KAJIAN PUSTAKA
A. Stres
1. Pengertian Stres
pada satu atau lebih dari organ tubuh, sehingga yang bersangkutan tidak
11
psikologis atau sistem sosial individu tersebut. Pada masa remaja tingkat
Enik & Asmadi alsa 2012) adalah ketegangan, beban yang menarik
suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam,
sebagai peristiwa yang menekan atau tidak bergantung pada respon yang
adalah hal yang positif dan produktif. Saat berkompetisi dalam kejuaraan
atletik, jatuh cinta, atau bekerja keras dalam sebuah proyek yang anda
nikmati. Beberapa stres negatif memang tidak dapat dihindari. (Wade &
Tavris, 2007)
persoalan di luar kendali kita atau reaksi jiwa dan raga terhadap
tujuan.
fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pada pribadi.
dapat nilai buruk dlam ujian, terlambat masuk kerja, atau kehilangan laptop.
semua orang memandang suatu kejadian yang sama sebagai kejadian yang
bukan sebagai yang lainnya. Stres adalah suatu tuntutan yang mendorong
baik dari dalam maupun luar individu tersebut karena banyak perubahan
2. Aspek-Aspek Stres
a. Aspek Biologis, berupa gejala fisik dari stres yang dialami individu
depresi.
a. Gejala fisik adalah gejala stres yang berkaitan dengan kondisi dan
fungsi tubuh dari seseorang, seperti; sakit kepala, sulit tidur, banyak
psikis atau mental, misalnya; gelisah atau cemas, sedih, merasa jiwa
c. Gejala intelektual, stres juga berdampak pada kerja intelek. Gejala ini
3. Sumber stres
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul
pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi
akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam
dibedakan menjadi faktor internal yang terdiri atas keadaan fisik, prilaku,
kognisi atau standar yang terlalu tinggi, dan emosional. Sedangkan faktor
eksternal yang terdiri atas lingkungan fisik seperti kebisingan, polusi dan
seperti keluarga yang kurang harmonis, orang tua yang otoriter, masalah
tugas sekolah dan pekerjaan yang berlebihan, merasa frustasi karena kondisi
keluarga yang tidak menyenangkan atau hidup dalam kemiskinan juga dapat
menghasilkan stres.
masalah jantung.
antaranya adalah stres akulturasi dan stres social ekonomi. Stres akulturasi
aialah perubahan kebudayaan akibat dari kontak langsung dan terus menerus
respons stres yang sama pada tubuh. Seyle mengamati pasien yang memiliki
gejala yang serupa muncul : Hilangnya nafsu makan, otat menjadi lemah,
umum pada tubuh ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh
tersebut. Gas terdiri dari tiga tahap :peringatan, perlawanan, dan kelelahan.
yang bersifat sementara, suatu masa di mana pertahanan terhadap stres ada
darah juga turun. Kemudian terjadi apa yang disebut dengan countershock,
dan semua upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada tahap pertahanan,
tubuh individu dipenuhi oleh hormone stres, tekanan darah, detak jangtung,
suhu tubuh, dan pernafasan semua meningkat. Bila semua upaya yang
dilakukan untuk melawan stres ternyata gagal dan stres tahap tetap ada,
konsep Selye yang menggambarkan sisi positif dari stres. Selye tidak
manusia tidak selalu bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama seperti
yang dikemukakan. Masih ada banyak lagi yang harus diapahami mengenai
stres pada manusia dari pada sekedar mengetahui reaksi fisik manusia
6. Tahapan stres
Menurut Hans Selye (1950) stres adalah respon tubuh yang bersifat
(GAS). GAS ini berfungsi sebagai respon otomatis, respon fisik, dan
dalam keadaan stres, tubuh kita seperti jam dengan system alarmyang
tidak berhenti sampai tenaganya habis.Respon GAS ini dibagi dalam tiga
fase, yaitu:
oleh otak dan diatur oleh sistem endokrindan cabang simpatis dari
berat tidaknya peristiwa yang penuh stres yang dialami seseorang, antara
lain :
a. Kemampuan menerka
c. Evaluasi kognitif
oleh dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada
d. Perasaan mampu
kerasnya stres. Jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan
kehilangan semangat.
e. Dukungan masyarakat
B. Adversity Quotient
suatu teori yang dicetuskan oleh Paul G Stoltz untuk menjembatani antara
menurut Stoltz (2000) kedua hal itu saja tidak cukup untuk menjadi tolok
juang yang tinggi dan kemampuan merespons kesulitan yang baik dalam
adversity quotient ialah teori yang sesuai dan sekaligus ukuran yang
dalam hidup. Situasi sulit dan tantangan dalam hidup dapat diatasi dengan
quotient yang rendah maka seseorang akan mudah rapuh dan menyerah
pada keadaan.
Adversity Quotient (AQ) yang tinggi secara emosional dan fisik cukup
menyatakan bahwa ada satu faktor lagi yang memiliki pengaruh luarbiasa
dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan
bentuk, yakni:
kesulitan.
Gabungan dari ketiga unsur ini, yaitu pengetahuan baru, tolok ukur,
dan peralatan yang praktis, merupakan sebuah paket yang lengkap untuk
panjang, memperkirakan siapa yang menyerah dan siapa yang akan tetap
yang kurang baik, ia tidak menyerah begitu saja. Ia akan tetap belajar
kemampuan untuk mengatasi masalah atau kesulitan yang ada, yang bisa
dengan istilah the three bilding blocks of AQ, yaitu psikologi kognitif,
jangkauan jauh, bersifat internal, dan diluar kendali mereka, akan menderita,
sementara orang yang merespons kesulitan sebagai sesuatu yang pasti akan
cepat berlalu, terbatas, eksternal, dan berada dalam kendali mereka, akan
Jika tidak dihambat, pola-pola ini bersifat tetap seumur hidup seseorang.
ketidakberdayaan.
b. Origin, yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan. Dan
sulit.
skripsi. Individu yang memiliki adversity quotient yang tinggi akan mampu
berbekal tingkat adversity quotient yang tinggi maka individu tersebut akan
sebaliknya individu yang memiliki tingkat adversity yang rendah akan lebih
mengerjakan skripsi.
setiap kesulitan dengan baik ketika mengerjakan skripsi tidak akan memiliki
a. Daya saing
lebih agresif dan mengambil lebih banyak resiko, sedangkan reaksi yang
dan berhati-hati.
c. Kreativitas
tidak ada dapat menjadi ada. Menurut Joel Barker (Stolz, 2000) kreativitas
untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti.
d. Motivasi
pula.
e. Mengambil resiko
f. Perbaikan
agar dapat bertahan hidup, baik itu didalam pekerjaan maupun dalam
g. Ketekunan
h. Belajar
respons yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan
lebih optimis.
sosial individu tersebut. Pada masa remaja tingkat stres meningkat karena
hidupnya.
kecerdasan emosional (EQ). karena menurut Stoltz (2000) kedua hal itu saja
tidak cukup untuk menjadi tolok ukur yang akan memprediksi keberhasilan
namun tidak mempunyai daya juang yang tinggi dan kemampuan merespons
kesulitan yang baik dalam dirinya, maka kedua hal tersebut akan menjadi
sia-sia saja.
yang berasal dari kurangnya penyesuaian diri yang awalnya tugas kuliah
dianggap ringan menjadi berat. Dari prilaku tersebut dapat dilihat bahwa
D. Landasan Teoritis
seharusnya mempunyai daya juang yang tinggi dan tidak mudah menyerah
dilakukan oleh Alfiani vinny tentang pengaruh humor terhadap stres pada
dan EQ. dengan adversity quotient ini seseorang bias mengubah hambatan
E. Hipotesis