar observasi, soal pada
modul IPA dan soal pretest-posttest. Pengujian signifikasi pertumbuhan
keterampilan berpikir kritis dihitung menggunakan t-test berkorelasi (related).
Rumus yang digunakan ditunjukkan sebagai berikut.

X 1−X 2
t=
S12 S 22 S S2
√ + −2r 1
n1 n2 ( )( )
√n1 √n2

Keterangan.
X1 : Rata-rata sampel 1
X2 : Rata-rata sampel 2
S1 : Simpangan baku sampel 1
S2 : Simpangan baku sampel 2
S12 : Varians sampel 1
S22 : Varians sampel 2
r : Korelasi antara dua kelompok
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidika. Jakarta: Bumi Aksara.


Hake, R.R. 1998. Interactive Engagement v.s Traditional Methods: Six-thousand
Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory physics courses.
American Journal of Physics, 6(1).
Purwanto, Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan praktis. Bandung: remaja
Karya.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Research &
Development. Bandung: Alfabeta.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., & Semmel, M.I. 1974. Instructional Development
for Training Teachers of Exceptional Children. Washington DC: National
Center for Improvement Educational System.

Anda mungkin juga menyukai