Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit
melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri
serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health
Organization (WHO), 2016). Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang
termasuk dalam perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan
prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS
5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun
2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan
perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif
berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia
15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua
Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22%
(WHO,2014). Benua Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia
Timur dan Asia Tenggara.Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk
dalam benua Asia Tenggara dengan kata lain bahwa Indonesia termasuk dalam
Negara yang membutuhkan perawatan paliatif. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1.4 per
1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabete melitus 2.1%, jantung
koroner (PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74
tahun yaitu 3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus
HIV sekitar 30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan
883.447 kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES,
2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain,
memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat
sekarat dan berduka (Matzo & Sherman, 2015).Penyakit dengan perawatan paliatif
merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan
paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (WHO,2016). Perawatan paliatif
meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial, emosional, dukungan
spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat, baik dirumah,
rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif dilakukan
sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan
pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga
mereka (Canadian Cancer Society, 2016).
Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan pasien
paliatif tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga
pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang
dilakukandengan pendekatan yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Romadoni
(2013) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan beribadah,
rasa nyaman, motivasi dan kasihsayang tehadap sesama maupun sang penciptanya.
Spiritual bertujuan untuk memberikan pertanyaan mengenai tujuan akhir tentang
keyakinan dan kepercayaan pasien (Margaret & Sanchia, 2016). Spiritual
merupakan bagian penting dalam perawatan, ruang lingkup dari pemberian
dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan, kerohanian dan juga keagamaan.
Kebutuhan spiritual tidak hanya dapat diberikan oleh perawat, melainkan dapat
juga diberikan oleh kelompok agama ataupun keluarga (Balboni dkk, 2013).
Hidayat (2009) mengatakan keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam
memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang
kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dukungan keluarga
adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan
penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga yang sakit
merasa ada yang memperhatikan (Friedman, 2010). Dukungan ini merupakan sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.
Susilawati (2015) mengatakan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung akan selalu siap memberi pertolongan dan bantuan yang
diperlukan (Susilawati, 2015). Adanya dukungan keluarga mempermudah penderita
dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
dihadapinya juga merasa dicintai dan bisa berbagi beban, mengekspresikan
perasaan secara terbuka dapat membantu dalam menghadapi permasalahan yang
sedang terjadi serta adanya dukungan keluarga akan berdampak pada peningkatan
rasa percayadiri pada penderita dalam menghadapi proses penyakitnya (Misgiyanto
& Susilawati, 2014). Morris dkk (2015) menyatakan lebih dari 200.000 orang
setiap tahun tidak mati di tempat yang mereka inginkan. Selain itu terdapat 63%
pasien paliatif menyatakan ingin di rawat oleh keluarganya.
Aoun dkk (2015) mengatakan jika dukungan yang diberikan keluarga terhadap
pasien paliatif tidak terpenuhi pasien akan merasa kesepian, tidak berharga dan
merasa tidak dicintai maka dari itu peran dari keluarga sangat dibutuhkan bagi
pasien sehingga pasien merasa diperhatikan, nyaman dan damai. Harrop dkk (2014)
mengatakan pasien paliatif lebih nyaman mendapatkan perawatan ataupun bantuan
dari keluarganya. Dimana bantuan ataupun dukungan yang didapatkan dari
keluarga dapat mengurangi beban psikososial dan spiritual pada pasien dengan
perawatan paliatif (Hudson dkk, 2014).
Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Januari 2017
di RS PKU Muhammadiyah gamping berdasarkan hasil wawancaran dengan
perawat bahwa perawatan paliatif yang diberikan ke pasien lebih berfokus pada
masalah fisik, terkait spiritual pasien yang melakukan adalah bina rohani dan untuk
asuhan keperawatan terkait dengan dukungan keluarga terhadap spiritual pasien
belum ada. Selain itu peneliti juga mewancarai 6 pasien dengan penyakit palliative
dan didapatkan hasil 5 pasien mengatakan selalu melaksanakan kegiatan spiritual
walaupun tidak semua kegiatan spiritual terlaksana dan untuk memenuhi kebutuhan
spiritual terkait ibadah terkadang pasien sulit dan tidak dapat melakukan kegiatan
spritual dikarenakan keadaan mereka yang sakit dan sangat membutuhkan
pertolongan orang lain terutama dari keluarga dan 1 pasien non muslim yang
dirawat atau di damping selama sakit oleh keluarganya yang muslim, anggota
keluarga mengatakan bahwa kegiatan beribadah pasien berupa berdoa dan
kebutuhan beribadah pasien di fasilitasi sebisa mungkin oleh anggota keluarga
sesuai dengan agama pasien.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
berbasis perawatan paliatif yaitu dukungan keluarga terhadap pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien paliatif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka perumusan masalah pada
makalah ini adalah “bagaimana konsep perawatan paliatif pada pasien HIV”
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep perawatan paliatif pada pasien HIV
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami apa pengertian paliatif care
2. Mahasiswa mampu memahami apa tujuan perawatan paliatif
3. Mahasiswa mampu memahami apa prinsip perawatan paliatif care
4. Mahasiswa mampu memahami apa palsafah perawatan paliatif
5. Mahasiswa mampu memahami apa perkembangan perawatan paliatif
6. Mahasiswa mampu memahami apa kualitas hidup
7. Mahasiswa mampu memahami apa kompetensi perawat yang bekerja di
area perawatan paliatif
8. Mahasiswa mampu memahami askep paliatif
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Mampu meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang perawatan paliatif
pada pasien HIV.
b. Bagi Pembaca
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang perawatan paliatif pada
pasien HIV.
c. Bagi Institusi
Sebagai informasi dalam pembuatan makalah selanjutnya dengan judul konsep
perawatan paliatif pada pasien HIV.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Paliatif Care
Perawatan paliatif berasal dari kata palliate (bahasa inggris) berarti
meringankan, dan “Palliare” (bahsa latin yang berarti “menyelubungi”-penj),
merupakan jenis pelayanan kesehatan yang berfokus untuk meringankan gejala
klien, bukan berarti kesembuhan. Perawatan paliatif care adalah penedekatan yang
bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi
masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, mealaui
pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial
dan spiritual (WHO 2011).
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban
penderita kanker terutama yang tidak mungkin desembuhkan tetapi juga pada
penderita yang mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan tindakan
kuratif (Menghilangkan nyeri dan keluhan lain serta perbaikan dalam bidang
psikologis, sosial dan spiritual). (Depkes Pedoman Knker Terpadu Paripurna 1997).
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita,
terutama yang tak mungkin disembuhkan. Tindakan kuratif yang dimaksud antara
lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan dalm
aspekpsikologis, sosial dan spiritual. Paliatif care (Perawatan paliatif) adalah
pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam
menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa, melalui
penceghan-pencegahan sempurna dan pengobatan rasa sakit masalah lain, fisik,
psikososial, spirirtual (kemenkes RI Nomor 812, 2007).
2.2 Tujuan Perawatan Paliatif
Tujuan dari perawatan palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan
support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak
stres menghadapi penyakit yang dideritanya. Perawatan paliatif meliputi :
a. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya
b. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
c. Mengntegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien
d. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
e. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
f. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi penyakit
pasien dan kehilangan mereka.
2.3 Prinsip Perawatan Paliatif Care
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasien dan keluarga
pasien, Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses yang
competent dan compassionet, Mengembangkan professional dan social support
untuk pediatric palliative care, Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik
palliative care melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52)
Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang
normal
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
d. Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual.
e. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
f. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
g. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya
h. Menghindari tindakan yang sia-sia
2.4 Palsafah Perawatan Paliatif
Paliatif berasal dari bahasa latin yaitu “Palium”, yang berarti menyelimuti atau
menyingkapi dengan kain atau selimuti untuk memberikan kehangatan atau
perasaan nyaman. berangkat dari makna kata tersebut sehingga perawatan paliatif
di dimaknai sebagai pelayanan yang memberikan perasaan nyaman terhadap
keluhan yang di rasakan oleh pasien. Sehingga tujuan utama dari pelayanan
perawatan paliatif adalah memberikan perasaan nyaman pada pasien dan keluarga.
Namun, pelayanan perawatan paliatif tidak hanya mengatasi masalah fisik pasien
akan tetapi juga mencakup masalah dari aspek psikologis, social dan spiritual.
Kesemua aspek tersebut saling berintegrasi sehingga dapat saling mempengaruhi
satu sama lain. Selain itu, tenaga professional kesehatan, para pembuat kebijakan
dan masyarakat luas, memahami perawatan paliatif sama dengan perawatan di akhir
kehidupan (end-of-life care). Perawatan paliatif merupakan pelayanan yang
mencakup :
a. Pelayanan berfokus pada kebutuhan pasien bukan pelayanan berfokus pada
penyakit.
b. Menerima kematian namun juga tetap berupaya untuk meningkatkan kualitas
hidup.
c. Pelayanan yang membangun kerjasama antara pasien dan petugas kesehatan
serta keluarga pasien.
d. Berfokus pada proses penyembuhan bukan pada pengobatan.
Sehingga perawatan paliatif bukan untuk mempercepat proses kematian namun
bukan pula untuk menunda kematian, karena kematian merupakan proses alamiah
mahluk hidup. Sehingga dalam perawatan paliatif, kematian akan berlangsung
secara alamiah pada pasien. Penyembuhan merupakan suatu hubungan antara diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhan sehingga seseorang tidak akan dapat
meninggal dengan di obati, namun seseorang dapat meninggal dengan kondisi di
sembuhkan. Jadi meninggal dengan kesembuhan dapat dimaknai suatu kematian
dimana seseorang mampu mengatakan atau menyatakan, berupa :
a. I love you
b. Forgive me
c. Thank you
Good-bye berdasarkan hal tersebut diatas sehingga perawatan paliatif kadang
dikatakan sebagai “pelayanan yang miskin teknologi namun kaya akan
sentuhan”.Tujuan utama perawatan paliatif adalah untuk mencapai kualitas hidup
sebaik mungkin pada pasien dan keluarganya (World Health Organization ( WHO )
1990 ).
2.5 Perkembangan Perawatan Paliatif
a. Masa lalu
Gerakan hospis berkembang secara massif sekitar tahun 1960an, dimana
era pelayanan hospis modern dimulai. Seseorang yang menggagas gerakan
perubahan tersebut adalah Dame Cicely Saunders (yang selanjutnya lebih
dikenal dengan sebutan Dame). Dame mengkreasikan sebuah konsep tentang
caring, terutama untuk pasien yang dengan stadium akhir dan menjelang ajal
atau kematian. Konsep tersebut merupakan sebuah cara pandangan atau
perspektif untuk melihat sebuah fenomena secara holistic, termasuk pasien.
Sehingga pasien tidak hanya di lihat sebagai individu yang memiliki masalah
fisik saja, tetapi melihat pasien sebagai mahluk yang kompleks. Dame
menyakini bahwa gejala fisik yang di alami oleh pasien juga dapat
mempengaruhi psikologis, emotional, social dan spiritual pasien, maupun
sebaliknya.
Sejak awal di saat Dame menggagas dan mendirikan rumah hospis,
Dame telah mengintegrasikan pendidikan dan penelitian dalam pelayanan di
rumah hospis. Rumah hospis pertama yang di dirikan oleh Dame yaitu rumah
hospis yang terletak di kota London pada tahun 1967. Seiring dengan
perkembangan gerakan rumah hospis, pelayanan perawatan paliatif mulai
menekankan pada aspek “Care” bukan pada aspek “Cure’” atau pengobatan.
Sehingga pada saat itu prioritas intervensi yang dilakukan adalah bagaimana
pasien dapat mengontrol keluhannya, seperti nyeri. Pada tahun 1982, dokter
spesialis paliatif mulai diperkenalkan secara formal. pada saat itu dokter
paliatif tidak hanya memberikan pelayanan pada pasien yang membutuhkan
perawatan paliatif, namun juga penelitian mengenai praktis klinis pada pasien
yang mendapatkan perawatan paliatif, dan melakukan pengajaran ataupun
pendidikan berkelanjutan dalam perspektif multidisiplin. Sekalipun konsep
hospis modern dan ‘perawatan paliatif’ merupakan hal yang baru, namun
pelayanan yang diberikan di perawatan paliatif mampu memberikan perubahan
yang sangat signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup pasien,
mempersiapkan pasien meninggal dengan damai dan bermartabat, dan
memberikan dukungan pada anggota keluarga setelah pasien meninggal.
Sejak awal pergerakan hospis modern dimana pada saat itu layanan yang
diberikan hanya berfokus pada pasien penderita kanker. namun beberapa
praktisi lalu mengembangkan layanan pada pasien dengan penyakit tahap
lanjut seperti gagal jantung kongestif, penyakit paru obstruksi menahun, stroke,
motor neuron disease, gagal ginjal kronis dan lain sebagainya. Di awal abad
20, kebanyakan pasien meninggal di rumah setelah mendapat perawatan dari
pihak keluarga. namun kondisi tersebut berubah seiring dengan perkembangan
dunia kedokteran dan kesehatan, dan penerapan beberapa metode baru dalam
pengobatan yang mengharus proses perawatan di rumah pasien harus
berpindah ke rumah sakit. Dampak dari hal tersebut, angka kematian pasien
yang meninggal di rumah menurun drastis. Akan tetapi, kebanyakan pasien
kanker akan menghabiskan sisa hidupnya lebih banyak di rumah. hal ini
berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 90% pasien
kanker mendapatkan perawatan di rumah dari pihak keluarganya.
b. Masa sekarang dan yang akan datang
Telah terjadi perubahan yang dinamis dalam penyediaan perawatan
paliatif terutama di Negara Inggris. Dimana departemen kesehatan
memperkenalkan program dan panduan baru yang di kenal dengan sebutan
“End of Life Care Strategy” dan “the Gold Standards Framework”. Program
dan panduan tersebut menitikberatkan akan pentingnya menggunakan standard
pelayanan di saat memberikan pelayanan perawatan paliatif pada pasien dan
keluarganya terutama di saat kondisi pasien menjelang ajal atau kematian.
lebih lanjut, pasien diberi otonomi untuk memilih tempat selama menjalani
proses perawatan, seperti rumah sendiri, rumah sakit, rumah perawatan, atau
rumah hospis. Sebagai petugas perawatan paliatif, memaksimal sisa waktu atau
umur pasien selama masa perawatan merupakan hal yang penting untuk
memaksimalkan hal tersebut, koordinasi dengan anggota tim, dan memberikan
pelayanan yang berkualitas menjadi hal yang sangat dibutuhkan.
Saat ini telah banyak panduan atau guideline diterbitkan oleh lembaga
bereputasi yang memberikan penjelasan bagaimana memberikan pelayanan
perawatan paliatif yang berkualitas baik secara umum maupun untuk kelompok
pasien dengan penyakit tertentu seperti panduan perawatan paliatif untuk
pasien kanker paru. Di panduan tersebut, dijelaskan secara detail mengenai
peran masing-masing anggota tim interprofesional, komunikasi secara efektif
pada pasien, keluarga dan sesama anggota tim.
Secara global, WHO (2014) melaporkan bahwa pendidikan dan
pengetahuan para petugas kesehatan masih sangat minim mengenai perawatan
pasien di area paliatif. WHO memperkirakan sekitar 19 juta orang di dunia
saat ini membutuhkan pelayanan perawatan paliatif, dimana 69% dari mereka
adalah pasien usia lanjut yaitu usia diatas 65 tahun. Sehingga hal ini menjadi
tantangan para petugas kesehatan terutama tenaga professional yang bekerja di
area paliatif untuk dapat memahami dengan baik cara memberikan pelayanan
yang berkualitas pada kelompok lanjut usia tersebut dengan mengacu pada
pilosofi dan standart pelayanan perawatan paliatif
2.6 Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan konsep utama sekaligus tujuan dalam proses
perawatan paliatif dan juga di pelayanan kesehatan lainnya. Ide tentang kualitas
hidup bukan hal yang baru, karena di masa Yunani kuno system pelayanan
kesehatan telah menetapkan salah satu tujuan dalam pelayanan adalah untuk
meningktkan kualitas hidup pasien. Kualitas hidup memiliki makna yang sangat
luas hal ini berdasarkan perspektif seseorang dalam menilainya. sehingga kualitas
hidup dapat di nilai dari konteks social, psikologis, maupun kedokteran.
Secara umum kualitas hidup merupakan kepuasaan hidup seseorang mengenai
hidupnya yang bersifat subyektif, dan kepuasan tersebut di pengaruh oleh seluruh
aspek dari individu yang mencakup aspek fisik, psikologis, social dan spiritual.
Menurut Kepmenkes RI No.812 tahun 2007 menjelaskan bahwa kualitas hidup
merupakan keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai
konteks budaya dan system nilai yang di anutnya, termasuk tujuan hidup, harapan,
dan niatnya. Dalam teori Gap, Calman mengemukakan bahwa kualitas hidup
merupakan hubungan yang berlawanan dari perbedaan antara harapan seseorang
dengan persepsi pada situasi saat itu. Sehingga semakin kecil gap atau celah maka
semakin baik kualiats hidup seseorang. Berikut Ilustrasi teori Gap di kutip dari
Kaasa & Loge (2015).
Ilustrasi di atas menggambarkan perubahan kualitas hidup dari T0 ke T1 dapat
disebabkan oleh haranpan, pengalaman, atau kedua secara bersamaan. Contoh
kasus A dan B diatas menunjukkan kualitas hidup kedua pasien tersebut pada T0
berada pada level yang hamper sama, akan tetapi terjadi perubahan kondisi
penyakit dari masing-masing pasien yang boleh jadi mereka memiliki stadium dan
komplesitas penyakit yang berbeda sehingga pada pemeriksaan di T1 menunjukkan
kualitas hidup yang berbeda.
Ada beberapa dimensi dari kualitas hidup yang di kemukanan oleh Clinch,
Dudgeon & Schipper (1998) yaitu gejala fisik, kemampuan fungsional,
kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi social, kepuasan terhadap pengobatan,
orientasi masa depan, kehidupan seksual, dan fungsi dalam bekerja. Pada tahun
1948, Karnofsky mengemukakan dimensi kualitas hidup dalam perawatan paliatif
yaitu; perubahan atau peningkat secara subjektif, perubahan atau peningkatan
secara obyektif, status performance. Status performance pasien dapat di ukur
dengan menggunakan the Karnofsky Performance Status Scale. Hasil pengukuran
tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk prognosis masa bertahan hidup pasien,
terutama pada pasien kanker dengan metastasis.
Namun, nilai kualitas hidup yang di ukur dengan menggunakan berbagai macam
alat ukur (kuesioner, atau lembar observasi) cenderung memiliki kekurangan atau
kelemahan, karena alat ukur tersebut hanya menilai aspek-aspek tertentu saja yang
di tetapkan sehingga hasil akhir dari pengukuran tersebut tidak menggambarkan
kepuasaan subjektif pasien secara menyeluruh. Beberapa panduan yang sering di
gunakan untuk menilai kualitas hidup pasien, secara umum di kelompok menjadi
Kualitas hidup secara umum atau kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan, kualitas hidup yang fokus pada penyakit tertentu, atau kualitas hidup
yang pada domain. Karena makna kualitas hidup dapat berbeda pada setiap orang,
Maka kualitas hidup hanya dapat di definisikan atau dimaknai hanya oleh pasien
berdasarkan pengalaman hidupnya. Sehingga seorang perawat harus dapat
memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kualitas hidup, baik positif
maupun negative.
2.7 Kompetensi Perawat yang Bekerja di Area Perawatan Paliatif
Begitu banyak definisi untuk menjelaskan makna kata tentang “Kompetensi.”
Namun untuk di area perawatan paliatif definisi kompetensi di adopsi dari Royal
College of Nursing (RCN) tahun 2002. Dimana kompetensi di definisikan sebagai;
“keterampilan, pengetahuan, pengalaman, kualitas dan karakteristik, serta perilaku
yang menjadi syarat pada seseorang untuk melakukan kerja atau tugasnya secara
efektif.” Berikut ini, akan di jelaskan beberapa komptensi perawat yang bekerja di
area paliatif yang didesain oleh Becker, 2000.
a. Keterampilan komunikasi
Keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang terpenting dalam
pelayanan perawatan paliatif. Perawat mengembangkan kemampuan
berkomunikasinya untuk dapat meningkatkan hubungan yang lebih baik
dengan pasien dan keluarga. Sehingga perawat dapat memberikan informasi
yang penting dengan cara yang lebih baik saat pasien membutuhkannya, atau
menjadi pendengar yang baik saat pasien mengungkap keluhannya tanpa
memberikan penilaian atau stigma yang bersifat individual.
Komunikasi menjadi keterampilan yang sangat dasar pada perawat
paliatif, dimana dengan keterampilan tersebut perawat akan mampu menggali
lebih dalam mengenai perasaan pasien, keluhan pasien tentang apa yang
dirasakannya. Selain itu dengan keterampilan berkomunikasi tersebut maka
perawat dapat mengidentifikasi untuk memenuhi kebutuhan pasien, kapan saja,
atau bahkan di saat pasien mengajukan pertanyaan yang rumit seperti tentang
kehidupan dan kematian. Kemampuan berkomunikasi juga akan membantu
membangun kepercayaan diri perawat, tahu kapan mengatakan tidak terhadap
pasien, dan dengan komunikasi yang disertai dengan sentuhan, maka hal
tersebut dapat menjadi terapi bagi pasien. Untuk lebih detail, keterampilan
komunikasi serta model komukasi di area perawatan paliatif prinsip.
b. Keterampilan psikososial
Untuk dapat bekerja sama dengan keluarga pasien dan mengantisipasi
kebutuhannya selama proses perawatan pasien, maka pelibatan keluarga dalam
setiap kegiatan akan dapat membantu dan mendukung keluarga untuk mandiri.
Elemen psikososial merupakan bagian dari proses perawatan yang biasanya di
delegasikan ke pekerja social medic. karena pekerja social medic memiliki
wawasan dan akses yang lebih luas ke berbagai macam organisasi atau instansi
yang dapat diajak bekerja sama untuk memberikan dukungan kepada pasien.
karena mengingat peran perawat dalam tim paliatif begitu banyak sehingga
tidak memungkin untuk melakukannya. Akan tetapi bila, dalam tim
interprofesional tidak ada tenaga pekerja social medic, maka perawatlah yang
akan melakukannya. Membangun rasa percaya dan percaya diri selama
berinteraksi dengan pasien dan dengan menggunakan diri sendiri sebagai
bentuk terapeutik melalui proses komunikasi terapeutik maka hal tersebut
merupakan inti dari pendekatan psikososial dalam perawatan paliatif.
c. Keterampilan bekerja tim
Bekerja bersama dalam tim sebagai bagian dari tim interprofesional
merupakan hal yang sangat vital untuk dapat melakukan praktik atau intervensi
yang baik terhadap pasien. Mengingat layanan perawatan paliatif saat ini tidak
hanya tersedia di fasilitas rumah sakit, namun juga tersedia di rumah hospis,
rumah perawatan maupun di rumah pasien. Seiring dengan meningkat peran
perawata di area paliatif sehingga keterampilan untuk dapat bekerja dalam tim
menjadi suatu keharusan dan keniscayaan.
d. Keterampilan dalam perawatan fisik
Untuk area ini, perawat di tuntut memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang baik untuk dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung pasien
dalam kondisi apapun dan kapanpun, sehingga perawat dapat bertindak dan
mengambil keputusan yang tepat sesuai kondisi pasien. Pengkajian nyeri secara
akurat dan holistic dengan menggunakan berbagai macam bentuk metode
menjadi hal yang dasar. Pemilihan metode yang tepat untuk mengkaji pasien
seperti nyeri, menjadi hal yang penting, mengingat kondisi pasien yang kadang
berubah dan tidak memungkin merespon beberapa pertanyaan yang di ajukan.
Sehingga keterampilan observasi dan kemampuan intuisi perawat yang dapat
digunakan untuk mengenali tanda atau gejala yang mana boleh jadi pasien
tidak dapat atau mampu untuk melaporkannya. Dengan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki perawat maka perawat dapat memberikan masukan
kepada anggota tim untuk tidak lebih fokus pada pemberian obat-obatan
berdasarkan perkembangan kondisi pasien.
e. Keterampilan intrapersonal
Salah satu area yang menjadi komponen kunci untuk dapat bekerja
dengan baik dan sukses dalam area perawatan paliatif adalah keterampila
intrapersonal. karena kematangan secara pribadi dan professional akan dapat
membantu perawat dalam mengatasi masalah yang terkait dengan isu
intrapersonal yang bersifat intrinsic terutama saat melayani atau melakukan
asuhan keperawatan pasien yang menjelang ajal dan keluarganya. perawat
harus dapat mengenali dan memahami reaksi dan perasaan pasien yang
merupakan konsekuensi alamiah dari bekerja dengan pasien sekarat atau
keluarga yang mengalami kedukaan, sehingga perawat mampu menentukan
sikap dan menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi yang sarat dengan
emosi dan perasaan sensitive. Jika dibandingkan dengan keterampilan
kompetensi lainnya, maka keterampilan intrapersonal merupakan hal yang
sangat menantang. Dan hal ini juga memiliki andil yang besar untuk membantu
membangun keribadian yang lebih baik. Akan tetapi, kondisi tersebut juga
mambawa perawat dalam posisi dilematis, karena terkadang perawat terlalu
terbawa emosi dengan perasaan yang di alami pasien.
2.8 Askep Teoritis
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF
Asuhan Keperawatan paliatif dilaksanakan dengan pendekatan proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan melakukan evaluasi
keperawatan.
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a) Data Umum : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Alamat,
Pekerjaan, Pendidikan, Status perkawinan, Suku bangsa, dst.
b) Riwayat penyakit masa lalu
c) Riwayat penyakit keluarga
d) Status kesehatan saaat ini
e) Pengobatan yang sedang dan pernah dilaksanakan: Kemoterapi
paliatif, pembedahan paliatif, radioterapi paliatif, pengobatan Nyeri,
Anti RetroViral (ARV) dan keluhan lain.
f) Sirkulasi cairan
g) Pernafasan
h) Neueosensori
i) Sistem pencernaan\
j) Eliminasi
k) Integumen
l) Reproduksi\
m) Mobilisasi
n) Makan dan minum
o) Kebutuhan higiene
p) Kebutuhan istirahat tidur
q) Komunikasi
r) Faktor Keamanan dan lingkungan
s) Faktor psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum dan Kesadaran
b) Tanda-tanda Vital
c) Pemeriksaan Dari Ujung Rambut sampai ujung Kaki
d) Pemeriksaan Khusus pada kasus paliatif : luka, stoma, dekubitus,
udema ekstremitas/ anasarka.
3. Menganalisa hasil pemeriksaan penunjang yang pernah dilakukan
a) Darah lengkap, gula darah, fungsi lever, fungsi ginjal dll. Foto thorax
untuk melihat kondisi jantung/paru
b) USG : melihat adanya massa dan kelainan organ
c) Biopsi : untuk mendeteksi adanya keganasan
d) Pemeriksaan penunjang lain
B. DIAGNOSA (MASALAH) KEPERAWATAN PALIATIF
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai kategori
urgensi masalah berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, diagnosa
keperawatan yang mungkin pada kasus paliatif sesuai 14 kebutuhan
Handerson adalah sbb:
1. Gangguan oksigenisasi dan sirkulasi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan
3. Gangguan Kebutuhan nutrisi
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK/BAB
6. Gangguan citra diri/konsep diri
7. Gangguan istirahat
8. Gangguan mobilisasi
9. Gangguan psikologis putus asa dan merasa tidak berguna
10. Gangguan rasa aman, nyaman
11. Gangguan reproduksi
12. Gangguan integritas kulit
13. Gangguan neurosensori
14. Gangguan komunikasi
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KASUS TERMINAL
Perencanaan dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul
dan diprioritaskan untuk :
1. Meningkatkan kualitas hidup ( contoh : mengurangi nyeri, mgurangi sesak
nafas, menangani perawatan luka)
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
3. Mengajarkan pasien dan keluarga untuk menerima kenyataan yang ada
4. Mengajarkan keluarga untuk menghubungi petugas bila terjadi kondisi
darurat
5. Mencegah timbulnya masalah baru
D. PELAKSANAAN
Prinsip-prinsip didalam penanganan masalah keperawatan palliatif
didasarkan pada prioritas masalah keperawatan yang timbul
E. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan pada kategori masalah keperawatan disesuaikan
dengan kondisi pasien. Evaluasi mencakup dua elemen yakni evaluasi proses
dan evaluasi hasil. Untuk dapat melihat keberhasilan setiap diagnosa
keperawatan diukur sesuai dengan kriteria hasil.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG LAZIM DITEMUKAN PADA PASIEN PALIATIF

NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

Pernafasan reguler, dalam 1 Auskultasi bunyi nafas, 1 Pernafasan reguler,


1 Gangguan pola nafas Pola nafas efektif 1. dan . perhatikan . dalam
berhubungan dengan kecepatan nafas teratur. bunyi nafas abnormal. dan kecepatan nafas
2 Monitor usaha pernafasan,
penumpukan sekret. 2. Batuk efektif. . rasio teratur.
Tanda dan gejala 2
3. obstruksi inspirasi maupun ekspirasi, . Batuk efektif.
pernafasan tidak ada : 3. Tanda dan gejala
stridor penggunaan otot tambahan obstruksi
(-), sesak nafas (-),
weezing (-). pernafasan. pernafasan tidak ada :
Suara nafas : vesikuler 3 Observasi produk sputum,
4. kanan . jumlah, stridor (-), sesak

dan kiri. warna, kekentalan. nafas (-), weezing (-)


Sputum jernih, jumlah Berikan posisi semi fowler 4 Suara nafas :
5. normal, atau . vesikuler
berikan posisi miring
tidak berbau dan tidak aman. kanan dan kiri.
6 Ajarkan pasien untuk nafas 5
berwarna. . dalam . Sputum jernih, jumlah
6. Tanda-tanda sekresi dan batuk efektif. normal, tidak berbau
tertahan dan
tidak ada : demam (-), 7 Berikan air putih hangat
takhikardi . 2000 cc tidak berwarna.
perhari jika tidak ada 6
(-), takipneu (-). kontra . Tanda-tanda sekresi
indikasi. tertahan tidak ada :
8 Lakukan phisioterapi data demam (-), takikardia
. sesuai (-),
indikasi. takipneu (-)
9. Lakukan suction bila perlu.

1 Kaji kemampuan pasien 1. Pasien tampak bersih


2 Kurang perawatan diri Kebutuhan akan 1. Pasien tampak bersih dan . dalam dan
perawatan diri melaksanakan kegiatan
berhubungan dengan terpenuhi segar sehari- segar
keterbatasan fungsi Mulut bersih dan tidak 2. Mulut bersih dan
fisik 2. berbau hari. tidak
2
dan psikologis 3. Kulit tidak kering . Motivasi untuk melakukan berbau

kegiatan sehari-hari. 3. Kulit tidak kering


3. Bantu pasien untuk mandi
baik
ditempat tidur atau
menggunakan
shower.
4. Cuci rambut pasien sesuai
dengan
kebutuhan.
5
. Lakukan perawatan kaki.
6. Bantu untuk perawatan
perineal.
7
. Pantau kondisi kulit.
8 Berikan pelembab/lotion
. pada
kulit.
9. Bersihkan tangan pasien
setelah
makan/toileting.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

10. Bantu pasien untuk oral


higiene.

Pasien mau 1 Kaji kemampuan pasien 1. Pasien berpakaian


3 Kurang perawatan diri berpakaian 1. Pasien berpakaian dengan . untuk dengan
(berdandan dan
berpakaian) dengan rapih dan rapih berpakaian dan berdandan rapi.
2. Pasien mau
berhubungan dengan berdandan 2. Pasien mau berdandan sendiri. berdandan.
gangguan fungsi fisik 2 Demonstrasikan cara
dan . berpakaian
psikologis pada pasien.
3. Kenakan pakaian pasien
setelah
personal higiene selesai.
4
. Motivasi pasien untuk
berpartisipasi dalam
memilih
pakaian sendiri.
5. Bantu dan motivasi pasien
untuk
berdandan.

Ketidakmampuan Pasien mampu 1


4 dalam memakan 1. Pasien mampu memakan 1. Pasien mempunyai jadwal . Buat jadwal toileting.
makanan yang makanan dalam jumlah 2 Anjurkan pasien
memenuhi kebutuhan disenangi yang BAB/BAK. . untuk
sesuai dengan 2. Pasien BAB/BAK sesuai BAB/BAK sesuai
nutrisi berhubungan jumlah adekuat. dengan dengan
2. Keluarga dapat
dengan perkembangan dan waktu nya. menerima jadwal. jadwal.
penyakit / efek 3
samping kemampuan pasien untuk . Bantu pasien untuk
pengobatan (ansietas, makan. melepaskan pakaian
iritasi mukosa saluran dalam.
4
cerna , obstruksi usus, . Bantu pasien
konstipasi dan
kompresi menggunakan
toilet/pispot/urinal
lambung). pada
interval waktu
tertentu.
5. Jaga privasi pasien
selama

BAB/BAK.
6 Fasilitasi higiene
. toilet
setelah selesai
BAB/BAK.
7
. Ganti pakaian pasien
setelah BAB/BAK
kalau

perlu.
8 Siram toilet/bersihkan
. alat.

Gangguan pola Pasien akan 1 Pasien mempunyai


5 eliminasi melakukan . jadwal
BAB/BAK secara
berhubungan dengan teratur. BAB/BAK.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

gangguan fungsi fisik 2 Pasien BAB/BAK


dan . sesuai
psikologis. dengan jadwal.

Resiko cedera Pasien tidak Identifikasi kebutuhan rasa 1


6 berhubungan mengalami 1. pasien tidak jatuh. 1. aman . Pasien tidak jatuh.
dengan keterbatasan pasien mampu
fisik cedera. 2. menggunakan pasien. 2. Pasien mampu
sumber daya yang Identifikasi lingkungan
dan psikologis. dimilliki. 2. yang menggunakan sumber
membahayakan. daya yang dimilliki.
Identifikasi keterbatasan
3. fisik
terhadap jatuh.
Pantau kemampuan pasien
4. untuk

berjalan.
Hindarkan sumber-sumber
5. yang
berbahaya.
6. Atur lingkungan untuk
meminimalkan pasien dari

bahaya.
Berikan alat bantu bila
7. diperlukan.
Dekatkan barang-barang
8. yang
dibutuhkan dengan
jangkauan

pasien.
9. Gunakan alat pelindung (
penghalang tempat tidur ).
10
. Beritahu keluarga resiko
berbahaya dari lingkungan.
11. Atur penerangan yang
cukup
adekuat.
12 Anjurkan pasien untuk
. meminta
bantuan jika diperlukan.

Pasien akan tidur malam Kaji pola tidur dan aktifitas 1. Pasien akan tidur
7 Gangguan pola tidur Pasien mampu 1. hari 1. pasien malam
berhubungan dengan menciptakan kembali hari dan terbangun
takut pola dan terbangun dengan 2. Pantau dan catat pola dengan
akan kematian dan tidur/istirahat dan jumlah
prognosa tidur/istirahat. perasaan enak. jam tidur perasaan enak.
Pasien/keluarga
yang tidak pasti. 2. menyebutkan pasien. 2. Pasien/keluarga
tindakan yang digunakan Kaji faktor yang menyebutkan tindakan
untuk 3. memperberat yang

meningkatkan tidur. masalah tidur/istirahat. digunakan untuk


4. Berikan support meningkatkan tidur.
emosional/konseling untuk
membantu menghilangkan
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

kecemasan.
5 Atur lingkungan yang
. nyaman

untuk meningkatkan tidur.


6 Berikan massage pada
. punggung
dan atur posisi yang
nyaman.
7 Berikan terapi
. antidepressan
sesuai kebutuhan.
8
. Berikan antiansietas sesuai
kebutuhan.
9
. Berikan aktivitas yang
meningkatkan waktu
bangun atau
mengurangi tidur siang
hari.
10. Anjurkan penggunaan
obat tidur.
11. Informasikan
pasien/keluarga

tentang faktor-faktor yang


memperberat gangguan
tidur/istirahat.

Membran mukosa 1. Mukosa mulut lembab 1. Lakukan pengkajian oral Mukosa mulut
8 Perubahan membran yang dan terhadap 1. lembab dan
mukosa mulut mengalami lesi kebersihan,kekeringan, berwarna merah
berhubungan sembuh berwarna merah muda ulserasi muda.
dengan intake cairan dan infeksi oral 2. Pasien dan keluarga
yang tertangani mampu dan tanda-tanda infeksi. 2. Pasien dan keluarga
melakukan tindakan 2. Bantu untuk melakukan
tidak adekuat dengan baik. untuk perawatan mampu melakukan
meningkatkan kesehatan
mulut mulut setelah makan. tindakan untuk
3 Lakukan tindakan meningkatkan
. perawatan kesehatan
mulut jika terjadi
stomatitis. mulut.
4 Berikan es batu atau
. permen yang
agak keras dan basahi
dengan
cairan jika mukosa mulut
mengalami kekeringan.
5 Anjurkan untuk mencuci
. mulut
dengan teratur.
6 Anjurkan untuk tidak
. merokok dan
minuman alkohol.
7 Hindari penggunaan
. pencuci

mulut yang dujual bebas.


8 Kolaborasi pemberian obat
. untuk
infeksi mulut.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

Tidak ada tanda- Pasien/keluarga


9 Resiko tinggi infeksi tanda 1. Pasien/keluarga mampu 1. Kaji tanda-tanda infeksi. 1. mampu
berhubungan dengan mendemonstrasikan Lakukan teknik
efek infeksi. tidakan- 2. a/antiseptik. mendemonstrasikna
tindakan pencegahan Pantau hasil laboratorium
kemoterapi terhadap infeksi. 3. lekosit. tidakan-tindakan
mekanisme pertahanan 2. Pasien/keluarga akan 4. Pantau tanda-tanda vital. pencegahan infeksi.
Anjurkan pasien untuk
tubuh. melaporkan bila terjadi 5. cukup 2. Pasien/keluarga akan
melaporkan bila
peningkatan suhu. beristirahat. terjadi
Ajarkan pasien dan
6. keluarga peningkatan suhu.
mengenal tanda-tanda
infeksi dan
menurunkan resiko infeksi.

7. Anjurkan keluarga untuk


menggunakan masker
apabila
sedang infeksi saluran
nafas atas.
Laporkan bila terjadi
8. peningkatan
suhu tubuh.

9. Pantau intake output.


10 Anjurkan pasien untuk
. banyak
minum.
11
. Berikan antibiotika sesuai
anjuran.

Nyeri kronis Pasien/keluarga


10 berhubungan Nyeri terkontrol pada 1. Pasien/keluarga mampu 1. Kaji karakteristik nyeri. 1. mampu
mengidentifikasi Evaluasi tindakan kontrol mengidentifikasi
dengan perkembangan tingkat yang dapat tindakan- 2. nyeri. tindakan-
tindakan untuk Evaluasi asal nyeri dan tindakan untuk
penyakit kanker. ditoleransi. mengontrol 3. atasi jika mengontrol
nyeri. mungkin. nyeri.
Pasien/keluarga
2. Pasien/keluarga mampu 4. Lakukan tindakan untuk 2. mampu
melakukan tindakan- meningkatkan kenyamanan
tindakan fisik melakukan tindakan-
dengan cara : tindakan untuk
untuk mengontrol nyeri. Mempertahankan mengontrol
posisi, penggunaan tempat
3. Nyeri hilang/terkontrol. tidur nyeri.
khusus, penggunaan Nyeri
kompres, 3. hilang/terkontrol.
mengurangi stimuli
lingkungan.
Anjurkan dan ajarkan
5. teknik

relaksasi.
Anjurkan untuk
6. menggunakan
teknik distraksi.

7. Berikan analgetik.
Pantau dan atasi efek
8. samping

pemberian analgetik.
Beritahu pasien/keluarga
9. tentang
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

pengunaan obat yang


benar, efek
samping obat dan yang
dapat
dilakukan jika terjadi.

1 Pasien mampu Kaji tingkat kelelahan


11 Kelemahan fisik Pasien mempunyai . beristirahat 1. pasien. 1. Pasien mampu
tenaga yang
berhubungan dengan maksimal sesuai kebutuhan. 2. Anjurkan pasien untuk beristirahat sesuai
perubahan fisiologi 2. Pasien akan tetap mempertahankan pola
tubuh sesuai kebutuhan. melakukan istirahat kebutuhan.
aktivitas sesuai
terhadap chemoterapi. kemampuan. dan tidur. 2. Pasien akan tetap

3. Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas


mengekspresikan
perasaannya sesuai kemampuan.
tentang keterbatasan yang
ada.
4. Bantu pasien untuk
merencanakan aktivitas
dan

istirahat.
ajarkan pasien tekhnik
5. relaksasi,
distraksi, diet imagary,
relaksasi.

Perubahan integritas Tidak terjadi 1 Gangguan/kerusakan Hindari penekanan yang Gangguan/kerusakan


12 kulit gangguan . kulit tidak 1. terus 1. kulit
berhubungan dengan integritas kulit (kulit
efek pasien ada (kulit utuh). menerus. tidak ada (kulit utuh).
utuh) dan terbebas 2 Kulit bebas dari
tirah baring yang lama. dari . implamasi dan 2. Hindari penggunaan talk. 2. Kulit bebas dari
trauma. iritasi. 3. Lakukan dan ajarkan pada implamasi dan iritasi.
keluarga untuk massage
bagian

punggung.
Buat jadwal perubahan
4. posisi.
Lakukan dan anjurkan
5. keluarga
untuk merubah posisi
pasien
sesuai dengan jadwal.
6. Pantau kondisi kulit.
Jaga linen tetap bersih,
7. kering

dan bebas dari lipatan.


Beritahu pasien/keluarga
8. untuk
melaporkan bila terdapat
tanda-
tanda kemerahan, rasa
tidak
nyaman dan nyeri pada
daerah
yang tertekan.

Perubahan pola 1 Ciptakan hubungan 1. Pasien menunjukan


13 seksual Pasien/orang terdekat . Pasien menunjukan faktor 1. terapeutik faktor
berhubungan dengan atas dasar saling percaya resiko terhadap
proses kembali untuk resiko terhadap kegagalan dan kegagalan
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

mendapatkan fungsi seksual dan saling menghargai dan


penyakit. kepuasan perubahan menjaga fungsi seksual dan
metode seksual yang perubahan metode
hubungan seksual. dapat privasi. seksual

diterima. 2. Kaji pengaruh yang dapat diterima.


Pasien mampu penyakit/pengobatan
2. mendiskusikan terhadap 2. Pasien mampu
pilihan untuk menjaga seksualitas sesuai
fungsi kebutuhan. mendiskusikan pilihan
reproduksi yang sesuai. 3. Anjurkan pasien untuk untuk menjaga fungsi
mengungkapkan ketakutan reproduksi yang
dan sesuai.

menanyakan masalahnya.
Diskusikan tentang
4. alternatif

ekspresi seksual yang dapat


diterima.
5. Libatkan keluarga dalam
diskusi.

6. Rujuk kalau perlu ke ahli


seksiolog.
7. Anjurkan pasien untuk
menghindari kehamilan.

8. Beritahu pasien/pasangan
tentang kemungkinan efek
jangka
panjang pada fungsi
seksual
sehubungan dengan
chemoterapi, radiasi dan
pembedahan sesuai
kebutuhan.

Perubahan proses Fungsi mental dan 1 Kaji riwayat fisik, sosial


14 berfikir Pasien menunjukan 1. psikologis . dan 1. Fungsi mental dan
berhubungan dengan perbaikan/terpelihara psikologis pasien psikologis pada
proses nya pada tingkat optimal. sebelumnya. tingkat
2 Kaji tingkat orientasi
penyakit. proses berfikir. 2. Tidak ada tanda-tanda . pasien. optimal.
peningkatan tekanan 3 Tidak ada tanda-
intra . Kaji adanya perubahan 2. tanda
kesadaran, pusing dan peningkatan tekanan
kranial. sinkope. intra
4 Pantau status neorologis kranial.
. secara
ketat.
5. Kurangi stimulus pada
pasien.
6. Berikan terapi sesuai
program.
7
. Pantau intake output.
8
. Bila kejang lakukan.
penatalaksanaan kejang.
9 Identifikasi lingkungan
. yang
dapat membahayakan
pasien.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

10 Batasi keinginan pasien


. hanya
pada hal-hal yang
diinginkan.
11 Hindari pengkajian yang
. tidak
mungkin dijawab pasien.
12 Panggil nama pasien
. ketika
mulai berinteraksi.
13 Berikan pengarahan pada
. hal-

hal yang sederhana.


14 Orientasikan pasien
. terhadap

orang,waktu dan tempat.


15 Informasikan keluarga
. tentang
pembatasan pengunjung.
16
. Jelaskan pembatasan
kunjungan
keluarga/teman.

15 Berduka berhubungan Pasien mampu 1. Pasien mampu 1. Bantu pasien dalam 1. Pasien mampu
dengan proses mendiskusikan mengidentifikasi
kehilangan. mengungkapkan perasaannya. kehilangan. mendiskusikan

perasaan sedih atau 2. Pasien mampu 2. Anjurkan pasien untuk perasaannya.


mempertahankan mengungkapkan
kehilangannya. hubungan perasaannya. 2. Pasien mampu
dengan orang
lain/keluarga. 3. Bantu pasien dalam mempertahankan
mengungkapkan strategi hubungan dengan
3. Pasien mampu koping orang
mempertahankan
perawatan pribadi. lain/keluarga.
Bantu pasien/keluarga
diri. 4. untuk 3. Pasien mampu
mengidentifikasi harapan
4. Pasien mampu hidup. mempertahankan
mengidentifikasi
sumber- 5. Bantu pasien untuk dapat perawatan diri.
menyampaikan hal-hal
sumber yang ada. yang 4. Pasien mampu
mengidentifikasi
sangat diharapkan pasien. sumber-
Hindari menutup
6. kenyataan. sumber yang ada.
Dorong hubungan
7. terapeutik.
Support dengan
8. pendekatan
spiritual.
Ajarkan pasien tentang
9. aspek-
aspek harapan yang
positif.

Gangguan gambaran Bau dan drainage Lesi bersih dan tidak


16 diri dapat 1. berbau. 1. Kaji kondisi lesi. 1. Lesi bersih dan tidak
berhubungan dengan terkontrol. 2. Pasien/keluarga mampu 2. Bersikan luka dengan berbau.
mendemonstrasi 2. Pasien/keluarga
adanya lesi kanker. perawatan menggunakan antiseptik. mampu
luka yang mendemonstrasi
direkomendasikan. 3. Demonstrasikan prosedur perawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

perawatan kulit. luka yang


Berikan antibiotik sesuai
4. dengan direkomendasikan.

program.
Sediakan ventilasi yang
5. cukup.

6. Berikan kesempatan klien


mengekspresikan
penilaian
terhadap dirinya.
Berikan penjelasan
7. sumber bau
dan proses terjadinya lesi.
Berikan kesempatan
8. menilai
perkembangan luka.

Perubahan gambaran Pasien dapat


17 diri menerima 1. Pasien mampu 1. Kaji rencana chemoterapi 1. Pasien mampu
terhadap perubahan mengidentifikasi
berhubungan dengan yang tindakan- terhadap obat yang dapat mengidentifikasi
tindakan-tidakan
dampak pengobatan, terjadi. tidakan untuk menyebabkan alopesia. untuk
Kehilangan organ Kaji dampak alopesia meminimalkan
tubuh. meminimalkan akibat 2. terhada akibat
kehilangan rambut. gaya hidup pasien. kehilangan rambut.
Pasien mampu
2. melakukan 3. Bantu pasien untuk 2. Pasien mampu
tindakan-tidakan melakukan
untuk mendiskusikan perasaan tindakan-
tentang perubahan citra
meminimalkan akibat tubuh. tidakan untuk
Identifikasi tindakan meminimalkan
kehilangan rambut. 4. untuk akibat
mengurangi dampak
rambut kehilangan rambut.

rontok.
5. Anjurkan pasien untuk
memotong rambut yang

panjang.
6. Bantu pasien untuk
mendapatkan rambut
palsu/wig
selama rambut belum
tumbuh

kembali.
Informasikan pasien
7. tentang
dampak dari chemoterapi.
Anjurkan pasien/keluarga
8. untuk
melakukan perawatan
kulit

kepala.
9. Evaluasi perasaan pasien
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

terhadap kehilangan
organ
tubuhnya.
10
. Bantu pasien untuk
membedakan penampilan
fisik

dan arti hidup.


11. Berikan Motivasi pasien
untuk
mengungkapkan
eperasaannya.
12 Anjurkan untuk
. melakukan
komunikasi terbuka
antara

pasien dan keluarga.


13 Diskusikan tentang
. rekonstruksi/
menggunakan organ
tiruan jika
perlu.
14 Berikan kesempatan
. pasien
untuk bertemu dengan
orang
yang mempunyai
pengalaman
yang sama dengan
kemampuan
koping yang baik.

Takut berhubungan Klien mampu Pasien dapat 1. Pasien dapat


18 dengan mengatasi 1. mempercayai 1. Kaji perasaan takutnya. mempercayai
proses penyakit 2. Berikan penjelasan terkait orang yang diajak
(diagnosis perasaan takutnya. orang yang diajak bicara. sumber bicara.
kanker). 2. Pasien mampu yang ditakuti. 2. Pasien mampu
mengungkapkan 3. Tunjukan perhatian
perasaannya terhadap hal- mengungkapkan
perasaannya dengan
denga baik. hal yang disampaikan. baik.
4. Dengarkan pesan-pesan
yang
disampaikan.
5. Berikan respon tentang
pemahaman yang
disampaikan.
6. Bantu pasien untuk
mengungkapkan
perasaannya
dengan cara yang tidak
destruktif.

7. Bantu pasien dalam


mengidentifikasi kekuatan
untuk
mengatasi perasaan
takutnya.

Gangguan fungsi Pasien dapat 1. Pasien dapat


19 keluarga Pasien dan keluarga 1. menjelaskan 1. Tentukan akan kebutuhan menjelaskan
mampu berfungsi kebutuhan akan kebutuhan akan
dirumah berhubungan secara perawatan perawatan dirumah. perawatan
2. Bantu anggota keluarga
dengan penyakit dan optimal. dirumah. untuk dirumah.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

program pengobatan mengembangkan harapan


yang 2. Pasien/keluarga dapat yang 2. Pasien/keluarga dapat
memanfaatkan sumber- memanfaatkan
dialami. sumber realistis terhadap diri dalam sumber-

dimasyarakat. menampilkan peran. sumber dimasyarakat.


3. Tawarkan solusi pada
masalah

finansial sesuai kebutuhan.


4. Rujuk pasien pada
pelayanan
sosial sesuai kebutuhan.
5. Berikan informasi adanya
sumber-
sumber yang ada
dimasyarakat.

Perubahan Keluarga mampu Keluarga 1 Kaji reaksi emosional 1.Keluarga


20 interaksi untuk 1. memperlihatkan . keluarga memperlihatkan
keluarga memenuhi kebutuhan kedekatan dengan pasien. terhadap kondisi pasien. kedekatan dengan
berhubungan fisik pasien.
dengan dampak dan emosional pasien Keluarga berpartisipasi 2 Identifikasi perawatan diri 2. Keluarga
dari dan 2. dalam . yang berpartisipasi
prognosis yang tidak mampu dilakukan dalam perawatan
pasti. anggota keluarga. perawatan pasien. oleh pasien.
Keluarga dan pasien
3. mampu pasien.
menggunakan sumber- 3
sumber . Identifikasi pilihan dan 3. Keluarga dan pasien
kemampuan keluarga
yang ada dimasyarakat. untuk mampu menggunakan
sumber-sumber yang
terlibat dalam perawatan ada
pasien. dimasyarakat.
4 Identifikasi permasalahan
. di
dalam keluarga.
5
. Support anggota keluarga

dalam mempertahankan
hubungan keluarga.
6 Fasilitasi dalam
. berkomunikasi
tentang
kekhawatiran/perasaan
antara pasien dan anggota

keluarga.
7 Support koping
. mekanisme
yang adaptif.
8 Fasilitasi interaksi
. keluarga

dengan rohaniawan.
9
. Kenalkan keluarga pada
keluarga lain yang
mempunyai

pengalaman yang sama.


10. Berikan informasi pada
keluarga

tentang penyakit dan


perkembangannya.
NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN EVALUASI

Jawab pertanyaan
11. keluarga
dalam mendapatkan
informasi

yang diperlukan.
Bantu keluarga dalam
12. bersikap
asertif dalam mencari
informasi.

Anda mungkin juga menyukai