Anak
Status Questiones
Berdasarkan data dari World Economic Forum (WEF) yang dirilis Rabu,
13 September 2019 dalam laporan yang berjudul Global Human Capital
Report 2017, yang mengkaji kualitas SDM di 130 negara dengan
memakai beberapa indikator terkait, dinyatakan bahwa Indonesia berada
pada peringkat ke-65, naik tujuh peringkat jika dibandingkan tahun lalu.
Menyikapi hal ini, patutlah kita bertanya, apa yang terlewati dalam
proses pendidikan kognitif siswa? Apakah kurangnya daya ‘ingin tahu’
dari siswa? Ataukah peran guru dalam proses pendidikan sebagai
pendidik dan pengawas yang kurang berkompeten bagi siswa?
Sebenarnya, siswa dan guru sejauh ini, telah menjalani tugas mereka
masing-masing dengan baik. Siswa diberi kesempatan untuk mencari
tahu informasi dan pengetahuan melalui tugas yang diberikan dan guru
telah mengabdikan diri untuk kemajuan pendidikan kognitif siswa.
Menurut saya, hal yang terlupakan dari proses pendidikan kognitif siswa
(anak) adalah peran dari orang tua. Mengapa? Karena
adanya privatio atau kekurangan kesadaran dari pihak orang tua
dewasa ini akan pendidikan intelektual anak di rumah.
Hal ini mengakibatkan efek lanjutan yaitu tugas yang diserahkan guru di
sekolah tidak dikerjakan oleh anak. Hasil belajar buruk yang diperoleh
oleh anak terbukti dari rapor yang diterima pada akhir semester, dan
perkembangan intelektual anak pun menjadi terhambat.
Secara formal, relasi tersebut terjadi antara guru dan siswa dalam
lingkup sekolah formal (SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi).
Sedangkan, secara informal, pendidikan terjadi antara orang tua dan
anak dalam lingkup keluarga.
Pendidikan ini tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di luar sekolah,
seperti rumah (keluarga). Berkaitan dengan tempat, pendidikan yang
terjadi di sekolah, guru mengambil peranan yang penting dalam proses
perkembangan individu (anak didik). Dan hal ini, lumrah ditemui dalam
masyarakat.
Telah ditegaskan bahwa peran orang tua sangat urgen dalam proses
perkembangan kognitif anak. Orang tua berperan sebagai guru, yakni:
membimbing, mengawasi dan mengevaluasi belajar anak dalam
perkembangan intelektualnya. Peran tersebut sekaligus memotivasi
anak untuk memiliki daya ingin tahu yang kuat dalam pencarian
informasi dan pengetahuan.
Setiap hari anak harus mengulang apa yang telah ia pelajari di sekolah
agar kemampuan kognitif anak terus berkembang. Selain itu juga, orang
tua harus memberi waktu untuk bermain agar terjadi keseimbangan
antara asupan otak kiri dan otak kanan anak. Kedua, orang tua harus
memantau kemampuan akademik anak.
Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa nilai-nilai dan tugas anak.
Apabila nilai jelek berikan nasihat atau bila perlu berikan challange agar
motivasi anak meningkat, bila nilai yang mereka dapat baik maka
berikan rewards.
Dukungan dari pihak orang tua sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan
pengembangan potensi yang ada dalam diri anak.