BAB I PERANCANGAN
A. Tugas Dan Perancangan
B. Tabel Dan Peraturan Yang Di Gunakan
BAB V TUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
TUGAS BESAR
REKAYASA JALAN RAYA
DI SUSUN OLEH :
YOGI MAHESA
18.01.016.053
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan yang berjudul “Tugas Besar Rekayasa Jalan Raya” telah disahkan dan di setujui
pada,
Hari :
Tanggal :
Yang Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Hermansyah,S.T,M.T
NIP : 199010112018091211
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya lah
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas besar ini,yang merupakan salah satu kewajiban dari
mata kuliah Rekayasa Jalan Raya.
Tugas besar ini kami buat sebagai mana mestinya,sesuai literature yang kami dapatkan
baik dari buku maupun maupun media lainnya.Oleh karena itu kami sangat berterima kasih
apabila ada yang menyampaikan kritik ataupun saran demi kesempurnaan tugas kami
Disamping itu,tidak lupa kami juga berterima kasih kepada Dosen dan teman-teman
seperjuangan yang telah membimbing kami dan bantuan dari teman-teman sehingga tugas besar
ini dapat terselesaikan.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan keberkahan-Nya kepada kita
semua.Amin.
Penyusun
BAB I
PERANCANGAN
2. data perencanaan
a. kelas yang direncanakan :
a. kelas IIB
b. koordinat titik A :
a. (12117,5362)
c. azimuth titik A :
a. 40°49°59°
d. elevasi rencana permukaan jalan titik A terletak pada:
a. Permukaan tanah asli
b. galian sedalam 0.50 m
c. galian sedalam 1,00 m
d. timbunan setinggi 0,50 m
e. timbunan setinggi 1,00 m
3. Tugas
a. merancang trase jalan dari titik A sampai titik B sebaik mungkin pada peta topografi
yang tersedia dengan menggunakan minimal 2 buah bentuk tikungan yang ada,yaitu:
Full Circle, Spiral-Circle-Spiral,Spiral-Spiral
b. Menggambar diagram superelevasi dengan sumbu putar as jalan
c.menggambar profil memanjang
d. menggambar profil melintang pada setiap jarak 100 meter pada bagian lurus dan 50
meter pada bagian lengkung (diawali dari titk A)
e. menghitung elevasi tepi-tepi perkerasan dan sumbu/as jalan pada profil tergambar
f. menghitung jumlah volume galian dan timbunan
g. gambar akhir di buat dengan skala 1:5.000
A. Ketentuan Jalan
Ketentuan jalan raya menurut peraturan perencanaan geometri jalan raya tahun
1970:
1. Kelas : IIA
2. Azimut : 46°59°12°
3. Statistik : 10+500
4. Elevasi muka tanah di titik A : Galian sedalam 1,00 m
5. Kecepatan rencana minimum : 100 km/jam
6. Lebar low minimum : 40 m
7. Lebar perkerasan : 3,5 m
8. Lebar bahu : 3,0 m
9. Kemiringan melintang perkerasan : 2%
10. Kemiringan melintang bahu : 4%
11. Miring tikungan maksimum : 10%
12. Jari-jari tikungan minimum : 350
13. Landai maksimum : 4%
14. Lereng melintang medan : 4%
1. Bagian Lurus
Panjang maksimum bagian lurus, dapat ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit
(sesuai VR), dengan pertimbangakan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.
b. Bentuk-bentuk Tikungan
Di dalam suatu perencanaan garis lengkung maka perlu diketahui hubungan
kecepatan rencana dengan kemiringan melintang jalan (suprelevasi) karena garis
lengkung yang direncanakan harus dapat mengurangi gaya sentrifugal secara
berangsur-angsur mulai dari nol sampai nol kembali. Bentuk tikungan dalam
perencanaan tersebut adalah :
1) Tikungan full circle
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari
besar dan sudut tangen yang relatif kecil. Atas dasar ini maka perencanaan
tikungan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan
raya, dalam merencanakan tikungan harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
- Lengkung peralihan
- Kemiringan melintang (superelevasi)
- Pelebaran Perkerasan Jalan
- Kebebasan samping
Jenis tikungan full circle ini merupakan jenis tikungan yang paling ideal ditinjau
dari segi keamanan dan kenyamana pengendara dan kendaraannya, namun apabila
ditinjau dari penggunaan lahan dan biaya pembangunannya yang relatif terbatas,
jenis tikungan ini merupakan pilihan yang sangat mahal. Adapun batasan dimana
diperbolehkan menggunakan full circle adalah sebagai berikut :
∆
Lc = πR = 0.01745 ∆ R
180
Dimana :
∆ = Sudut tikungan (⁰)
E = Jarak PI ke puncak busur lingkaran (m)
O = Titik pusat lingkaran
L = Panjang lengkung (CT – TC), (m)
R = Jari-jari tikungan (m)
PI = Titik potong antara 2 garis tangen
T = Jarak TC-PI atau PI-CT
Catatan :
Tikungan FC hanya digunakan untuk R yang besar agar tidak terjadi patahan,
karena dengan R kecil akan diperlukan superelevasi yang besar.
Dimana :
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS-SC (jarak lurus
lengkung peralihan), (m)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, (m)
θs= Sudut lengkung spiral, (⁰)
θs = Sudut lengkung spiral, (⁰)
P = Pergeseran tangen terhadap spiral, (m)
k = Absis p pada garis tangen spiral, (m)
Lc = Panjang busur lingkaran (jarak SC-CS), (m)
Ts = Jarak tangen dari PI ke TS atau ST, (m)
Es = Jarak dari PI ke puncak busur lingkaran, (m)
L = Panjang tikungan SCS, (m)
Ls = Panjang lengkung peralihan (jarak TS-SC atau CS-ST), (m)
∆ = Sudut tikungan, (⁰)
∆c = Sudut lengkung circle, (⁰)
R = Jari-jari tikungan, (m)
Kontrol :
Lc > 20 m
L > 2 Ts
Jika L < 20 m, gunakan jeniss tikungan spiral-spiral
3) Tikungan spiral-spiral
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang tajam. Rumus-rumus
yang digunakan pada tikungan spiral-spiral, yaitu :
C. Alinemen Vertikal
Alinemen Vertikal Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap
titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinyemen vertikal akan
ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negative (turunan), sehingga kombinasi
berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut
ditemui pula kelandaian datar. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang
dilalui oleh rute jalan rencana. Kondisi topograpi tidak saja berpengaruh pada perencanaan
alinyemen horizontal, tetapi mempengaruhi perencanaan alinyemen vertikal (Hendarsin L.
Shirley, 2000).
F. Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan dengan baik dengan kelandaian
7-8 % tanpa adanya perbedaan dibandingkan dengan bagian datar.Pengamatan
menunjukan bahwa mobil penumpang pada kelandaian 3% hanya sedikit sekali
pengaruhnya dibandingkan dengan jalan datar. Sedangkan untuk truk, kelandaian akan
lebih besar pengaruhnya
2. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum berdasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh mampu
mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa
harus menggunakan gigi rendah.
3. Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kreb pada tepi perkerasannya perlu dibuat kelandaian
minimum 0,5 % untuk keperluan saluran kemiringan melintang jalan dengan kreb hanya
cukup untuk mengalirkan air kesamping.
4. Panjang Kritis Suatu Kelandaian
Panjangkritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar
pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih banyak dari separuh VR, lama perjalanan
pada panjang kritis tidak lebih dari satu menit.
BAB III
PERHITUNGAN ALINEMEN HORIZONTAL
A. Klasifikasi Medan
1. Klasifikasi Jalan Menurut Medan Jalan
Klasifikasi perhitungan rata-rata dari ketinggian muka tanah lokasi rencana, maka
dapat diketahui lereng melintang yang digunakan untuk menentukan golongan medan
klasifikasi jalan berdasarkan medan jalan dapat dilihat pada table 2.7 di bawah ini :
c. Jalan kabupaten.
Jalan kabupaten dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Jalan kolektor primer, yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional
dan kelompok jalan provinsi.
2) Jalan lokal primer
3) Jalan sekunder lain, selain yang dimaksud sebagai jalan nasional dan jalan
provinsi
4) Jalan selain dari yang disebutkan di atas, yang mempunyai nilai strategis
terhadap kepentingan kabupaten, yakni jalan yang walaupun tidak dominan
terhadap pengembangan ekonomi, tapi mempunyai peranan tertentu dalam
menjamin terselenggaranya pemerintahan dalam Pemerintahan Daerah
d. Jalan kotamadya
Jalan kotamadya merupakan jaringan jalan sekunder yang berada di dalam
kotamadya.
e. Jalan desa
Jaringan jalan sekunder di dalam desa, yang merupakan hasil swadaya
masyarakat, baik yang ada di desa maupun di kelurahan.
Untuk menghindari hal-hal tersebut maka pada tikungan yang tajam perlu perlu
perkerasan jalan yang diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari-
jari lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang akan
dipergunakan sebagai jalan perencanaan.
Pada umumnya truk tunggal sebagai dasar penentuan tambahan lebar perkerasan
yang dibutuhkan. Tetapi di jalan-jalan dimana banyak dilewati kendaraanberat, jenis
kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk kendaraan
rencana.
Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat mempengaruhi kebutuhan
akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan tersebut. Pelebaran perkerasan
pada tikungan, sudut tikungan dan kecepatan rencana. Dalam peraturan perencanaan
geometrik jalan raya, mengenai hal ini dirumuskan:
B = n (b’ + c) + (n - 1).Td + Z
Dimana:
B = Lebar perkerasan pada tikungan
N = Jumlah jalur lalulintas
B’ = Lebar lintasan truk pada tikungan
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan
c = Kebebasan samping
3. Penentuan Stationing
Penentuan (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberikan
nomor pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan (sta jalan)
dibtuhkan sebagai sarana komunikasi untuk dengan cepat mengenali lokasi yang
sedang dibicarakan , selanjutnya. Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada saat
pelaksanaan dan perencanaan. Disamping itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh
informasi tentang panjang jalan secara keseluruhan . setiap sta jalan dilengkapi
dengan gambar potongan melintangnya. Adapun interval masing-masing penomoran
jika tidak adanya perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal maupun
alinyemen vertikal sebagai berikut :
a. Setiap 100 m, untuk daerah datar
b. Setiap 50 m, untuk daerah bukit
c. Setiap 25 m, untuk daerah gunung
Nomor jalan (sta jalan) ini sama fungsinya dnegan patok-patok km disepanjang
jalan, namun juga terdapat perbedaannya antara lain :
a. Patok km merupakan petunjuk jarak yang di ukur dari patok km 0, yang umumya
terletak di ibukota provinsi atau kotamadya, sedangkan patok sta merupakan petunjuk
jarak yang di ukur dari awal sampai akhir pekerjaan.
b. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran standar yang berlaku,
sedangkan patok sta merupakan patok sementara selama masa pelaksanaan proyek
jalan tersebut.
π X ø X R'
S= 90
M = R’(1-cosø)
Dimana :
b) Kelandaian Minimun
Kelandaian minimun untuk tanah timbunan yang tidak menggunakan kerb,
maka lereng melintang jalan dianggap sudah cukup untuk dapat mengalirkan air
diatas badan jalan yang selanjutnya dibuang ke lereng jalan. Untuk jalan – jalan
diatas tanah timbunan dengan medan datar dan menggunakan kerb, kelandaian
yang dianjurkan adalah sebesar 0,15%, yang dapat membantu mengalirkan air
dari atas badan jalan dan membuangnya ke saluran tepi atau saluran pembuangan.
Sedangkan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang memakai
kerb, kelandaian jalan minimum yang dianjurkan adalah 0,3 – 0,5%. Lereng
melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatas
badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk membuat kemiringan dasar
saluran sampin, untuk membuang air permukaan sepanjang jalan.
d) . Lajur Pendakian
Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu lintas yang tinggi, maka
kendaraan berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan dibawah
kecepatan rencana, sedangkan kendaraan lainnya masih dapat bergerak dengan
kecepatan rencana. Dalam hal ini sebaiknya dilakukan pertimbangan untuk
membuat lajur tambahan di sebelah kiri lajur jalan. Penempatan lajur pendakian
dilakukan sebagai berikut :
1) Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan
berat atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan lain pada
umumnya,agar kendaraan-kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat
tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan.
2) .Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai
kelandaian yang besar,menerus,dan volume lalulintasnya relative padat.
3) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
Disediakan pada jalan arteri atau kolektor dan apabila panjang kritis
terlampaui,jalan memiliki VLHR ¿ 15.000 SMP/hari dan persentase
truk ¿ 15%
4) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana
5) Lebar lajur dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian dengan serongan
sepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak kelandaian dengan
serongan sepanjang 45 meter
2. Lengkung Vertikal
Lengkung vertical harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan :
a. Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan
b. Menyediakan jarak pandang henti
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan peralihan
secara berangsur – angsur dari suatu landai ke landai berikutnya.
Gambar 2.3 Lengkung Vertikal
Kelandaian menaik diberi tanda (+) dan kelandaian menurun diberi tanda
(-). Ketentuan pendakian atau penurunan ditinjau dari kiri ke kanan. Dari
gambar diatas, besarnya defleksi (y’) antara garis kemiringan (tangen) dan
garis lengkung dapat dihitung dengan rumus :
Gambar 2.4 Alinemen Vertikal Cembung
(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)