Anda di halaman 1dari 2

Feminisme - Anggi Koenjaini Putri (1904401040)

1. Realisme sebagai aliran pemikiran yang dominan menyatakan bahwa dalam politik
internasional yang anarkis, ditandai dengan tidak adanya pemerintahan dunia yang mempunyai
otoritas untuk mengontrol tindakan setiap negara maka negara harus tampil kuat dengan
membangun kekuatan militer yang memadai untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Karena itu pemikiran HI didominasi oleh Realisme menampilkan negara dalam karakter laki-
laki bersenjata yang selalu siap untuk berperang. Fokus pada karakter laki-laki ini dalam studi HI
dapat kita lihat, misalnya, dari definisi HJ. Morgenthau (tokoh Realisme klasik) tentang
"kekuasaan" (power) sebagai "Men's Control Over The Actions of Other Men".

Bagi Feminisme Analitis, pandangan sempit seperti ini telah membatasi studi Hl sebagai bidang
studi yang didominasi kaum laki-laki sehingga studi HI tidak mewakii keseluruhan karakter
manusia terutama dari sisi gender, yakni karakter laki-laki yang maskulin, dan karakter
perempuan yang feminin. Untuk mendapatkan studi HI yang utuh, para Feminis Analitis
mengusulkan dekonstruksi pola pikir yang dibentuk oleh Realisme dan Neorealisme.
Dekonstruksi ini bagi kaum Feminis mengisyaratkan bahwa proses pembuatan teori dalam studi
HI dimaknai sebagai proses pemberian makna terhadap suatu obyek penelitian cenderung
menampilkan karakteristik politik internasional yang diwarnai dengan karakter laki-laki yang
maskulin. Sebagaimana dikatakan J. Ann Tickner, teori-teori HI yang menampilkan karakter
negara sebagai aktor utama politik internasional yang bersifat "rasional", "maksimalisasi
keamanan", dan "mencari kekuasaan" tampak hanya menghadirkan sisi maskulin negara dan
mengabaikan karakter seperti sifat "dialog persahabatan", "kepedulian", dan "non-kekerasan".

Dominasi maskulinitas dalam studi HI terutama analisis realisme yang menggambarkan kiprah
negara dengan karakter yang macho untuk menjamin kelangsungan hidupnya dalam hubungan
negara yang bernuansa politik kekuasaan. Dalam kondisi demikian, kaum feminis mengatakan
bahwa dominasi laki-laki dalam perkembangan teori maupun praktik hubungan antar bangsa
membuat studi HI hanya mampu menggambarkan setengah saja dari fenomena internasional,
yakni fakta dari perspektif laki-laki. Untuk itulah feminisme hadir untuk memberikan gambaran
yang lebih utuh tentang fenomena internasional dari pespektif laki-laki dan perempuan.

2. Feminisme merupakan perjuangan untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan.


Feminisme sebagai semua usaha yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi perempuan.
Feminisme dapat dirumuskan sebagai keyakinan, gerakan dan usaha untuk memperjuangkan
Feminisme - Anggi Koenjaini Putri (1904401040)

kesetaraan posisi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat yang bersifat patriarkis. Feminisme
justru dianggap sebagai gerakan yang menciptakan dominasi baru. Feminisme selama ini secara
esensial berkulit putih, kelas menengah dan heteroseksual. Feminisme tidak mampu memahami
perbedaan secara memadai. Postfeminisme merupakan aliran feminisme gelombang ketiga yang
lahir karena adanya persimpangan antara pemikiran feminisme dengan pemikiran postmoderen.

Postfeminisme merupakan gerakan feminis pembebasan. Tidak seperti feminisme gelombang


pertama dan kedua yang berupaya memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan laki-laki,
postfeminisme adalah membebaskan perempuan dari kengkangan struktur sosial yang hirarkis
berkaitan dengan hubungan laki-laki dan perempuan. Kaum postfeminis menganggap bahwa
perempuan dapat bermakna adalah karena dirinya sendiri, bukan karena orang lain (laki-laki)
yang memaknainya. Dalam pandangan postfeminis menuntut kesetaraan gender merupakan
bentuk pengakuan terselubung atas peranan laki-laki karena dengan menuntut kesetaraan berarti
perempuan masih membutuhkan pengakuan dari laki-laki agar dapat sejajar dengan mereka.
Dengan demikian tujuan gerakan postfeminisme sangat berbeda dengan gerakan feminisme
sebelumnya. Postfeminisme tidak lagi bertujuan untuk mengejar kesetaraan (karena didalam
pengertian ini keberadaan laki-laki masih diperhitungkan), melainkan untuk membuat
perempuan bermakna karena memang seharusnya mereka memiliki makna.
postfeminisme ini sejalan dengan poststrukturalis dimana ide pembebasan menjadi isu utama
gerakan mereka. Pembebasan tersebut dilakukan untuk melawan beroperasinya struktur
kekuasaan, hegemoni patriarki serta untuk memerdekaan diri subyek. Gerakan postfeminisme
berusaha untuk mendekonstruksi patriarki kehidupan masyarakat dan menggantikannya dengan
tatanan baru yang lebih cair dimana perempuan dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan
dirinya tanpa sekat struktural yang membelenggu. Postfeminisme sebagai sebuah gerakan
dekonstruksi merupakan gerakan pembalikan atas nilai-nilai yang selama ini berlaku didalam
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai