Anda di halaman 1dari 8

JUDUL ESAI

“Pemanfaatan Fermentasi Limbah Rumah Tangga (Ferlita) sebagai Pupuk Cair


pada Sistem Penanaman Berbasis Vertikultur di Lahan Sempit untuk
Meningkatkan Perekonomian Melalui Kemandirian Pangan”

Karya Ini Disusun Untuk Mengikuti Lomba Esai Nasional

“Pembangunan Berkelanjutan (SDG)”

Penulis :
DIENY CHOIRUNNISA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan manusia tidak bisa lepas dari yang namanya limbah,
bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang
fungsinya sudah berubah dari aslinya. Salah satunya adalah limbah rumah tangga
yang hampir setiap hari dijumpi seperti sisa sayur, sampah, baik organik maupun
anorganik, detergen. Limbah tersebut sangatlah berbahaya dan memiliki dampak
negative baik pada lingkungan maupun kesehatan. Dampak dari pembuangan
limbah organik yang mengandung protein akan menghasilkan bau yang tidak sedap
atau busuk dan akan mencemari lingkungan disekitarnya. Selain dapat
menyebabkan dan menimbulkan penyakit, seperti penyakit diare, kolera, penyakit
jamur, sampah beracun. Penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan yang tidak tepat. Padahal limbah rumah tangga dapat dijadikan
sebagai pupuk alternatif yang ramah lingkungan dan dapat menjadi solusi dalam
mengurangi jumlah limbah rumah tangga dengan cara di fermentasikan. Pupuk
fermentasi limbah rumah tangga dapat di gunakan untuk berkebun dan bercocok
tanam karena memiliki kandungan yang diperlukan tanaman dalam proses
pertumbuhan.
Berkebun dan bercocok tanam pada umumnya dilakukan dihamparan lahan
di atas tanah, baik dilakukan diatas tanah langsung atau menggunakan polybag
yang disususn secara horizontal. Model bercocok tanam seperti ini diperlukan lahan
yang cukup luas, sementara lahan di Indonesia semakin tahun semakin sedikit, hal
ini dikarenakan jumlah penduduk semakin meningkat akibatnya banyak bangunan
perumahan yang di bangun. Akibatnya masyarakat desa tidak lagi memiliki lahan
yang cukup untuk bercocok tanam, sehingga Indonesia selalu mengalami
peningkatan dalam impor sayuran, padahal negeri ini kaya akan sumber daya alam
selain itu Indonesia merupakan negara agraris tetapi masih melakukan impor sayur.
Akibatnya kemandirian pangan di Indonesia juga mengalami penurunan, selain itu
perekonomian masyarak desa juga ikut terkena dampak buruknya. Oleh karena itu
perlu diterapkan teknik vertikultur dalam bercocok tanam.
Dari latar belakang diatas penuis memiliki ide sebagai penyelesaian yang
dapat menjawab permasalahan yang di alami oleh masyarakat desa yaitu dengan

1
memanfaatkan limbah rumah tangga dengan cara difermentasi untuk dijadikan
pupuk cair pada media tanam dengan model vertikultur pada desa yang berlahan
sempit.
B. Urgensi Permasalahan
1. Menjadi bahan rujukan dalam pemanfaatan limbah rumah tangga.
2. Mengoptimalkan bercocok tanam pada lahan sempit.
3. Mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah rumah
tangga.
4. Menambah dasar ilmiah tentang manfaat limbah rumah tangga dan teknik
vertikultur.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui cara membuat ferlita dan dampaknya terhadap tanaman.
2. Mengetahui sistem penanaman vertikultur dan penerapannya pada tanaman
dengan menggunakan ferlita.
3. Mengetahui pengaruh sistem ini terhadap ketahanan pangan nasional.
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem penaman ini dibandingkan dengan
yang lainnya.
II. ISI
A. FERLITA (Fermentasi Limbah Rumah Tangga)
FERLITA atau fermentasi limbah rumah tangga merupakan pengomposan
dengan cara fermentasi anaerobik di pH rendah dan dengan memanfaatkan
mikroorganisme. Cara ini sangat sederhana, tidak berbau, tidak mengundang binatang
dan cepat berubah menjadi kompos. Cocok untuk diterapkan di skala rumah tangga.
Hampir segala macam sampah organik rumah tangga bisa diubah menjadi kompos.
Termasuk sisa daging, produk telur, sisa jeruk, produk susu dan sisa makanan laut,
termasuk tulangnya. Yang tidak bisa dikomposkan adalah tulang berukuran besar dan
yang berbentuk cairan. Cara ini tidak menghasilkan Gas Rumah Kaca sehingga lebih
ramah lingkungan dibandingkan dengan cara lain.
Cara penanaman tergantung pada jenis tanamannya. Ada yang dapat ditanam
langsung di wadah vertikultur, ada yang harus disemai dulu baru ditanam, dan ada yang
harus disemai kemudian disapih dan baru ditanam di wadah. Pesemaian dibutuhkan oleh
tanaman yang berbiji kecil, misalnya sawi, kubis, tomat, cabai, terong, lobak, selada dan

2
wortel. Untuk tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dan membutuhkan perawatan
yang agak khusus, misalnya paprika, cabai hot beauty atau cabai keriting dan tomat
buah dilakukan cara penanaman yang terakhir. Penyusunan tanaman diusahakan
maksimal dengan memperhatikan kelembaban udara, kerapian dan kemungkinan
berjangkitnya penyakit. Intinya, monitoring tanaman diperlukan untuk mencegah
kerusakan tanaman akibat hama dan penyakit tanaman.
Secara umum Indonesia masih merupakan negara importir pangan karena
program diversifikasi pangan belum sepenuhnya berhasil, yang tercermin dari masih
tingginya tingkat konsumsi beras sebagai bahan pangan utama masyarakat. Berbagai
masalah internal seperti tingginya tingkat konversi (alih fungsi) lahan, keterbatasan
penyediaan input pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, pemasaran dan
permodalan, serta infrastruktur dan distribusi masih dihadapi dalam implementasi
program peningkatan produksi pangan.
Sebelum pembuatan FERLITA yang akan di jadikan kompos pada saat
penanaman,perlu di ketahui bahwa proses pengomposan secara organik yang terjadi di
alam berlangsung pada jangka yang cukup lama (6 bulan). Bayangkan, seandainya
sektor pertanian hanya bergantung dari pupuk organik yang terjadi karena proses
alamiah, akan sangat tidak produktif, sedangkan laju kebutuhan pangan di dunia
semakin tinggi dan cepat. Maka pada setiap pengomposan perlu di tambahkan aktivator.
Aktivator ini bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri pembusuk dedaunan atau bahan
organik lainnya. Namun, dalam karya ilmiah ini,kita tidak menggunakan aktivator yang
banyak di jual di toko dengan harga yang bervariasi, melainkan menggunakan
fermentasi dari limbah rumah tangga berupa nasi sisa (MOL) atau aktivator organik
lainnya yang akan mengurangi pengeluaran ekonomi.
B. Sistem Penanaman Vertikultur dengan Penggunaan Kompos Cair FERLITA
Melalui Infus
Penanaman dengan model vertikultur memang sudah biasa kita jumpai di suatu
tempat atau daerah, namun penanaman vertikultur ini kita lakukan dengan penggunaan
kompos alami menggunakan limbah organik yaitu kompos FERLITA dengan
pengaplikasian di daerah berlahan sempit.. Penanaman vertikultur ini menggunakan
media tanah dan menggunakan pipa paralon. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan
adalah pipa paralon, gergaji besi, Penggaris atau meteran, pemanas (hair dryer, gas

