Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek

disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain,

seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Ketika seseorang

didiagnosa menderita kanker serviks, pasti akan menimbulkan berbagai

respon fisik maupun emosional. Respon emosional diantaranya berupa

penolakan, perasaan sedih, terkejut, perasaan terancam, dan rasa tertekan,

maka dalam hal ini orang tersebut mengalami fase stres (Azizah, Imam, &

Akbar, 2016). Setiap penderita tentu memiliki mekanisme koping yang

bereda, namun ketika mereka tidak mampu mengatasi perasaan tersebut

dalam jangka waktu 2 minggu, maka orang tersebut akan jatuh kedalam fase

depresi. Depresi yang dialami penderita kanker serviks karena bebeberapa

faktor, yaitu faktor internal (usia dan jenis kelamin, kepribadian, biologis,

psikologis) dan faktor eksternal (keluarga, sosial, dan tekanan hidup) (Pieter,

2011).

Berdasarkan World Health Organization (2019) bahwa kanker serviks

adalah kanker paling sering keempat pada wanita dengan perkiraan 570.000

kasus baru pada tahun 2018 mewakili 6,6% dari semua kanker wanita. Sekitar

90% kematian akibat kanker serviks terjadi di negara berpenghasilan renda

dan menengah. Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan bahwa di

Indonesia angka kejadian kanker terus meningkat mulai dari tahun 2013 –
2

2018 yaitu prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1.79 per 1000 penduduk,

naik dari tahun 2013 sebanyak 1.4 per 1000 penduduk. Berdasarkan Info Data

Indonesia (2018) dari hasil pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim telah

ditemukan 77.969 IVA positif dengan angka kejadian kanker leher rahim di

Jawa Timur menempati urutan kedua yaitu sebanyak 18.515. Berdasarkan

Profil Kesehatan Jawa Timur (2017) bahwa di Mojokerto terdapat 71

penderita kanker serviks . Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten

Mojokerto (2017) bahwa penderita kanker serviks di Puskesmas Jatirejo

sebanyak 20 orang (4,64%), Puskesmas Pungging sebanyak 19 orang (2,36%)

dan Puskesmas Puri sebanyak 10 orang (18.8%).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Yulianti & Kurniawati, 2018)

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien

kanker yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Oen Surakarta

terdapat hubungan antara mekanisme koping dan dukungan keluarga dengan

tingkat depresi dengan masing-masing nilai p value = 0,000, Menurut

penelitian yang dilakukan oleh (Suwistiansah, 2015) tentang faktor – faktor

yang mempengaruhi tingkat depresi pada pasien kanker yang dirawat di

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau menunjukkan bahwa terdapat nilai p

value 0,002 pada nilai α 0,05 yang berarti p value < α hubungan signifikan

antara faktor dukungan keluarga dengan tingkat depresi.

Depresi terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah faktor

biologik yang dipengaruhi oleh kadar neurotransmiter berupa dopamin,

norepinefrin dan serotonin. Pada saat seseorang mengalami stress, maka


3

memicu peningkatan hormon adrenalin, norepinefrin, dan peningkatan

hormon kortisol, dimana jika hormon kortisol ini terus-terusan tinggi, maka

akan menekan produksi serotonin dan akhirnya memicu gejala depresi seperti

gangguan fisik, psikis, dan sosial. Dalam hal ini maka penderita kanker

serviks akan mengalami penurunan kualitas hidup (Best et al., 2010;Sadock

et al., 2015).

Kurangnya perhatian emosional pada pasien kanker serviks maka

seharusnya perawat hadir disini sebagai seorang yang mengidentifikasi dan

memberikan perawatan psikis utamanya depresi pada pasien kanker serviks,

sehingga kualitas hidup pasien kanker servix akan lebih terjaga layaknya

manusia sehat pada umumnya. Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka

peneliti tertarik untuk meneliti faktor apa saja yang bisa mempengaruhi

depresi.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dituliskan rumusan masakah

adalah “Bagaimana Analisis Faktor Penyebab Depresi pada Pasien Kanker

Serviks di Puskesmas Wilayah Kabupaten Mojokerto?”.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui faktor penyebab depresi pada penderita kanker

serviks di Puskesmas Wilayah Kabupaten Mojokerto.


4

1.4 Manfaat penelitian

1. Bagi lembaga

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak

Puskesmas Puri mengenai depresi yang dialami pasien kanker serviks,

sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

mengatasi masalah psikologis yang dialami oleh penderita kanker serviks

2. Bagi institusi pendidikan

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor

penyebab depresi pada penderita kanker serviks, sehingga dapat menjadi

dasar mahasiswa dalam memberikan intervensi yang tepat sesuai

penyebab depresi

3. Manfaat bagi masyarakat

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi pengetahuan bagi masyarakat

(utamanya bagi keluarga yang memiliki seorang penderita kanker

serviks) agar mereka tahu hal-hal yang meminimalkan penyebab

terjadinya depresi pada anggota keluarga mereka.

4. Manfaat bagi penderita kanker serviks

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi suatu pengetahuan, hal-hal yang

mejauhkan penderita kanker serviks dari kejadian depresi.

5. Manfaat bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar pengetahuan atau acuan bagi

peneliti lain untuk selanjutnya melakukan penelitian mengenai depresi

pada pasien dengan penyakit lain.


5

6. Bagi penelitii

Ketika melakukan penelitian, peneliti dapat mengaplikasikan asuhan

keperawatan pada pasien depresi dan peneliti mendapatkan pengetahuan

serta pengalaman baru dalam pembuatan karya ilmiah.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan tentang teori yang menunjang penelitian, meliputi

: (1) Faktor Penyebab Depresi pada Pasien Kanker Serviks (2) Konsep Dasar

Depresi, (3) Konsep Dasar CA Servix, (4) Kerangka Teori, (3) Kerangka Konsep,

dan (4) Hipotesis Penelitian.

1.1 Tinjauan Teori

1.1.1 Faktor penyebab depresi pada pasien kanker

1. Faktor internal

(1) Stres

Stress adalah kondisi atau peristiwa yang memiliki perrsamaan

dengan pengalaman traumatik seseorang pada masa lalu.

Pengalaman traumatik masa lalu dianggap sangat bertanggung

jawab terhadap kuat sikap-sikap negatif.

(2) Faktor usia dan jenis kelamin

Pada usia 40 tahun keatas (dewasa tengah dan dewasa lanjut)

yang demikian seseorang telah memiliki kematangan pribadi

yang mempengaruhi respon terhadap keadaan dirinya. Menurut

Erikson seseorang yang berada pada usia dewasa pertengahan

dan lanjut telah mampu menerima makna kehidupan dan

ketakterhindarkan-nya kematian. Sedangkan menurut

Havigurst orang dewasa menerima dan menyesuaikan dengan

perubahan fisiologis dalam tubuhnya, menyesuaikan dengan


7

penurunan kekuatan fisik dan kesehatan (LeMone, Burke dan

Bauldoff, 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Yulianti & Kurniawati, 2018) bahwa sebagian

besar responden (91.2%) berumur 40 tahun ke atas (dewasa

tengah dan dewasa lanjut) mengalami depresi ringan.

(3) Kepribadian

Kepribadian merupakan ciri khas atau karakteristik yang unik

dari diri seseorang. Aspek-aspek kepribadian sangat berperan

dalam penenttuan tinggi rendahnya dan kerentanan pada

depresi seseorang. Bagi individu yang rentan terkena depresi

adalah individu yang memiliki konsep diri dan pola pikir yang

negatif, pesimis dan kepribadian introvert (McFatter, dkk.,

1989, Culberson, 1997).

Sementara Beck (1985) menambahkan bahwa penyebab

depresi adalah cara berpikir seseorang yang suka menyalahkan

diri sendiri, mengevaluasi diri secara negatif dan

menginterpretasikan hal-hal yang terjadi pada dirinya secara

negatif.

(4) Faktor biologis

Selama orang mengalami depresi, maka dia memiliki

ketidakseimbangan dalam perasaan neurotransmitter serotin

mayor, nonepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan asam gama

aminobutrik. Selama tahap depresi seseorang akan mengalami


8

defisiensi dallam neurotransmitter dasar yang mempengaruhi

enzim yang mengatur dan memproduksi bahan-bahan kimia

ini. Selain itu, juga aksis hipotalamus hipofisis adrenalin yang

mengatur pelepasan kortisol tidak berfungsi dengan baik.

(5) Faktor psikologis

Penyebab depresi adalah perasaan bersalah dan duka cita yang

mendalam, berkepanjangan, mengingkari, hubungan

ambivalen, perasaan tidak aman, perasaan negatif atas diri

sendiri, perasaan tidak mampu memikul tanggungjawab,

hubungan pribadi yang sangat terbatas, kesulitan bergaul,

kondisi emosional yang labil, dan merasa tidak berdaya (putus

asa ).

2. Faktor eksternal

Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan depresi antara lain (Pieter,

2011) :

1) Faktor keluarga, meliputi kedekatan, interaksi, dan komunikasi

antar anggota keluarga, dukungan emosional dari pasangan, dan

suasana rumah tangga. (Smeltzer, 2013) beberapa reaksi emosional

akibat sakit dialami pasien dan keluarga misalnya depresi,

kesepian, tidak berdaya, berduka, harapan, keberanian dan

sebagainya. Bagaimana mereka mengalami dan mengekspresikan-

nya tergantung pada kepribadian dasar pasien, persepsi terhadap

situasi dan besarnya dukungan dari orang lain. Hal ini sesuai
9

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Yulianti & Kurniawati,

2018) bahwa penderita yang mendapatkan dukungan keluarga yang

baik mengalami depresi ringan sebanyak 98,1% dan penderita yang

kurang mendapatkan dukungan keluarga mengalami depresi

sebanyak 87,5%.

2) Faktor lingkungan meliputi relasi, peran sosial, dukungan sosial,

status sosialekonomi, dan latar belakang pendidikan.

3) Faktor tekanan hidup, yakni peristiwa hidup yang dapat

menyebabkan stres dan trauma bagi seseorang.

1.1.2 Konsep dasar depresi

1.1.2.1 Definisi depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai

dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan

bersalah, menarik diri dari orang lain, dan tidak dapat tidur,

kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan

dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison, 2006:372)

Rathus (Lubis, 2009) menyatakan orang yang mengalami

depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi emosi,

motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta kognisis.

Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan

afek disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-

gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan.

Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami seseorang tidak


10

kunjung reda, dan depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian

dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang (Lubis, 2009).

1.1.2.2 Penyebab

Pada umumnya, depresi disebabkan oleh peristiwa hidup

tertentu meskipun dengan kenyataan peristiwa hidup itu tidak selalu

menyebabkan depresi. Sangat jarang jika depresi diakibatkan oleh satu

faktor saja, tetapi bersifat multifaktor sehingga dapat menciptakan

suatu kondisi yang berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya

frekuensi depresi [ CITATION Zan11 \l 1057 ].

1. Faktor internal

1) Stres

Stress adalah kondisi atau peristiwa yang memiliki perrsamaan

dengan pengalaman traumatik seseorang pada masa lalu.

Pengalaman traumatik masa lalu dianggap sangat bertanggung

jawab terhadap kuat sikap-sikap negatif.

2) Faktor usia dan jenis kelamin

Berdasarkan laporan penelitian menunjukkan bahwa kelompok

orang-orang muda, yakni remaja dan orang dewasa (18-44

tahun) cenderung lebih mudah terkena depresi. Perempuan

pada umumnya lebih banyak memiliki resiko terkena depresi

daripada laki-laki.data dari World Bank mengatakan bahwa

sekitar 30% perempuan mengalami depresi dan 12,6% pria

mengalami depresi. Tingkat perbedaan terserang depresi antara


11

pria dan wanita ditentukan oleh : faktor biologis, seperti

perubahan hormonal dan reproduksi dan faktor lingkungan

seperti perubahan peran sosial yang menimbulkan konflik dan

kondisi yang menimbulkan stres (Klerman dan Weismsman,

1998).

3) Kepribadian

Kepribadian merupakan ciri khas atau karakteristik yang unik

dari diri seseorang. Aspek-aspek kepribadian sangat berperan

dalam penenttuan tinggi rendahnya dan kerentanan pada

depresi seseorang. Bagi individu yang rentan terkena depresi

adalah individu yang memiliki konsep diri dan pola pikir yang

negatif, pesimis dan kepribadian introvert, seperti cara berpikir

seseorang yang suka menyalahkan diri sendiri, mengevaluasi

diri secara negatif dan menginterpretasikan hal-hal yang terjadi

pada dirinya secara negatif.

4) Faktor biologis

Selama orang mengalami depresi, maka dia memiliki

ketidakseimbangan dalam perasaan neurotransmitter serotin

mayor, nonepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan asam gama

aminobutrik. Selama tahap depresi seseorang akan mengalami

defisiensi dallam neurotransmitter dasar yang mempengaruhi

enzim yang mengatur dan memproduksi bahan-bahan kimia


12

ini. Selain itu, juga aksis hipotalamus hipofisis adrenalin yang

mengatur pelepasan kortisol tidak berfungsi dengan baik.

5) Faktor psikologis

Penyebab depresi adalah perasaan bersalah dan duka cita yang

mendalam, berkepanjangan, mengingkari, hubungan

ambivalen, perasaan tidak aman, perasaan negatif atas diri

sendiri, perasaan tidak mampu memikul tanggungjawab,

hubungan pribadi yang sangat terbatas, kesulitan bergaul,

kondisi emosional yang labil, dan merasa tidak berdaya (putus

asa ).

3. Faktor eksternal

Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan depresi antara lain :

1) Faktor keluarga, meliputi kedekatan, interaksi, dan komunikasi

antar anggota keluarga, dukungan emosional dari pasangan, dan

suasana rumah tangga.

2) Faktor lingkungan meliputi relasi, peran sosial, dukungan sosial,

status sosialekonomi, dan latar belakang pendidikan.

3) Faktor tekanan hidup, yakni peristiwa hidup yang dapat

menyebabkan stres dan trauma bagi seseorang.

Ada beberapa aspek yang menjadi faktor penyebab depresi, yaitu

(Zaini, 2019) :

1. Faktor biologis

1) Faktor genetik
13

Transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis

keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada

kembar monozigot dibanding dizigot walaupun diasuh secara

terpisah

2) Neurotransmitter

Katelokamin : penurunan dari katelokamin otak atau aktivitas

sistem katelokamin menyebabkan timmbulnya depresi

Asetilkolin : peningkatan asetilokenin dapat menjadi faktor

penyebab depresi

Serotonin : defisit serotonin dapat merupaka faktor penyebab

dari depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol

regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa

penelitian ditemukan jumlah serotonin yang berkurang dicelah

sinap dikatakan bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.

Norepinefrin : penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan

respon klinik anti depresan mungkin merupakan peran

langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang

juga melibatkan resptor β2-presipnatik pada depresi, telah

mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan

jumlah pelepasan noreepinefrin. Reseptor β2-presipnatik juga

terletak pada neuron serotogenik dan mengatur jumlah

pelepasan serotonin.
14

Dopamine : aktivitas dopamin mungkin berkurang pada

depresi. Penemuan subtipe baru respetor dopamin dan

meningkatnya pengertian fungsi regulasi presipnatik dan

pascasipnatik dopamin memperkaya hubungan antara dopamin

dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang dopamin dan

depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin mengalami

disfungsi pada depresi dan resptor dopamin D, mungkin pada

depresi (Sharf, 2012)

3) Endokrin

Depresi berhubungan dengan gangguan hormon seperti pada

hipotiroidisme dan hipertiroidisme, terapi estrogen eksogen,

dan post partum.

2. Faktor lingkungan

Lingkungan memberikan pengaruh terhadap terjadinya depresi.

Faktor lingkungan tersebut meliputi kehilangan orang yang

dicintai, rasa permusuhan, kemarahan, kekecewaan yang ditujukan

pada suatu objek atau pada diri sendiri, sumber koping yang tidak

adekuat, individu dengan kepribadian dependen, obsesif-

kompulsif, dan histeris, adanya masalah atau kesulitan hidup,

belajar perilaku dari lingkungan yang tidak berdaya dan

tergantung, pengalaman negatif masa lalu (Ketis. Zalika, Kersnik,

Janko, 2009)

1.1.2.3 Perbedaan depresi dengan gangguan lainnya


15

Sangat penting bagi kita untuk mengetahui perbedaan antara

depresi dan gangguan lainnya, seperti stres dan kecemasan agar kita

dapat menentukan bentuk gangguan psikologis yang sedang diderita

sehingga dapat memperoleh terapi yang tepat [ CITATION Lub09 \l 1057 ].

1.1.2.4 Depresi dan kecemasan

Depresi sulit dibedakan dari gangguan cemas (anxiety). Penderita

mungkin tampil dengan kecemasan yang mencolok sehingga gejala –

gejala depresi yang lebih ringan seperti kehilangan selera makan,

gangguan tidur, dan capai seringkali terlewatkan.

Kecemasan adalah tanggapan dari ancaman, nyata ataupun khayal.

Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa

mendatang. Misalnya, seseorang yang menghadapi masalah penting

dan belum mendapat penyelesaian yang pasti. Kecemasan juga bisa

berkembang menjadi suatu gangguan jika menimbulkan ketakutan

yang hebat dan menetap pada individu tersebut. Salah satu definisi

kecemasan adalah takut akan kelemahan. Kecemasan adalah perasaan

yang Anda alami ketika berpikir tentang sesuatu tidak menyenangkan

yang akan terjadi. Anda boleh juga menggunakan kata – kata lain

untuk menggambarkan kecemasan. Bisa Anda katakan bahwa Anda

merasakan “ketakutan” , “tidak tentu”, “bingung” atau merasa takut

akan kesalahan (Priest, 1994). Menurut Prof. Robert Priest (1994)

sumber – sumber umum dari kecemasan yaitu : pergaulan, kesehatan,

anak – anak, kehamilan, menuju usia tua, kegoncangan rumah tangga,


16

pekerjaan, kenaikan pangkat, kesulitan keuangan, problem – problem,

ujian – ujian. Pada saat menghadapi kecemasan, tubuh mengadakan

reaksi fisik meliputi : jantung berdebar – debar, gemetar, ketegangan,

gelisah atau sulit tidur, keringat.

Kecemasan memusatkan pikiran pada suatu ancaman yang akan

datang. Depresi, seperti kecemasan, menjadi suatu masalah bila sudah

kelewat batas. Memutuskan kapan depresi menjadi suatu masalah

adalah keputusan yang sulit dalam banyak kasus. Sama dengan

kecemasan, benang merah terbaik adalah saat gejala – gejala depresi

mulai mengambil alih hidup Anda dan mempengaruhi serta

menjadikan segala sesuatu sengsara[ CITATION Lub09 \l 1057 ].

1.1.2.5 Sress dan depresi

Stres adalah perasaan tidak enak yang disebabkan oleh persoalan –

persoalan diluar kendali kita, atau reaksi jiwa dan raga terhadap

perubahan. Stress dibagi menjadi dua macam, pertama yaitu stres yang

mengganggu dan biasanya disebut juga dengan distress. Stress ini

berintensitas tinggi dan inilah yang seharusnya segera diatasi agar

tidak berakibat fatal. Kedua yaitu stress tidak mengganggu dan

memberikan perasaan bersemangat yang disebut sebagai eustress atau

stress baik. Sesungguhnya stress semacam ini ada pada setiap manusia,

tanpa ada kecuali. Bahkan pada prinsipnya, setiap manusia

membutuhkan stress sejenis ini untuk menjaga keseimbangan jiwanya.


17

Orang yang tidak mampu menguasai keadaan emosinya akan

mudah terserang distress, tetapi orang yang mampu mengatasinya akan

terhindar. Ciri – ciri orang yang telah mengalami distress yaitu mudah

marah, cepat tersinggung, sulit berkonsentrasi, sukar mengambil

keputusan, pelupa, pemurung, tidak energik, selalu merasa cemas atau

takut, cepat bingung.

Kadang kala sulit untuk membedakan apakah seseorang mengalami

distress atau depresi, akan tetapi seseorang baru disebut menderita

depresi ika gangguan psikologi tersebut telah berlangsung dalam

waktu yang lama atau lebih dari 2 minggu (APA, 2000) dalam

[ CITATION Lub09 \l 1057 ]

1.1.2.6 Gejala depresi

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang

secara spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Namun yang

perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang

memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda

dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan orang

lain. Gejala – gejala depresi ini bisa kita lihat dari tiga segi yaitu segi

fisik, psikis, dan sosial. Secara lebih jelasnya, kita lihat uraian berikut

(Lubis, 2009):

1. Gejala fisik

Menurut para ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai

rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya


18

depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa

gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi, seperti L

1) Ganggua pola tidur. Misalnya sulit tidur, terlalu banyak atau

terlalu sedikit tidur

2) Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang

mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif,

menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti

menonton TV, makan, tidur.

3) Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang

terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran

pada suatu hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan

sulit memfokuskan energi pada hal – hal prioritas. Kebanyakan

hal – hal yang dilakukan justru tidak efisien dan tidak berguna,

seperti misalnya ngemil, melamun, merokok terus menerus,

sering nelpon yang nggak perlu. Yang jelas orang yang depresi

akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang

terstruktur, sistematika kerjanya jadikacau atau kerjanya jadi

lamban.

4) Menurunnya produktivitas kerja. Ornag yang terkena depresi

akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya.

Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan

kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah keilangan

minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti


19

semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas

membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang

ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar

dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah,

capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti.

5) Mudah merasa letih dan skait. Jelas saja, depresi itu sendiri

adalah perasaan negatif, maka jelas akan membuat letih karena

membebani pikiran dan perasaan dan ia harus memikulnya

dimana saja dan kapan saja suka tidak suka.

2. Gejala psikis

Perhatikan baik – baik gejala psikis dibawah ini :

1) Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang

mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari

segi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang

sekali membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain.

Orang lain dinilai lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih

berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih diperhatikan oleh

atasn, dan pikiran negatif lainnya.

2) Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali

mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya

sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi

dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka,

bahkan di salah artikan. Akibatnya mereka mudah tersinggung,


20

mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain(yang

sebenarnya tidak ada apa – apa, mudah sedih, murung dan

lebih suka menyendiri.

3) Merasa tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul

karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama

dibidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai.

4) Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam

pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang

suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman

atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung

jawab yang seharusnya mereka kerjakan. Banyak pula yang

merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain dan

menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut.

5) Perasaan terbebani, banyak oang yang menyalahkan orang lain

atas kesusahan yang dialaminya. Pereka ,erasa terbeban beerat

karena merasa terlaludibebani tanggung jawab yang berat

3. Gejala sosial

Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri

pada kahirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau

aktivitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu bereaksi

terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya

negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah

letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar


21

pada masalah interaksi dengan rekan kerja, ataan atau bawahan.

Masalah ini tidak hanya berbentuk fisik, namun masakah lainnya

juga seperti perasaan minder, malu, cemasjika berada diantara

kelompom dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara

normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan

secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada

kesempatan [ CITATION Lub09 \l 1057 ]

Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia edisi

III (PPDGJ-III, 1993) mendefinisikan depresi sebagai gangguan afektif (alam

perasaan) yang pada umumnya ditandai oleh gejala – gejala :

1. Kurang nafsu makan atau penurunan berat badan yang cukup

berarti, atau penambahan nafsu makan dan penambahan berat

badan yang cukup berarti

2. Gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia)

3. Agitasi atau sebaliknya melambatnya psikomotor (gerak)

4. Hilang minat atau rasa senang dalam semua kegiatan (yang biasa

dikerjakannya) dan waktu senggang (hobi)

5. Berkurangnya energi, mudah lelah yang nyata oleh kerja sedikit

saja.

6. Hilang semangat dan gairah hidup. Berkurangnya aktivitas,

mudah lelah oleh kerja sedikit saja.

7. Perasaan tak berguna, menyalahkan diri sendiri, atau perasaan

bersalah berlebihan dan tidak tepat.


22

8. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang, rasa rendah diri.

9. Pandangan masa depan suram dan pesimistis.

10. Keluhan atau tanda-tanda berkurangnya kemampuan berpikir atau

konsentrasi, perlambat proses pikir atau tidak mampu.

11. Iritabel, mudah tersinggung atau marah. Rasa sedih, murung,

hancur luluh, putus asa, merasa tidak tertolong lagi. Gagasan atau

perbuatan membahayakan diri, pikiran berulang tentang kematian,

gagasan bunuh diri, keinginan mati atau usaha bunuh diri.

1.1.2.7 Alat ukur depresi

Untuk menegakkan diagnosis deoresi, minimal ada 4 gejala-

gejala diatas. Depresi juga bertingkat, dari episode ringan, sedang, dan

berat. Pada praktek klinis, depresi bisa diukur derajat keberatannya

dengan alat ukur Beck Depression Inventory (BDI) dengan skor 1-10

normal, 11-16 gangguan mood ringan, 17-20 batas depresi, 21-30

depresi rendah, 31-40 depresi sedang, Lebih dari 40 = depresi eksterm

Depresi yang berat ditandai dengan “Trias Depresi”, yakni

hipoaktivitas, afek sedih (disforik), dan bicara “remming” sampai

“bloking”. Depresi berat bisa disertai gejala psikotik, seperti waham

dan halusinasi pendengaran dengan tema bersalah, berdosa, rendah

diri, nihilistik, atau ancaman (Wicaksana, 2008).

Secara psikodinamik, depresi merupakan agresivitas yang dibalik

dihantamkan pada diri sendiri. Rasa sesal dan kemarahan karena

“kehilangan” itu dibalik pada diri sendiri. Jadi, penderita depresi


23

cenderung merusak diri sendiri dengan menolak makan, menolak obat,

melakukan tindakan berbahaya, sampai mencoba bunuh diri. Penderita

depresi juga “mencintai” keadaan depresinya sebagai satu “defence

mechanism” yang dibutuhkannya karena itu sering menolak

pertolongan, bantuan, atau upaya pengobatan dari siapapun. [ CITATION

Wic08 \l 1057 ]

1.1.2.8 Tingkatan depresi

Menurut PPDGJ-III (Maslim, 1997), tingkatan depresi ada 3

berdasarkan gejala –gejalanya yaitu :

1. Depresi ringan

Gejala :

(1) Kehilangan minat dan kegembiraan

(2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)

dan menurunnya aktivitas

(3) Konsentrasi dan perhatian berkurang

(4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

(5) Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu

(6) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

yang biasa dilakukannya

2. Depresi sedang

Gejala :
24

(1) Kehilangan minat dan kegembiraan

(2) Berkurangnya energi menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas

(3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

(4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

(5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

(6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

(7) Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum 2 minggu

(8) Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial

pekerjaan dan urusan rumah tangga

3. Depresi berat

Gejala :

(1) Mood depresif

(2) Kehilangan minat dan kegembiraan

(3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja)

dan menurunnya aktivitas

(4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

(5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

(6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

(7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri

(8) Tidur terganggu


25

(9) Disertai waham, halusinasi

(10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

1.1.2.9 Penatalaksanaan depresi

Untuk menetapkan diagnosa gangguan depresi, maka terdapat 3

tanda dan gejala yang dialami oleh pasien yaitu afek depresif (sedih

yang berkepanjangan), kehilangan minat atau motivasi, kurang energi,

lelah kronis dan aktivitas menurun. Penatalaksanaannya pada klien

depresi terdiri dari psikofarmaka dan psikoterapi pada klien depresi.

Terapi antidepresan yang digunakan klien dianalogikan menjadi

(Zaini, 2019) :

1. Antidepresan trisklik (TCA) misalnya : Amitriptilin,

Imipramin, Klonipramin

Cara pemberian antidepresan trisklik dimulai dengan dosis

rendah yang ditingkatkan dengan cara bertahapsetelah 7-10

hari tidak ada reaksi. Bila setelah 2 minggu masih tidak ada

reaksi, dosis boleh ditingkatkan lagi. Reaksi klinik mungkin

terlambat dan dicapai setelah 4 minggu pemberian. Pada usia

lanjut dan pasien dengan gagal ginjal dan hepar, berikan dalam

dosis kecil dan bertahap untuk meminimalkan toksisitas.

Pemberian obaat secara mendadak dapat menyebabkan efek

samping kolinergik, oleh karena itu turunkan dosis secara

bertahap sebanyak 25-50mg setiap 3-7 hari.ma untuk mengatasi

pasien depresi, belakangan ini kedudukan antidepresan trisiklik


26

telah digeser oleh antidepresan baru karena alasan obat baru

dapat ditolerir dengan lebih baik dan level puncak dalam

plasma dicapai setelah 2-6 jam, namun reaksi klinik optimum

setelah 2-4 minggu pemberian. Sedangkan efek samping obat

antidepresan triskilik diantaranya adalah sedasi, mulut kering,

hipotensi ortostatik, konstipasi, takikardi, aritmia.

Efek obat antidepresan trisiklik diantaranya merupakan

antidepresan generasi pert

2. SSRI atau Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (Fluoxin dan

Setralin)

Beberapa jenis SSRI yang ada di Indonesia : fluoxin dan

setralin. SSRI diserap baik dengan pemberian oral, level

puncak dalam darah setelah 6 jam. Penyerapan di usus tidak

dipengaruhi oleh makanan. Cara pemberian SSRI adalah :

1) Setralin

Tablet dengan dosis 25mg dan 100mg. Dosis awal 50mg

sehari diberikan sebagai dosis tunggal di pagi atau sore

hari. Bila reaksi belum efektif setelah pemberian 1 minggu

atau lebih dosis dapat dinaikkan secara bertahap sampai

dosis maksimal 200mg. Pada pasien usia lanjut atau gagal

ginjal dan hepar, mulai dengan dosis 25mg di pagi hari.

2) Fluoxetin
27

Tablet dengan dosis 20mg dan 40mg. Diberikan dalam

dosis tunggal pada pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan

secara bertahap setelah 2 minggu pemberian menjadi

20mg, 40mg dan dosis maksimal adalah 60mg. Untuk

bulimia nervosa dosis awal 60mg/hari.

Efek obat antidepresan SSRI diantaranya SSRI sangat efektif digunakan

untuk mengobati depresi dan beberapa jenis gangguan cemas (misalnya

gangguan obsesif kompulsif, gangguan panik, dan sosial fobia). SSRI juga

efektif digunakan pada komorbiditas depresi dengan gangguan fisik, misalnya

penyakit jantung, kejang, dan trauma kepala, stroke, demensia, penyakit

parkinson, asma, glaukoma, dan kanker. Sedangkan efek samping

antidepresan SSRI adalah mengantuk, sedasi, berkeringat, sakit kepala, mulut

kering, diare, disfungsi seksual. Efek samping lain dari SSRI adalah cemas

dan insomnia (Fluoxetin) serta diare (Sertralin).

Menurut [ CITATION Zan11 \l 1057 ] Terapi pada pasien depresi meliputi :

1. Terapi individu

Yaitu dengan mengeksplorasi perasaan yang menyebabkan depresi

seperti akibat kehilangan orang-orang yang dicintai klien.

Mendiskusikan perilaku pengalahan diri, harapan yang tidak

realistis dan kemungkinan distorsi dari realita. Kaji bagaimana

distorsi kognitif pada klien yang turut mempengaruhi pembentukan

depresi. Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan frustasi,

marah, dan putus asa. Mengupayakan agar klien dapat mengubah


28

pola pikir negatif otomatis tentang diri sendiri, orang lain,

lingkungan, dan masa dean. Memberikan kesempatan pada klien

untuk menyelesaikan masalah-masalah interpersonal. Melakukan

monitoring pada masalah-masalah fisiologis yang diperburuk oleh

depresi dan mendorong klien memahami kehidupan seksualnya

sehingga klien dapat memahami kekhawatirannya dan mengetahui

bagaimana depresi menurunkan hasrat libido seksualnya.

2. Terapi keluarga

Adalah mengkaji fungsi keluarga, pola komunikasi, peran yang

diharapkan, keterampilan menyelesaikan dan stressor. Terapis

meminta informasi dari masing – masing anggota keluarga tentang

situasi keluarga saat ini. Terapis bekerja sama dengan keluarga

dalam menelusuri bagaimana konflik-konflik atau krisis yang

ditangani dan mengevaluasi tentang dukungan keluarga pada

penyembuhan klien. Kaji tentang ketertutupan dan ketidakpedulian

dari setiap anggota kleuarga. Fokuskan pada proses identifikasi

dan intervensi distorsi kognitif yang mengganggu kesehatan

keluarga. Ajarkan pada keluarga klien tentang keterampilan

komunikasi yang persuasif, penyelesaian masalah, pengelolaan

(manajemen) stres, dan ekspresi perasaan yang konstruktif.

Fasilitasi klien agar dapat mengungkapkan ansietas, rasa bersalah,

marah, tidak berdaya, dan rasa bermusuhan dengan prinsip

pembelajaran. Mengajarkan keluarga klien dalam mengatasi secara


29

efektif segala aspek yang mengancam diri klien. Mengkaji perasaan

bersalah dan menyalahkan diri akibat pandangan yang tidak

realistis.

3. Terapi kelompok

Adalah berupaya untuk meningkatkan harga diri dan mengakui

kekuatan dari setiap anggota kelompok. Mengajarkan klien tentang

cara membentuk dan mempertahankan hubungan interpersonal,

terutama setelah klien mengalami kehilangan. Membantu klien

untuk mengembangkan strategi untuk memperoleh dukungan

sosial, mengurangi rasa kesepian, mendapatkan umpan balik dari

orang lain, dan mengatasi stressor. Mengajarkan klien untuk

memperoleh dukungan dan bantuan teman sebaya dan mengajarkan

dia untuk menurunkan dan menghilangkan distorsi kognitifnya.

4. Terapi obat-obatan

Adalah dengan memberikan obat – obatan yang disesuaikan dengan

tingkat dan gejala-gejala depresi. Dalam fase akut, gejalanya

ditangani dengan memberikan obat pada dosis tertentu yang

disesuaikan untuk mencegah efek samping yang merugikan klien.

Akan tetapi, pada fase ringan atau tidak memiliki risiko tinggi,

maka sebaiknya penanganan depresi perlu dilakukan dengan

memberikan bimbingan dan penyuluhan psikologis. Adapun jenis-

jenis obatyang digunakan untuk mengatasi depresi adalah selective


30

serotonin reuptake inhibitors(SSRis), antipsikotik (depresi berat),

dan benzodiazepin (untuk gangguan tidur).

2.1.2 Konsep dasar CA Serviks

2.1.2.1 Pengertian

Kanker atau karsinoma adalah penyakit yang disebabkan

rusaknya mekanisme pengaturan dasar sel, khususnya mekanisme

pembelahan dan pertumbuhan sel yang diatur oleh gen, sehingga

faktor genetik diduga kuat sebagai pencetus utama terjadinya kanker

(Novel, Nuswantara, & Safitri, 2010). Banyak yang menganggap

bahwa tumor sama dengan kanker, padahal pengertian kanker dan

tumor sangat jauh berebeda. Tumor adalah benjolan yang ada pada

tubuh yang semakin membesar, sedangkan kanker adalah sel tubuh

kita sendiri yang mengalami perubahan (transformasi) sehingga

bentuk, sifat, dan kinetiknya berubah, sehingga pertumbuhannya

menjadi mandiri (autonom), liar, tidak terkendali, dan terlepas dari

koordinasi pertumbuhan normal dan bersifat ganas.

Kanker serviks (cervical cancer) merupakan kanker yang terjadi

pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang

merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim

(uterus) dengan liang senggama (vagina)[ CITATION Pur15 \l 1057 ]

2.1.2.2 Penyebab

Penyakit kanker servix ini disebabkan oleh human papilloma

virus(HPV). Virus ini menyebar melalui kontak seksual, HPV dapat


31

menyerang pada semua perempuan setiap waktu tanpa melihat umur

ataupun gaya hidup. Banyak wanita yang dengan daya tahan tubuh

yang baik mampu melawan infeksi HPV dengan sendirinya. Namun

demikian, terkadang virus ini berujung pada terjadinya penyakit

kanker.

Di Indonesia, kanker servix adalah kanker pembunuh perempuan

Indonesia tertinggi saat ini. Setiap perempuan selama hidupnya

beresiko terkena virus yang menyebabkan kanker serviks, terutama

beresiko tinggi bagi mereka yang merokok, melahirkan banyak anak,

memakai alat kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama, serta mereka

yang terinfeksi HIV/AIDS. Layaknya semua kanker, kanker leher

rahim terjadi ditandai dengan adanya pertumbuhan sel – sel pada leher

rahim yang tidak lazim (abnormal). Tetapi sebelum sel – sel tersebut

menjadi sel – sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami

oleh sel – sel tersebut (Novel et al., 2010).

2.1.2.3 Mekanisme kanker servix

Kanker disebabkan oleh mutasinya gen yang mengendalikan

pertumbuhan sel, penyebab perubahan tersebut dapat berupa mutasi

spontan yang acak. Banyak penyebab kanker mutasi dihasilkan dari

pengaruh – pengaruh lingkungan seperti karsinogen kimiawi, mutagen

fisis seperti sinar – X, atau virus – virus tertentu. Beberapa tahun

kebelakang para peneliti semakin yakin jika kanker disebabkan oleh

virus. Pemahaman kanker datang dari penelitian terhadap tumor yang


32

ditimbulkan oleh virus, pemahaman tersebut mulai berkembang sejak

penemuan gen penyebab kanker yang disebut onkogen pada

retrovirus- retrovirus tertentu (onco berasal dari bahasa Yunani yang

berarti “tumor”). Gen seluler normal, disebut protoonkogen, menjadi

kode untuk protein yang menstimulasi perkembangan dan pembelahan

sel yang normal. Protoonkogen bisa menjadi onkogen karena

terjadinya perubahan genetik atau mutasi. Perubahan genetik yang

mengubah molekul protoonkogen menjadi onkogen dibagi menjadi

tiga kategori : pergerakan DNA didalam genom, amplifikasi

protoonkogen, dan mutasi titik didalam protoonkogen.

Secara garis besar perubahan sel sel normal menjadi sel kanker

(transformasi sel) terbagi dalam dua tahapan utama yaitu inisiasi dan

promosi. Pada tahap inisiasi adalah adanya suatu agen tertentu seperti

bahan kimia, radiasi, atau virus yang merangsang atau membuat

perubahan pada sel normal. Sedangkan tahap promosi adalah tahapan

dimana sel yang telah mengalami perubahan akan menjadi ganas,

membelah tanpa kendali hingga menyebar ke seluruh dunia.

Pengamatan terhadap sel malignan ternyata mengandung

kromosom yang telah rusak dan menempel ditempat yang salah,

mentralokasi fragmen dari suatu kromosom ke kromososm lainnya.

Protoonkogen yang berakhir pada daerah sambungan dapat terletak

berdekatan dengan suatu promoter aktif yang menigkatkan transkripsi

gen, menjadikan gen tersebut onkogen. Peningkatan ekspresi gen


33

dapat juga terjadi ketika protoonkogen berada dibawah kontrol

promoter yang lebih aktif melalui transposisi gen atau promoter

didalam kromosom. Jenis utama kedua dari perubahan genetik, yaitu

amplifikasi, meningkatkan jumlah salinan gen didalam sel.

Kemungkinan ketiga adalah mutasi titik yang mengubah produk

protein gen tersebut menjadi protein yang lebih aktif atau lebih

resisten terhadap degradasi daripada protein normal. Semua

mekanisme ini dapat menyebabkan stimulasi siklus sel yang abnormal

sehingga sel bisa mengalami transformasi yang menyebabkan

keganasan.

Selain mutasi yang mempengaruhi protein penstimulasi

pertumbuhan, perubahan pada gen yang produk normalnya

menghambat pembelahan sel juga bisa mengakibatkan kanker. Gen itu

dinamakan gen tumor supresor karena protein yang dikodenya

biasanya membantu mencegah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol.

Mutasi apapun yang menurunkan aktivitas normal dari gen tumor

supresor dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang abnormal

kemudian menstimulasi pertumbuhan kanker. Produk protein dari gen

tumor supresor memiliki fungsi yang beragam. Sebagai contoh,

beberapa protein tumor supresor biasanya memperbaiki kerusakan

DNA, jika gen tersebut rusak maka kontrol normalpun akan hilang

hingga akhirnya DNA yang rusak akan terus diperbanyak. Protein

tumor supresor lain mengontrol adhesi sel terhadap sel lain atau
34

terhadap matriks ekstraseluler. Pelekatan sel yang tepat sangatlah

penting pada jaringan normal dan seringkali tidak ada pada kanker.

Mutasi dari gen ini biasa ditemukan pada kanker manusia, gen

Ras termutasi didalam tubuh sekitar 30% dari kasus kanker manusia,

sedangkan p53 frekuensinya mendekati 50%. Baik gen Ras maupun

p53 keduanya merupakan komponen dari jalur transduksi sinyal yang

mengirim sinyal – sinyal eksternal ke DNA didalam nukleus sel.

Produk dari gen ras adalah suatu protein G yang memancarkan sinyal

pertumbuhan dari reseptor faktor pertumbuhan pada membran plasma

ke protein kinase yang akan merespon untuk melakukan sintetis

protein yang menstimulasi siklus sel. Secara normal, jalur seperti itu

tidak akan berjalan kecuali didukung oleh faktor pertumbuhan yang

benar. Protein onkogen yang hiperaktif pada jalur tersebut dapat

meningkatkan pembelahan sel meskipun faktor pertumbuhan tidak

ada. Banyak onkogen ras memiliki tempat mutasi yang menyebabkan

munculnya tipe hiperaktif dari protein ras memancarkan sinyalnya

sendiri. Sebenarnya, tipe hiperaktif atau kelebihan jumlah pada salah

satu komponen jalur tersebut dapat menimbulkan hasil yang sama

yaitu pembelahan sel yang tidak terkendali.

Protein tumor supressor yang dikode oleh gen p53 (mutation

type)inimerupakn faktor trankripsi yang meningkatkan sintesis protein

penghambat pertumbuhan. Hal ini yang menyebabkan mutasi gen p53

dapat berakibat pada pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Gen p53,
35

diberi nama demikian karena produk proteinnya memiliki berat

molekul 53.000 dalton, seringkali “malaikan penjaga genom”.

Kerusakan pada DNA akan memberikan sinyal yang menghasilkan

ekspresi gen p53. Begitu terbentuk, protein p53 berfungsi sebagai

faktor trankripsi untuk beberapa gen. Protein lain diaktifkan oleh gen

p21, yang produknya menghentikan siklus sel dengan cara

mengikatkan diri pada kompleks siklin-cdk (cyclin dependent kinase),

memberikan waktu kepada sel untuk memperbaiki kerusakan pada

DNA. P53 juga dapat mengaktifkan gen yang terlibat langsung dalam

perbaikan DNA. Ketika kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki, maka

mutasi akan berakumulasi dan sel tetap hidup setelah melalui banyak

pembelahan seperti cenderung akan terjadi jika gen p53 kehilangan

fungsinya.

Studi molekuler telah membuktikan peran HPV pada

karsinogenesis kanker serviks. Beberapa onkoprotein virus tersebut

telah teridentifikasi untuk dapat menjelaskan mekanisme biologi

transformasi keganasan HPV. HPV menginfeksi sel – sel epitel dan

secara umum mempengaruhi pembentukam ;uka hyperpoliferative,

adanya luka merupakan salah satu pendorong terjadinya kanker.

Bagaimanapun, beberapa jenis HPV berhubungan dengan kanker.

Sebagai contoh, HPV-16 dan HPV-18 dihubungkan dengan kanker

serviks pada wanita. HPV yang menginfeksi sel epitel sering disebut

epiteliotropik. HPV mula-mula menginfeksi lapisan basa sel epitel.


36

Inti sel epitel dilapisan basal yang terinfeksi ditemukan adanya DNA

HPV episomal (DNA sirkuler ekstrakromosomal). Setidaknya 50-100

salinan episomal harus tetap dipertahankan pada lapisan basal agar

siklus HPV dapat terus berlangsung.

Infeksi HPV ditandai oleh perubahan morfologi dan pembelahan

sel yang tak terkendali akibat percepatan proliferasi dan terhambatnya

diferensiasi sel. Sifat kelainan ada yang tetap jinak dan ditandai oleh

virus bahkan bisa mencapai 1000 salinan dalam sel epitel pada lapisan

atas. Pada lapisan ini terjadi ekspresi gen yang berperan dalam

pembentukan kapsid HPV sehingga seringkali ditemukan HPV dalam

bentuk utuh.

HPV menyerang epitel pipih pada kulit dan mukosa dan biasanya

tipe virus penyerang mukosa. Daerah transformasi antara mukosa

kolumner dan pipih di leher rahim (serviks) karena HPV merupakan

virus tahan panas dan pengeringan, infeksi dapat terjadi walupun tidak

ada kontak langsung.

Secara seluler, mekanisme terjadinya kanker serviks berkaitan

dengan siklus sel yang diekspresikan oleh HPV. Protein utama yang

terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7. Bentuk genom HPV

sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linear dan terpotong diantara

gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dan DNA manusia

menyebabkan gen E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak berfungsi maka

akan merangsang E6 dan E7 berikatan dengan gen p53 dan pRb.


37

Gen p53 dulu diduga sebagai onkogen karena muncul dalam

jumlah yang berlebihan dalam sel – sel yang mengalami transformasi.

Pendapat tersebut muncul karena beberapa penelitian telah

mengisolasi beberapa klon p53 yang terbukti mampu

mempertahankan sel untuk terus hidup atau menjadi immortal dan

bekerja sama dengan onkogen lain. Namun banyak penelitian yang

telah dilakukan untuk mengetahui fungsi dari p53 itu sendiri, pendapat

lain mengemukakan bahwa p53 yang terdapat dalam sel yang sudah

mengalami transformasi adalah p53 yang sudah mengalami mutasi

atau dikenal dengan istilah p53 mutan. Setelah itu terungkap bahwa

p53 normal (wild type) justru memiliki kemampuan untuk menekan

transformasi sel yang disebabkan oleh onkogen dan menghambat

potensi tumorgenik sel.

Pada manusia, gen p53 terletak pada lengan kromosom 17,

terentang sepanjang 20 kbp DNA, terdiri atas 11 ekson dan

diekspresikan pada hampir semua jaringan tubuh. Walaupun

mekanisme kerja p53 belum diketahui secara pasti, tetapi ada indikasi

bahwa p53 bekerja untuk menghambat pertumbuhan sel. Ada

beberapa hipotesis mengenai mekanisme kerja p53, yaitu :

1. P53 mengenali dan kemudian mengikatkan diri pada suatu

“specific sequence” pada DNA yang diduga merupakan bagian

tertentu yang berfungsi sebagai regulator.


38

2. P53 menginduksi aktivitas RNA polymerase, sehingga bertindak

sebagai faktor transkripsi.

Ikatan antara protein E6 dan gen p53 akan menyebabkan p53 kehilangan

fungsi sebagai gen tumor supressor yang bekerja di fase G1. Gen p53 akan

menghentikan siklus sel di fase G1, tujuan penghentian siklus sel adalah agar

sel dapat memperbaiki kerusakan sebelum berlanjut ke fase S. Mekanisme

kerja p53 adalah dengan menghambat kompleks cdk-cyclin yang akan

merangsang sel memasuki fase selanjutnya. Sehingga ketika E6 berikatan

dengan p53 akan menyebabkan sel terus bekerja sehingga sel akan terus

membelah dan menjadi abnormal.

Jalur yang digunakan p53 melalui p21 yang akan melawan aktivitas

kompleks cdk-cyclin, karena itu inaktivasi p21 mengakibatkan jalur regulasi

p53 terganggu. Jika kehilangan aktivitasnya kompleks cdk-cyclin akan

menyebabkan terhalangnya sel masuk ke fase S. Agar kompleks cdk-cyclin

tidak kehilangan fungsinya maka protein E6 harus mampu memfosforilasi

substrat yang diperlukan untuk keluar dari fase G1. Beberapa gen yang

menyandi inhibitor kompleks cdk-cyclin diantaranya p15, p16, p18, p21, dan

p57. Inaktivasi p21 yang merupakan salah satu gen penyandi inhibitor

kompleks cdk-cyclin akan menyebabkan aktivitas kompleks cdk-cyclin

berlebihan dan berakibat proliferasi sel tak terkendali.

Mutasi pada p53 adalah contoh gen tumor supresor yang sering dijumpai

pada berbagai jenis kanker. Gen p53 menunjukkan mutasi lebih dari 50%

semua jenis kanker sehingga p53 merupakan sasaran tunggal kerusakan


39

genetik yang paling sering dijumpai pada kanker. Jenis mutasi dari p53

biasanya transisi dari guanine (G) ke adenine (A) atau dari Cytosin (C) ke

Thymine (T). Gen p21 selain menghambat kerja dari kompleks cdk-cyclin,

juga secara langsung mencegah replikasi DNA dengan cara menghambat

PCNA. PCNA adalah suatu protein yang diperlukan untuk replikasi DNA oleh

prolimerse ᵟ dan ε.

Gen pRb yang terletak dalam kromosom 13 band q14, terentang

sepanjang 200 kb DNA, terdiri atas 23 ekson. pRb ditemukan dalam bentuk

kompleks E2F. Selama fase Go dan awal fase G1, pRb tidak terfosforilasi

tetapi pada akhir fase G1 awal fase S terjadi fosforilasi protein pRb secara

progresif pada berbagai sisi protein pRb. Faktor transkripsi E2F lebih mudah

berikatan dengan pRb ketika pRb tidak terfosforilasi pada fase G1. Kompleks

pRb dan E2F merupakan komponen yang stabil untuk menghambat kerja E2F

yang berkemampuan mengaktivasi berbagai gen promoter untuk sintesis

DNA. Kompleks pRb-E2F menghambat gen yang mengatur sel keluar dari

fase G1. Fosforilasi pRb maupun E2F oleh D-cdk4 dan cyclin D-cdk2 pada

fase akhir G1 menyebabkan E2F terlepas sehingga ia bisa berinteraksi dengan

gen promoter yang diperlukan untuk memasuki fase S.

pRb (protein retinoblastoma) dan gen lain yang menyerupai pRb (p130

dan p107) berfungsi mengkontrol ekspresi sel yang diperantai oleh E2F.

Ikatan pRb-E2F menghambat gen yang mengatur sel keluar dari fase G1.

Protein E7 dari HPV akan berikatan dengan pRb dimana pRb seharusnya

berikatan dengan E2F. E2F adalah gen yang akan merangsang siklus sel
40

melalui aktivasi proto-onkogen c-myc, N-myc. Jika E2F tidak terikat akan

menyebabkan E2F mendtimulasi proliferasi sel. Siklus yang tidak terkontrol

menyebabkan proliferasi sel yang melebihi batas normal sehinggal sel tersebut

berubah enjadi sel karsinoma.

E7 juga mempengaruhi destabilization pRb, pelepasan ikatan E2F dari

pRb secara aktif dihasilkan daktor – faktor yang menuju ke arah stimulasi –

stimulasi sel. Fakta mengatakan bahwa protein E7 memperlihatkan pengaruh

terhadap pRb pada kultur sel tikus transgenic model, tidak ada data yang

cukup tersedia tentang aktivitas E7 didalam tubuh manusia. Namun beberapa

penemuan meyakinkkan dimana ekspresi tingkat tinggi E6 dan E7 dalam sel –

sel epitel serviks akan menyebabkan kanker. Penelitian mengenai aktivitas

protein E7 tingkat ekspresi dan lokalisasi subseluler didalam sel serviks yang

positif DNA HPV-16 dapat diketahui E7 secara jelas terdeteksi sebagai

protein inti serviks. Protein E7 sebagian besar terdeteksi didalam nukleus sel –

sel kanker dan beberapa di sitoplasma. Data ini meyakinkan bahwa protein e7

mempunyai peranan fungsional utama pada kanker serviks.

Gen virus yang terinveksi dengan kromosom sel lebih banyak ditemukan

pada jaringan karsinoma, sementara pada jaringan tumor jinak, gen virus

banyak ditemukan diluar kromosom sel (benuk episomal atau plasmid) karena

integrasi gen virus kedalam kromosom sel bersifat acak (random), terdapat

kemungkinan bahwa pada sel tertentu integrasi itu terjadi pada tempat yang

potensial mengubah sel normal menjadi sel karsinoma. Terjadinya perubahan

tersebut diperlukan kondisi yang tepat sehingga untuk menjadi kanker


41

diperlukan waktu 10-20 tahun. Namun jika sudah menjadi kanker stadium

awal, penyakit ini dapat menyebar ke daerah di sekitar serviks.

Sel – sel yang telah bertransformasi menjadi sel kanker memiliki ciri :

1. Sel – sel yang bertransformasi memerlukan nutrisi yang lebih

sedikit

2. Memiliki mikrofilamen yang tak terorganisir dan cenderung

berbentuk sferis

3. Kehilangan afinitasnya bagi pelekatan ke substrat, sifat ini

mendorong terjadinya metastase

4. Antigen tumor muncul dipermukaan sel

5. Mungkin mengkonsentrasikan molekul-molekul tertentu sampai

mencapai kadar yang tinggi

Metastase biasanya merupakan manifestasi akhir dari perkembangan sel

kanker yang dimulai dari inovasi kedalam jaringan sekitarnya, sel-sel

melepaskan diri dari induknya kemudian menginvasi pembuluh darah atau

pembuluh limfe terdekat. Pembuluh darah atau limfe membawa sel kanker ke

tempat yang jauh dari asalnya, kemudian sel-sel tersebut keluar dari pembuluh

darah (ekstravasi) dan membentuk koloni sel kanker sekunder. Pada kasus

kanker serviks yang disebabkan oleh HPV, saat diteliti ternyata HPV

ditemukan di organ otak yang meninggal karena kanker serviks. Proses

terjadinyametastase pada sel – sel kanker dimulai dari :

1. Aktivitas onkogen (transformasi)

2. Proliferasi sel – sel yang ditansformasikan


42

3. Kemampuan sel – sel kanker tersebut bersembunyi dari sistem

imunitas

4. Suplai nutrisi kepada neoplasma membutuhkan pembentukan

pembuluh darah baru (angiogenesis)

5. Invasi lokal dan destruksi komponen – komponen matriks

ekstraseluler dan parenkim

6. Migrasi sel kanker dari tempat asalnya

7. Penetrasi sel-sel kanker melalui dinding pembuluh darah

8. Penggumpalan sel-sel kanker menuju lokasi baru

9. Sel-sel kanker keluar dari pembuluh darah atu limfe

10. Berkembang dilokasi baru

Sel-sel epitel yang telah bertransformasi akan menembus lapisan basal

karena memiliki kemampuan mensekresikan kolagenase secara berlebih

sehingga dapat melarutkan kolagen pada lapisan basal sehingga sel kanker

tersebut dapat menembusnya. Sel kanker mensekresikan enzim proteolitik

seperti metalloprotase, kolagenase, plasminogen, cathepsin, heparanase,

hyaluronidase, dan lain-lain sehingga prose metastase tersebut berjalan dengan

lancar. Selain selnya sendiri yang mensekresikan enzim-enzim tersebut

ternyata ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa sel kanker juga

merangsang sel-sel disekitarya untuk mensekresikan enzim yang diperlukan

olehnya untuk bermetastase.

Metastase sel epitel yang telah terinfeksi dapat terjadi melalui 3 cara yaitu :
43

1. Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah

bening lainnya.

2. Melalui pembuluh darah (hematogen)

3. Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina,

kandung kencing, dan rektum. Penyebaran melalui pembuluh

darah dan pembuluh limfe banyak terjadi menuju paru-paru,

kelenjar getah bening mediastirnum dan supraklavikuler, tulang

dan hati. Penyebaran kanker ke paru-paru menimbulkan gejala

batuk darah, terasa sakit dada, dan terkadang disertai pembesaran

kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah

kiri[ CITATION Nov10 \l 1057 ].

2.1.2.4 Patofisiologi
44

2.1.2.5 Tanda dan Gejala


45

Secara umum tanda dan gejalanya adalah terjadinya perdarahan

vagina setelah aktivitas seksual atau diantara masa menstruasi.

Sementara itu, tanda lain yang mungkin timbul antara lain

(Purwoastuti & Walyani, 2015):

1. Hilangnya nafsu makan dan berat badan

2. Nyeri tulang panggul dan tulang belakang

3. Nyeri pada anggota gerak (kaki)

4. Terjadi pembengkakan pada area kaki

5. Keluarnya feaces menyertai urine melalui vagina

6. Hingga terjadi patah tulang panggul

2.1.2.6 Faktor resiko kanker serviks

Kanker serviks diakibatkan oleh infeksi virus HPV namun ada

banyak faktor yang menyebabkan infeksi HPV tersebut lebih cepat

menimbulkan kanker. Faktor-faktor tersebut diantaranya (Savitri,

2015) :

1. Melakukan aktivitas seksual (oral-genital, mekanik-genital,

genital-genital). Faktor ini merupakan faktor risiko utama.

Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks,

semakin besar resikonya untuk terkena kanker serviks.

Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakuakan

hubungan seksual pada usia kurang dari 17 tahun beresiko 3

kali lebih besar terkena kanker serviks daripada yang menikah

pada usia lebih dari 20 tahun


46

2. Sering berganti-ganti pasangan seksual atau memiliki lebih

daripapda satu pasangan seksual. Pada prinsipnya setiap pria

memiliki protein spesifik berbeda pada spermanya. Protein

tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel epitel serviks.

Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali protein

tersebut tetapi jika wanita itu melakukan hubungan dengan

banyak pria maka akan banyak sperma dengan protein spesifik

yang berbeda, banyak sperma dari pria yang berbeda akan

menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks

tersebut sehingga akan menghasilkan luka. Adanya luka akan

mempermudah infeksi HPV. Bila sering berganti pasangan,

kesempatan untuk terkena penyakit akibat hubungan seksual

termasuk HPV akan semakin besar

3. Kebiasaan merokok (risiko dua kali lebih besar), rokok terbuat

dari daun tembakau yang mengandung bahan-bahan

karsinogen. Asapnya mengandung sekitar 4000 jenis senyawa,

sebagian diantaranya merupakan karsinogenik. Asap rokok

mengandung uap nitrosamin, nitrosamine akan menghasilkan

mutagenic berupa voletile seperti NDMA, NDEA, maupun

NQO, dan MNNG, sedangkan bentuk partikel dari asap rokok

mengandung polycylic aromatichydrocarbons heterocylic

amine dan nitrosamine yang dihasilkan oleh alkaloid tembakau

nikotin dan nor-nikotin yang diketahui sangat karsinogen dan


47

mutagenik. Bahan tersebut ditemukan peneliti pada serviks

wanita yang aktif merokok dan dapat menjadi karsinogen

infeksi HPV karena bahan tersebut diketahui dapat

menyebabkam kerusakan sel epitel serviks sehingga

mempermudah infeksi HPV dan menyebabkan neoplasma

(populasi sel kanker) serviks.

4. Defisiensi nutrisi, buah dan sayuran banyak mengandung bahan

antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker. Penelitian yang

menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat

meningkatkan resiko terjadinya displasia ringan dan sedang,

serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker

serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan

retinol (Vitamin A)

5. Imunitas rendah, sistem imunitas atau kekebalan tubuh

berfungsi untuk melindungi tubuh kita dari berbagai serangan

penyakit yang diakibatkan oleh zat toksik ataupun organisme

parasit. Jika sistem imunitas rendah maka HPV akan mudah

menginfeksi sel – sel tanpa adanya perlawanan dari sel imun.

6. Koinfeksi dengan HIV(Human Immunodeficiency Virus), HIV

seperti kita ketahui akan menyebabkan penyakit AIDS

(Acquired Immune Deficiency Syndrome), penyakit yang dapat

menurunkan sistem imunitas


48

7. Pola makan tidak sehat menyebabkan berat badan berlebih dan

aktivitas fisik kurang. Beberapa penelitian mengungkapkan

bahwa pola makan yang tinggi akan lemak akan meningkatkan

risiko terkena kanker serviks dan kanker-kanker lainnya.

Pengolaahan makanan dalam suhu tinggi pada makanan yang

menegandung protein dan lemak yang tinggi akan membentuk

berbagai senyawa mutagenik.

8. Kurang olahraga mengakibatkan sistem imun turun dan dapat

beresiko terkena kanker serviks

2.1.2.6 Klasifikasi kanker serviks

Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Klasifikasi

berdasarkan histopatologi, 2. Klasifikasi berdasarkan terminologi, 3.

Klasifikasi berdasarkan stadium klinis menurut FIGO (The

International Federation of Gynecology and Obstetrics) (Novel et al.,

2010).

1. Klasifikasi berdasarkan gistopatologi :

a. CIN 1 (Cervical Intrapithelial Neoplasia), perubahan sel-

sel abnormal lebih kurang setengahnya

b. CIN 2, perubahan sel-sel lebih kurang tiga perempatnya

c. CIN 3, perubahan sel-sel normal hampir seluruh sel

2. Klasifikasi berdasarkan terminologi dan sitologi kanker servix :

a. ASCUS (Atypycal Squamos Cell Changes of Undermined

Significance)
49

b. LSIL (Low-grade Squamos Intraepithelial Lesion)

c. HSIL (High-grade Squamos Intraepithelial Lesion)

3. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :

a. Stadium 0, karsinoma in situ atau infeksi awal HPV

b. Stadium I, proses infeksi mendalam pada serviks, (1)

Stadium IA, kedalaman invasi tidak lebih dari 5 mm dan

perluasan tidak lebih dari 7 mm, (2) stadium IB, secara

klinis luka berukuran kurang lebih 4cm

c. Stadium II, tumor menyebar keluar serviks, tetapi tidak

sampai dinding panggul atau sepertiga bawah vagina, (1)

stadium IIA, tidak ada invasi pada jaringan ke arah samping

serviks, (2) stadium IIB, invasi pada jaringan ke arah

samping serviks.

d. Stadium III, tumor menyebar ke dinding panggul dan atau

sepertiga bawah vagina yang menyebabkan hidronefrosis,

(1) stadium IIIA, sudah menyebar sepertiga dibawah

vagina, tetapi tidak sampai ke dinding panggul, (2) stadium

IIIB, sudah menyebar ke dinding panggul sehingga

menyebabkan hidronefrosis

e. Stadium IV, tumor sudah menyebar lebih luas, (1) stadium

IVA, tumor menginvasi mukosa rektum dan ke luar

panggul, (2) stadium IVB, metastase sudah jauh.

2.1.2.7 Uji sitologi


50

Uji sitologi kanker serviks meliputi (Novel et al., 2010):

1. Tes pap smear merupakan cara deteksi kanker serviks yang paling

umum dikenal, dimana pemeriksaan ini dilakukan diatas kursi

periksa kandungan oleh dokter atau bidan yang sudah terlatih,

yang menggunakan alat bantu untuk membuka alat kelamin

wanita. Ujung leher diusap dengan spatula untuk mengambil

cairan yang mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini

kemudian diperiksa denis sel-selnya dibawah mikroskop. Apabila

hasil pemeriksaan positif (terdapat sel-sel yang tidak normal),

harus segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan pengobatan

oleh dokter ahli kandungan.

2. Teknik IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatif dari

pap smear karena pemeriksaannya dapat menggunakan peralatan

sederhana. Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dengan cara

melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara

inspekulo. Pemberian asam asetat ini akan mempengaruhi epitel

abnormal dimana terjadi osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan

ekstraseluler yang bersifat hipertonik akan menarik cairan dari

intraseluler sehingga membran akan kolaps dengan jarak antar

sel akan semakin dekat. Akibatnya, apabila permukaan sel epitel

mendapat sinar, maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke


51

stroma namun akan dipantulkan keluar dan permukaan epitel

abnormal akan berwarna putih.

2.1.2.8 Penatalaksanaan kanker serviks

Penatalaksanaan kanker serviks ini meliputi (Novel, Nuswantara,

& Safitri, 2010):

1. Operasi

Operasi merupakan salah satu pengobatan yang paling efektif

bagi penderita kanker serviks, dengan catatan stadium pasien

kanker serviks masih berada pada stadium awal. Metode

operasi memilki beberapa kekurangan, misalnya lingkup

pengangkatan yang luas dan gangguan fungsi buang air kecil

pasca operasi.

2. Radioterapi

Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit dengan

menggunakan sinar pengion yang berasal dari sumber

radioaktif atau mesin linear accelator. Tujuannya adalah untuk

merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial

dan nodus limfa pada pelvik. Metode radioterapi harus

disesuaikan dengan tujuannya yaitu pengobatan kuratif atau

paliatif. Pengobatan kuratif berarti mematikan sel kanker serta

sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau metastasis ke daerah

kelenjar getah bening panggul. Radioterapi dengan dosis

kuratif hanya akan diberikan pada penderita stadium I sampai


52

IIIB. Apabila sel kanker sudah keluar kerongga panggul, maka

radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif

pada penderita stadium IVA. Terapi penyinaran efektif untuk

mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah

panggul.

3. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pengobatan menggunakan obat-obatan

untuk mencapai kanker dalam tubuh. Ketika kanker serviks

telah menyebar ke organ tubuh yang lain, kemungkinan

kemoterap menjadi pilihan utama. Kemoterapi merupakan

metode pengobatan bersifat sistemik dengan menggunakan

obat-obatan sitotoksik/antikanker dalam terapi kanker.

Kemoterapi bekerja dengan cepat membunuh sel-sel

membelah. Sel ini termasuk sel kanker yang terus membelah

dan sel sehat yang pembelahannya cepat seperti pada sel

tulang, saluran pencernaan, sistem reproduksi dan folikel

rambut (Savitri, 2015)


53

2.2 Kerangka teori

CA Servix

Faktor penyebab :
Faktor internal
Stress
Usia dan jenis kelamin Upaya mengatasi
Kepribadian Depresi
depresi :
Faktor biologis 1. Terapi individu
Faktor psikologis 2. Terapi keluarga
Faktor eksternal 3. Terapi kelompok
Faktor keluarga Pengukuran
Faktor lingkungan tingkat
Faktor tekanan hidup depresi :
1. HRSD
2. BDI

Tingkatan depresi:
1. HRSD :
>23 sangat berat
19-22 berat
14-18 moderate
8-13 ringan
0-7 tidak depresi
2. BDI:
1-10 normal
11-16 gangguan mood ringan
17-20 batas depresi
21-30 depresi rendah
31-40 depresi sedang
Lebih dari 40 = depresi eksterm

2.3 Kerangka konsep

Upaya mengatasi CA Servix


depresi :
1. Terapi individu
2. Terapi keluarga
3. Terapi kelompok
Depresi
Faktor penyebab :
1. Faktor internal
Stress 54
Usia dan jenis kelamin
2. Faktor eksternal
Faktor keluarga
Faktor tekanan hidup

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap terjadinya hubungan

variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Tidak ada hubungan faktor penyebab terhadap depresi

H1 : Ada hubungan faktor penyebab terhadap depresi


55

Di teliti

Tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai