Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN FIELD

Oleh

Yeti Rahelli

D4 BIDAN PENDIDIK SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan dalam bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan serta kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan
masyarakat dapat meningkat secara maksimal. Pembangunan kesehatan diselenggarakan
dengan berdasarkan peri kemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata,
dengan perhatian khusus pada penduduk yang rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia
usia lanjut (manula), dan keluarga miskin.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian
Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status
kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi bila
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data survey demografi kesehatan
Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 / 100.000 Kelahiran Hidup, AKB 34 / 1000 Kelahiran
Hidup, AKN 19 / 1000 Kelahiran Hidup, AKABA 44 / 1000 Kelahiran Hidup.
Dalam upaya penurunan AKI dan AKN, sistim pencatatan dan pelaporan
merupakan komponen yang sangat penting. Selain sebagai alat untuk memantau
kesehatan ibu dan, bayi baru lahir, bayi dan balita, juga untuk mengevaluasi sejuh mana
keberhasilan program serta sebagai bahan untuk membuat perencanaan di tahun-tahun
mendatang dalam program pemerintah, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Agar pelaksanaan program KIA, aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA
tetap diharapkan menjadi prioritas di tingkat kabupaten atau kota. Peningkatan mutu
program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-masing wilayah.
Untuk itu, besarnya cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah perlu dipantau secara terus
menerus, agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai kelompok mana dalam wilayah
tersebut yang paling rentan.
Dalam pemantauan wilayah tersebut di atas, bidan dengan salah satu perannya
sebagai pelaksana pelayanan kebidanan juga turut mengambil andil dalam pemantauan
kesehatan ibu dan anak di wilayah tertentu. Oleh karena latar belakang tersebut, penulis
mengambil judul “Peran Bidan Praktek Mandiri dalam PWS-KIA”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian PWS-KIA?
2. Bagaimana peran Bidan Praktik Mandiri dalam PWS-KIA?
3. Bagaimana bentuk kerjasama antar bidan dan kader kesehatan dalam PWS-KIA?
4. Bagaimana peran Bidan Praktik Mandiri dalam penatalaksanaan kesenjangan status
kesehatan dalam PWS-KIA?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian PWS-KIA
2. Untuk mengetahui peran Bidan Praktik Mandiri dalam PWS-KIA
3. Untuk mengetahui bentuk kerjasama antar bidan dan kader kesehatan dalam PWS-
KIA
4. Untuk mengetahui peran Bidan Praktik Mandiri dalam penatalaksanaan kesenjangan
status kesehatan dalam PWS-KIA

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian PWS-KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud
meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan resiko/komplikasi kebidanan dapat
ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis misalnya: ibu
hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan rujukan kasus dengan risiko.

Pelaksanaan PWS-KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa
perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS-KIA dikembangkan untuk intensifikasi
manajemen program. Walaupun demikian, hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan
kabupaten dapat dipakai untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan.
Demikian pula rekapitulasi PWS-KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan
kabupaten yang rawan.

PWS-KIA juga diterapkan oleh bidan Suharni di RB Amanda, beliau melakukan


pemantuan kepada daerah yang menjadi wilayahnya untuk praktek, bidan Suharni praktek di
daerah Ambarketawang, Godean, Sleman. Wilayah tersebut berada pada perbatasan 2 kabupaten
yaitu Sleman dan Kulon Progo, sehingga tidak jarang pasien yang datang ke RB Amanda adalah
penduduk dari 2 kabupaten tersebut, sehingga bidan Suharni membuat laporan untuk puskemas
dan kemudian diteruskan ke dinas kesehatan kabupaten masing-masing berdasarkan
kependudukan masing-masing pasien.
PWS-KIA adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah
kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program
KIA yang dimaksud meliputi 4 pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi,
bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi
terkait untuk tindak lanjut. Definisi dan kegiatan PWS tersebut sama dengan definisi Surveilens.
Menurut WHO, Surveilens adalah suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari
kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya
dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu
kebijakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan surveilens dalam kesehatan ibu
dan anak adalah dengan melaksanakan PWS-KIA. Dengan PWS-KIA diharapkan cakupan
pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja.
Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau
komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi kepada
sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan
sasaran. Dengan demikian PWS-KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan
non teknis. Pelaksanaan PWS-KIA akan lebih bermakna bila ditindaklanjuti dengan upaya
perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen program, penggerakan
sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan KIA. Hasil analisis PWS-KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat
digunakan untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil
analisis PWS-KIA di tingkat propinsi dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang
rawan.

