Anda di halaman 1dari 30

DAFTAR ISI

BAB I PERANCANGAN
A. Tugas Dan Perancangan
B. Tabel Dan Peraturan Yang Di Gunakan

BAB II RUMUS-RUMUS DALAM PERHITUNGAN


A. Ketentuan Jalan
B. Perencanaan Alinemen Horizontal
C. Perencanaan Alinemen Vertikal
D. Jarak Pandang Henti
E. Jarak Pandang Menyiap
F. Kelandaian
G. Tanah Galian Dan Timbunan

BAB III PERHITUNGAN ALINEMEN HORIZONTAL


A. Klasifikasi Medan
B. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
C. Jarak Pandang Horizontal

BAB IV PERHITUNGAN ALINEMEN VERTIKAL


A. Perencanaan Alinemen Vertikal
B. Perencanaan Galian Timbunan

BAB V TUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
TUGAS BESAR
REKAYASA JALAN RAYA

DI SUSUN OLEH :

YOGI MAHESA
18.01.016.053

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan yang berjudul “Tugas Besar Rekayasa Jalan Raya” telah disahkan dan di setujui
pada,

Hari :

Tanggal :

Yang Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Hermansyah,S.T,M.T
NIP : 199010112018091211
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya lah
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas besar ini,yang merupakan salah satu kewajiban dari
mata kuliah Rekayasa Jalan Raya.

Tugas besar ini kami buat sebagai mana mestinya,sesuai literature yang kami dapatkan
baik dari buku maupun maupun media lainnya.Oleh karena itu kami sangat berterima kasih
apabila ada yang menyampaikan kritik ataupun saran demi kesempurnaan tugas kami

Disamping itu,tidak lupa kami juga berterima kasih kepada Dosen dan teman-teman
seperjuangan yang telah membimbing kami dan bantuan dari teman-teman sehingga tugas besar
ini dapat terselesaikan.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan keberkahan-Nya kepada kita
semua.Amin.

Sumbawa, Oktober 2019

Penyusun
BAB I
PERANCANGAN

A.Tugas dan Perancangan


1. ketentuan pokok
a. peta topografi (terlampir) dengan skala 1:5000
b. jalan terdahulu telah di rancang sampai titik A
c. titik A terletak pada STA 10+500

2. data perencanaan
a. kelas yang direncanakan :
a. kelas IIB
b. koordinat titik A :
a. (12117,5362)
c. azimuth titik A :
a. 40°49°59°
d. elevasi rencana permukaan jalan titik A terletak pada:
a. Permukaan tanah asli
b. galian sedalam 0.50 m
c. galian sedalam 1,00 m
d. timbunan setinggi 0,50 m
e. timbunan setinggi 1,00 m

3. Tugas
a. merancang trase jalan dari titik A sampai titik B sebaik mungkin pada peta topografi
yang tersedia dengan menggunakan minimal 2 buah bentuk tikungan yang ada,yaitu:
Full Circle, Spiral-Circle-Spiral,Spiral-Spiral
b. Menggambar diagram superelevasi dengan sumbu putar as jalan
c.menggambar profil memanjang
d. menggambar profil melintang pada setiap jarak 100 meter pada bagian lurus dan 50
meter pada bagian lengkung (diawali dari titk A)
e. menghitung elevasi tepi-tepi perkerasan dan sumbu/as jalan pada profil tergambar
f. menghitung jumlah volume galian dan timbunan
g. gambar akhir di buat dengan skala 1:5.000

B.Tabel Dan Peraturan Yang Digunakan


1. Daftar/Tabel
A. Daftar 1 standar perencanaan geometrik
b. Daftar 1 standar perencanaan alineman
c. Tabel 1.a. Panjang minimal spiral dan kemiringan melintang
d. Tabel 1.b. Panjang minimal spiral dan kemiringan melintang
e. Tabel 2. Koordinat lingkaran sebagai fungsi dari unit panjang spiral
f. Tabel 3. Koordinat titik spiral-circle sebagai fungsi dari unit panjang spiral
2. Grafik
a. Grafik 1. Pelebaran perkerasan pada tikungan
b. Grafik 2. Kebebasan samping pada tikungan
c. Grafik 3. Panjang lengkung vertikal cembung
d. Grafik 4. Panjang lengkung vertikal cembung (untuk jalan raya dua jalur)
e. Grafik 5. Panjang lengkung vertikal cekung
f. Grafik 6. Panjang lengkung vertikal cekung pada lintasan bawah
Super elevasi perkerasan dan bahu
BAB II
RUMUS-RUMUS DALAM PERHITUNGAN

A. Ketentuan Jalan
Ketentuan jalan raya menurut peraturan perencanaan geometri jalan raya tahun
1970:
1. Kelas : IIA
2. Azimut : 46°59°12°
3. Statistik : 10+500
4. Elevasi muka tanah di titik A : Galian sedalam 1,00 m
5. Kecepatan rencana minimum : 100 km/jam
6. Lebar low minimum : 40 m
7. Lebar perkerasan : 3,5 m
8. Lebar bahu : 3,0 m
9. Kemiringan melintang perkerasan : 2%
10. Kemiringan melintang bahu : 4%
11. Miring tikungan maksimum : 10%
12. Jari-jari tikungan minimum : 350
13. Landai maksimum : 4%
14. Lereng melintang medan : 4%

B. Perencanaan Alinemen Horizontal


Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang kertas
(peta).Trase jalan terdiri dari garis (tangent) dan garis lengkung. Tangen di bedakan menurut
arah angka (azimuth),dan antara dua tangen yang berpotongan dihubungkan oleh garis
lengkung yang berupa busur lingkarang yang berfungsi sebagai busur peralihan antara
azimuth satu dengan azimuth yang lain.
Alinemen horizontal dapat di tunjukan letak suatu titik atau bagian-bagian penting
jalan.
Dalam merencanakan trase (tikungan) adalah:
a. Kecepatan rencana
b. Jari-jari tikungan minimum (r minimum)
c. Superelevasi ( c )
d. Jarak pandang minimum

1. Bagian Lurus
Panjang maksimum bagian lurus, dapat ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit
(sesuai VR), dengan pertimbangakan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.

Tabel 2.11 Panjang Bagian Lurus Maksimum


Panjang Bagian Lurus Maksimum (M)
Fungsi datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
kolektor 2.000 1.750 1.500
(Sumber : TPGJAK No.038 / T / BM / 1997)
2. Tikungan
Bagian yang paling kritis dari suatu alinyemen horizontal ialah bagian lengkung
(tikungan). Hal ini disebabkan oleh adanya suatu gaya sentrifugal yang akan
melemparkan kendaraan keluar daerah tikungan tersebut. Pada saat kendaraan melalui
daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban dengan
permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang dengan gaya normal yang
disebut dengan koefisien gesekan melintang (f).
Gaya sentrifugal ini mendorong kendaraan secara radial keluar jalur. Atas dasar
ini maka perencanaan tikungan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Jari-jari lengkung minimum Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk
kecepatan tertentu ditentukan jari-jari minimum untuk supereleavsi maksimum
10 %.Nilai panjang jari-jari minimum dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.12 Panjang Jari-Jari Minimum ( Dibulatkan ) untuk emak = 10 %


Vr,km/ja 120 100 90 80 60 50 40 30 20
m
Rmin 600 370 280 210 115 80 50 30 15
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997)

b. Bentuk-bentuk Tikungan
Di dalam suatu perencanaan garis lengkung maka perlu diketahui hubungan
kecepatan rencana dengan kemiringan melintang jalan (suprelevasi) karena garis
lengkung yang direncanakan harus dapat mengurangi gaya sentrifugal secara
berangsur-angsur mulai dari nol sampai nol kembali. Bentuk tikungan dalam
perencanaan tersebut adalah :
1) Tikungan full circle
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari
besar dan sudut tangen yang relatif kecil. Atas dasar ini maka perencanaan
tikungan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan
raya, dalam merencanakan tikungan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
- Lengkung peralihan
- Kemiringan melintang (superelevasi)
- Pelebaran Perkerasan Jalan
- Kebebasan samping
Jenis tikungan full circle ini merupakan jenis tikungan yang paling ideal ditinjau
dari segi keamanan dan kenyamana pengendara dan kendaraannya, namun apabila
ditinjau dari penggunaan lahan dan biaya pembangunannya yang relatif terbatas,
jenis tikungan ini merupakan pilihan yang sangat mahal. Adapun batasan dimana
diperbolehkan menggunakan full circle adalah sebagai berikut :

Tabel 2.13 Jari-Jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung Peralihan


V (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997)
Rumus-rumus yang digunakan pada tikungan full circle , yaitu :
tan ∆
T=R
2

tan ∆ (sec ∆−1)


E=T = √ R2 +T 2 - R = R
2 2


Lc = πR = 0.01745 ∆ R
180

Dimana :
∆ = Sudut tikungan (⁰)
E = Jarak PI ke puncak busur lingkaran (m)
O = Titik pusat lingkaran
L = Panjang lengkung (CT – TC), (m)
R = Jari-jari tikungan (m)
PI = Titik potong antara 2 garis tangen
T = Jarak TC-PI atau PI-CT

Catatan :
Tikungan FC hanya digunakan untuk R yang besar agar tidak terjadi patahan,
karena dengan R kecil akan diperlukan superelevasi yang besar.

2) Tikungan spiral – circle - spiral


Bentuk tikungan ini digunakan pada daerah-daerah perbukitan atau
pegunungan, karena tikungan jenis ini memiliki lengkung peralihan yang
memungkinkan perubahan menikung tidak secara mendadak dan tikungan
tersebut menjadi aman. Adapun jari-jari yang diambil untuk tikungan
spiral – circle – spiralini haruslah sesuai dengan kecepatan dan tidak
mengakibatkan adanya kemiringan tikungan yang melebihi harga
maksimum yang ditentukan, yaitu :
1) Kemiringan maksimum antar jalan kota : 0,10
2) Kemiringan maksimum jalan dalam kota : 0,08
Rumus-rumus yang digunakan pada tikungan spiral – circle - spiral,
yaitu:

Dimana :

Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS-SC (jarak lurus
lengkung peralihan), (m)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, (m)
θs= Sudut lengkung spiral, (⁰)
θs = Sudut lengkung spiral, (⁰)
P = Pergeseran tangen terhadap spiral, (m)
k = Absis p pada garis tangen spiral, (m)
Lc = Panjang busur lingkaran (jarak SC-CS), (m)
Ts = Jarak tangen dari PI ke TS atau ST, (m)
Es = Jarak dari PI ke puncak busur lingkaran, (m)
L = Panjang tikungan SCS, (m)
Ls = Panjang lengkung peralihan (jarak TS-SC atau CS-ST), (m)
∆ = Sudut tikungan, (⁰)
∆c = Sudut lengkung circle, (⁰)
R = Jari-jari tikungan, (m)
Kontrol :
Lc > 20 m
L > 2 Ts
Jika L < 20 m, gunakan jeniss tikungan spiral-spiral

3) Tikungan spiral-spiral
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang tajam. Rumus-rumus
yang digunakan pada tikungan spiral-spiral, yaitu :
C. Alinemen Vertikal
Alinemen Vertikal Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap
titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinyemen vertikal akan
ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negative (turunan), sehingga kombinasi
berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut
ditemui pula kelandaian datar. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang
dilalui oleh rute jalan rencana. Kondisi topograpi tidak saja berpengaruh pada perencanaan
alinyemen horizontal, tetapi mempengaruhi perencanaan alinyemen vertikal (Hendarsin L.
Shirley, 2000).

D. Jarak Pandang Henti


Jarak pandang henti minimum harus selalu diberikan pada setiap bagian jalan. Jarak
pandang henti minimum dinyatakan pada tabel berikut ini:

Tabel 2.14 Tabel jarak pandang henti

Kecepatan Rencana Standar Jarak Pandang Henti


(km/jam) Minimun Vertikel (m)
100 165
80 110
60 75
50 55
40 40
30 30
20 20

E. Jarak Pandang Menyiap


Ketentuan jarak pandang menyiap harus ditentukan pada bagian jalan yang dipilih pada
jalan dua jalur dua arah. jarak pandang menyiap standar dan minimum dinyatakan dalam
tabel berikut :

F. Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan dengan baik dengan kelandaian
7-8 % tanpa adanya perbedaan dibandingkan dengan bagian datar.Pengamatan
menunjukan bahwa mobil penumpang pada kelandaian 3% hanya sedikit sekali
pengaruhnya dibandingkan dengan jalan datar. Sedangkan untuk truk, kelandaian akan
lebih besar pengaruhnya
2. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum berdasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu
mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa
harus menggunakan gigi rendah.

3. Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kreb pada tepi perkerasannya perlu dibuat kelandaian
minimum 0,5 % untuk keperluan saluran kemiringan melintang jalan dengan kreb hanya
cukup untuk mengalirkan air kesamping.
4. Panjang Kritis Suatu Kelandaian
Panjangkritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar
pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih banyak dari separuh VR, lama perjalanan
pada panjang kritis tidak lebih dari satu menit.

5. Lajur Pendakian Pada Kelandaian Khusus


Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu lintas yang tinggi, terutama untuk tipe
2/2 TB, maka kendaraan berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan VR,
sedangkan kendaraan lain masih dapat bergerak dengan kecepatan VR, sebaliknya
dipertimbangkan untuk dibuat lajur tambahan pada bagian kiri dengan ketentuan untuk
jalan baru menurut MKJI didasarkan pada BHS (Biaya Siklus Hidup).

G. Tanah Galian Dan Timbunan


a. Galian
Galian tanah pada suatu daerah harus diperhitungkan sehingga tang hasil galian dapat
digunakan untuk menimbun. Perencanaan yang baik jika galian dan timbunan seimbang,
tetapi volume tanah galian cukup untuk penimbunan yang biasa disertai dengan
pemadatan. Galian dan tanah timbunan dikatakan seimbang jika volume tanah galian
lebih besar dari tanah timbunan.
b. Timbunan
Sebelum kontruksi penimbunan dikerjakan terlebih dahulu dan dipersiapkan dasar dari
timbunan tersebut. Dalam hal ini tanah asli.
Beberapa faktor yang menyebabkan dasar timbunan jadi lemah, yaitu :
1) Air
Untuk mengatasi masalah air maka diperlukan drainase yang baik , berupa drainase
bawah tanah dan drainage permukaan.
2) Bahan Dasar
Bahan yang tidak baik yang digunakan sebagai bahan dasar timbunan adalah tanah
humus. Biasanya tanah ini dibuang dan diganti dengan tanah yang baik. Tanah yang
digunakan untuk bahan timbunan yang memenuhi persyaratan yaitu tidak
mengandung lempung, dengan plastisitas tinggi dan tidak mengandung bahan
organik. Bila bahan dasar yang digunakan sebagai timbunan berupa garegat, maka
agregat yang dipilih harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan antara lain :
 Gradasi agregat harus memnuhi persyaratan yang telah ditentukan.
 Ukuran batuan tidak boleh lebih dari 75 % tebal lapisan.
Cara pencapaian mutu bahan untuk mendapatkan gaya dukung tanah yang diinginkan
dapat dilakukan perbaikan-perbaikan dengan cara pencampuran bahan lain seperti
agregat, semen dan kapur atau pengupasan lapisan tanah yang jelek mutunya dan
menggantikannya dengan lapisan tanah yang lebih baik.
Hal yang penting dalam pelaksanaan penimgunan adalah :
1) Konsolidasi
Adalah pada saat tanah dibebani akan melepaskan sejumlah air pori sehingga tanah
timbunan menjadi padat dan kuat menerima beban.
2) Settlement Adalah proses penyusutan volume tanah timbunan akibat proses
konsolidasi sehingga tanah menjadi padat.

BAB III
PERHITUNGAN ALINEMEN HORIZONTAL

A. Klasifikasi Medan
1. Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan
Klasifikasi perhitungan rata-rata dari ketinggian muka tanah lokasi rencana, maka
dapat diketahui lereng melintang yang digunakan untuk menentukan golongan medan
klasifikasi jalan berdasarkan medan jalan dapat dilihat pada table 2.7 di bawah ini :

2. Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan


Jaringan jalan yang dikelompokkan menurut wewenang pembinaan, terdiri dari
sebagai berikut :
a. Jalan nasional
Jalan nasional dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Jalan arteri primer
2) Jalan kolektor primer, yang menghubungkan antar ibukota provinsi.
3) Jalan selain dari yang termasuk arteri/kolektor primer, yang mempunyai nilai
strategis terhadap kepentingan nasional, yakni jalan yang tidak dominan
terhadap pengembangan ekonomi, tetapi mempunyai peranan menjamin
kesatuan dan keutuhan nasional, melayani daerah-daerah rawan dan lain-lain.
b. Jalan provinsi
Jalan provinsi dibagi menjadi empat bagian, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Jalan kolektor primer, yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kotamadya.
2) Jalan kolektor primer, yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten/kotamadya.
3) Jalan selain yang disebutkan diatas, yang mempunyai nilai strategis terhadap
kepentingan provinsi, yakni jalan yang biarpun tidak dominan terhadap
perkembangan ekonomi, tidak mempunyai peranan tertentu dalam menjamin
terselenggaranya pemerintahan yang baik dalam Pemerintahan Daerah
Tingkat I dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sosial.
4) Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan yang termasuk jalan
nasional.

c. Jalan kabupaten.
Jalan kabupaten dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Jalan kolektor primer, yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional
dan kelompok jalan provinsi.
2) Jalan lokal primer
3) Jalan sekunder lain, selain yang dimaksud sebagai jalan nasional dan jalan
provinsi
4) Jalan selain dari yang disebutkan di atas, yang mempunyai nilai strategis
terhadap kepentingan kabupaten, yakni jalan yang walaupun tidak dominan
terhadap pengembangan ekonomi, tapi mempunyai peranan tertentu dalam
menjamin terselenggaranya pemerintahan dalam Pemerintahan Daerah
d. Jalan kotamadya
Jalan kotamadya merupakan jaringan jalan sekunder yang berada di dalam
kotamadya.
e. Jalan desa
Jaringan jalan sekunder di dalam desa, yang merupakan hasil swadaya
masyarakat, baik yang ada di desa maupun di kelurahan.

3. Kriteria Perencanaan Jalan


Dalam perencanaan jalan, bentuk geometric jalan harus ditetapkan sedemikian
rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanaan yang optimal
kepada arus lalu lintas sesuai dengan fungsinya. Dalam perencanaan geometric jalan
terdapat 3 tujuan utama, yaitu :
a. Memberikan Keamanan dan kenyamanan, seperti jarak pandang, ruang yang
cukup bagi maneuver kendaraan dan koefisien gesek permukaan jalan yang
cukup.
b. Menjamin suatu perencanaan yang ekonomis.
c. Memberikan suatu keseragaman geometri jalan sehubung dengan jenis medan.
Berikut ini adalah parameter kendaraan yang direncanakan dalam perencanaan
geometri jalan antara lain :
1) Ruang Rencana
Kendaraan rencana merupakan kendaraan yang dipakai dimension dan radius
putarnya sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Pengelompokan
kendaraan rencana untuk perencanaan geometric jalan kota adalah sebagai
berikut :
a) Kendaraan Ringan / Kecil Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan
bermotor ber as dua dengan empat roda dan dengan jarak as 2,0 – 3,0 m
(meliputi : mobil penumpang, oplet, mikro bus, pick up, dan truk kecil
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
b) Kendaraan Sedang Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak
3,5 – 5,0 m (termasuk bus kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai
sistem klasifikasi Bina Marga).
c) Kendaraan Berat / Besar
- Bus Besar
Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 m.
- Truk Besar
Truk tiga gandar dan kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama
kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
d) Sepeda Motor
Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan
kendaraan roda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
e) Kendaraan Tak Bermotor (UM) Kendaraan dengan roda yang digerakkan
oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta
dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
B. Pelebaran Dan Perkerasan Pada Tikungan
1. Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju tikungan, seringkali tidak dapat
mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena:
a. Pada waktu berbelok pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan roda
belakang agak keluar lajur (off tracking).
b. Jarak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper depan dan belakang
kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda depan
dan roda belakang kendaraan.
c. Pengemudi akan mengalami kesulitan dalam pertahankan lintasannya tetap pada
lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepatan-
kecepatan tinggi.

Untuk menghindari hal-hal tersebut maka pada tikungan yang tajam perlu perlu
perkerasan jalan yang diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari-
jari lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang akan
dipergunakan sebagai jalan perencanaan.
Pada umumnya truk tunggal sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan
yang dibutuhkan. Tetapi di jalan-jalan dimana banyak dilewati kendaraanberat, jenis
kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk kendaraan
rencana.
Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat mempengaruhi kebutuhan
akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan tersebut. Pelebaran perkerasan
pada tikungan, sudut tikungan dan kecepatan rencana. Dalam peraturan perencanaan
geometrik jalan raya, mengenai hal ini dirumuskan:
B = n (b’ + c) + (n - 1).Td + Z

Dimana:
B = Lebar perkerasan pada tikungan
N = Jumlah jalur lalulintas
B’ = Lebar lintasan truk pada tikungan
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan
c = Kebebasan samping

2. Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik


jalan agar kondisi operasional Ialu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.
Pelebaran jalan di tikungan mempertimbangkan:
a. Kesulitan pengemudi untuk menempatkan kendarann tetap pada lajumya.
b. Penambahan lebar (ruang) lajur yang dipakai saat kendaraan melakukan
gerakan melingkar. Dalam segala hal pelebaran di tikungan harus memenuhi
gerak perputaran kendaraan rencana sedemikian sehingga proyeksi kendaraan
tetap pada lajumva.
c. Pelebaran di tikungan ditentukan oleh radius belok kendaraan rencana, dan
besamya ditetapkan sesuai Tabel II.20
d. Pelebaran yang lebih kecil dari 0.6 meter dapat diabaikan.
e. Untuk jalan 1 jalur 3 lajur, nilai-nilai dalarn Tabel 1.1 harus dikalikan 1,5.
f. Untuk jalan 1 jalur 4 lajur, nilai-nilai dalam Tabel 1.1 harus dikalikan 2.

Tabel 1.1 Pelebaran di tikungan per lajur (m)


Lebar jalur 20.50m, 2 arah atau 1 arah.

Table 1.1 Pelebaran di tikungan per lajur (m)


Tabel 1.2 (lanjutan) Pelebaran di tikungan per lajur (m)
Tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau clothoide sepanjang paling
tidak 20 meter.Lebar jalur 2x100m, 2 arah atau 1 arah

Tabel 1.2 (lanjutan) Pelebaran di tikungan per lajur (m)

3. Penentuan Stationing
Penentuan (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberikan
nomor pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan (sta jalan)
dibtuhkan sebagai sarana komunikasi untuk dengan cepat mengenali lokasi yang
sedang dibicarakan , selanjutnya. Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada saat
pelaksanaan dan perencanaan. Disamping itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh
informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan . setiap sta jalan dilengkapi
dengan gambar potongan melintangnya. Adapun interval masing-masing penomoran
jika tidak adanya perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal maupun
alinyemen vertikal sebagai berikut :
a. Setiap 100 m, untuk daerah datar
b. Setiap 50 m, untuk daerah bukit
c. Setiap 25 m, untuk daerah gunung

Nomor jalan (sta jalan) ini sama fungsinya dnegan patok-patok km disepanjang
jalan, namun juga terdapat perbedaannya antara lain :
a. Patok km merupakan petunjuk jarak yang di ukur dari patok km 0, yang umumya
terletak di ibukota provinsi atau kotamadya, sedangkan patok sta merupakan petunjuk
jarak yang di ukur dari awal sampai akhir pekerjaan.
b. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran standar yang berlaku,
sedangkan patok sta merupakan patok sementara selama masa pelaksanaan proyek
jalan tersebut.

C. Jarak Pandang Horizontal


Jarak pandang pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi sebelah dalam
seringkali terhalang oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing galian dan lainnya.
Penentuan batas minimun jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke penghalang
ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada di dalam lengkung,
dimana jarak pandangan S lebih kecil dari pada tikungan yang bersangkutan L, atau
keadaan dimana jarak pandangan S lebih besar dari tikungan L, sehingga jarak
pandangan sebagian merupakan lengkung sepanjang L, dan sisanya merupakan garis
lurus. (Hamirhan Saodang, 2004)
Gambar 2.22 Jarak Pandangan Pada Lengkung Horizontal

Untuk menghitung jarak pandangan pada lengkung horizontal dapat


menggunakan rumus berikut.

π X ø X R'
S= 90

M = R’(1-cosø)

Dimana :

ᴓ = setengan sudut pusat lengkung sepanjang L


m = jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)
s = jarak pandangan (m)
L = panjang busur lingkaran (m)
R = radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
BAB IV
PERHITUNGAN ALINEMEN VERTIKAL

A. Perencanaan Alinemen Vertikal


Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing – masing
perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang
memanjang jalan. (Silvia Sukirman, 1994)
1. Kelandaian Alinyemen Vertikal
Kelandaian pada alinyemen vertikal terbagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a) Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak
terus tanpa kenghilangkan kecepatan yang berarti. .Kelandaian maksimum
didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yangmampu bergerak
dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa
harus menggunakan gigi rendah.Kelandaian maksimum untuk berbagai VR
ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.1

Table 2.1 Landai Maksimum

b) Kelandaian Minimun
Kelandaian minimun untuk tanah timbunan yang tidak menggunakan kerb,
maka lereng melintang jalan dianggap sudah cukup untuk dapat mengalirkan air
diatas badan jalan yang selanjutnya dibuang ke lereng jalan. Untuk jalan – jalan
diatas tanah timbunan dengan medan datar dan menggunakan kerb, kelandaian
yang dianjurkan adalah sebesar 0,15%, yang dapat membantu mengalirkan air
dari atas badan jalan dan membuangnya ke saluran tepi atau saluran pembuangan.
Sedangkan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai
kerb, kelandaian jalan minimum yang dianjurkan adalah 0,3 – 0,5%. Lereng
melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas
badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar
saluran sampin, untuk membuang air permukaan sepanjang jalan.

c) Panjang Kritis Suatu Kelandaian


Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan
agarkendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunankecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidaklebih dari satu menit.Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel
2.2
Tabel 2.2 Tabel Panjang Kritis

d) . Lajur Pendakian
Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu lintas yang tinggi, maka
kendaraan berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan dibawah
kecepatan rencana, sedangkan kendaraan lainnya masih dapat bergerak dengan
kecepatan rencana. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan pertimbangan untuk
membuat lajur tambahan di sebelah kiri lajur jalan. Penempatan lajur pendakian
dilakukan sebagai berikut :
1) Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan
berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan lain pada
umumnya,agar kendaraan-kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat
tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan.
2) .Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai
kelandaian yang besar,menerus,dan volume lalulintasnya relative padat.
3) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
 Disediakan pada jalan arteri atau kolektor dan apabila panjang kritis
terlampaui,jalan memiliki VLHR ¿ 15.000 SMP/hari dan persentase
truk ¿ 15%
4) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana
5) Lebar lajur dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan
sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter

2. Lengkung Vertikal
Lengkung vertical harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan :
a. Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan
b. Menyediakan jarak pandang henti
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan peralihan
secara berangsur – angsur dari suatu landai ke landai berikutnya.
Gambar 2.3 Lengkung Vertikal

Kelandaian menaik diberi tanda (+) dan kelandaian menurun diberi tanda
(-). Ketentuan pendakian atau penurunan ditinjau dari kiri ke kanan. Dari
gambar diatas, besarnya defleksi (y’) antara garis kemiringan (tangen) dan
garis lengkung dapat dihitung dengan rumus :
Gambar 2.4 Alinemen Vertikal Cembung
(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)

Untuk menentukan panjang lengkung vertikal cembung (Lv) dapat juga


ditentukan berdasarkan grafik pada gambar 2.5 (untuk jarak pandang henti)

PERBEDAAN ALJABAR KELANDAIAN


Gambar 2.5 Grafik Panjang Lengkung Vertikal Cembung Berdasarkan Jarak
Pandang Henti
(Sumber : Sarimin Saodang,2004)

Gambar 2.6 Grafik Panjang Lengkung Vertikal Cembungberdasarkan Jarak


Pandang Mendahului
(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)

Anda mungkin juga menyukai