3
portabel), botol minuman ringan berbahan kaca (Botol sirup,minuman soda dll),
kompos FERLITA, tanah gembur.
Cara pembuatannya : Sketsa dan ukur paralon untuk tempat lubang,Potong/gergaji
bagian yang ingin di lubangi sesuai skets,Panaskan dengan api atau bisa dengan gas
portable,Cetak lubang tanam menggunakan botol kaca saat paralon masih panas
(lembek),Diamkan hingga paralon mengeras kembali,Media paralon siap dipakai
Dalam pemasangan media tanam, jika kita hanya memiliki lahan tanah minimal
adalah 1x1 meter,maka pasang pipa paralon dengan megubur bagian bawah kurang
lebih 10 cm pada lahan tanah dan memberikan jarak antar pipa paralon kurang lebih dua
jengkal telapak tangan. Jika memang tidak memiliki lahan tanah maka dapat
menggantungkan di dinding atau memasang media paralon pada pot. Kemudian mengisi
media paralon dengan campuran tanah dan kompos FERLITA dengan perbandingan 1:1
hingga terisi penuh. Selanjutnya tanam bibit pada setiap lubang. Jenis tanaman yang
dapat ditanam dengan sistem ini, misalnya tanaman sayur semusim (sawi,selada, kubis,
wortel, tomat, terong, cabai dan lain-lainnya), tanaman bunga seperti anggrek, mawar,
melati, azalea, kembang sepatu, dll; dan tanaman obat-obatan yang sekulen. Untuk
tanaman yang memerlukan banyak sinar matahari, seperti cabai, tomat, terong, dan sawi
hendaknya diletakkan di posisi bagian atas. Sedangkan tanaman ginseng, kangkung, dan
seledri bisa di bagian tengah atau bawah.
Pada sistem penanaman pertama ,dapat dilakukan dengan perselingan
penanaman, sehingga akan menghasilkan panen yang tidak serantak. Tujuan dari
perselingan ini adalah sebagai pengantisipasian pemenuhan kebutuhan pangan secara
berkala tanpa adanya menunggu masa panen. Sistem penanaman yang kedua adalah
dengan adanya infus tanaman (Gambar 3) yang berisi larutan FERLITA sebagai nutrisi
pada tanah maupun tanaman. Layaknya infus pada manusia dengan adanya pengontrol
kecepatan keluarnya cairan ferlita dan saluran distribusi cairan FERLITA. Tujuan dari
pemberian infus tanaman ini adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada tanaman
dan menjaga kesuburan tanaman.
C. Pengaruh sistem pengomposan dan penanaman vertikultur dengan ekonomi
masyarakat berlahan sempit.
Kebutuhan pangan adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat. Ekonomi
kebutuhan pangan di daerah berlahan luas seperti dataran tinggi sangatlah berbeda

4
dengan daerah berlahan sempit seperti dataran rendah. Dataran tinggi memiliki lahan
yang luas,sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan mudah, bahkan dapat
digunakan sebagai ladang pencaharian. Berbeda dengan dataran rendah yang mayoritas
memiliki lahan yang sempit. Kemungkinan untuk bercocok tanam dan memenuhi
kebutuhan pangan sangatlah rendah,karena masalah utamanya adalah kurangnya lahan.
Pemberian nutrisi dan kompos pada tanaman juga salah satu masalah ketika bercocok
tanam.
Oleh karena itu, sistem penanaman menggunakan vertikultur dan FERLITA
sebagai nutrisi yang disalurkan melalui infus dapat memberikan solusi terhadap daerah
berlahan sempit. Dengan adanya tranfusi nutrisi yang dilakukan secara otomatis yang
dipasangi pengontrol kecepatan keluarnya cairan nutrisi membuat tanaman semakin
subur. Sehingga tidak diperlukan perhatian yang kusus, hanya saja perlu pengisian botol
cairan nutrisi dari FERLITA jika sudah habis. Selain itu penggunaan FERLITA sebagai
kompos pada tanaman dapat meminimalisir pengeluaran ekomomi pada masyarakat
pada umumnya maupun petani. Dalam UU No. 18/2012 tentang Pangan. Disebutkan
dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah "kondisi terpenuhinya Pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan". Permasalahan yang muncul
lainnya di dalam distribusi. Stok pangan yang tersedia sebagian besar di daerah
produksi harus didistribusikan antar daerah/antar pulau. Namun tidak jarang sarana dan
prasaran distribusi masih terbatas dan kadang lebih mahal daripada distribusi dari luar
negeri. Sehingga masalah tersebut akan memepengaruhi perekonomian dalam
masyarakat.
Dengan adanya sistem penanaman tersebut daerah berlahan sempit juga dapat
bercocok tanam dan dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari hari tanpa adanya
pengeluaran ekonomi yang berlebih. Jika di misalkan setiap penduduk (satu keluarga)
memiliki minimal 5 vertikultur dalam penanaman tanaman berupa sayur dan rempah
rempah lainnya, maka setidaknya telah memenuhi kondisi kemandirian pangan
perseorangan yang tertera dalam UU No. 18/2012 tanpa adanya permasalahan distribusi
dan stok produksi. Mengenai stok produksi, dengan adanya sistem penanaman

5
menggunakan vertikultur juga dapat di jadikan sebagai produksi utama dalam sayur dan
rempah rempah.
Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa daerah yang berlahan sempit juga
dapat dijadikan sebagai produsen sayuran maupun rempah. Karena hasil dari sistem
penanaman menggunakan vertikultur dan FERLITA tidak jauh berbeda dengan
produsen produsen yang mendistribusikan hasilnya ke berbagai wilayah. Hal ini terjadi
karena dengan sistem penanaman vertikultur dan penggunaan FERLITA di lahan yang
sempit, masyarakat dapat merawat secara intensif tanaman dan menghasilkan hasil yang
maksimal dengan pengemasan serta penyeleksian yang baik. Sehingga sistem
penanaman vertikultur dan penggunaan FERLITA sebagai kompos alami sangat
berpengaruh terhadap perekonomian serta kemandirian pangan khususnya pada daerah
yang berlahan sempit untuk memenuhi kebutuhan pangan dan hasil penanaman yang
dapat diperjual belikan serta menambah pemasukan perekonomian suatu penduduk.

Gambar 3. Sistem Penanaman Vertikultur dengan Infus Nutrisi dari FERLITA


D. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dalam penggunaan kompos alami FERLITA dan sistem penanaman
vertikultur adalah dapat meminimalisisr pengeluaran ekonomi dalam pembelian pupuk
atau kompos lainnya, pemanfaatan limbah organik yang berdampak negatif pada
lingkungan, sebagai solusi pada daerah yang mamiliki lahan sempit untuk memenuhi
kebutuhan pangan bahkan dapat menambah pemasukan ekonomi, sebagai solusi tepat
untuk mewujudkan bangsa yang memiliki ketahanan pangan atau kemandirian pangan

6
guna mengurangi pengkrisisan ekonomi maupun global, dan meningkatkan mutu
kualitas produksi dalam negeri sebagai tolak ukur dalam perekonomian global.
Sedangkan kekurangannya dalam penanaman vertikultur ini adalah memerlukan
keterampilan khusus, hanya bisa dikembangkan pada tanaman hortikultura.Kekurangan
dari kompos organik yaitu kandungan unsur hara tidak bisa diketahui secara
pasti,kandungan unsur hara lebih rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik, dan
proses pembuatan yang tidak hati-hati dapat mengandung telur dan larva hama.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Limbah rumah tangga dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos cair
sebagai penunjang nutrisi melalui infus pada sistem penanaman berbasis vertikultur
di lahan yang sempit. Sistem ini dianalisa mampu meningkatkan perekonomian
masyarakat yang memiliki lahan sempit untuk bertanam melalui kemandirian
pangan.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Anya .P, Damastuti, 1996, Pertanianan Sistem Vertikultur, Wacana Sejati: Mojokerto.
Anya .P, Damastuti, 1996, Pertanianan Sistem Vertikultur, Wacana Sejati: Mojokerto.
Ichsan R, Ferry, Fermentasi Limbah Rumah Tangga, BaKTInews, Makassar, 2015, pp
27- 30.
Kodoatie, J.R. dan R. Syarief, 2005, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, Andi
Offset, Yogyakarta.
Kristanto, P, Ekologi Industri, ANDI publisher. Yogyakarta, 2002, pp 20 dan 167-170.
Mahida, U.N, 1984, Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Soemarwoto,
O, (ed). CV. Rajawali, Jakarta.
Mahida, U.N, 1984, Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Soemarwoto,
O, (ed). CV. Rajawali, Jakarta.
Nainggolan, K, 2008, Program kegiatan ketahanan pangan tahun 2008, Musyawarah
Pembangunan Pertanian Nasional, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai