Anda di halaman 1dari 2

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH BANGSA INDONESIA.

Suatu bangsa dalam mewujudkan cita-cita kehidupannya dalam suatu negara modern,
secara objektif memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan melalui suatu proses serta
perkembangan sesuai dengan latar belakang sejarah realitas sosial, budaya, etnis, kehidupan
keagamaan, dan konstelasi geografis yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Latar belakang
kehidupan sosial-politik di Eropa terutama di inggris dikuasai oleh kerajaan, maka awal
perkembangan negara modern yang demokratis dimulai tatkala pergolakan politik yang
dahsyat yang disebut sebagai the Glorious Revolution yang dimenangkan oleh rakyat.
Perkembangan selanjutnya di inggris perjuangan untuk terwujudnya negara modern sangat
dipengaruhi oleh pemikiran filsuf inggris John Locke tentang paham kebebasan individu
yang berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya
kepada penguasa. Hak-hak yang diserahkan kepada penguasa adalah hak yang berkaitan
dengan perjanjian tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap berada pada masing-masing
individu.

Di Amerika Serikat tercapainya kesepakatan negara demokratis diwarnai oleh perang


sipil dan mencapai kulminasinya melalui konsensus dalam deklarasi Amerika Serikat
tertanggal 4 Juli 1776. Perjuangan untuk terwujudnya negara modern yang demokratis di
prancis dimulai sejak Rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam revolusi Prancis pada
tahun 1789. Demikian pula di Rusia pada tahun 1917 terjadi revolusi yang kemudian
terbentuklah negara komunis.

Berbeda dengan latar belakang negara modern, Negara Indonesia perjuangan untuk
terwujudnya negara modern diwarnai dengan penjajahan bangsa asing selama3,5 abad, serta
akar budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri, kemudian dalam mendirikan negara
bangsa Indones menggali nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu.

Nilai-nilai dalam sejarah bangsa indonesia di mulai pada Zaman Kutai, Dimana
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang
berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja
Mulawarman menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada
para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa itu sebagai tanda terimakasih raja yang
dermawan. Masyarakat Kutai yang membangun zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini
menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta
sedekah kepada para Brahmana.

Zaman Sriwijaya, Pada abad ke VII muncullah suatu kerajaan di sumatera yaitu
kerajaan Sriwijaya, di bawah kekuasaan wangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti
Kedukan Bukit di kaki Siguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 Caka atau 683 M,
dalam bahasa Melayu kuna dan huruf Pallawa. Sebagai suatu kerajaan yang besar Sriwijaya
sudah mengembangkan tata negara dan tata pemerintahan yang mampu menciptakan
peraturan-peraturan yang ditaati oleh rakyat yang berada diwilayah kekuasaannya, Demikian
pula dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan,
rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-
patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negara tidak dapat
dilepaskan dengan nilai Ketuhanan.

Kerajaan Majapahit, Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai
zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada
yang dibantu oleh laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara.
Wilayah kekuasaan Majapahit semasajayanya itu membentang dari semenanjung melayu
(Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara. Pada zaman kerajaan
Majapahit tersebut hidup berbagai agama dan aliran antara lain Hindu dengan berbagai
macam aliran dan sektenya, serta agama Buddha dengan berbagai aliran dan sektenya, serta
berbagai macam tradisi yang tampak dalam Tantrayana dan upacara Crada (yaitu upacara
dalam menghormati nenek moyang yang telah meninggal). Seloka ‘Bhineka Tunggal Ika’
dipetik dari kitab Sutasoma atau Purudasanta dalam bahasa jawa Kuno gubahan Empu
Tantular. Oleh karena itu jikalau diterjemahkan secara bebas maka, makna ‘Bhineka Tunggal
Ika’, Tan hana dharma mangrawa, adalah meskipun berbeda-beda akan tetap satu jua, tidak
ada hukum yang mendua (dualisme). Toleransi positif dalam bidang agama dujunjung tinggi
sejak masa bahari yang telah silam, Hal ini sebagai suatu fakta historis bahwa kauasa
materialis pancasila sudah dimiliki dan diamalkan dalam kehidupan bersama, meskipun pada
saat itu masih dalam kekuasaan kerajaan.

Anda mungkin juga menyukai