Di RB Amanda juga menerapkan indikator untuk menilai keberhasilan program,


indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk menilai keberhasilan PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan
6 indikator PWS-KIA yaitu:
1. Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta,
kemampuan program dalam menggerakan masyarakat, rumus untuk menentukan skor
keberhasilan :
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

2. Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )


Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap, rumus untuk
menentukan skor keberhasilan:
Jumlah kunjungan ibu hamil (K4) x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga
kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan
persalinan secara professional, rumus untuk menentukan skor keberhasilan:
Jumlah persalinan oleh tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun

4. Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat


Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam
melakukan deteksi ibu hamil yang beresiko dalam satu wilayah, rumus untuk menentukan skor
keberhasilan :
Bayi /kader ke tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun

5. Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan
harus ditindak lanjuti dengan intervensi secara intensif, rumus untuk menentukan skor
keberhasilan :
Jumlah Ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenakes
dan atau dirujuk oleh dukun bayi dan kader x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun

6. Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal,
rumus untuk menentukan skor keberhasilan:
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat Pelayanan
kesehatan minimal dua kali oleh tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam satu tahun
Keenam indikator ini merupakan indikator yang digunakan oleh para pengelola program KIA,
sehingga disesuaikan dengan kebutuhan program. Karena itu disebut indikator pemantauan
teknik.
Berdasarkan hasil pemantaun yang dilakukan oleh bidan Suharni beliau memaparkan
bahwa kesadaran penduduk akan kesehatan ibu dan anak sangatlah tinggi, hal ini dapat dilihat
dari cakupan K1 yang mencapai 100 %, ini merupakan hasil yang fantastis, kesadaran
masyarakat dan antusiasme mereka amatlah tinggi, sementara untuk cakupan yang lain juga
mengikuti K1 meski angka yang dipaparkan tidak bisa disebutkan karena tidak semua ibu hamil
yang melakukan K1 melanjutkan persalinan di RB Amanda, sehingga untuk hasil pemantauan
kurang jelas, akan tetapi bidan Suharni menjelaskan bahwa indicator yang lain tetap bernilai
tinggi, mengingat tingginya kesadaran masyarakat.

2.2 PRINSIP PENGELOLAAN PWS-KIA


Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
a. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas
kesehatan.
b. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
c. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
d. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan
ataupun melalui kunjungan rumah.
e. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
f. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
g. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
h. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
i. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

 Kerja sama BPM dan kader


Dalam menjalankan program pws kia, bidan praktek mandiri tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan kerja sama dengan kader setempat bertujuan untuk
meningkatkan kualitas derajat kesehatan masyarakat setempat yang paling rentan
terhadap kesakitan dan kematian yaitu ibu dan anak.
Bidan sebagai petugas digaris terdepan dan sesuai dengan fungsi keberadaannya yang
diharapkan mampu meningkatkan cakupan pelayanan KIA , bidan harus mampu dan
terampil memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan berbagai
cakupan Pws Kia yang harus dipenuhi dengan bentuk kerjasama, Klinik Pratama Amanda
dengan kader melakukan kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kualitas pemberian
pelayanan terhadap masyarakat setempat.
 Peran BPM dalam PWS-KIA
bidan merupakan ujung tombak dalam pelayanan ibu dan anak , oleh karena itu
keberhasilan program PWS KIA tidak terlepas dari peran bidan dalam pengumpulan data
dan luas cakupan wilayah sehingga pelaporan baru diperoleh pada periode tertentu,
sementara fungsi sementara informasi yang dibutuhkan bersifat realtime layanan, dalam
penyajian pws kia bidan berperan langsung dengan masyarakat setempat, khususnya
aparat yang berperan dalam pendataan seperti petugas puskesmas yang setiap bulannya
mengambil rekapan data di tempat bidan berpraktik mandiri, dari rekapitulasi pws kia
ditingkat kabupaten dapat digunakan untuk menentukan wilayah yang rawan, hal yang
sama berlaku juga di tingkat provinsi, yaitu untuk menentukan kabupaten mana yang
rawan sehingga diberikan pelayanan yang lebih memadai lagi sehingga masalah yang
dihadapi dpaqt diatasi dengan baik, sehingga menurunkan angka AKI dan AKA

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil teori di atas maka dapat kami simpulkan bahwa Pemantauan Wilayah Setempat
Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen program KIA untuk memantau
cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus terutama dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Tujuan PWS-KIA adalah meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.

Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator yang
dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA.Ditetapkan 6 indikator
PWS-KIA yaitu;

1.    Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )

2.    Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )

3.    Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

4.    Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat

5.    Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan

6.    Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan

3.2 Saran
 Bagi Institusi
Diharapkan institusi mampu memberikan pengalaman yang lebih luas terkait
peningkatan jaminan mutu, terutama perihal pemantauan wilayah setempat dan
kesehatan ibu dan anak. Sehingga menambah wawasan mahasiswa dan mempunyai
harapan yang lebih baik mengenai kesehatan ibu dan anak.

 Bagi Mahasiswi Kebidanan


Mahasiswi kebidanan mampu mengembangkan pengalaman yang telah diperoleh.
Sehingga mampu berinovasi dalam pemerataan kesehatan ibu anak yang berada di
wilayah pelosok. Dan mampu mengurangi angka kematian ibu dan anak di wilayah
yang sulit di jangkau tenaga kesehatan.

 Bagi RB Amanda
RB Amanda mampu meningkatkan kualiatas pelayanan untuk lingkungannya dan
kesehatan ibu dan anak. Sehingga di harapkan RB Amanda mampu menjangkau
masyarakat menengah kebawah dengan tujuan untuk megurangi angka kematian yang
kian meningkat.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai