Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penulisan 4
Manfaat Penulisan 5
GAGASAN 6
KESIMPULAN DAN SARAN 9
KESIMPULAN 10
SARAN 10
DAFTAR PUSTAKA 10

1
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pencemaran adalah hasil kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan
fisik dan/atau biologis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak lagi
berguna dalam menunjang pembangunan. Pencemaran lingkungan ini akan
menyebabkan dampak yang negatif seperti pencemaran yang dihasilkan
kendaraan, limbah yang dihasilkan sampah organik, dan lain-lain. Pencemaran
sampah organik di pasar seketeng merupakan salah satu permasalahan yang
sering dihadapi oleh masyarakat sekitar. Karena pasar seketeng adalah tempat
dimana barang-barang diperjualbelikan untuk masyarakat. Peningkatan aktivitas
manusia di pasar seketeng dapat meningkatkan timbulan sampah. Gambar
dibawah ini menunjukkan limbah sayuran dari pasar seketeng . Pemborosan ini
sudah tidak masuk akal lagi, dan untuk mengatasinya diperlukan kreativitas dan
motivasi yang tinggi. Sampah yang dihasilkan di pasar seketeng dapat
berdampak negatif bagi kesehatan warga pasar seketeng , antara lain bau busuk,
gas rumah kaca, dan berfungsi sebagai tempat berkembang biaknya berbagai
bakteri. Selain itu, proses pembuangan dan pembersihan limbah itu mahal.
Gambar 1 Sayuran di Pasar seketeng
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 2 Limbah Sayuran di Pasar


seketeng
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 3. Tabel Produksi Sampah Yang Berada di Kecamatan Sumbawa

Pemanfaatan limbah pasar seketeng sebagai pakan alternatif menjadi


salah satu motivasi penyediaan pakan terbatas pada musim kemarau. Berdasarkan
pengamatan dari pasar seketeng induk , Sumbawa, potensi kembang kol, sawi,

1
2

wortel dan jagung bisa menggantikan rumput hijauan ternak. Hal ini karena nilai
gizi sayuran ini tidak jauh berbeda dengan rumput hijauan ternak. Selain itu,
ketersediaan sayuran ini sangat tinggi. Keterbatasan pasokan pakan pada musim
kemarau dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Hewan ruminansia memiliki
hak istimewa untuk mengandung mikroorganisme dalam lumennya, sehingga
pakan yang mengandung pakan non-konvensional seperti sisa pasar seketeng
dapat digunakan sebagai makanan pokok yang tersedia dan murah. Selain
peningkatan limbah pakan dari pasar seketeng dan peningkatan ternak, limbah
pakan dari pasar seketeng dapat menjadi pakan alternatif bagi ternak ruminansia
jika pakan konvensional menyusut akibat berkurangnya intensitas hujan/kering.
Peningkatan populasi ruminansia tidak diimbangi dengan pemberian pakan
terutama pada musim kemarau.
Tabel dibawah ini menunjukkan populasi ternak Indonesia, namun
peningkatan ternak setiap tahunnya tidak diimbangi dengan ketersediaan pakan,
sehingga diperlukan rumput alternatif salah satunya limbah sayuran yang beredar
di pasar seketeng an.

Gambar 4. Tabel Populasi Ternak Indonesia

Sampah organik pasar seketeng adalah sisa makanan yang tidak dijual,
hasil penyiangan, atau sebagian sayuran dan buah-buahan yang tidak digunakan
untuk konsumsi manusia. Pemanfaatan limbah pasar seketeng sebagai pakan
ternak yang ekonomis untuk tujuan menekan biaya peternakan. Berinvestasi
dalam pengolahan limbah sangat bermanfaat untuk mengurangi polusi dan
pencemaran lingkungan dengan konsep daur ulang yang ramah lingkungan,
karena semua limbah dapat dipulihkan tanpa meninggalkan residu. Tabel dibawah

2
3

ini menunjukkan kandungan nutrisi pelengkap sayuran di beberapa pasar


seketeng.
Limbah pasar seketeng organik memiliki nilai gizi yang kecil, terbukti
dengan kandungan serat yang tinggi dan kadar air yang tinggi, tetapi kandungan
protein kasar sayuran sangat tinggi pada basis kering, dengan serat sekitar 15-24%
hingga 5-38%. Melihat data tersebut, kandungan nutrisi limbah sayuran yang
beredar di pasar seketeng tidak berbeda jauh dengan kandungan nutrisi pakan,
sehingga limbah sayuran yang beredar di pasar seketeng menjadi alternatif pakan
alternatif pengganti pakan non konvensional yang baik.

Gambar 5. Tabel Komposisi Nutrisi Beberapa Limbah Sayuran Pasar


seketeng
Sampah organik yang beredar di pasar seketeng bila digunakan sebagai
bahan baku dapat menghasilkan berbagai produk yang bermanfaat, murah, mudah
didapat, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, sehingga memiliki
beberapa keunggulan nilai ekonomis. Hal ini juga dapat mengurangi masalah
pencemaran limbah. Selain keunggulan tersebut, bio-waste juga memiliki
kelemahan seperti mudah rusak, kuantitas (bulk), dan variabilitas ketersediaannya.
Oleh karena itu, diperlukan teknik pengolahan agar menjadi bahan baku ternak
yang tahan lama, mudah disimpan, dan mudah untuk dijadikan pakan ternak (Yuli
Retnani, 2008 Sondy, 2010).
Salah satu teknik tersebut adalah pengawetan silase ternak dari limbah
sayuran yang ada di pasar seketeng . Silase merupakan teknik pengawetan yang
menggunakan proses fermentasi yang bertujuan untuk mendapatkan bahan pakan
yang berkualitas tinggi dan tahan lama sehingga ternak dapat diberi pakan pada
saat pakan langka. Silase berbahan baku serat pakan dari limbah sayuran pasar
seketeng merupakan pakan alternatif untuk pakan pada musim kemarau. Silase
pakan diproduksi di bawah penyimpanan anaerobik dan mungkin cocok untuk
ternak. Tidak hanya mudah diolah dan murah, dapat meningkatkan kualitas
pakan, memaksimalkan dosis dan mengatasi kelangkaan pakan di musim
kemarau.

3
4

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang cara mengurangi pencemaran
melalui pemanfaatan limbah pasar seketeng
2. Memberikan informasi tentang limbah sayuran pasar seketeng
yang terbuang percuma namun berpotensi tinggi sebagai alternatif
pakan ternak terutama pada musim kemarau dan daerah kering.
3. Sebagai pakan alternatif memberikan informasi nilai gizi dan nilai
tambah limbah sayuran yang beredar di pasar seketeng an, baik
dalam bentuk aslinya maupun dalam bentuk olahannya dalam
bentuk silase.
4. Merangsang minat peternak/praktisi hewan untuk meningkatkan
nilai ekonomis limbah sayuran di pasar seketeng an dalam bentuk
kemasan silase yang murah dan mudah dibuat.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari tulisan ini adalah:
1. Pembaca/masyarakat mendapatkan informasi tentang potensi
limbah sayuran yang beredar di pasar seketeng an dan nilai tambah
sebagai pakan alternatif.
2. Peternak memiliki kreativitas memanfaatkan limbah silase
berbahan sayuran pasar seketeng sebagai cadangan musim
kemarau atau lahan kering atau untuk meningkatkan nilai ekonomi
dan menggantikan rumput-rumputan tradisional yang sulit didapat
Mendorong peternak.

4
5

GAGASAN

Pencemaran atau pencemaran adalah masuknya atau tercemarnya


organisme, bahan bakar, atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
perubahan tatanan lingkungan karena aktivitas manusia atau proses alam, yang
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan pada tingkat tertentu. Tergantung
pada tujuannya, fungsi tersebut dapat dikurangi atau tidak difungsikan (1982 UU
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4). Pencemaran lingkungan tidak
dapat dihindari karena aktivitas manusia. Polusi tidak bisa dihindari. Hal ini dapat
dicapai dengan mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, serta
meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap lingkungan agar tidak
mencemari lingkungan. Contoh pemanfaatan limbah tanaman sebagai alternatif
pakan kaya serat. Ketersediaan pakan sangat musiman. Kendala yang sering
ditemui antara lain rendahnya produktivitas ternak akibat kualitas pakan yang
kurang baik, terutama terkait ketersediaan sumber pakan pada musim kemarau.
Oleh karena itu, Anda perlu mencari pakan alternatif yang murah, mudah didapat,
dan tersedia sepanjang musim.
Limbah sayuran pasar seketeng merupakan zat-zat atau bahan-bahan yang
sudah tidak terpakai lagi (Apriadji, 1990). Menurut Hadiwiyoto (1983),
pengelompokan sampah atau limbah berdasarkan beberapa faktor, yaitu menurut
bentuk dan sifatnya. Berdasarkan bentuknya, sampah dibedakan menjadi sampah
padat, sampah cair, dan sampah gas sedangkan berdasarkan sifatnya, sampah
dibedakan menjadi sampah yang mengandung senyawa organik yang berasal dari
tanaman, hewan, dan mikroba dan sampah anorganik yaitu garbage (bahan yang
mudah membusuk) dan rubbish (bahan yang tidak mudah membusuk). Salah satu
sampah atau limbah yang banyak terdapat disekitar kita adalah limbah pasar
seketeng . Limbah pasar seketeng merupakan bahan-bahan hasil sampingan dari
kegiatan manusia dari pasar seketeng dan banyak mengandung bahan organik.
Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah pasar seketeng yang banyak
mengandung bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti
sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan.
Limbah sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak
digunakan atau dibuang. Kelebihan limbah sayuran pasar seketeng adalah
memiliki nilai ekonomis karena dapat menghasilkan berbagai produk yang
berguna dan harganya yang murah, mudah didapat, dan tidak bersaing dengan
kebutuhan manusia, selain itu juga dapat mengurangi masalah pencemaran
lingkungan akibat sampah. Sedangkan kelemahan-kelemahan diantaranya mudah
busuk, voluminous (bulky), dan ketersediaan berfluktuasi sehingga perlu
teknologi pengolahan untuk menjadi bahan pakan yang awet, mudah disimpan,
dan mudah diberikan pada ternak (Yuli Retnani, 2008).
Potensi limbah sayuran pasar seketeng selama ini dimanfaatkan menjadi
kompos dan sumber hijauan pakan ternak. Hijauan pakan ternak yang berasal dari

5
6

limbah sayuran pasar seketeng memiliki kelemahan yaitu mudah busuk. Oleh
karena itu, diperlukan teknologi pengawetan seperti wafer, biskuit, dan silase.
Wafer merupakan salah satu metode pengawetan dengan cara pengepresan
menggunakan mesin kempa. Bentuk wafer yang padat dan cukup ringkas
diharapkan dapat : (1) meningkatkan palatabilitas ternak karena bentuknya yang
padat, (2) memudahkan dalam penanganan, pengawetan, penyimpanan,
transportasi, dan penanganan hijauan lainnya, (3) memberikan nilai tambah karena
selain memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, dan (4) menggunakan
teknologi sederhana dengan energi yang relatif rendah (Yuli Retnani, 2008 dalam
Sondhy, 2010). Akan tetapi pembuatan wafer memerlukan biaya yang cukup
mahal sehingga sulit dijangkau oleh peternak. Pemanfaatan limbah sayuran pasar
seketeng menjadi silase merupakan salah satu pengawetan yang memerlukan
biaya lebih rendah daripada pembuatan wafer dan biskuit ternak sehingga bisa
dijangkau oleh peternak. Komposisi silase tersebut dibuat menyerupai komposisi
hijauan pakan sehingga diharapkan disukai oleh ternak serta dapat mengatasi
kelangkaan hijauan pada musim kemarau.
Silase merupakan proses fermentasi yang bertujuan untuk mendapatkan
bahan pakan yang berkualitas tinggi dan tahan lama. Produksi silase merupakan
alternatif penyimpanan yang efektif dan bertujuan untuk menyeimbangkan
ketersediaan bahan pakan karena pakan dapat dikumpulkan dan disimpan pada
musim kemarau pada musim hujan.
Prinsip pengawetan ini didasarkan atas adanya proses peragian di dalam
tempat penyimpanan (silo). Sel-sel tanaman untuk sementara waktu akan terus
hidup dan mempergunakan O2 yang ada di dalam silo. Bila O2 telah habis
terpakai, terjadi keadaan enaerob didalam tempat penyimpanan yang tidak
memungkinkan bagi tumbuhnya jamur/cendawan. Bakteri pembentuk asam akan
berkembang dengan pesat dan akan merubah gula dalam hijauan menjadi asam-
asam organik seperti asam asetat, asam susu dan juga alkohol. Dengan
meningkatnya derajat keasaman, kegiatan bakteri-bakteri lainnya seperti bakteri
pembusuk akan terhambat. Pada derajat keasaman tertentu (pH = 3,5) bakteri
asam laktat tidak pula dapat bereaksi lagi dan proses pembuatan silase telah
selesai (Ahlgren, 1956).
Dalam pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama :
hijauan yang cocok dibuat silase. Kedua : penambahan zat aditif untuk
meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak (manure
ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan kadar
protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang
rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga :
kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang
berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang
tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu
menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap

6
7

kebakaran (Pioner Development foundation, 1991). Pada Tabel 4 dicantumkan


kriteria penilaian silase untuk mengetahui baik atau tidaknya silase. Keberhasilan
pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu : (1) ada tidaknya serta
besarnya populasi bakteri asam laktat. (2) Sifat-sifat fisik dan kimiawi bahan
hijauan yang digunakan. (3) Keadaan lingkungan.
Kriteria kualitas silase dapat diketahui dengan beberapa parameter
diantaranya pertumbuhan jamur, bau, pH, dan kadar N-NH3 (Deptan, 1980).
Tumbuhnya jamur merupakan indikator keberhasilan pembuatan silase. Protein
yang terdapat pada tanaman dapat digunakan oleh jamur sebagai bahan pakan
untuk pertumbuhannya. Kandungan protein yang rendah menyebabkan jamur
tidak dapat bertumbuh dengan subur karena kekurangan bahan pakan. Pada
hijauan yang masih muda mengandung protein yang tinggi, sehingga yang terjadi
adalah fermentasi protein (Ristianto dkk., (1979). Terjadi pula perombakan
protein menjadi amonia, asam amino,amida, asam asetat, asam butirat, dan air. Air
yang terbentuk tersebut, menyebabkan sukar terjadi keadaan anaerob
(Reksohadiprodjo, 1988). Oleh karena sukar terjadi keadaan anaerob, maka jamur
akan bertumbuh dengan subur.
Bau silase merupakan salah satu indikator baik atau tidaknya silase.
Menurut Ensminger dan Olentine (1978) bahwa, karakteristik silase yang baik
adalah baunya bersih lebih berbau asam, baunya disenangi dibandingkan dengan
silase yang jelek. Demikian pula pendapat Siregar (1996) bahwa, secara umum
silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu rasa dan bau asam, tetapi segar dan
enak. Bau asam yang dihasilkan oleh silase disebabkan dalam proses pembuatan
silase bakteri anaerob aktif bekerja menghasilkan asam organik. Akibat keaktifan
bakteri inilah maka terjadi asam (Anonim, 1990). Demikian pula pendapat
Susetyo dkk., (1969) bahwa, dalam proses ensilase apabila oksigen telah habis
dipakai, pernapasan akan berhenti, dan suasana menjadi anaerob. Dalam keadaan
demikian jamur tidak dapat tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih aktif
terutama bakteri pembentuk asam. Dengan demikian, bau asam dapat dijadikan
sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk
keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam.
Selain itu, pH silase dapat menjadi indikator. Menurut Deptan (1980),
mengkategorikan kualitas silase berdasarkan pH-nya yaitu : 3,5 - 4,2 baik sekali,
4,2 - 4,5 baik, 4,5 - 4,8 sedang, dan lebih dari 4,8 adalah jelek. Sedangkan
Crowder dan Chheda (1982) melaporkan bahwa silase yang dihasilkan oleh petani
didaerah tropis tanpa menggunakan bahan pengawet, pada umumnya pH-nya
tinggi yaitu 4,8 atau lebih. Demikian pula Regan (1997) melaporkan bahwa, silase
rumput tropis dibuat tanpa bahan pengawet pH-nya berkisar antara 5,0 sampai 7,0.
Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pH silase yang dihasilkan pada Tingginya
pH silase yang dihasilkan sesuai dengan pendapat Crowder dan Chheda (1982)
bahwa, tingginya nilai pH silase yang dibuat didaerah tropis dibanding dengan
nilai pH silase yang dibuat di daerah temperate disebabkan oleh rumput tropis

7
8

pada umumnya berbatang, serat kasarnya tinggi, dan kandungan karbohidratnya


rendah. Disamping itu, pH silase yang tinggi karena dalam pembuatan silase tidak
menggunakan bahan pengawet. Bahan pengawet biasanya ditambahkan untuk
mencukupi karbohidrat mudah larut yang berguna dalam fermentasi, terutama
untuk menurunkan pH silase (Matsuhima, 1979). Demikian pula pendapat Siregar
(1996) bahwa, pada pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar
terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal.
Silase mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu : mempunyai tekstur segar,
berwarna kehijau-hijauan, tidak berbau, disukai ternak, tidak berjamur, tidak
menggumpal, memerlukan biaya yan murah, dan dapat meningkatkan kandungan
nutrisi. Pemanfaatan silase limbah sayuran pasar seketeng diharapkan dapat
diterima oleh masyarakat untuk mengatasi kelangkaan hijauan pakan ternak.

Partisipasi Mengimplementasikan Gagasan


Pengembangan gagasan ini membutuhkan peran serta pemerintah,
masyarakat dan penggagas gagasan. Pemerintah harus memberikan dukungan
kepada para penulis yang ingin menyebarluaskan ide-idenya sehingga aspirasinya
terpenuhi. Masyarakat harus memahami dan mengetahui pentingnya pemanfaatan
sampah hijau, sehingga tidak hanya bisa dimanfaatkan, tapi bisa dimanfaatkan.
Segala bentuk dukungan dan partisipasi diperlukan untuk ide ini agar kedepannya
dapat diadopsi oleh masyarakat untuk mengurangi polusi dari sampah hijau.
Langkah Strategis untuk Mengimplementasikan Gagasan
Mensosialisasikan cara-cara pemanfaatan sampah dan memberikan
pelatihan hingga limbah sampah memiliki nilai jual serta menambah daya
kreativitas. Sosialisasi tersebut difokuskan terhadap peternak agar bisa lebih
mengerti cara pemanfaatan sampah itu sendiri.
Cara pengolahan
1. Pertama-tama semua sampah organik (sayuran) di kumpulkan
melalui penjual sayur
2. Selanjutnya sampah tersebut dibersihkan
3. Setelah itu dicampurkan dengan em-4 dan mol
4. Kemudian dimasukkan kedalam tong
5. Dan ditunggu sampai pakan organik tersebut siap diberikan ke
ternak
Tenaga
Dalam dunia pekerjaan di Indonesia masih banyak pengangguran sehingga
dengan adanya pengolahan limbah sayuran ini dapat membuka lapangan
pekerjaan baru yang dapat menjadikan tenaga kerja lebih kreatif dan mengurangi
jumlah pengangguran di Indonesia. Semua orang sebenarnya bisa mengolah
limbah sayuran, asalkan memiliki niat untuk belajar serta mengembangkan
kreativitas yang dimiliki.
KESIMPULAN DAN SARAN

8
9

KESIMPULAN

Peningkatan kegiatan manusia akan meningkatnya pencemaran


lingkungan. Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari. Yang dapat
dilakukan adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan
meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar
tidak mencemari lingkungan. Salah satu contoh usaha yang dilakukan
pemanfaatan limbah sayuran untuk mengganti hijauan berserat tinggi.
Pemanfaatan limbah sayuran pasar seketeng dengan menggunakan
metode pengawetan silase dapat menjadi alternatif pakan non konvensional
pengganti rumput sebagai sumber utama pakan ruminansia sehingga diharapkan
dapat diterima oleh peternak untuk mengatasi masalah kelangkaan hijauan pakan
ternak.

SARAN

Pemanfaatan limbah sayuran pasar seketeng mengalami beberapa kendala.


Selama ini limbah sayuran di pasar seketeng bercampar dengan limbah
anorganik sehingga apabila dimakan oleh ternak akan membahayakan ternak
tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemisahan setiap limbah sesuai dengan
kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahlgren, G.H. 1956. Forage Crops, 2nd, Ed.,Mc.Graw-Hill Book


Company, Inc., N.Y.
Anonim. 1990. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja, dan Perah.
Kanisius, Yogyakarta.
Apriadji, W.H. 1990. Memproses Sampah. Penebar Swadaya Masyarakat.
Jakarta
Croder, L.V. and H. R. Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry.
Longman, London.
Departemen Pertanian, 1980. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen
Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Ciawi, Bogor.
Ensminger, M.E and C. G. Olentine. 1978. Feeds and Nutrition Complete.
The Ensminger Publishing Company, Clovis, California, U.S.A.
Hadiwiyoto. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan
Indayu, Jakarta.

9
10

Kamesworo,Sondhy.2010, Pemberian Wafer Limbah Sayuran Pasar


Terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi Pakan Ternak
Domba. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Matsuhima, J.K. 1979. Feeding Beef Cattle. Sprenger Verlag, Berlin
Heidel New York.
Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for
Small Landholder Farmers. Thesis. Faculty of Science, Nothern Territory
University, Darwin Austalia.
Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Ristianto, U., L. Soekanto, A. Harlianti. 1979. Percobaan Silase. Laporan
Konservasi Hijauan Makanan Tenak, Jawa Tengah. Direktorat Bina Produksi,
Direktorat JenderalPeternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Siregar, M. E. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Susetyo, S., I. Kismono., D. Soewardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak.
Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai