Anda di halaman 1dari 10

SUKU MADURA

1. Lokasi

Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau
Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan
penduduk hampir 4 juta jiwa. Pulau Madura didiami oleh suku Madura yang merupakan
salah satu etnis suku dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta jiwa.
Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi,
Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura banyak tinggal di bagian timur Jawa Timur
biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura
yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya
paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara ,serta
sebagian Malang .

Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan
dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu
mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah
pertanian lahan kering.Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng
yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah
kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur.
Secara geologis Madura merupakan kelanjutan bagian utara Jawa, kelanjutan dari
pengunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan lembah solo.
Bukit-bukit kapur di Madura merupakan bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar dan
lebih bulat daripada bukit-bukit di Jawa dan letaknyapun lebih bergabung.

Luas keseluruhan Pulau Madura kurang lebih 5.168 km², atau kurang lebih 10 persen
dari luas daratan Jawa Timur. Adapun panjang daratan kepulauannya dari ujung barat di
Kamal sampai dengan ujung Timur di Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40
km. Pulau ini terbagi dalam empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk
kabupaten Bangkalan 1.144, 75 km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten
Sampang berluas wilayah 1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan, Kabupaten
Pamekasan memiliki luas wilayah 844,19 km², yang terbagi dalam 13 kecamatan, dan
kabupaten Sumenep mempunyai luas wilayah 1.857,530 km², terbagi dalam 27 kecamatan
yang tersebar diwilayah daratan dan kepulauan.

2. Sejarah

Perjalanan Sejarah Madura dimulai dari perjalanan Arya Wiraraja sebagai Adipati


pertama di Madura pada abad 13. Dalam kitab nagarakertagama terutama pada tembang 15,
mengatakan bahwa Pulau Madura semula bersatu dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa
pada tahun 1365an orang Madura dan orang Jawa merupakan bagian dari komunitas budaya
yang sama.

Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu
Jawa timur seperti Kediri, Singhasari, dan Majapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para
penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai
utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan
oleh Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di
bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC, kemudian oleh
pemerintah Hindia Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada tahun 1920-an, Madura
menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.[1]

Sejarah mencatat Aria Wiraraja adalah Adipati Pertama di Madura, diangkat oleh


Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269. Pemerintahannya berpusat di
Batuputih Sumenep, merupakan keraton pertama di Madura. Pengangkatan Aria Wiraraja
sebagai Adipati I Madura pada waktu itu, diduga berlangsung dengan upacara kebesaran
kerajaan Singosari yang dibawa ke Madura. Di Batuputih yang kini menjadi sebuah
Kecamatan kurang lebih 18 Km dari Kota Sumenep, terdapat peninggalan-peninggalan
keraton Batuputih, antara lain berupa tarian rakyat, tari Gambuh dan tari Satria.

3. Bahasa

Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa Madura mempunyai
penutur kurang lebih 14 juta orang, dan terpusat di Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa
atau di kawasan yang disebut kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya,
Malang, sampai Banyuwangi, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan. Bahasa
Kangean, walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri. Di Pulau Kalimantan, masyarakat
Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan
Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin
Timur, Palangkaraya dan Kapuas. Namun kebanyakan generasi muda Suku Madura di
kawasan ini sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibu mereka.

Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting Malayo-
Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia.
Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh Bahasa Jawa, Melayu, Bugis, Tionghoa dan lain
sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk sistem hierarki berbahasa
sebagai akibat pendudukan Mataram atas Pulau Madura. Banyak juga kata-kata dalam bahasa
ini yang berakar dari bahasa Indonesia atau Melayu bahkan dengan Minangkabau, tetapi
sudah tentu dengan lafal yang berbeda. Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang
blak-blakan serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga
dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja

4. Kepercayaan

Mayoritas masyarakat suku Madura hampir 100 % beragama Islam, bahkan suku Madura
yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat taat
dalam beragama Islam, seperti halnya suku Melayu atau suku Bugis yang juga sangat
menjunjung agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sebabnya dengan adanya
Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pondok pesantren
miftahul ulum panyepen, Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, pondok pesantren Al hamidiy
banyuanyar Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten Pamekasan, Pondok
pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di desa Guluk-Guluk, Pondok
Pesantren Al-Amin di Sumenep dan, Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok
Pesantren Attaraqqi Sampang, dan pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri
ribuan, ratusan, dan puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu
mengakar dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekadar mengajar ilmu
agama tetapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan peduli pada
nasib rakyat kecil.

5. Senjata Tradisional
Celurit memang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.
Senjata tajam yang berbentuk melengkung ini begitu melegenda. Sejak dahulu kala hingga
sekarang, hampir setiap orang di Tanah Air mengenal senjata khas etnis Madura ini. Di
tempat asalnya, celurit pada mulanya hanyalah sebuah arit. Petani pun kerap menggunakan
arit untuk menyabit rumput di ladang dan membuat pagar rumah. Dalam perkembangannya,
arit itu diubah menjadi alat beladiri yang digunakan oleh rakyat jelata ketika menghadapi
musuh. Masyarakat Madura masih memandang celurit sebagai senjata yang tak terlepas dari
kehidupan sehari-hari. pusat kerajinan senjata tajam itu banyak bertebaran di Pulau Madura.

Pembuatan celurit terletak di desa kecil bernama Peterongan. Kampung ini terletak di
Kecamatan Galis, sekitar 40 kilometer dari Kabupaten Bangkalan. Sebagian besar penduduk
menggantungkan hidupnya sebagai pandai besi pembuat arit dan celurit. Keahlian mereka
adalah warisan leluhur sejak ratusan tahun lampau. Pembuatan celurit adalah bagian dari
kegidupan masyarakat. Celurit tak hanya sekadar dimaknai sebagai benda tajam yang
digunakan untuk melukai orang. Akan tetapi celurit adalah karya seni yang mesti
dipertahankan dari warisan leluhurnya.
6. Pakaian Adat
a. Pakaian Adat Madura Pria

Nama pakaian adat Madura adalah baju pesa’an. Baju ini sebetulnya adalah baju
sederhana yang dikenakan sehari-hari oleh orang-orang suku Madura di masa silam, baik
untuk melaut, berladang, maupun untuk menghadiri upacara adat. Penggunaannya pun
tidak terbatas baik untuk usia, jenis kelamin, maupun status sosial bagi orang yang
mengenakannya. Tampilan baju pesa’an ini dapat Anda lihat pada gambar ilustrasi di
bawah ini! Baju pesa’an adalah baju hitam yang serba longgar dengan dalaman berupa kaos
belang merah putih atau merah hitam. Baju ini dikenakan bersama celana gomboran, yaitu
celana kain hitam yang panjangnya tanggung antara lutut dan mata kaki. Penggunaannya
dilengkapi pula oleh odeng atau penutup kepala sederhana dari balutan kain, sarung kotak-
kotak dan sabuk katemang, tropa atau alas kaki, serta senjata Tradisional Madura yang
berupa celurit.

Secara filosofis, longgarnya pakaian adat Madura ini memiliki arti bahwa suku Madura
adalah suku yang menghargai kebebasan. Kaos dengan warna belang yang kontras
menunjukan bahwa masyarakat Madura adalah masyarakat dengan mental pejuang, tegas
dan pemberani. Penggunaan odheng atau ikat kepala juga sarat akan nilai-nilai filosofis.
Semakin tegak kelopak odheng dikenakan, maka semakin tinggi pula derajat
kebangsawanan si pemakainya. Untuk orang sepuh, odheng digunakan dengan ujung
dipilin, sementara untuk yang masih muda, ujungnya dibiarkan tetap terbeber. Odheng ada
beberapa ukuran dan memiliki beberapa motif. Berdasarkan bentuknya, ada odheng
peredhan (besar) dan odheng tongkosan (kecil), sementara berdasarkan motifnya ada
odheng motif modang, garik atau jingga, dul-cendul, storjan, bere` songay atau toh biru.
Ikatan odheng yang dikenakan dalam pakaian adat Madura juga memiliki makna tersendiri.
Pada odheng peredhan misalnya, ujung simpul bagian belakang dipelintri tegak lurus ke
atas untuk melambangkan huruf alif. Huruf alif adalah huruf pertama dalam aksara
Hijaiyah (Arab). Sementara pada odheng tongkosan kota, simpul di bagian belakang
dibentuk seperti huruf lam alif. Kedua bentuk simpul odheng ini melambangkan pengakuan
atas keesaan Alloh, mengingat masyarakat suku Madura merupakan masyarakat penganut
Islam yang taat.

Bagi para bangsawan, baju pesa’an biasanya dikenakan pula bersama beberapa
aksesoris, di antaranya rasughan totop (jas tutup berwarna polos), samper kembeng (kain
panjang), jam saku, sap-osap (sapu tangan), stagen, jepit kain, sabuk katemang, perhiasan
selo’ (seser), cincin geleng akar (gelang dari akar bahar), arloji rantai, dan sebum thongket
atau tongkat.

b. Pakaian Adat Madura Wanita


Sama seperti pakaian pria, pakaian adat Madura untuk perempuan pun memiliki desain
dan motif yang sederhana. Nama pakaian untuk perempuannya adalah kebaya tanpa kutu baru
dan kebaya rancongan. Kebaya ini digunakan dengan dalaman berupa bh warna kontras,
seperti hijau, merah atau biru yang ukurannya ketat pas badan. Bahan kebaya yang
menerawang dan dipadupadankan dengan bh berwarna kontras membuat perempuan madura
tampak molek. Penggunaan kebaya ini memiliki nilai filosofis bahwa wanita Madura memang
sangat menghargai kecantikan dan keindahan bentuk tubuh. Hal lain yang membuktikan
filosofi ini adalah bahwa sejak remaja, gadis madura akan mulai diberi jamu-jamu khusus
yang menunjang kecantikan dan kemolekannya, lengkap dengan berbagai pantangan makanan
yang anjuran-anjuran lain seperti penggunaan penggel untuk membentuk tubuh yang padat
dan indah. Kebaya sebagai atasan akan dipadukan dengan sarung batik dengan motif tertentu
sebagai bawahan. Motif sarung yang biasa digunakan misalnya motif tabiruan, storjan, atau
lasem. Penggunaan kebaya dan sarung juga dipadukan dengan stagen Jawa (Odhet) yang
panjang dan lebarnya masing-masing 1,5 m dan 15 cm diikatkan di perut. Dalam mengenakan
pakaian adat Madura ini, para wanita umumnya juga akan menggunakan berbagai pernik
aksesoris sebagai riasan kecantikannya mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
Beberapa aksesoris tersebut antara lain:

1. Cucuk sisir dan cucuk dinar adalah hiasan rambut yang terbuat dari logam emas
yang bentuknya seperti busur dengan untaian kepingan uang. Cucuk sisir dan cucuk
dinar di cucukan ke dalam gelungan rambut yang dibuat bulat penuh.
2.Leng oleng adalah tutup kepala yang terbuat dari kain tebal.
3.Anteng atau shentar penthol adalah giwang emas yang dikenakan pada telinga.
4. Kalung brondong adalah kalung emas dengan rentangan berbentuk biji jagung yang
dilengkapi dengan liontin bermotif uang logam atau bunga matahari.
5. Gelang dan cincin emas bermotif keratan tebu (tebu saeres).
6. Penggel adalah hiasan pergelangan kaki yang terbuat dari emas atau perak.
7. Selop tutup sebagai alas kaki.

7. Tradisi Suku Madura

Karapan sapi yang merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura Jawa
Timur, bagi kebanyakan masyarakat Madura karapan sapi tidak hanya sebuah pesta rakyat
atau acara yang diselenggarakan tiap tahun yang diwarisi secara turun temurun. Tetapi
karapan sapi bagi masyarakat Madura adalah bentuk symbol prestise yang dapat
mengangkat harkat dan martabat masyarakat Madura, karena sapi yang digunakan untuk
pertandingan merupakan sapi sapi yang berkualitas sangat baik tentu dengan perlakuan
yang istimewa pula.

Pulau Madura tidak hanya dikenal sebagai penghasil garam, tetapi juga penghasil sapi
sapi pacuan yang berkualitas sangat baik. Tidak jarang sang pemilik sapi mempersiapkan sapi
pacuannya dengan memberikan pijatan khusus dan makanan tidak kurang dari 80 butir telur
setiap harinya, agar stamina dan kekuatan sapi sapi tersebut terjaga. Bahkan perlakuan
istimewa sapi sapi tersebut dibeberapa rumah terlihat ada yang menghiasi garasi bukan
kendaraan mobil tetapi malah sapi tersebut yang berada digarasi rumah. Maklum saja karena
untuk sapi yang memenangkan pertandingan dapat mencapai harga Rp 75 juta per ekornya.

Dalam perayaan karapan sapi ini, harga diri para pemilik sapi dipertaruhkan. Kalau
mereka dapat memenangkan pertandingan, selain hadiah uang didapat biasanya hadiah dari
pertaruhan juga mereka dapatkan. Kalau mereka kalah dalam pertandingan ini, harga diri
pemilik jatuh dan mereka habis uang yang tidak sedikit untuk karapan sapi ini. Karena
perawatan sapi – sapi sebelum pertandingan mahal, dan biasanya mereka menyewa dukun
agar menjaga sapinya selamat dari serangan jampi-jampi musuh mereka.

Perayaan besar karapan sapi ini diadakan 1 kali dalam setahun, tetapi untuk menuju
final harus memenuhi beberapa tahapan terlebih dahulu. Ada dua macam perayaan karapan
sapi dimadura, yang pertama adalah Presiden Cup dan Bupati Cup. Untuk Bupati cup
biasanya diadakan 2 kali dalam setahun, para pemenang dari bupati cup ini biasanya akan
melanjutkan pertandingannya ke Presiden cup, untuk para fotografer momen yang bagus
adalah pada saat Bupati Cup. Karena Bupati Cup biasanya diadakan dipinggiran kota, garis
pembatas hanya terbuat dari anyaman bambu yang membuat acara ini semakin tradisional,
tetapi faktor keamanan karapan sapi Bupati Cup ini sangat kurang jadi berhati hatilah pada
saat mengambil momen foto. Yang meriah setelah bupati cup adalah Presiden Cup, acara ini
sangat meriah dan ramai. Karena sebagian besar yang mengikuti Presiden Cup ini biasanya
adalah para pemenang di Bupati Cup, acara besar ini diselenggarakan di kota Bangkalan dan
perayaannya antara bulan September atau Oktober.

Dalam even karapan sapi para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan
ketangkasan para jokinya, tetapi sebelum memulai para pemilik biasanya melakukan ritual
arak-arakan sapi disekelilingi pacuan disertai alat musik seronen perpaduan alat musik khas
Madura sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.

Panjang rute lintasan karapan sapi tersebut antara 180 sampai dengan 200 meter, yang
dapat ditempuh dalam waktu 14 sd 18 detik. Tentu sangat cepat kecepatan sapi – sapi tersebut,
selain kelihaian joki terkadang bamboo yang digunakan untuk menginjak sang joki melayang
diudara karena cepatnya kecepatan sapi sapi tersebut. Untuk memperoleh dan menambah
kecepatan laju sapi tersebut sang joki, pangkal ekor sapi dipasangi sabuk yang terdapat penuh
paku yang tajam dan sang joki melecutkan cambuknya yang juga diberi duri tajam kearah
bokong sapi. Tentu saja luka ini akan membuat sapi berlari lebih kencang, tetapi juga
menimbulkan luka disekitar pantat sapi. Setelah bertanding sapi tersebut diberikan beberapa
waktu agar luka itu sembuh, tetapi sapi yang dipertandingan dikarapan ini hanya 2 sampai
dengan 3 kali saja diberikan pertandingan dan tidak boleh lebih.

Jarak pemenang terkadang selisih sangat tipis, bahkan tidak jarang hanya berjarak 1
sampai dengan 2 detik saja, dan hal ini terkadang membuat pihak yang kalah memprotes.
Tetapi mereka diberikan kesempatan untuk bertanding lagi dengan yang kalah, dan saat yang
membahagiakan bagi para pemenang. Selain mendapat hadiah, biasanya hadiah taruhan jg
mereka dapatkan. Selain harga sapi pemenang dapat membumbung tinggi harganya.

Karapan Sapi di Madura merupakan pagelaran yang sangat unik, selain sudah diwarisi
secara turun menurun tradisi ini juga terjaga sampai sekarang. Even ini dijadikan sebagai even
pariwisata di Indonesia, dan tidak hanya turis local dari mancanegara pun banyak yang
menyaksikan karapan sapi ini. Semoga kedepannya semakin meriah dan ajang taruhan yang
menghiasi karapan sapi tersebut bisa hilang. Kalau Anda mampir ke Surabaya, tidak ada
salahnya melihat jadwal dan menonton karapan sapi tersebut

Anda mungkin juga menyukai