Anda di halaman 1dari 105

DIKTAT I

PENGANTAR ILMU PERTANIAN

Topik:
(Karakteristik Pertanian Indonesia, Kelembagaan Dalam Pertanian,
Sistem Pertanian Berkelanjutan Dan Strategi Dan Kebijakan
Pembangunan Agribisnis)

OLEH:
GEDE MEKSE KORRI ARISENA

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hayang Widhi Wasa karena dengan
rahmat dan karunia, penulis dapat menyelesaikan Diktat Mata Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian,
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada semua penulis
yang tulisannya menjadi bahan acuan kami untuk memperkaya khasanah ilimu di dalam
penulisan Diktat ini.
Diktat ini dibuat tidak untuk di perjual belikan, tetapi diharapkan mampu menambah
pengetanuan tentang ilmu pertanian di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Kami sangat berharap Diktat ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai ilmu pertanian.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Diktat ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan Diktat yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga Diktat sederhana ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.

Penyusun

Gede Mekse Korri Arisena

ii
CURRICULUM VITAE

Dr. Gede Mekse Korri Arisena,SP.,M.Agb, lahir di Denpasar pada tanggal 11 Maret 1985,
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Drs. Gede Suarjana M.si dan Ir.
Made Susiawati.
Pada tahun 1996 menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 6 Ubung dan SLTPN
10 Denpasar pada tahun 1999. Pada tahun 2002 lulus dari SMUN 1 Kuta dan melanjutkan studi
di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan berhasil
meraih gelar Sarjana tahun 2006. Berhasil meraih gelar Magister Agribisnis pada tahun 2009 dan
di tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada Program Doktor Ekonomi Pertanian
Universitas Brawijaya.
Tahun 2014 diterima sebagai CPNS dosen di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Udayana dan di tahun yang sama menikah dengan Putu Eka Pujawati SE,MM dan
dikaruniai seorang anak pada maret 2015 yang bernama Putu Hira Adara Korri.

iii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL.................................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................ii
CURRICULUM VITAE..............................................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................iv
BAB I. KARAKTERISTIK PERTANIAN INDONESIA..................................................................1
BAB II. KELEMBAGAAN DALAM PERTANIAN........................................................................10
BAB III. SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN...................................................................21
BAB IV. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN AGRIBISNIS….. 36

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................64
LAMPIRAN....................................................................................................................................................65

iv
PENDAHULUAN

A. Lata Belakang

Pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi.

Pemanfaatansumberdaya yang efisien pada tahap-tahap awal proses pembangunan

menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan tenagakerja dan formasi kapital yang

selanjutnya dapat digunakan untuk membangun sektor industri. Pertanian atau

usahatani hakekatnya merupakan proses produksi di mana input alamiah berupa lahan

dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor klimatologis

(suhu, kelembaban udara, curah hujan, topografi dsb) berinteraksi melalui proses

tumbuh kembang tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan

pangan dan serat alam. Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya

yaitu:

1. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil

atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini

meliputi sektor perikanan dan ekstraksi hasil hutan.

2. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatif yaitu corak pertanian yang

memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan

tindakan agronomis lainnya. Berdasarkan tahapan perkembangannya pertanian

generatif dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

a. Perladangan berpindah (shifting cultivation), merupakan salah satu corak

usahatani primitif di mana hutan ditebang-bakar kemudian ditanami tanpa

melalui proses pengolahan tanah. Corak usahatani ini umumnya muncul

wilayah-wilayah yang memiliki kawasan hutan cukup luas di daerah tropik.


Sistem perladangan berpindah dilakukan sebelum orang mengenal cara

mengolah tanah.

b. Pertanian menetap (settled agricultured) yaitu corak usahatani yang pada

awalnya dilakukan di kawasan yang memiliki kesuburan tanah cukup tinggi

sehingga dapat ditanami terus menerus dengan bera1 secara periodik.

Selanjutnya berdasarkan ciri ekonomis yang lekat pada masing-masing corak

B. RUMUS PEMASALAHAN

Dalam mengelola suatu usahatani, petani lazimnya mengalami berbagai

masalah baik yang berkaitan dengan proses produksi dan pemasaran hasil pertanian

maupun masalah rutin berkenaan dengan kehidupan petani dalam kesehariannya.

Sementara itu, selain merupakan matapencaharian, bertani umumnya telah menjadi

bagian hidup dari petani dan keluarganya. Mereka yang telah terlibat pada usahatani

secara turun temurun bahkan menganggap bertani sebagai way of life (jalan hidup),

sehingga usahatani tidak hanya penting dari aspek ekonomi namun sekaligus

mencakup aspek sosial, budaya, tradisi serta ritual keagamaan. Salah satu masalah

penting yang selalu dialami oleh petani adalah lebarnya jarak waktu antara

pengeluaran biaya produksi dengan penerimaan pendapatan. Hal ini dikenal dengan

istilah gestation period (Mubyarto, 1979). Petani padi misalnya harus menunggu

lebih kurang 3-4 bulan untuk dapat menjual hasil panennya. Petani pekebun bahkan

4
harus menunggu lebih lama untuk dapat menikmati hasil panennya. Gestation period

juga dikenal di sektor peternakan dan perikanan darat, namun tidak berlaku pada

nelayan penangkap ikan dan petani ekstraktif lainnya.

Gestation period dalam pertanian mengimplikasikan satu kenyataan penting

yaitu bahwa pendapatan petani diperoleh hanya pada musim panen sementara

pengeluaran rutin petani harus dilakukan setiap hari. Belum lagi bila petani

menanggung pengeluaran yang sifatnya mendadak atau mendesak seperti bila ada

anggota keluarga yang sakit, anak harus membayar uang sekolah dan sebagainya.

Lebih jauh dampak gestation period dapat diamati pada perilaku petani. Salah satu

kecenderungan yang tampak nyata adalah kebiasaan petani untuk berbelanja produk-

produk non pertanian yang sifatnya konsumtif pada saat panen, seperti radio, televisi,

sepeda atau motor serta perhiasan emas yang kemudian pada saat paceklik atau ada

kebutuhan lain yang mendesak dijual kembali dengan harga murah. Selain itu

gestation period menyuburkan praktek ijon di kalangan petani. Petani gurem dengan

kepemilikan modal yang kecil tak mampu menutup biaya hidup dari hasil usahatani

yang masa panennya harus ditunggu cukup lama. Itulah sebabnya jika ada kebutuhan

yang sangat mendesak mereka terpaksa harus menjual tanaman yang diusahakannya

sebelum panen tiba dengan harga yang sangat murah kepada pengijon.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, dengan karakteristik skala usahatani

yang kecil, petani mengalami kendala yang cukup besar untuk memodali

usahataninya. Kendala ini muncul antara lain karena earning capacity sektor

pertanian yang rendah. Fluktuasi harga produk pertanian yang tajam: sangat rendah
PEMBAHASAN

A. .LEMBAGA DAN PERANANNYA

Lembaga (institution) adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik formil

maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu

baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun usahanya untuk mencapai tujuan

tertentu. Lembaga-lembaga dalam masyarakat desa ada yang bersifat asli berasal dari

adat kebiasaan yang turun temurun tetapi ada pula yang diciptaan baik dari dalam

maupun luar masyarakat desa.Lembaga-lembaga adat yang penting dalam pertanian

misalnya pemilikan tanah, jual beli dan sewa menyewa tanah, bagi hasil, gotong

royong, koperasi, arisan dll. Lembaga-lembaga ini mempunyai peranan tertentu yang

diikuti dengan tertib oleh anggota-anggota masyarakat desa, dimana setiap

penyimpangan akan disoroti denan tajam oleh masyarakat.

Lembaga-lembaga yang ada dalam sector pertanian dan pedesaan sudah

mengikuti berbagai perubahan zaman.Banyak lembaga-lembaga yang sudah lenyap

tetapi timbul juga lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan iklim pembangunan

pertanian dan pedesaan. Suatu lembaga yang hidup sekarang, ada yang merupakan

suautu lembaga baru, tetapi mungkin suatu lembaga yang sudah mengalami

perubahan mengikuti perubahan masyarakat misalnya sewa menyewa tanah dapat

diubah menjadi bagi hasil atau sistim penyakapan, pinjam meminjam uang di bawah

tangan dilembagakan dalam bentuk Badan Kredit Desa (BKD) dan organisasi baru

dapat dibentuk untuk melancarkan usaha tertentu. Sebagai contoh : Bimas merupakan

lembaga yang dibentuk untuk mencapai tujuan meningkatkan produksi padi dan

10
pendapatan petani secara masal pada tahun 1963 dan selanjtnya mengalami

penyempurnaan sesuai dengan keperluan.

B. ASPEK KELEMBAGAAN

Aspek kelembagaan ini dapat berupa kelembagaan pemerintah (formal)

maupun nonpemerintah (informal) tergantung dari segi kepentingannya.Aspek

kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi pertanian secara

keseluruhan, tetapi juga segi ekonomi pedesaan.

Mosher (1974) mengidentifikasi, bahwa aspek kelembagaan merupakan

syarat pokok yang diperlukan agar struktur pembangunan pedesaan dapat dikatakan

maju. Menurut Mosher, ada tiga diantara lima syarat pokok yang harus dikategorikan

sebagai aspek kelembagaan dalam Struktur Pedesaan Maju. Tiga syarat pokok

tersebut antara lain :

a. Pasar

Hal ini penting bagi petani untuk dapat membeli kebutuhan faktor produk

seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya.Pasar juga berfungsi sebagai

tempat petani menjual hasil pertaniannya dan bahkan juga sekaligus tempat

untuk membeli kebutuhan konsumsi.

b. Pelayanan Penyuluhan

Kelembagaan ini penting bagi petani untuk mengetrapkan teknologi baru yang

ingin dicobanya.

c. Perkreditan

11
Lembaga ini harus dapat terjangkau oleh petani, bukan saja tersedia pada

waktu petani memerlukannya, tetapi juga murah.Kredit diperlukan oleh petani

untuk membeli factor roduksi guna mengetrapkan teknologi baru.

Adanya pasar memang mendorong kehidupan ekonomi di daerah

sekitarnya.Letak pasar yang jauh degan sentra produksi merupakan tugas bagi

pemerintah untuk mendekatkannya.Cara mendekatkannya dengan membentuk

Koperasi Unit Desa (KUD), yaitu suatu lembaga perekonomian yang tugasnya

menyalurkan faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan pertanian yang

dibutuhkan petani.

Upaya pembinaan kelompok tani diselaraskan dengan tingkat kemampuan

kelompok tani yang diukur dengan lima jurus kemampuan yaitu :

1. Kemampuan merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usaha

tani (termasuk pasca panen dan analisa usaha tani) para anggotanya dengan

penerapan rekomendasi yang tepat dan memanfaatkan sumber daya alam secara

optimal.

2. Kemampuan melaksanakan dan mentaati perjanjian dengan pihak lain.

3. Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan pendapatan secara rasional.

4. Kemampuan meningkatkan hubungan yang melembaga antara kelompok tani

dengan KUD.

5. Kemampuan menerapkan teknologi dan pemanfaatan informasi, serta kerjasama

kelompok yang dicerminkan oleh tingkat produktivitas usaha tani nelayan para

anggota kelompok.

Untuk menjamin agar kelompok tani mampu menerapkan Sapta Usaha dan
atau Asta Usaha Intensifikasi secara penuh, mampu memecahkan masalah yang

dihadapi dan mampu memanfaatkan peluang ekonomi, maka pembinaan kelompok

tani terus ditingkatkan dan diarahkan kepada hal-hal berikut :

a. Peningkatan kepemimpinan, dinamika dan kemampuan dalam menyusun RDK

dan RDKK secara musyawarah.

b. Peningkatan kemampuan menyusun RDK pada pola Supra Insus berpedoman

kepada hasil kesepakatan musyawarah kelompok tani di tingkat USI dan kepada

hasil kesepakatan KTNA di tingkat UHSI.

18
c. Peningkatan kemampuan mengurus kegiatan usaha tani baik di lahan sawah

maupun di lahan usaha tani lainnya serta mengusahakan kerja sama usaha tani

sehamparan.

d. Peningkatan kemampuan kelompok tani dalam mengembangkan agribisnis dan

menjalin kemitraan dengan KUD dan Perusahaan mitra berdasarkan hubungan

kemitraan yang saling menguntungkan.

e. Peningkatan kemampuan kelompok tani untuk membina anggota menjadi anggota

KUD dan menjadi Tempat Pelayanan Koperasi (TPK).

Dalam pelaksanaan kegiatan Program Bimas Intensifikasi, peningkatan

kemampuan kelompok tani diarahkan kepada :

a. Kemampuan menyusun RDK dan RDKK.

b. Kemampuan mengelola kegiatan usaha taninya.

c. Kemampuan melakukan kerjasama usaha tani.

d. Kemampuan menjadi tempat pelayanan koperasi (TPK).

Keterpaduan kelompok tani dengan KUD merupakan hal yang strategis yang

perlu didorong, agar dapat terwujud kelompok tani tangguh dan KUD mandiri.

Upaya-upaya yang dilaksanakan dan terus dikembangkan dalam rangka keterpaduan

ini meliputi antara lain :

a. RDKK yang disusun kelompok tani merupakan rencana pelayanan KUD dan

tertuang dalam Rencana Kerja KUD dan Rencana Pelayanan.

b. Penunjukkan kelompok tani sebagai TPK.

19
c. Kegiatan tabungan kelompok dan simpan pinjam di kelompok dikembangkan

sebagai basis kegiatan simpan pinjam KUD.

d. Kunjungan bersama antara pengurus KUD, penyuluh pertanian dan ketua

kelompok tani ke pertemuan kelompok.

e. Menyelenggarakan kursus perkoperasian bagi anggota kelompok tani.

f. Meningkatkan fungsi dan aktifitas posko A3 di KUD.


Pada hakikatnya, system pertanian yang berkelanjutan adalah back to nature, yakni system

pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan

lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Upaya

manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekosistem dalam jangka pendek mungkin mampu

memacu produktivitas lahan dan hasil. Namun, dalam jangka panjang biasanya hanya akan

berakhir dengan kehancuran lingkungan. Kita yakin betul bahwa hukum alam adalah kuasa

tuhan. Manusia sebagai umat-Nya hanya berwenang menikmati dan berkewajiban menjaga

serta melestarikannya.

HISTORI

Sekitar pertengahan tahun tujuh puluhan dunia diguncang dua krisis, yaitu

krisis energy dan krisis lingkungan. Saat itu, permintaan dunia akan minyak bumi dan

derivatnya cenderung meningkat. Di sisi lain, pasokan dan cadangan minyak bumi

sangat terbatas dan produksi didominasi oleh negara-negara Timur Tengah.

Akibatnya, terjadi inflasi yang cukup tinggi (high inflation), terutama di negara-

negara industry. Sebaliknya, di negra penghasil minyak bumi terjadi booming oil dan

panen devisa karenamelambungnya harag minyak bumi di pasar internasional.

Pada saat yang bersamaan dunia juga dilanda krisis lingungan yang

disebabkan oleh pencemaran berat, terutama akibat pembakaran petroleum dari

kendaraan bermotor, mesin-mesin industry berat, dan sebagainya. Polusi udara dan

pencemaran limbah industry tak terhindarkan turut merusak atmosfer kota-kota

industri di seluruh dunia. Sektor agroindustry juga mulai kebanjiran pupuk kimia,

21
obat-obatan pemberantas hama dan penyakit, serta mesin-mesin pertanian berbahan

bakar solar. Ternyata masuknya energi dari luar ekosistem memberikan dampak

buruk bagi anasir-anasir lingkungan dan membahayakan atau mengancam kesehatan

manusia.

Di negara-negara Barat, setelah revolusi industry, industry pertanian memang

mulai didominasi oleh teknologi modern, misalnya penggunaan pupuk kimia,

pestisida, dan bahan kimia lainnya. Arus pemikiran utama dan asumsi yang

berkembang pada saat itu adalah bahwa bahan-bahan kimia dan mesin-mesin

pertanian akan mampu menaikkan produktivitas pertanian secara signifikan, dan pada

gilirannya akan menghasilkan keuntungan agrobisnis yang cukup besar; namun tidak

mempertimbangkan dampak eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Sektor

pertanian dipacu untuk menghasilkan bahan baku bagi agroindustry dan bahan

kebutuhan pangan.

Sekitar tahun 1920-an mulai tumbuh kesadaran baru untuk

mempertimbangkan aspek biologis dan ekologis dalam pengelolaan industry-industri

pertanian. Pada sekitar tahun 1930-an di Amerika Serikat muncul konsep pertanian

lingkungan (eco agriculture) sebagai solusi atas kemunduran produktivitas lahan dan

bencana erosi yang menimpa sentra-sentra produksi pertanian di beberpaa negara

bagian. Kemudia pada awal tahun 1940-an mulai terdapat keseimbangan antara

penggunaan teknologi kimia dan biologi, memalui konsep pengendalian hayati hama

dan penyakit (biological control for pest and diseases).

22
Namun demikian, setelah tahun 1950-an atau setelah Perang Dunia II

penggunaan bahan-bahan kimia dan rekayasa teknologi di bidang pertanian

meningkat lagi dan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, saat terjadi krisis

energy dunia. Pada periode setelah Perang Dunia II, masing-masing negara tidak lagi

memikirkan perang senjata tetapi berlomba dan berkonsentrasi memacu produktivitas

industry-industri pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dan bahan baku

agroindustry. Semangat berkompetensi diantara para pakar pertanian dan pengusaha

agrobisnis antar negara maju telah melahirkan teknologi-teknologi pertanian baru

yang canggih (sophisticated), misalnya rekayasa genetika (bio engineering), kultur

jaringan (tissue culture), dan teknologi canggi pertanian lainnya.

Dinegara-negara Selatan, termasuk Indonesia, dicanangkan program

intersifikasi usaha tani, khususnya padi sebagai makanan pokok, dengan mendorong

pemakaian benih varietas unggul (high variety yield), pupuk kimia, dan obat-obatan

pemberantas hama dan penyakit. Kebijakan pemerintah saat itu memang secara jelas

merekomendasikan penggunaan energy luar, yang dikenal dengan paket Panca Usaha

Tani yang salah satunya menganjurkan pemakaian pupuk kimia dan pestisida.

Kebijakan ini juga didukung dengan pemberian sumsidi harga pupuk dan obat-

obatan, sehingga sangat terjangkau oleh petani-petani kecil. Pupuk kimia dan

pestisida sangat diyakini sebagai jaminan keberhasilan produk usaha tani, sehingga

harganya disubsidi sampai 80% oleh pemerintah. Sistem penyalurannya pun diatur

dengan sangat rapih dari pusat (lini I) hingga darah-daerah (lini IV). Prosedurya

diatur dengan jadwal yang ketat tanpa memperhitungkan ada atau tidaknya hama,

23
sehingga istilah usaha “mencegah” dan “melindungi” tanaman dari serangan hama

atau penyakit dipahami secara keliru. Pemerintah memiliki ambisi yang besar dan

political will yang kuat untuk mengukir prestasi pembangunan pertanian, khususnya

produksi padi, yaitu swasembada beras secara nasional (Oka, 1996).

Terminologi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai

padanan istilah agroekosistem pertama kali dipakai skitar awal tahun 1980-an oleh

para pakar pertanian FAO (Food Agriculture Organization). Agroekosistem sendiri

mengacu pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campur-tangan

manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu untuk memenuhi

kebutuhan dan kesejaheraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah

pertanian berkelanjutan dengan konteks agroekosistem yang berupaya memadukan

antara produktivitas (productivity), stabilitas (stability), dan pemerataan (equity). Jadi

semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah

jawaban dari kegamangan dampak green revolution yang antara lain ditenggarai oleh

semakin merosotnya produktivitas pertania (leveling off). Green revolution memang

sukses dengan produktivitas hasil panen biji-bijian yang menakjubkan (miracle

seeds), namun ternyata juga memiliki sisi buruk atau eksternalitas negative, misalnya

erosi tanah yang berat, punahnya keanekaragaman hayati, pencemaran air, bahaya

residu bahan kimia pada hasil-hasil pertanian, dan lain-lain.

Pada hakikatnya, eksistensi konsepsi pertanian berkelanjutan sebenarnya

bukan sesuatu yang baru. King (1911) op.cit Zamora (1995) menuliskan bahwa

teknik usaha tani dengan metode organic atau pertanian permanen (organic farming)

24
yang mengintregasikan pengelolaan kesuburan tanah dengan system ekologi telah

dilakukan oleh para para petani di daratan Cina, Jepang, dan Korea sekitar empat

abad yang lalu. Dengan Demikian, isu paradigm pertanian yang berkembang

sekarang ini sebenarnya merupakan kebangkitan kembali (reaktualisasi) untuk

mencari model pengeloaan pertanian yang lestari. Kegagalan pertanian modern

memaksa para pakar pertanian dan lingkungan berpikir keras dan mencoba

merumuskan kembali system pertanian organic yang ramah lingkungan atau back to

basic ata tepatnya back to nature. Jadi, system pertanian berkelanjutan sebenarnya

merupakan paradigm lama yang mulai diaktualisasikan kembali menjelang masuk

abad ke-21 ini. Bila dicermati, fenomena ini merupakan suatu keteraturan siklus

alamiah sesuai dengan pergantian abad.

Merujuk pada teori siklus sosial, setiap entitas social (mislanya masyarakat

manusia, organisasi, dan bnagsa-bangsa) akan menjalani keberadaannya di dunia

menurut suatu pola tetap yang berulang dengan interval waktu yang relative tetap.

Pola perulangan itu mirip dengan teori product life cycle dalam ilmu pemasaran.

Dalambudya Jawa juga terdapat keyakinan adanya siklus nasib seseorang sepanjang

kehidupannya, yang dikenal dengan istilah cakra manggilingan. Satu siklus terbagi

dalam empat era, yaitu era bangkit atau lahir, tumbuh, dewasa, dan uzur. Siklus

perkembangan budaya pertanian ditunjukkan dalam Gambar 1.

Menurut futurology Alvin Toffler (1995) dalam bukunya Power Shift,

teknologi yang diadopsi oleh suatu masyarakat manusai turut menentukan semangat,

corak, sifat, struktur, serta proses ekonomi; sosial, politik, dan budaya. Atas dasar

25
sudut pandang ini, Alvin Toffler membagi sejarah evolusi kultur masyarakat manusia

ke dalam empat gelombang kultur atau budaya, yaitu gelombang budaya pertanian,

gelombang budaya industry, dan gelombang budaya teknologi tinggi.

Gambar 1. Siklus perkembangan gelombang budaya pertanian.


(Sumber: Sudibyo, 1995)

Saat ini, negara-negara barat dilanda geobang budaya teknologi tinggi

(information technology) yang ditandai dengan pesatnya penggunaan teknologi super

canggih dalam bidang telekomunikasi, misalnya penemuan internet, telepon seluler,

dan sebagainya. Sementara, negara-negara selatan masih berada dalam masa transisi

dari gelombang budaya pertanian ke gelombang budaya industri.

Menurut Manguiat (1995), ada dua peristiwa penting yang menandai

kelahiran paradigm baru system pertanian berkelanjutan. Peristiwa pertama adalah

Laporan Brundtland dari Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan

(World Commission on Environment and Development) pada tahun 1987, yang

26
mendefinisikan paradigma pembangunan berkelanjutan (suitanable development).

Peristiwa kedua adalah Konferensi Dunia di Rio de Janeiro pada tahun 1992, yang

memuat pembahasan Agenda 21 dengan mempromosikan program Sustainable

Agriculture and Rural Development (SARD) yang membawa pesan moral kepada

dunia bahwa “without better environmental stewardship, development will be

undermined”. Beberapa agenda penting yang termasuk dalam pembahasan bidang

pertanian dalam konferensi tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Menjaga kontinuitas produksi dan keuntungan usaha di bidang pertanian dalam

arti yang luas (pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan

peternakan) untuk jangka panjang, bagi kelangsungan kehidupan manusia.

2. Melakukan perawatan dan peningkatan sumber daya alam yang berbasis

pertanian.

3. Meminimalkan dampak negative aktivitas usaha pertanian yang dapat merugikan

bagi kesuburan lahan dan kesehatan manusia.

4. Mewujudkan keadilan sosial antardesa dan antarsektor dengan pendekatan

pembangunan pertanian berkelanjutan.

Memasuki abad 21, kesadaran akan pertanian yang ramah lingkungan

semakin meningkat, sejalan dengan tuntutan era globalisasi dan perdagangan bebas.

Hal ini terutama sekali dirasakan di negara-negara maju, misalnya Amerika dan

negara-negara Eropa. Negara-negara tersebut membentuk asosiasi pergerakan petani

organic yang disebut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture

Movements) untuk melakukan pemberdayaan dan sertifikasi bagi produk-produk

27
pertanian organic. IFOAM sudah beranggotakan 80 organisasi yang tersebar di 30

negara. Salah satu anggota, yaitu California Certified Organic Farmers (CCOF),

memiliki lokasi paling luas di dunia, dalam lima tahun terakhir berkembang 25% per

tahun dan terus melakukan sertifikasi produk organic mulai tahun 1988 sampai

sekarang (Georing, 1993).

Sementara itu, negara-negara yang sedang berkembang, misalnya Indonesia,

tampak masih terpuruk dan berkutat dengan dampak negatif green revolution. Lahan-

lahan sawah di Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi menunjukkan indikasi kuat

adanya penurunan produktivitas. Sawah-sawah mengalami kejenuhan berat atau

pelandaian produktivitas karena pemakaian pupuk kimia dan obat-obatan yang sudah

melampaui ambang batas normal. Program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama

Terpadu (SL-PHT) sebagai bentuk pemberdayaan petani terhadap kesadaran

lingkungan sebenarnya cukup signifikan untuk meredam penggunaan obat-obatan

secara berleihan dan tidak rasional. Namun, kelanjutan program ini kurang terjamin

dan tidak didukung dengan kebijakan nasinal lain yang lebih progresif dan serius,

misalnya kebijakan untuk mempromosikan pembangunan system pertanian

berkelanjutan.

TUJUAN DAN STRATEGI

Secara umum, pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kualitas

kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan paling tidak tujuh macam

kegiatan (Manguiat, 1995), yaitu: meningkatkan prmbangunan ekonomi,

memprioritaskan kecukupan pangan, meningkatkan harga diri, memberdayakan dan

28
memerdekakan petani, menjaga stabilitas lingkungan (aman, bersih, seimbang,

diperbarui), dan memfokuskan tujuan produktivitas untuk jangka panjang. Untuk

mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu pendekatan pertanian berkelanjutan yang

bersifat proaktif, berdasarkan pengalaman, dan partisipatif.

Para petani harus secara aktif mencari atau mengakses sumber-sumber

informasi yang berkaitan dengan pertanian yang mampu mendukung usaha tani yang

dilakukan. Misalnya: informasi harga pasar, teknologi baru, dan peluang bisnis.
29
Petani juga harus mau belajar dari pengalaman nyata, baik melalui para petugas

lapangan maupun atas inisiatif magang, melakukan studi banding, atau mengikuti

pendidikan non formal pada pelaku sistem pertanian berdasar kemandirian petani

dalam melakukan usaha tani. Jiwa demokrasi (dari – oleh – untuk) dan kebebasan

petani dalam melakukan usaha tani akan lebih mewarnai interaksi ekonomi maupun

sosial-budaya serta interaksi dengan alam sekitarnya.

Di Amerika Serikat, program pembangunan pertanian berkelanjutan bertujuan

antara lain (Parr. at. al, 1985) sebagai berikut:

1. menjaga dan meningkatkan keutuhan sumber daya alam, serta melindungi

lingkungan

2. menjamin penghasilan bagi petani

3. menjamin konservasi energi

4. meningkatkan produktivitas

5. meningkatkan kualitas dan keamanan bahan makanan

6. menciptakan keserasian antara pertanian dan faktor sosial ekonomi lainnya.

Di Indonesia, pembangunan berwawasan lingkungan merupakan

implementasi dari konsep pembangunan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas melalui

penignkatan produksi pertanian, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, dengan

tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pembangunan

yang dimaksud adalah pembangunan pertanian dalam arti luas atau komprehensif,

meliputi bidang-bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

30
kehutanan, peternakan, perikanan, dan kelautan. Pembangunan pertanian harus

dilakukan secara seimbang dan disesuaikan dengan daya dukung ekosistem sehingga

kontinuitas produksi dapat dipertahankan dalam jangka panjang, dengan menekan

tingkat kerusakan lingkungan sekecil mungkin.

MENGAPA PERTANIAN HARUS BERKELANJUTAN

Menurut pengamatan Dr. Peter Goering (1993), terdapat empat kecende-

rungan positifyang Inendorong sistem budi daya pertanian harus berkelanjutan, yaitu

perubahan sikap petani, permintaan produk organik, keterkaitan petani dan

konsumen, serta perubahan kebijakan. Di negara-negara Uni Eropa, khususnya di

Denmark dan Jerman, jumlah petani organik meningkat sangat pesat. Demikian juga

di Swedia; dalam kurun waktu empat tahun luas pertanian organik meningkat hampir

300%. Data pertumbuhan luas areal pertanian organik di Eropa secara lengkap

ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan Pertanian Organik di Eropa


No Negara Luas Areal Organik (Ha) Pertumbuhan (%)
1990 1987
1 Belgia 1.200 972 23
2 Denmark 15.500 4.000 288
3 Finlandia 11.000 2.050 437
4 Jerman 54.295 35.400 54
5 Irlandia 3.700 1.300 185
6 Luxemburg 550 412 33
7 Belanda 7.600 3.384 125
8 Portugal 550 185 197
9 Spanyol 5.500 2.700 104
10 Swedia 29.000 7.500 287
11 Inggris 16.000 8.619 86
Sumber: Lampkin (1990) op. cit. Goering (1993)
Para petani organik di negara-negara maju juga sudah melakukan sertifikasi

produk pertanian organik yang diakui oleh setiap negara dan memenuhi persya-ratan

31
standar kesehatan. Komoditas pertanian yang disebut produk hijau (green product)

menjadi jaminan bahwa produk tersebut sehat dan aman, baik bagi ma-nusia ataupun

lingkungan. Produk yang disertifikasi bukan hanya produk-produk tanaman dan

peternakan, namun juga hasil perikanan (organic fish). Nasional Organic Standard

Board (NOSB) telah membuat draft Organic Aquaculture Standards yang

merekomendasikan hal-hal (Dominy, 2000) sebagai berikut:

1. komponen pakan ikan dan udang sebaiknya berasal dari protein hewan-hewan air

dan bahan-bahan tanaman yang sesuai rekomendasi;

2. Vitamin, mineral, dan enzim boleh ditambahkan dalam pakan ikan, asalkan

bersumber dari alam;

3. Bahan-bahan sintetik sebaiknya tidak ditambahkan pada pakan ikan dan pe-

merintah membuat daftar larangan bahan-bahan sintetik yang memba-hayakan.

Di negara-negara maju, perubahan sikap petani yang menolak sistem

pertanian yang boros energi atau tidak efisien sudah dimulai dua dasawarsa yang lalu.

Kesadaran mereka untuk menerapkan pertanian dengan input luar rendah merupakan

solusi alternatif atas kegagalan revolusi hijau yang dapat membahayakan kesehatan

dan kelestarian kehidupan.

Di beberapa daerah di tanah air, kebangkitan pertanian ramah lingkungan

banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang , peduli

lingkungandan juga oleh para peneliti yang concern pada masalah-masalah pertanian

nian akrab lingkungan, misalnya Dr. Loekman Soetrisno dari UGM yang membina

para petani organik di Sleman Yogyakarta dan Dr. I Wayan Wididana dan Institut

32
Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) yang mendirikan pusat pen-didikan dan

latihan teknologi EM (Effective Microorganism) di Bali untuk rnendukung sistem

pertanian organik terpadu.

Di negara-negara maju, permintaan produk-produk pertanian organik rata-rata

naik 10% — 30% per tahun. Masyarakat menghendaki jenis makanan sehat atau

makanan alami yang benar-benar bebas zat aditif. Permintaan produk Pertanian

(sayur-sayuran, buah-buahan, ikan, dan daging) selalu dalam keadaan segar dan

sehat. Di Jerman terdapat ± 4.500 toko yang khusus menjual produk -produk

pertanian organik; dan diperkirakan 49% penduduk Jerman merupakan konsumen

produk-produk pertanian organik yang fanatik (Goering, 1993).

Di Indonesia, di jalan Gejayan Yogyakarta terdapat toko yang khusus men-

jual produk-produk pertanian organik, terutama beras dan palawija, yang selalu ramai

pembeli dari keluarga kelas menengah ke atas. Peredaran dan penjualan pupuk

organik padat ataupun cair juga mulai merambah kios-kios pertanian di berbagai

daerah. Beberapa media massa juga banyak mengekspos pertanian ramah lingkungan

yang mulai bermunculan di tanah air. Kecenderungan positif ini menandakan dan

menumbuhkan perasaan optimis bahwa gerakan pertanian organik mulai menggeliat

secara perlahan-lahan dan menunjukkan hasil yang mulai tampak nyata manfaatnya.

Keterkaitan antara petani dan konsumen menjadi langkah awal atau ke-

bangkitan transformasi pertanian subsisten ke arah sistem pertanian yang ber-

orientasi pasar (market oriented). Peningkatan permintaan produk-produk per-tanian

organik oleh konsumen (green consumen) akan mendorong petani untuk

33
mengembangkan pertanian organik. Misalnya, tingginya permintaan akan buah-

buahan dan sayuran organik oleh orang asing dan tamu di hotel-hotel di Jakarta,

mengilhami petani berdasi seperti Bob Sadino untuk menanam sayur dan buah-

buahan yang bebas pestisida.

Sudah saatnya dilakukan perubahan kebijakan pembangunan pertanian yang

tidak lagi hanya berorientasi hasil (product oriented), tetapi juga dengan

memperhatikan aspek kelestarian sumber daya alam secara serius. UU No. 12 Tahun

1992 tentang Sistem Budi Daya mengisyaratkan bahwa dominasi dan campur tangan

pemerintah terhadap petani dalam pembangunan pertanian se-makin dikurangi. Petani

tidak lagi hanya berperan sebagai obyek, tetapi menjadisubyek dan penentu utama

keberhasilan usaha tani yang dilakukannya. Kelahiran beberapa LSM yang peduli

pada nasib petani dapat menjadi motivator, dinamisator, dan katalisator proses

pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Indonesia.

Dr. Soekartawi (1995), pakar ekonomi pertanian dari Universitas Brawi-jaya

Malang menyebutkan tiga alasan mengapa pembangunan pertanian di Indonesia

harus berkelanjutan.

Pertama, sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam

sistem perekonomian nasional masih dominan. Kontribusi sektor pertanian terhadap

produk domestik bruto adalah sekitar 20% dan menyerap 50% lebih tenaga kerja di

pedesaan. Dari 210 juta penduduk Indonesia, ± 150 juta orang mencari penghidupan

dari sektor pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan, dan

kehutanan.

34
Kedua, sebagai negara agraris, agrobisnis dan agroindustri memiliki peran-an

yang sangat vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Peng-alaman masa

lalu, yakni pada saat sektor industri dan perbankan mengalami krisis ekonomi, sektor

agrobisnis dan agroindustri di tanah air mengalami booming karena nilai tukar rupiah

terhadap dolar AS melemah.

Ketiga, sebagai negara agraris, pembangunan pertanian berkelanjutan men-

jadi keharusan agar sumber daya alam yang ada sekarang ini dapat terus diman-

faatkan untuk kurun waktu yang relatiflama. Sektor pertanian akan tetap mendu-duki

peran vital untuk mendukung kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

35
STRATEGI DAN KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN AGRIBISNIS
Proses perkembangan pembangunan ekonomi menghendaki adanya berbagai

tindakan penyesuaian. Penyesuaian tersebut mmerlukan reorientasi pembangunan

pertanian agar proses pembangunan pertanian agar proses pembangunan pertanian

yang berangkat dari orientasi peningkatan produksi pada PJP I, menyesuaikan diri

dengan perubahan lingkungan strateginya menjadi proses pembangunan yang

berwawasan agribisnis yang kompetitif dan secara sistematik dirancang untuk

bermuara pada kesejahteraan yang adil dan merata.

Reorientasi arah pembangunan pertanian tersebut pada dasarnya adalah

rancangan strategi untuk dapat menjawab tantangan – tantangan masa depan, yang

pada hakikatnya merupakan antisipasi untuk menangkap signal – signal dari adanya

kecenderungan dan perubahan lingkungan strategis, baik lingkungan global maupun

Nusantara.

Meskipun ada perubahan orientasi dan wawasan tetapi tujuan pembangunan

pertanian tetap konsisten diaraan kepada perwujudan dan amanat pembangunan

nasional nasional, yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani-

nelayan, memperluas lapangan pekerjaan dan kesempatan usaha, serta memenuhi

permintaan dan mempeluas pasar (baik pasar dalam negeri maupun pasar lluar

negeri), melalui pengembangan ostur pertanian yang maju, efisien dan tangguh, serta

yang semakin mampu meningkatkan dan menganekaragamamkan hasil,

meningkatkan mutu dan derajat pengolahan produksi, dan menunjang pembangunan

wilayah.

36
Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, secara sadar dilakukan upaya untuk

menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya system agribisnis denga

agroindustri yang dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian.

Terkait dengan iklim kondusif itu, perlu ditanggapi berbagai kecenderungan –

kecenderungan yang berimplikasi perlunya pergeseran peran dan perilaku birokrasi,

seperti mengurangi campur tangan pemerintah dalam mekanisme ekonomi dan pasar,

serta adanya dunia swasta yang mampu menjadi lokomotif pertumbuhan

perekonomian.

TANTANGAN, PELUANG DAN PROSPEK PERKEMBANGAN AGRIBINIS

Rendahnya pendapatan penduduk pedesaan, terutama yang bekerja di sector

prtanian ada hubungannya dengan struktur pertanian atau pedesaaan yang kurang

kondusif bagi perkembangan agribisnis yang dinamik dan kompetitif, karena sosok

usaha tani yang lemah, prasarana fisik dan non fisik yang masih belum memadai,

serta terbatasnya jangkauan pasar. Kita semua mengetahui bahwa hampir seluruh

produksi pangan dan sebagian bear produksi hasil perkebunan, peternakan dan

perikanan adalah hasil dari jerih payah petani, peternak dan nelayan yang bertumpu

kepada usaha tani keluarga yang berlahan sempit, yang didukung dengan sumber

daya manusia dan IPTEK yang masih tertinggal. Kondisi structural demikian itu

menyebabkan terbatasnya kemampuan petani untuk menjangkau sarana produksi dan

kesempatan memperoleh sinergi yang diperluannya untuk berkembang.

Ditinjau dari aspek dukungan pendanaan dari perbankan ternyata investasi

pertanian juga sangat kurang diminati dunia usaha. Hal ini menjadi salah satu

37
indicator dari adanya suku bunga perbankan yang dirasakan terlalu tinggi untuk usaha

tani di pedesaan dan fakta bahwa lembaga dan system perbankan belum sepenuhnya

menjangkau petani, baik dari segi kelembagaannya maupun prosedurnya. Kalaupun

jangkauannya itu sampai ternyata lembaga perbankan telah menjadi sarana untuk

mengalirnya dana dari pedesaan ke perkotaan, karena pedesaan lebih banyak

menyimpan dari pada meminjam. Di sini terlihat bahwa ketertinggalan dan

keterbatasan petani ternyata merupakan factor kondisional yang berada di balik

mengalirnya dana dari pedesaan ke perkotaan tersebut.

Kondisi lain yang ikut memperlambat laju penanaman modal di sector

pertanian adalah keharusan untuk sejak awal menerapkan pendekatan terpadu yang

utuh. Kebanyakan produk pertanian mempunyai karakteristik yang mudah rusak dan

bervolume besar dibandingkan nilainya. Penanganan pasca panen, penyimpanan,

pengolahan, pengangkutan dan lancanya pemasaran menjadi sangat penting. Apabila

penanaman modal tidak mampu menerapkan prinsip integrasi vertical dalam

investasinya ia terpaksa harus bergantung kepada adanya investasi lain yang

menjamin hadirnya semua mata rantai yang diperlukan agar produknya dapat

dipasarkan dengan baik.

Hal – hal yang juga memberikan andil dalam memperlebar kesenjangan antar

wilayah maupun diantara masyarakat pedesaan sendiri, adalah : Pertama, apa yang

kita sebut dengan kegagalan pasar. Dari pengalaman selama ini dapat ditunjukkan

bahwa perkembangan ekonomi yang mengandalkan pada kekuatan pasar saja justru

hanya dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Masyarakat ekonomi

38
lemah termasuk di dalamya petani kecil di pedesaan tidak mampu memanfaatkannya.

Kedua, kebijaksanaan yang cenderung bersifat uniform. Seperti kita ketahui bahwa

Negara kita merupakan Negara kepulauan yang mempunyai keragaman tinggi.

Homogenitas kebijasanaan pembangunan baik regional maupun sektoral, tanpa

memperhatikankeragaman di atas, akan menghasilkan respon yang berbeda antara

pelaku ekonomi yang kuat da yang lemah maupun antara daerah yang kaya akan

sumber daya alam dan prasarana dengan daerah yang miskin.

Berhadapan dengan berbagai tantangan yang menggugah tekad untuk

menghadpinya itu, terbuka luas peluang berkembangnya agribisnis untuk memenuhi

permintaan pasar dalam negeri maupun luar negeri akan berbagai hasil pertaniannya,

yang lokasi dan sumber dayanya berada di Indonesia, serta di dukug dengan sumber

daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi dan manajemen, serta

modal, kekayaan social ekonomi dan social budaya bangsa Indonesia sebagai bangsa

pejuang yang handal. Landasan hasil – hasil pembangunan pertanian yang sudah

diletakkan oleh proses pembangunan sampai akhir PJP I adalah asset nasional yang

secara fugnsional dan structural menjadi kekuatan nasional untuk membangun system

agribisnis yang mewadahi perakitan berbagai perangkat kegiatan pembangunan

pertanian dalam satuan – satuan kelembagaan pelaku ekonomi yang handal.

Peluang dari segi permintaan timbul di samping karena dinamika

pertumbuhan penduduk, juga karena dinamika pertumbuhan ekonomi, social budaya

dan arus globalisasi. Penduduk yang bertambah, pertumbuhan perkotaan,

industrialisasi, peningkatan pendapatan, peningkatan kecerdasan atau pendidikan dan

39
lain – ain, merupakan perubahan lingkungan strategis dari sisi permintaan yang kalau

diantisipasi dan diapresiasi secara tepat akan menjadi peluang agribisnis yang

enjanjikan nilai tambah. Dari segi penawaran peluang itu terbuka karena kemampuan

ekonomi pedesaan yang semakin besar dan semakin terbuka sebagai hasl dari

perubahan dan kemajuannya dala transformasi structural pertanian tradisional

menjadi pertanian dan pedesaan maju. Berkat pengalaman dan pelajaran yang diraih

dalam proses pembangunan dan modernisasi pertanian untuk mencapai swasembada

pangan, ekonomi pedesaan sudah menjadi bagian integral dari system ekonomi

nasional. Proses perubahan untuk menjawab kebutuhan pangan nasional itu telah

mengembangkan kelembagaan system agribisnis di pedesaan, yaitu perangkat yang

menjadi penghantar masukan IPTEK, sarana, dana dan jasa, serta industry

pengolahan hasil secara meluas di seluruh pedesaan.

Tantangan dan peluang serta kondisi sumber daya pertanian yang merupakan

kekayaan sumber daya potensial dalam menampak era pembangunan PJP I dan yang

dilengkapi dengan kebijaksanaan pembangunan yang berorientasi ke pedesaan,

menempatkan pembangunan pertanian pada posisi sebagai arena pembangunan

ekonomi yang perlu melakukan penyesuaian dalam pendekatan yaitu dari orientasi

usaha tani untuk mencukupi kebutuhan menjadi pendekatan agribisnis untuk meraih

nilai tambah bagi wilayah pedesaan melalui kemampuan untuk bersaing guna

mencapai kesejahteraan yang adil dan merata.

Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis merupakan

upaya sistemik yang ampuh dalam mencapai beberapa tujuan ganda, antara lain :

40
1. Menarik dan mendorong sector pertanian

2. Menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel

3. Menciptakan nilai tambah

4. Meningkatkan penerimaan devisa

5. Menciptakan lapangan kerja dan

6. Memperbaiki pembagian pendapatan

Dengan system agribisnis sebagai perangkat penggerak pembangunan

pertanian, pertanian akan dapat memainkan peranan positif dalam pembangunan

nasional, baik dalam pertumbuhan, pemerataan maupun stabilitas. Adalah wajar

apabila ternyata masyarakat pembangunan selalu dihadapkan dengan kenyataan

bahwa sasarannya selalu meningkat di satu pihak padahal kendalanya ternyata

mengikat di pihak lainnya. Pencapaian semua tujuan dan sasaran yang menjadi

harapan itu tergantung kepada kehandalan dari system agribisnis atau agroindustry

yang dikembangkan.

Beberapa factor strategis yang terkait dengan kehandalan tatanan agribisnis/

agroindustry yang dikembangkan itu adalah :

1. Lingkungan strategis

Dasa warsa terakhir ini ditandai dengan terjadinya perubahan –

perubahan mendasar pada struktur ekonomi dunia. Keadaan perekonomian

serta pola perdagangan dan industry internasional saat diwarnai arus

globalisasi, dalam bentuk tumbuh dan berkembangnya blok – blok kerjasama

regional dan menyatunya kawasan kekuatan ekonomi besar. Contoh yang

41
sangat tampak antara lain MEE (pasar tunggal Eropa) atau European

Economic Community. Pasaran bersama Amerika Utara atau North America

Free Trade (NAFTA), perkembangan kegiatan ekkonomi di kawasan Asia

Pasifik atau Asia Pasific Economic Cooperation serta berbagai kebangkitan

ekonomi di wilayah Eropa Timur. Bahkan terealisasinya “korporasi” antara

Indonesia – Malaysia – Singapura dalam Triangle Growth serta AFTA (Asean

Free Trade Area) merupakan indikasi perubahan struktur tersebut.

Pengaruh globalisasi dengan sangat cepat menyusup pada struktur dan

strategi badan – badan usaha multinasional (TNE = Trans National

Enterprises). Persaingan antar industry telah berubah dengan munculnya

kerjasama antara badan – badan usaha yang selama ini saling bersaing, untuk

mencapai tingkat keuntungan ekonomi yang tinggi. Dampak dari padanya

sering kali utnuk diantisipasi karena pengaruhnya dapat saja melanggar

kaidah – kaidah ekonomi yang fundamental. Gambaran tersebut

sesungguhnya menunjukkan betapa teori keunggulan komparatif tidak lagi

sesuai dengan perkembangan ekonomi dunia dewasa ini.

2. Permintaan

Dalam dunia pertanian dampak globalisasi ekonomi akan segera

terlihat pada sektoor – sector produksi dari berbagai komoditas pertanian. Jika

kita ingin terus meningkatkan kemmpuan bersaing komoditas pertanian kita di

pasar internasional, maka mau tidak mau kita harus mampu menangkap setiap

gejala ataupun pergerakan yang terjadi pada pasar internasional tersebut. Jelas

42
bahwa kecenderungan peningkatan produksi komoditas prier di satu pihak,

yang disertai lambannya pertumbuhan permintaan, telah menimbulkan

kelebihan penawaran yang pada gilirannya akan semakin menajamkan

persaingan antar sesame segara produsen. Sementara itu Negara – Negara

konsumen menjadi semakin sadar akan kepentingannya alam menghadap

Negara produsen, sehingga system produksi pertanian harus senantiasa

dikelola dengan berorientasi pada permintaan pasar.

Perubahan perilaku dan selera pasar yang semakin cepat sangat sulit

untuk diantisipasi dengan tepat oleh Negara – Negara produsen. Teknolohi

industry yag semakin canggih semakin menuntut kefisienan ekonomi,

keandalan kualitas, disiplin serta profesionalisme dengan segala etika yang

terkait dengannya.

Agar bisa menjabarkan implikasi operasional tindakan pembangunan

yang tepat ditinjau dari watak permintaan pasar itu, diperlukan market

intelligence dan market information sebagai perangkat lunak untuk

meningkatkan daya saing dalam pemasaran atau perdagangan internasional,

agar dapat mengantisipasi dan menyesuaikan dengan segmentasi pasar,

perubahan selera konsumen, pesaing potensial dan lain – lain.

3. Sumber daya, serta

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya sumber daya alam.

Masalahnya adalah bagaimana mengelola, memanfaatkan secara optimal dan

sekaligus memperluas resource base dari sumber daya alam dimaksud,

43
sebagaimana disyaratkan oleh Undang – Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3.

Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh pada saat ini dapat

dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumber daya potensial yang

tersedia di setiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah

yang bersangkutan. Di antara sumber daya potensial tersebut, ada yang berupa

sumber daya alam, sumber daya manusia, serta sumber daya buatan.

Kesemua gambaran tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa

potensi sumber daya pertanian memberikan kesempatan yang sangat luas

untuk mengembangkan prinsip – prinsip keunggulan kompetitif tanpa

meninggalkan dua prinsip penting yaitu wawasan agroekosistem dan

wawasan lokalita/wilayah/regional. Kedua wawasan tersbut pada dasarnya

memberikan arah agar kegiatan agribisnis selalu memperhatikan kondisi dan

potensi sumber daya alam dan lingkungannya.

4. Ilmu pengetahuan dan teknologi

Ilmu dan teknologi merupakan perangkat instrumental hasil karya

manusia untuk meningkatkan prduktivitas dan efisiensi karyanya, termasuk

karya dalam menumbuhkembangkan agribisnis di pedesaan. Peningkatan

produktivitas dan efisiensi setiap simpul dalam rangkaian system agribisnis

akan menghasilkan perbaikan dalam perolehan nilai tambah secara

proporsional bagi setiap pelaku di dalam rangkaian system tersebut.

Sarana pengembangan dan penyebaran serta adopsi iptek oleh system

agribisnis tidak cukup hanya dengan eksistensi lembaga perguruan tinggi

44
dengan litbang saja, tetapi juga memerlukan hadirnya secara menyeluruh di

pedesaan fasilitas belajar seperti adanya lembaga penyuluhan pertanian,

sekolah – sekolah kejuruan, berbagai kursus ketrampilan, serta juga lembaga

konsultasi yang tersebar dan bergerakn melayani masyarakat petani/pedesaan.

Berbagai tantangan, peluang, lingkungan strategis,

permintaan/penawaran, sumber daya dan iptek, beserta iklim kondusif yang

diciptakan oleh perangat kebijakan dan peraturan adalah komponen

fungsional atau structural dari perangkat masyarakat ekonomi yang menjadi

wadah dari proses transformasi pembentukan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai komponen tentunya dia hanya akan

berarti apabila berada dalam tatanan tertentu yang memberinya posisi, aturan,

daya, enersi, arah, takaran dan ukuran yang tepat, guna terwujudnya

transformasi menjadi luaran secara efisien dan menghasilkan nilai tambah

yang optimal. Ini berarti dibutuhkan suatu system yag tepat agar

pembangunan pertanian itu bisa menghantarkan pertanian kepada posisi

kondisi yang tangguh, maju dan efisien. Sistem itulah yang disebut system

agribisnis.

WAWASAN DAN SISTEM AGRIBISNIS

Istilah agribisnis terungkap sejauh ini memberkan kesan kepada kita bahwa

agribisnis adalah suatu corak pertanian tertentu dengan jati diri yang berbeda dengan

pertanian tradisional (yang dilakoni mengikuti tradisi budidaya yang berakar pada

adat istiadat darikomunitas tradisionall) maupun dari pertanian hobi yang tidak

45
mendambakan nilai tambah komersial. Agribisnis dalah pertanian yang organisasi

dan manajemennya secara rasional dirancang untuk mendapatkan nilai tambah

komersial yang maksimal dengan menghailkan barang atau jasa yang diminta pasar.

Karena itu dalam agribisnis proses transformasi material yang diseenggarakannya

tidak terbatas kepada budidaya proses biologis dari biota (tanaman, ternak,ikan) tapi

juga proses pra usaha tani, pasca panen, pengolahan dan niaga yang secara structural

diperlukan untuk memperkuat posisi adu tawar (bargaining) dalam interaksi dengan

mitra transaksi di pasar. Ikatan keterkaitan fungsional dari kegiatan pra usaha tani,

budidaya, pasca panen, pengolahan, pengawetan dan pengendalian mutu serta niaga

perlu terwadahi secara terpadu dalam suatu system agribisnis yang secara sinkron

menjamin kinerja dari masing – masing satuan sub proses itu menjadi pemberi nilai

tambah yang menguntungkan, baik bagi dirinya maupun bagi keseluruhan.

Wawasan swasembada dan wawasn agribisnis adalah dua wawasan yang

sekaligus harus diamalkan dalam pembangunan pertanian dalam PJP II ini. Wawasan

agribisnis adalah cara pandang terhadap pertanian sebagai lapangan usaha dan

lapangan kerja yang menghasilkan barang dan jasa, untuk memenuhi permintaan

pasar, dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal secara

kompetitif. Dalam meraih nilai tambah itu agribisnis memandang ruang gerak dan

ruang hidupnya tidak terbatas kepada budidaya, tetapi juga usaha pada penyediaan

bahan, sarana, alsin dan jasa di sector hulu usaha tani, serta pasca panen, pengolahan,

penanganan hasil, pemasaran dan lain – lin. Pendeknya, lapangan usaha pada usaha

tani maupun sector pendukung dan penunjangnya, baik yang di hulu maupun di hilir.

46
Ditinjau dari sudut perilaku, wawasan agribisnis tersebut diharapkan menimbulkan

sikap dan motivasi yang pas dari subyek pelaku pembangunan pertanian dalam

menggapai era industrialisasi dan globalisasi yang semakin gencar pada PJP II.

Sistem agribisnis adalah perangkat masyarakat yang mewadahi proses

transformasi pembentukan nilai tambah dari rangkaian kegiatan yang terkait di hulu

dan hilir dari usaha tani (budidaya). Daam pengertian system, agribinis adalah subyek

(pelaku) social yang mandiri dalam arti mempunyai kemampuan berinteraksi dengan

lingkungn hidupnya, yaitu kemampuan untuk eksis, berkarya, berkembang,

beradaptasi, berasosiasi, dan lain – lain. Sebagai individu pelaku social system

agribisnis mempunyai daur hidup ; lahir,tumbuh, berkembang, berkarya,

bermasyarakat, sakit bahkan berhak dan mati. Sebagai individu, dia lahir karena

lingkungannya membutuhkan, yaitu ada tantangan, peluang akan masalah tertentu

yang tidak bisa ditangani dengan system serta mekanisme yang ada.Kematangan

kondisi lingkungan untuk lahirnya system agribisnis dewasa ini sudah tiba.

Secara konseptional system agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivita,

mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran

produk – produk yang dihasilkan oleh usaha tani dan sgroindustri, yang saling terkait

satu sama lain. Dengan demikian system agribisnis merupakan suatu system yang

terdiri dari berbagai sub system, yaitu

a. Sub system pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan

pengembangan sumber daya pertanian

b. Sub system budidaya atau usaha tani

47
c. Sub system pengolahan hasil pertanian atau agroindustry

d. Sub system pemasara hasil pertanian

e. Sub system prasarana

f. Sub system pembinaan

Sub system penyediaan dan penyaluran sarana produksi mencakup semua

kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi untuk

memungkinkan terlaksananya penerapan teknologi usaha tani dan pemanfaatan

sumber daya pertanian secara optimal. Dengan demikian dalam sub system

pengadaan dan penyaluran sarana produksi seperti benih, bibit, pupuk,pestisida serta

alat – alat dan mesin pertanian, tetapi juga penyediaan informasi pertanian yang

dibutuhkan pertain, berbagai alternatif teknologi baru yang kompatibel, pengerahan

dan pengelolaan tenaga kerja dan sumber energy lainnya secara optimal, serta unsur –

unsur pelancarnya.

Dalam sub system usaha tani, kegiatan yang ditangani mencakup pembinaan dan

pengembangan usaha tani dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, baik usaha

tani rakyat maupun usaha tani berskala besar. Termasuk dalam kegiatan sub system

ini adalah perencanaan mengenai lokasi, komoditas, teknologi, pola usaha tani dan

skala usahanya untuk mencapai tingkat produksi yang optimal.

Dalam pada itu, sub system pengolahan hasil atau agroindustry mencangkup

keseluruhankegiatan mulai dari penanganan pasca panen komoditi pertanian yang di

hasilkan sampai pada tingkat pengolahan lanjut, selama bentuk, susunan, dan cita rasa

komoditi tersebut tidak berubah. Dengan demikian, proses pengupasa, pembersihan,

48
pengekstrasian, penggilingan, pembekuan, dehidrasi, peningkatan mutu dan

pengepakan/pengemasan masuk dalam ruang lingkup system pengolahan hasil.

Sebagai komponen dari system agribisnis di pedesaan.

Sementara itu, sub system pemasaran hasil meacngkup kegiatan distribusi dan

pemasaran usaha tani hasil – hasil usaha tani ataupun hasil olahannya, baik untuk

pasar dalam negeri maupun luar negeri. Untuk memungkinkan berkembangnya sub

system pemasaran hasil ini, maka berbagai kegiatan seperti pemantauan dan

pengembangan informasi pasarsangat penting untuk dilaksanakan.

Keempat sub system di atas hanya menjalankan fungsi dan perannya apabila

benda dalam lingkungan hidup yang menyediakan berbagai sarana dan fasilitas yang

diperlukan. Sumber daya dan fasilitas yang harus tersedia dan siap pakai di lokalita

system agribisnis itu, di antaranya ada yang bersifat prasarana public yang

keberadaannya harus diitangani oleh aparatur birokrasi pemerintahan. Prasarana

jalan, perhubungan, pengairan, pengendalian, pengamanan dan konservasi menjad

syarat bagi lancarnya proses transformasi produktif yang diselenggarakan dunia

usaha dan masyarakat pedesaan.

Demikianlah system agribisnis merupakan suatu rangkaian aktivitas yang

saling berkaitan, yang keberhasilan pengembangannya akan snagat ditentukan oleh

tingkat kehandalan dari setiap komponen yang menjadi subsistemnnya. Untuk

mencapai kehandalan yang simultan dari setiap sub system dalam system agribisnis

dibutuhkan ulur dan campur tangan pemerintah melalui regulasi, koordinasi,

perlindungan, stimulasi, pelayanan dan penilaian terhadap seluruhsubsistem dalam

49
agribisnis beserta lingkungan yang memengaruhinya. Selain itu, kondisi sumber daya,

lingkungan dan prasarana juga merupakan factor yang menentukan kehidupan dan

perkembangan system agribisnis tersebut. Oleh karena itu, sumber daya lingkungan dan

prasarana tersebut perlu dikembangkkan sedemikian rupa sehingga mampu menunjang

terlaksananya berbagai aktivitas dalam setiap sub system secara memadai.

BEBERAPA AGROINDUSTRI YANG POTENSIAL DI PEDESAAN

Setelah menelaah uraian di atas maka pembangunan industry pertanian

dewasa ini baik dari segi jumlah maupun jenisnya lebih didominasi oleh industry

pengolahan hasil pertanian yang berada di pedesaan. Industri pengolahan hasil

pertanian perlu di dorong dan dikembangkan, karena tahap penting agar proses

transformasi perekonomian Indonesia didominasi dari sector pertanian menjadi

dominasi sector industry dapat berjalan dengan mulus dan efisien adalah mendorong

tumbuh dan berkembangnya agroindustry. Dan dari sini, dampak yang diharapkan

terjadinya proses serupa pada perekonomian pedesaan yang dicirikan oleh antara lain

pangsa tenaga kerja di pedesaan pada sector pertanian menurun dan pangsa pada

sector industry meningkat, pangsa pendapatan masyarakat pedesaan dari sector

pertanian menurun dan dari industry meningkat, serta sector pertanian tetap mampu

menyediakan bahan makanan dan bahan baku industry dalam jumlah yang memadai.

Upaya yang perlu dilakukan sekarang adalah mengidentifikasi agroindustry

uang potensiil untuk didorong dan dikembangkan di pedesaan dan yang lebih mampu

mempercepat berlangsungnya proses transformasi di atas. Agroindustri sebagai factor

penarik pembangunan sector pertanian berperan dalam menciptakan berlangsungnya

50
proses transformasi di atas. Agroindustri sebagai factor penarik pembangunan sector

pertanian berperan dalam menciptakan pasar bagi hasil – hasil pertanian lewat

berbagai produk olahannya. Apabila agroindustry di pedesaan telah diidentifikasi,

maka dari segi industry pengolahannya ada dua hal yang harus senantiasa

diperhatikan, yaitu (a) Bagaimana mendorong peningkatn harga produk olahannya.

(b) Bagaimana merangsang terciptanya sejumlah produk olahan baru. Kedua hal

tersebut adalah penting dallm upaya mendorong dan menyerap peningkatan produksi

suatu hasil pertanian sekaligus menghindarkan penurunan harganya secara drastis

apabila terjadi kemerosotan harga salah satu produk olahannya.

Dari segi sector pertanian, yang harus diperhatikan adalah menjaga

kontuinuitas menyediakan hasil pertanian bahan baku industry pengolahan sekaligus

memperbaiki dan menjaga mutunya. Oleh karena itu, industry pengolahan yang

didorong dan dikembangkan haruslah disesuaikan dengan hasil pertanian dominan

didaerah pedesaan agar kontuinitas penyediaan tersebut dapat terjamin. Mengingat

hasil pertanian dominan tersebut umumnya melibatkan rumah tangga petani dalam

jumlah besra, maka industry pengolahan yang dikembangkan sebaiknya yang padat

karya. Dalam kondisi demikian, baik sector pertanian maupun industry pngolahan

sangat prospektif di masa pendatang.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka bidang usaha agroindustry yang masih

perlu dikembangkan maupun didorong pertumbuhannya terutama industry

pengolahan hasil pertanian yang potensial di pedesaaan secara garis besar bidang

51
agroindustri yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkn disajikan pada tabel dibawah

ini.

Bidang-bidanng usaha agroindustri itulah yang diharapkanmampu memacu

terwujudnya kelima sasaran pengembangan agroindustri Di Indonesia sesuai prospek

pasarnya baik domestik maupun luar negeri, sekarang dan di masa akan datang.

Tabel 2. Bidang – Bidang Agroindustry Yang Perlu Dikembangkan Dalam Rangka


Industrualisasi Pedesaan

Komoditas Pertanian Bidang Usaha Agroindustri


1. Pertanian pangan dan
hortikultura Tepung beras, bihun, kue, pakan
a. Padi Cassava pellet, tapioca, pakan
b. Ubi Kayu Tahu, kecap, tempe, pakan
c. Kedelai Tepung meizena, minyak jagung, pakan dan
d. Jagung jagung dalam kaleng, makanan kecil dari
e. Melinjo jagung
Emping

2. Perkebunan
a. Kelapa Kopra, santan pekat, minyak kelapa, pakan,
b. Cengkeh minyak goring, arang aktif
c. Kapuk Minyak cengkeh, cengkeh
Rajang Matras, kasur
3. Pertanian pangan
dan hortikultura Daging olahan (abon, dendeng)
a. Daging Susu steril, susu kental, susu manis
b. Susu Kulit samak, gelatin, makanan
c. Kulit Hewan Pakan, pupuk, gelatin
d. Tulang
4. Pertanian pangan dan hortikutura
a. Ikan,udang, kepiting Udang kering, tepung ikan, olahan dalam
kaleng, makanan setengah jadi dan jadi
b. Bekicot Bekicot dalam kaleng
c. Rumput laut Rumput laut kering
5. Pertanian pangan dan hortikutura
a. Rotan Kerajinan rotan

52
INDUSTRIALISASI DESA

Pembangunan industry yang berlokasi di pedesaan mengandung arti dinamis

dan keterkaitan. Secara dinamis industrialisasi di pedesaan perkembangan industri

baik secara vertical, horizontal maupun berkesinambungan di daerah pedesaan.

Perkemangan indutri secara horizontal adalah diversivikasi jenis industry yang tidak

mempunyai batar input output. Sedangkan perkembangan industry secara vertical

adalah diversifikasi jenis industry dalam satu rangkaian yang berhubungan melalui

input output.

Berdasarkan pengertian di atas, maka jenis industry yang dapat di kembangan

untuk industrialisasi pedesaan haruslah yang berkemampuan yang tinggi untuk

mendorong perkembangan industri-industri baik vertikal maupun secara horizontal.

Hal ini berarti bahwa industri tersebut haruslah mampu mnjadi mesin penggerak

perkembangan perekonomian (engine of growth) desa.

Suatu industry dapat mendorong perkembangan industri-industri lainnya

melalui dua kaitan pertama yaitu :

1. Kaitan input-output

2. Kaitan konsumsi pendapatan rumah tangga

Kaitan input input diantaranya muncul karena suatu industri meggunakan hasil

produksi lainnya sebagai bahan bakunya. Kaitan semacam ini disebut kaitan ke

belakang (backward lankages). Apabila suatu industry berkembang maka

permintaan akan bakunya pun akan meningkat. Hal ini akan mendorong

berkembangnya industri-industri yang menghasilkan bahan baku tersebut. Sebagai

53
missal, jika indusri makanan ternak berkembang di pedesaan maka permintaan kan

gaplek yan merupakan bahan baku makanan ternak tersebut akan meningkat pula.

Hal ini selanjutnya akan mendorong berkembangnya industry pembuatan gaplek dan

usaha tani ubikayu.

Kaitan input output dapat pula muncul karena produksi suatu industry dipakai

sebagai bahan baku oleh industry-industri lainnya. Kaitan semacam ini disebut kaitan

ke depan ( forward linkages ). Apabila produksi suatu industri meningkat, maka

harganya pun akan menurun, sehingga industry industri lainnya yang mengolah lebih

lanjut produk tersebut akan dapat berkembang. Sebagai misal, jika industri makanan

ternak berkembang disuatu desa, maka ketersediaan makanan ternak di daerah

tersebut meningkat, sehingga usaha ternak akan dapat berkembang.

Kaitan konsumsi muncul melalui penggunaan nilai tambah ( keuntugan dan uah

kerja ), yang dibangkitkan baik secara langsung pada suatu industry ( pengolahan

makanan ternak pada contoh diatas) maupun secara tidak langsung pada industri-

industri terkait (usaha tani ubi kayu, usaha pembuatan gaplek, usaha tani ternak, dan

sebagainya) , untuk membeli barang barang yang dihasilkan oleh berbagai industri

pedesaan. Peningkatan permintaan sebagai akibat peningkatan pendapat ini

mendorong perkembangan lebih lanjut baik industry – industry yang terkait melalui

input – output maupun yang tidak terkait melalui input – output. Kaitan antara

berbagai industry konsumsi/pendapatan ini disebut efek dorongan (indusce effects).

Dari uraian di atas tampaklah bahwa kaitan konsumsi/pendapatan merupakan

factor yang sangat berperan untuk mendiminasi system industry yang ada di suatu

54
kawasan (desa). Apabila kaitan konsumsi ini cukup besar maka system industry yang

ada akan dapat berkembang secara dinamis dan berkesnambungan.

Sudah barang tentu bahwa kaitan konsumsi akan tinggi apabila dipenuhi beberapa

syarat antara lain :

1. Nilai tambah yang dibangkitkan diterima oleh penduduk desa.

2. Produk – produk industry yang dikembangkan di pedesaan di konsumsi

oleh penduduk desa dengan elastisitas permintaan yang tinggi.

Nilai tambah yang dikaitkan oleh industry dapat dikelompokan menjadi dua,

yaitu ; Upah pekerja dan keuntungan usaha. Dari pemilik perusahaan maka

kecenderungan konsumsi pekerja pastilah lebih tinggi. Jadi dampak konsumsi nilai

tambah upaya pekerja lebih tinggi daripada keuntungan.

Melihat uraian di atas, jelaslah agroindustry yang berkesinambungan untuk

mendorong industrialisasi di pedesaan tidak sekedar industry yang beralokasi di

pedesaan. Ada beberapa syarat yang harus dimiliki agar agroindustry dapat bertindak

sebagai penggerak industrialisasi di pedesaan antara lain :

1. Mempunyai kaitan input – output yang tinggi dengan industry – industry

lainnya.

2. Nilai tambah yang dihasilkan diterima oleh penduduk desa.

3. Padat tenaga kerja.

4. Produk industry yang dikembangkan tersebut dikonsumsi oleh peduduk desa

dengan elastisitas permintaan yang tinggi.

55
Industri yang diuraikan di atas di sebut industry kunci. Dikatakan demikian karena

industry inilah yang berperan sebagai mesin utama penggerak perkembangan industry

sekitarnya.

KENDALA – KENDALA AGROINDUSTRI

Pertama masih dirasakan adanya produksi berbagai produk pertanin maka

keberhasilan usaha peningkatan produksi telah menyebabkan kemungkinan terjadinya

masalah surplus produksi masa sekarang dan yang akan datang, seperti yang telah

terjadi dengan beberapa komoditi. Indikasi tersebut menunjukan bahwa pengolahan

sisi penawaran dari produk pertanian masih membutuhkan perhatian yang cukup

besar.

Kedua peningkatan penduduk di pedesaan telah mendorong terjadinya

fragmentasi yag serius dalam kegiatan usaha pertanian, antara lain ditandai dengan

semakin kecilnya rata rata pemilikan luas lahan pertanian. Hal ini juga merupakan

tantangan yang besra karena dengan skala usaha yang kecil sulit dapat diharapkan

kegiatan agroindustry berkembang secara efisien.

Ketiga adalah pengembangan globalisasi perekonomian yang terus bergulir.

Dampak langsung dari fenomena tersebut berkaitan dengan upaya untuk menciptakan

pasar yang lebih bebas bagi komoditas – komoditas yang diperdagangkan secara

internasional, termasuk komoditi pertanian.

Keempat adanya keterbatasan dalam ketersediaan sumber daya manusia,

terutama jika dilihat dari tingkat ketrampilan dan pengethuan serta kemampuan

wiraswasta.

56
Kelima adanya keterbatasan teknologi yang secara khusus dikembangan bagi

kegiatan agroindustry, khususnya yang berskala kecil di pedesaan. Orientasi

teknologi industry yang terkait pertanian yang sekarang berkembang ternyata masih

menempatkan kegiatan industry tersebut sebagai bagian yang sama sekali terpisah

dari kegiatan pertanian itu sendiri. Dalam hal ini agroindustry sebenarnya dapat

menjadi wahana bagi engembangan dan penerapan teknologi canggih, misalnya

dalam aspek rekayasa genetika dan bioteknologi, teknologi penanganan pasca panen,

teknologi pngolahan produk lanjutan dan sebagainya.

Keenam infrastruktur dan elembagaan yang sekarang dikembangkan belum

memberikan tunjangan yang optimal bagi pengembangan agroindustry. Hal ini dapat

dilihat dari orentasi pembangunan saran dan prasarana, rangkaian kebijaksanaan yang

telah banyak memberikan perlindungan bagi industry – industry non agroindustri dan

sebagainya.

Ketujuh disadari pula masih terdapat kendala – kendala yang bersifat social

budaya bahkan politik yang dapat menyebabkan manfaat yang diperoleh dari

pengembangan agroindustry terset akhirnya justru tidak dirasakan oleh sasaran

pengembangannya yaitu masyarakat pedesaan.

Tantangan di atas menuntut suatu penerjemahan trategi pembangunan yang

tepat yaitu yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi sekaligus dapat tetap

menunjang pencapaian tujuan akhir pembangunan. Dalam hal konsep Trilogi

pembangunan harus pula dapat terus dilanjutkan penerapannya. Sehingga jika pada

pembangunan emarin kegiatan pertanian memperoleh perhatian utama, maka

57
sekarang dan masa dating kegiatan agribisnis secara keseluruhan dengan agroindustry

sebagai intinya perlu menjadi perhatian utama.

KEBIJAKAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

Setiap penelaahan terhadap arah dan strategi pembangunan di masa yang akan

dating, merupakan usaha untukmengadakan perencanaan atas pembangunan itu

sendiri. Dalam hal ini, strategi pembangunan ekonomi diarahkan untuk di dasarkan

pada system mekanisme pasar terendali, di mana peranan pemerintah adalah unutk

menjaga agar setiap pelaku ekonomi dapat berperan optimal melalui peniadaan

distorsi-distorsi yag mungkin ada. Beberapa bentuk kebijaksanaan yang perlu di

ambil oleh pemerintah dalam rangka pengembangan seluruh system agribisnis

padaumumnya agroindustry khususnya adalah sebagai berikut :

1. Farming Reorganization

Kebijaksanaan ini bertujuan untuk mengembangkan sub – system budidaya

pada usaha tani – usaha tani kecil. Secara khusus, perlu memperhatikan

pentingnya usaha untuk mengatasi masalah – masalah keterbatasan

(smallness)usaha tani. Sulit untuk dibayangsn usaha tani yang luas hanya 0,1

hektar dapat berperan secara aktif didalam keterkaitan system agroindustry yang

komplek.

Oleh sebab itu perlu kiranya dilakukan kebijaksanaan reorganisasi usaha

tani terutama dalam hal reorganisasi jenis kegiatan usaha yang dilakukan sehinga

dapat tercapai diversifikasi usaha yang menyertakan uusaha komoditas –

58
komoditas yang bernilai tinggi dan dengan sifat elastisitas pendapatan yang tinggi

pula.

2. Small-scale Industrial Modernization

Pengembangan agroindustry kecil dan menengah merupakan inti dari

pengembangan agribisnis. Dalam hal ini kebijaksanaan modernisasi kegiatan

industry perlu menjadi focus perhtian utama. Modernisasi yang perlu dilakukan

menyangkut modernisasi teknologi berikut seluruh perangkat penunjangnya,

modernisasi system organisasi, dan managemen serta dalam pola hubungan dan

orentasi pasar.

3. Service Rasionalization

Pengembangan layanan agroindustry merupakan bagian yang tidak terpisah

dari pengembangan agroindustry secara keseluruhan. Rasionalisais lembaga –

lembaga penunjang kegiatan agribisnis harus dilakukan sehubungan dengan

peningkatan efisiensi dan daya saing lembaga – lembaga penunjang kegiatan

agroindustry harus dilakukan sehubungan dengan peningkatan efisiensi dan daya

saing lembaga – lembaga tersbeut baik dalam negeri maupun luar negeri, serta

dengan pengemangan kepercayaan dunia usaha terhadap kemampuan dan

kehandalan lembaga – lembaga pemberi jasa tersebut dalam memberikan

tunjangan terhadap kegiatan yang dilakukan. Secara husus lembaga penunjang

yang perlu mendapat perhatian khusus adalah lembaga keuangan (financial

institution) khususnya di pedesaan, dan lembaga penelitian dan pendidikan

khususnya penyuluhan.

59
4. Policy Integration

Kebijaksanaan pengembangan agroindustry perlu dilaksanakan secara

terpadu dalam konteks system agribisnis secara keseluruhan. Hal ini

didasarkanpada atar belakang pengembangan agroindustry itu sendiri yang

memiliki keunggulan justru karena keterkaitan dengan kegiatan lain dalam system

agribisnis. Dengan demikia, pengembangan agroindustry tidak dapat dilakukan

tanpa perkembangan subsistem lain yang memadai.

Kebijakan yang terpadu tersebut mencangkup beberapa bentuk

kebijaksanaan. Pertama, kebijaksanaan pengembangan produksi dan

produktivitasdi tingkat perusahaan (firm level policy). Kedua, kebijaksanaan

tingkat sektoral untuk mengembangan seluruh kegiatan usaha sejenis. Ketiga,

kebijaksanaan di tingkat system agroindustry yang mengatur keterkaitan antara

beberapa sector. Keempat, kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh

kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung

terhadap agroindustry.

Sebagai langkah awal, hal tersebut dapat diwujudkan dengan (1)

mengembangkan system komunikasi yang dapat mengoordinasikan pelaku –

pelaku kegiatan agroindustry dengan penentu – penentu kebijaksanaan yang dapat

memengaruhi system agroindustry secara keseluruhan maupun masing – masing

sub system agroindustry. (2) membentuk, mengembangkan dan menguatkan

asosiasi pengusaha yang terlibat dalam kegiatan agroindustry pada berbagai

jenjang, tidak hanya asosisi yang dapat bergerak antara sub – system, yaitu

60
asosiasi dengan integrasi vertikal. (3) mengembangkan kegiatan masing – masing

sub system agroindustry yag terutama ditujukan untuk meningkatkan

produktivitas dan kemampuan manajemen melalui kegiatan penelitian dan

pengembangan teknologi.

Berdasarkan pengembangan di atas, pengembangan kegiatan agroindustry

dengan konsep Agroindustry Lead Development Stratefy pada saat sekarang dan

mendatang merupakan keberlanjutan strategi yang kemarin. Aspek kelanjutan

ditunjukkan oleh pengembangan kegiatan bukan usaha tani (off farm) setelah

dicapa eberhasilan pada egiatan – kegiatan di tingkat usaha tani. Aspek

peningkatan ditunjukan oleh diversifikasi kegiatan petani dan kegiatan pedesaan

dengan pengembangan kegiatan non-budidaya, seperti pengolahan, pemasaran

dan kegiatan penunjang setelah kegiatan budidaya berhasil dkuasai.

Sedangkan aspek kelanjutan dan peningkatan ainnya di tunjukan oleh usaha

untuk menyeimbangkan kegiatan di antara pelaku ekonomi di mana peran piha

swasta dalam arti seluas – luasnya semakin ditingkatkan. Dalam hal ini peran

pemerintah dapat ditekankan pada kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan

pengembangan infrastruktur, penelitian dan pengembangan, serta lembaga

koordinasi yang bertanggung jawab terhadap kegiatan agroindustry tersebut di

tingkt pusat.

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PEDESAAN

Di dalam pengembangan agribisnis kehadira kkeenam komponen sub system

agribisnis di tingkat lokalita beumlah lengkap. Untuk mencapai persyaratan

61
keberadaan system agrbisnis di pedesaan perlu didukung oleh rancang bangun, model

atau arsitektur agribisnis yang dapat merakit dan mengintegrasikan semua komponen

dalam system dan factor pendukungnya dengan berlandaskan arah dan strategi

pengembang pasarnya. Dengan demikian pelku agribisnis, erutama kelompok tani

dapat digerakkan dan mempunyai akses terhadap usaha agribisns secara terencana

dan terpola.

Dalam kaitan di atas wirausaha dan kemitraan usaha tampil sebagai

pemrakarsa, perakit dan perekayasa, penggerak dan pemandu bekerjanya system

agribisnis oada lokalita tertentu. Instrumen yang berperan di dalam proses

perekayasaan adalah penetapan komoditas unggulan penetapan kawasan agribisnis,

forum komunikasi sebagai kelembagaan penggerak, konsultas agribisnis yang dapat

dipernkan oleh penyuluh sebagai motor penggerak dan didukung oleh

penyelenggaraan incubator sebagai wadah yang dpat membentuk entrepreneurship

serta Koperasi Usaha Bersama (KUBA) sebagai wadah kelompok tani untuk

memperkuat posisi ekonominya dalam beragribisnis.

Sejalan dengan itu, jaringan kelembagaan agribisnis yang dibutuhkan adalah

jaringan kelembagaan yang lebih menitikberatkan pada pemberdayaan petani

sekaligus yang dapat mengarahkan para pelaku bisnis dalam menghadapi era

globalisasi. Daam hal ini suatu jaringan kelembagaan agribisnis yang perlu

dimantapkan di tingkat lokalita seyogyanya memiliki sedikit tiga visi yaitu : pertama,

memberikan dorongan kepada pengusaha yang terkait ebagai pelaku – pelaku

agribisnis untuk melakukan pembenahan – pembenahan di sector produksi. Visi

62
kedua adalah sebagai pusat mengenai agribisnis termasuk agroindustry. Ketiga

memberikan bimbingan kepada para pelaku agribisnis khususnya yang bergerak di

sector hulu, sehingga mereka mampu memperkuat posisi tawarnya dalam era terbuka

nantinya.

63
DAFTAR PUSTAKA

Adrianto. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta.

Anik S, Soetriono.2016.Pengantar Ilmu Pertanian.Intimedia Kelompok Intrans


Publishing.Jawa timur

Salikin, Kirwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta

Suwandari, Manik dan Soetriono.2016.Agraris Industri. Malang: Intimedia

64
LAMPIRAN

65
PPT SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN

66
SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN
Oleh:
Gede Mekse Korri Arisena
APA YANG DIMAKSUD DENGAN SISTEM
PERTANIAN BERKELANJUTAN?

 Sistem pertanian berkelanjutan adalah back to


nature, yakni sistem pertanian yang tidak merusak,
tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan
lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk
pada kaidah-kaidah alamiah.
HISTORI
KRISIS KRISIS
ENERGI LINGKUNGAN
 permintaan dunia akan minyak bumi • pembakaran petroleum dari
cenderung meningkat. Di sisi lain, pasokan kendaraan bermotor, mesin-mesin
dan cadangan minyak bumi sangat industri berat, dan sebagainya
terbatas dan produksi didominasi oleh
negara-negara Timur Tengah
• Sektor agroindustri kebanjiran
 terjadi inflasi yang cukup tinggi di negara- pupuk-pupuk kimia, obat-obatan
negara industri. Sebaliknya, di negara pemberantas hama dan penyakit,
penghasil minyak bumi terjadi booming serta mesin-mesin pertanian yang
oil dan panen devisa karena kenaikan berbahan bakar solar.
harga minyak bumi di pasar internasional.
HISTORI
Setelah revolusi industri Tahun 1930-an
Industri pertanian didominasi oleh
teknologi modern, namun tidak Di Amerika Serikat muncul
mempertimbangkan dampak negatif konsep pertanian lingkungan (eco
yang ditimbulkannya. agriculture)

Tahun 1920-an Tahun 1940-an

Mulai tumbuh kesadaran untuk Mulai terdapat keseimbangan


mempertimbangkan aspek antara penggunaan teknologi
biologis dan ekologis untuk dalam kimia dan biologi melalui konsep
pengelolaan industri pertanian pengendalian hama dan penyakit
HISTORI
Setelah Perang Dunia II Di negara-negara selatan,
Penggunaan bahan kimia dan termasuk Indonesia dicanangkan
rekayasa teknologi di bidang program intensifikasi usaha tani
pertanian meningkat lagi dan yang dikenal dengan Panca
mencapai puncaknya pada Usaha Tani, yang salah satunya
tahun 1970-an. menganjurkan pemakaian pupuk
Namun, pada saat itu juga kimia dan pestisida. Harga
lahir teknologi pertanian pupuk kimia dan pestisida
baru dan canggih, seperti disubsidi 80% oleh pemerintah.
rekayasa genetika, kultur
jaringan, dan lainnya.
TERMINOLOGI PERTANIAN
BERKELANJUTAN


 FAO (Food Agriculture Organization) 1980

 Conway 1984
 King (1911) dan Zamora (1995) menuliskan bahwa
teknik pertanian dengan metode organic sudah
dilakukan para petani di Cina, Jepang, dan Korea
sekitar 4 abad yang lalu.
FILOSOFI
Istilah filosofi berasal dari bahasa Latin, yaitu filio yang
berarti kebijakan atau kebajikan dan sophia yang berarti
cinta; sehingga filosofi berarti cinta pada kebijakan atau
kebajikan.

Sistem pertanian berkelanjutan juga berisi suatu ajakan


moral untuk berbuat kebajikan pada lingkungan sumber
daya alam dengan mempertimbangkan tiga aspek
1.Kesadaran lingkungan
(ecologically sound)
 Sistem budi daya pertanian tidak boleh menyimpang dari
sistem ekologis yang ada. Keseimbangan adalah
indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang
mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam.

 Perburuan ular sawah


 Penggunaan obat-obatan kimia
2. Bernilai ekonomis (economic valuable)

 Sistem budi daya pertanian harus mengacu pada pertimbangan


untung dan rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka
pendek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem
ekologi maupun diluar sistem ekologi.
 Motif ekonomi tidak bisa dijadikan alasan pembenar untuk
mengeksploitasi sumber daya pertanian secara tidak bertanggung
jawab.
 Kasus penyewaan lahan di dataran tinggi Dieng dengan
teknik memotong kontur gunung
3. Berwatak sosial atau kemasyarakatan
(socially just)
 Sitem pertanian harus selaras dengan norma-norma
sosial dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh
masyarakat di sekitarnya.

 Seorang petani mengusahakan peternakan ayam di


pekarangan milik sendiri untuk mencari keuntungan secara
ekonomis dan ekologis
LIMA KRITERIA SISTEM PERTANIAN
BERKELANJUTAN
1. Kelayakan ekonomis (economic viability)
2. Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (ecologically
sound and friendly)
3. Diterima secara sosial (socially just)
4. Kepantasan secara budaya (culturally approriate)
5. Pendekatan sistem dan holistik (systems and holistic approach)
 Dalam sistem pertanian berkelanjutan, sumber
daya tanah dipandang sebagai faktor kehidupan
yang kompleks dan dipertimbangkan sebagai
modal utama yang harus dijaga dan di rawat
dengan baik, karena tanah adalah sarang
kehidupan mikroorganisme. Dalam 1 gram
10
tanah terdapat sekitar 1,5 x 10 yang terdiri
atas kira-kira 4.000 klon. Selain itu,
keanekaragaman hayati harus selalu dijaga,
karena memainkan peran kunci (manguiat,
1995) sebagai berikut.
1. Menjaga keseimbangan siklus alamiah unsur-
unsur biologi
2. Mengembangkan teknologi mikrobiologi untuk
pertanian yang berkelanjutan
3. Merupakan sumber koleksi bahan-bahan
genetik
AZAS DAN DEFINISI
Manguiat (1995) mencatat sekitar 19 terminologi yang mengacu pada makna sistem pertanian
berkelanjutan, yaitu :
Pertanian
input
Pertanian
Pertanian eksternal
berkeseimbangan
berilmu Pertanian Pertanian rendah Pertanian
alamiah
berkesuburan Pertanian bioekolog alternatif
ekologis i
Pertanian Pertanian
Pertanian
berilmu Pertanian lingkungan
ekologi organik berenergi Pertanian
Pertanian
rendah holistik Pertanian
Pertanian biodinamik
biologis
efisien Pertanian Pertanian
sumber regeneratif Pertanian Pertanian
alamiah
daya humus berkelanjutan
Dalam kalangan pakar agronomi, istilah sistem pertanian
berkelanjutan lebih dikenal dengan LEISA (Low External Input
Sustainable Agriculture) atau LISA (Low Input Sustainable
Agriculture), yaitu sistem pertanian yang berupaya
meminimalkan penggunaan input dari luar ekosistem yang
dalam jangka panjang membahayakan kelangsungan hidup
sistem pertanian.
Sistem pertanian memang dapat didefinisikan dengan
berbagai cara. Seperti Departemen Agronomi Universitas
Philipina Los Banos (UPLB) telah mengoleksi 100 definisi.
Libunao (1995) menyatakan bahwa dalam perspekstif kelembagaan paling
tidak terdapat delapan ciri spesifik agar suatu pertanian dapat dikatakan
berkelanjutan, meliputi :
1. Bernuansa ekologi
2. Berjiwa sosial
3. Bernilai ekonomis
4. Berbasis ilmu holistic
5. Berketepatan teknik
6. Berketepatan budaya
7. Dinamis
8. Peduli keseimbangan gender
5 definisi tentang pertanian berkelanjutan yang
dianggap paling tepat dan digunakan dalam forum-forum
ilmiah, yaitu :
1. “Management and conservation of the natural resource base, and
the orientation of technological and institusional change in such a
manner to ensure the attainment of and continued satisfaction of
human needs for present and future generation” (FAO, 1989)
2. “Any agricultural principle, method, practice, and philosophy that
aims to make agriculture economically viable, ecologically sound,
socially just, and culturally appropriate and ground on holistic
approach.” (Dr. Romeo D. Fortes, 1993).
3. “Contunuing productivity of agriculture while maintaining the
resource base and minimizing adverse impact on the resource
base.” (Hamlin, 1994)
4. Pengelolaan sumber daya pertanian untuk memenuhi
perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya
alam. (Reintjes, C. et. all, 1999).
5. Kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan
manfaat sosial dari pengelolaan sumber daya biologis dengan
syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produk komoditas
pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup, dan
produktivitas sumber daya sepanjang masa (Nasution, 1995).
Azas yang harus Diperhatikan Dalam Pertanian
Berkelanjutan Menurut Dr. Lutfi Ibrahim
Nasution (Pakar Pertanahab IPB)
1. Sumber daya biologis harus dimanfaatkan atau dikelola sesuai
dengan kemampuan dan kodrat alamiahnya
2. Kualitas lingkungan hidup dan sumber daya alam yang akan
diwariskan sekurang-kurangnya sama dengan kualitas sember
daya sebelumnya.
3. Penggunaan sumber daya biologi yang dapat diperbarui
lebih diprioritaskan.
4. Teknologi managemen pertanian yang diterapkan
tidak mengurangi keragaman alamiah
5. Pengeloaan usaha tani diarahkan pada integrated and
multiple use of natural resources.
6. Pemanfaatan material harus dalam rantai alamiah
sepanjang mungkin.
7. Penggunaan material dalam usaha tani tidak mengganggu
dinamika ekosistem.
8. Usaha tadi tidak boleh menimbulkan limbah.
9. Kualitas dan kuantitas produksi pertanian harus
melampaui kuantitas dan kualitas produk-produk buatan.
10. Kuantitas dan kualitas komoditas pertanian yang dihasilkan harus
dapat memenuhi kebutuhan manusia yang terus meningkat.
TUJUAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai tujuan pertanian dalam meningkatkan kualitas kehidupan
diperlukan paling tidak tujuh macam kegiatan (Manguiat, 1995), yaitu :
1. Meningkatkan pembangunan ekonomi
2. Memprioritaskan kecukupan pangan
3. Meningkatkan pengembangan SDM
4. Meningkatkan harga diri
5. Memberdayakan dan memerdekakan petani
6. Menjaga stabilitas lingkungan
7. Memfokuskan tujuan produktivitas untuk jangka panjang
Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan pendekatan yang bersifat
proaktif, berdasarkan pengalaman, dan partisipatif.
MENGAPA
PERTANIAN
HARUS
BERKELANJUTAN?
3 Hal yang Menuntut Pembangunan
Ekonomi di Indonesia

1. 3.
Keputusan Masyarakat
KTT Bumi semakin
di Rio De sadar akan
Janeiro 2. Semakin arti
membaiknya kesehatan
kesejahteraa
n ekonomi
masyarakat
4. Kecenderungan Positif Yang
Mendorong Sistem Budi Daya Pertanian
Harus Berkelanjutan

 1. Perubahan sikap petani


 2. Permintaan
produk organik
 3. Keterikatan petani
dan konsumen
 4. Perubahan kebijakan
A. Mengapa Pertanian Harus Berkelanjutan

1. Peranan sektor pertanian Indonesia


dalam sistem perekonomian nasional
masih dominan

2. Agrobisnis dan agroindustri memiliki


peranan yang sangat vital dalam
mendukung pembangunan sektor lainnya.

3. Pembangunan pertanian berkelanjutan


menjadi keharusan agar SDA yang ada
sekarang ini dapat terus dimanfaatkan
untuk kurun waktu yang relatif lama.
B. Penyebab Pertanian Tidak Berkelanjutan
1.Pertumbuhan Penduduk
dan Kemiskinan
2.Kebijakan Pemerintah
3.Kegagalan Pasar (Market
Failure)
4.Hak Kepemilikan Lahan
5.Marjinalisasi Praktek dan
Pengetahuan Lokal
C. Indikator Pertanian Berkelanjutan

 PRODUKTIVITAS
 STABILITAS
 SUSTAINABILITAS
 EKUITABILITAS
Pertanian padi di sawah yang menggunakan
pestisida berlebihan akan mencemari perairan
dan menimbulkan biaya eksternal dan biaya
sosial dengan menjumlah MPC dan EC.
D. Kendala Pertanian Berkelanjutan
1.Kendala Sumber Daya Manusia
2.Kendala Sumber Daya Alam
3.Kendala Aplikasi Teknologi

SDM
Rata-rata tingkat
pendidikan petani
relatif randah,
kondisi kesehatan
petani kurang baik,
produktivitas kerja
masih rendah, dan
kurangnya motivasi
untuk maju
TEKNOLOGI
SDA
Praktek-praktek
usaha tani yang
Ketersediaan volume mengancam
air tidak menentu, kelestarian
turunnya kualitas air lingkungan, praktek-
dan tanah, kondisi praktek pascapanen,
agroklimat yang dan pembangunan
berubah-ubah atau pengadaan
sarana dan prasarana
pertanian
MODEL
SISTEM
PERTANIAN
BERKELANJUTAN
A. Sistem Pertanian
Organik
Kriteria sistem pertanian organik di berikan
IFOAM (International Federal of Organic
Agriculture Movement):

Lokalita (lokalism)
 Perbaikan tanah (soil improvement)
 Merendam polusi (pollution abatement)
 Kualitas Produk (quality of product)
 Pemanfaatan energi (energy use)
 Kesempatan kerja (emloyment)
Sistem pertanian ORGANIK paling tidak
memiliki 7 keunggulan dan keutamaan
sebagai berikut:

 Orisinil (mengandalkan keaslian)


 Rasional (hukum keseimbangan)
 Global (respon dari semua negara maju)
 Aman (kesehatan dan lingkungan)
 Internal (mendayakan produk secara
intensif)
 Kontiunitas (menjamin keberlanjutan)
B. Sistem Pertanian Terpadu

Menurut Wididana (1999) sistem pertanian


terpadu (intergrated agriculture management):

• Tumpang sari antara


Sistem terpadu peternakan dan ayam dimana
kotorannya dimanfaatkan
konvesional

Sistem terpadu • Memadukan budi daya tanaman,


dengan tekonologin perkebunan, peternakan,
perikanan, pengolahan air dan
EM ( effective daur ulang limbah secara selaras
micro-organisme
Sistem pertanian terpadu yang dilaksanakan di
Pusdilkat IPSA Bali melupi bibang-bidang
sebagai berikut:
1. Bidang Budi Daya Tanaman
2. Bidang Perkebunan
3. Bidang Peternakan
4. Bidang Perikanan
5. Bidang Pengolahan Limbah
C. Sistem Pertanian Masukan
Luar Rendah
Reijntjes et.all.(1999) dalam bukunya berjudul
“Pertanian Masa Depan” membahas pertanian
berkelanjutan dengan input luar rendah atau
populuer deanga istilah LEISA (low external input
sustainable agriculture). Metode LEISA mengacu
pada :

1. Optimaltan pemanfaatan sumber


daya lokal

2. Pemanfaatan untuk melengkapi


unsur-unsur kurang dalam agroekosistem
D. Sistem Pengendalian
Hama Terpadu
Pada tahun 1986 terjadi ledakan hama werwng
coklat ( Nilapavarta lugens) di sentra produksi
padi mengakibatkan banyak kerugian,sehingga
masyarkat menyadari bahwa penggunaan
pestisida berlebihan berdampak buruk pada
lingungan dan resistensi hama. Kemudian terjadi
pergeseran paradigmadari pembentantasan
Pengolahan Hama Terpadu (PHT)
Langkah –langkah mengimplementasikan PHT Smith dan
Apple op.cit.Untung(1984) adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan menganalisi status hama yang


akan dikelola.
2. Mempelajari anasir dan saling tindak dalam
ekosistem,terutama yang berpengaruh terhadapt hama-
hama utama.
3. Penetapan dan pengembang ambang ekonomi.
4. Mengembangkan sistem pengamatan dan monitoring
hama.
5. Mengembangkan medel deskriftof dan peramalan hama.
6. Mengembangkan strategi pengolahan hama.
7. Peyuluhan.
Menurut pengamatan Dr. Ida Oka (1995) turut membidani
kelahiran program PHT di Indonesia, beberapa manfaat
diraih program PHT digulirkan yaitu;
1. Pengeluaran petani dapat di hemat
2. Produksi musim panen lebih mantap
3. Wabah hama terutama wereng,tidak muncul lagi
4. Kesadaran akan bahaya racun pestisida meningkat
5. Masalah keracunan dapat di kuruangi
6. Organisme no-hama benar-benar berperan sebagai
sahabat untuk mengatsi hama
7. Hewan bermanfaat (misal: lebah.katak.ikan)
dapat diselamatkan
8. Polusi udara,tanah,air oleh insektisida dapat diminimalakan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai