Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Limbah pasar selama ini menjadi sumber masalah bukan hanya karena bau

yang ditimbulkan tetapi juga karena limbah pasar dapat menjadi sarang/sumber

penyakit dan sumber ketegangan sosial. Padahal tumpukan limbah dapat menjadi

sumber nutrient yang berlimpah dan tidak sedikit nilainya, asalkan kita dapat

mengelolanya dengan teknologi yang baik dan benar. Limbah organik kota saat ini

bukan hanya digunakan untuk mendukung pertanian saja, tetapi juga dapat

dimanfaatkan dalam bidang peternakan dan perikanan terutama limbah sayuran

dan buah-buahan.

Menurut Saenab (2010), bahwa limbah sayuran pasar berpotensi sebagai

bahan pakan ternak, akan tetapi limbah tersebut sebagian besar mempunyai

kecenderungan mudah mengalami pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu

dilakukan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan serta untuk menekan

efek anti nutrisi yang umumnya berupa alkaloid. Dengan teknologi pakan, limbah

sayuran dapat diolah menjadi tepung, silase, maupun asinan, yang dapat

digunakan sebagai pakan ternak. Pengolahan bahan pakan menjadi silase

bertujuan untuk memperpanjang masa simpan pakan. Silase merupakan bahan

pakan dari hijauan pakan ternak maupun limbah pertanian yang diawetkan melalui

proses fermentasi anaerob dengan kandungan air 60 - 70%. Kadar air bahan yang

akan diolah menjadi silase tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi.

Faktor pembatas pemanfaatan limbah organik pasar sebagai bahan pakan

adalah rendahnya kandungan nutrien seperti energi, protein, vitamin dan mineral,

1
serta karbohidrat atau serat pakan yang berdampak pada kecernaannya yang

rendah sehingga pemanfaatan limbah organik pasar secara optimal adalah pilihan

tepat guna dimanfaatkan sebagai bahan pakan yaitu dengan menambahkan tepung

daun murbei. Keberadaan daun murbei yang mengandung senyawa aktif dalam

ransum diharapkan dapat menyediakan karbohidrat non struktural secara

seimbang dn berkesinambungandalam sistem rumen, sehingga fermentabilitas

pakan berserat tinggi menjadi lebih baik.

Rumusan Masalah

Tidak banyak orang menyadari bahwa limbah pasar bila dikelola dan

diolah dapat menjadi barang bernilai ekonomis, terlebih bila manajemen

pengelolaannya menggunakan teknologi pengolahan yang baik . Oleh karena itu

dilakukan penelitian campuran tepung daun murbei dengan limbah pasar dengan

proporsi campuran yang berbeda serta kadar air optimal akan berpengaruh

terhadap kualitas silase yang dihasilkan.

Hipotesis

Diduga dengan mencampurkan limbah pasar dan tepung daun murbei,

akan menghasilkan kualitas silase yang optimal.

Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas silase campuran limbah

pasar dan tepung daun murbei dengan imbangan yang berbeda.

Kegunaan penelitian ini adalah agar dapat memberikan informasi serta

memberikan perbandingan mengenai efektivitas campuran tepung daun murbei

dengan limbah pasar pada kualitas silase sebagai pakan ternak.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Limbah Pasar Sebagai Bahan Pakan Ternak

Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70%

sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk

kota. Berdasarkan sumber dan bahan buangannya, sampah organik kota secara

garis besar dikontribusi oleh sampah pasar, rumah potong hewan dan restoran

serta rumah tangga (Mustadzy, dkk, 2009).

Kandungan zat-zat nutrient yang terdapat pada sampah organik kota dapat

dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Kandungan Nutrien yang Terdapat Pada Sampah Organik Kota.

Kandungan Prentase
Air 10 – 60
Senyawa organik 25 – 35
Nitrogen 0,4 – 1,2
Fospor 0,2 – 0,6
Kalium 0,8 – 1,5
Kapur 4,0 – 7,0
Karbon 12 – 17
Sumber : Mustadzy, dkk. Laboratorium Teknik Lingkungan ITB (2009).

Ada beberapa jenis limbah sayuran pasar yang dapat digunakan sebagai

pakan ternak diantaranya adalah bayam, kangkung, kubis, kecamba kacang hijau,

daun kembang kol, kulit jagung, klobot jagung dan daun singkong. Adapun

komposisi limbah sayuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Komposisi Beberapa Jenis Limbah Sayur

Jenis Bahan Kalori Protein Lemak Serat kapur Besi Abu Karbohidrat Air

3
Sayuran kering (g) (g) (g) (mg) (mg) (%) (g) (g)

Bayam 15.2 43 5.2 * 1.0 340 4.1 * 6.5 86.9

Kangkung 10.0 30 2.7 * 1.1 60 2.5 * * *

Kubis 7.0 22 1.6 * 0.8 55 0.8 * * *

Sawi putih 5.8 17 1.7 * 0.7 100 2.6 * * *

Kecambah * 23 2.9 0.2 * * * * 4.1 92.4

Daun 23.8 * 8.93 1.03 3.19 * * 1.82 * *


kangkung

D. Singkong * * * * * * * 1.77 * *

D. kembang * 3890 31,77 * 13,77 * * 19,93 * *

Kulit Jagung * 4351 1,94 * 34,15 * * 2,97 * *


Sumber : Mansy (2002) Oomen, H. A. P. C., dkk (1984) dalam Redaksi Trubus (1999) .

Limbah hayati pasar adalah sampah pasar yang terdiri dari bahan-bahan

hayati yang dibuang karena tidak dapat dijual. Limbah ini terdiri dari sayur-

sayuran, buah-buahan yang sudah tua atau sudah busuk serta daun-daun lainnya.

Sayur-sayuran seperti kentang, ketimun dan buncis mengandung banyak enzim.

Enzim-enzim tersebut apabila tidak diinaktifkan akan dapat menimbulkan bau

menyengat. Untuk menonaktifkan enzim-enzim penyebab bau busuk tersebut

cukup dengan pengeringan sebelum difermentasikan. Mikroba tertentu dapat

dipakai dalam proses fermentasi untuk mengawetkan pakan. Hasil fermentasi

diperoleh sebagai akibat metabolit mikroba-mikroba pada suatu bahan pakan

dalam keadaan anaerob. Perombakan yang kompleks pada fermentasi sayur-

sayuran dihasilkan oleh serangkaian pertumbuhan bakteri asam laktat

Leuconostoc mesentroides. Perombakan ini umumnya memulai proses fermentasi

4
kemudian disempurnakan oleh berbagai species lactobacillus. Walaupun hasil

fermentasi menunjukkan adanya kehilangan beberapa zat, namun hal ini

diimbangi dengan banyak hal yang menguntungkan. Makanan yang telah

difermentasi selain dapat disimpan lama juga kualitas nutrisinya biasanya

meningkat (Ishak dan Amrullah, 1985).

Potensi Murbei sebagai Bahan Pakan Ternak

Murbei (Morus sp) adalah sebuah genus yang terdiri dari 10–16 spesies

pohon tertentu yang asli berasal dari daerah panas sedang dan subtropis di Asia,

Afrika dan Amerika. Mayoritas spesies asli murbei berasal dari Asia. Salah satu

daerah di Indonesia yang terkenal adalah di desa Andaleh, kecamatan Batipuh,

Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Usia murbei di sana telah mencapai

lebih dari 120 tahun. Murbei tumbuh cukup cepat pada saat masih muda, namun

kemudian tumbuh melambat dan tingginya jarang ada yang melebihi 10-15 m.

Daun murbei merupakan daun sederhana berbentuk cuping dan menggergaji di

bagian tepi. Buah murbei merupakan buah majemuk dengan panjang 2-3 cm,

berwarna merah bila masih mudah dan ungu tua bila matang, dan dapat

dimakan.murbei terutama terkenal karena dedaunannya digunakan sebagai

makanan ulat sutra. Selain itu, andalas (Morus macroura), adalah salah satu

spesies murbei,yang kayunya sering digunakan untuk bahan pembuat lantai rumah

atau mebel karena kuat dan keras (Anonim, 2011a).

Informasi potensi produksi tanaman murbei telah banyak dilaporkan

namun informasi tersebut terkait dengan kebutuhan daun murbei sebagai pakan

ulat sutra. Penelitian pemanfaatan murbei sebagai pakan ternak baru dijumpai

5
sebagian kecil di India, Jepang dan Korea. Percobaan pemanfaatan daun murbei

sebagai pengganti konsentrat unggas di Jepang telah dilaporkan oleh Machii et al.

(2002), sedangkan untuk bahan pakan ternak ruminansia penelitian telah

dilakukan oleh Singh & Makkar (2002), yang melakukan pengujian secara in

vitro.

Tanaman Murbei dapat di perbanyak dengan biji, stek dan okulasi.

Perbanyakan dengan biji relatif lebih mahal, tetapi menghasilkan tanaman yang

lebih baik dibandingkan dengan perbanyakan melalui stek. Perbanyakan

tanaman dengan stek membutuhkan 75.000 sampai 120.000 stek/ha, sedangkan

perbanyakan dengan okulasi membutuhkan 4000 tanaman/hektar. Tekhnik

perbanyakan tanaman dengan okulasi secara eksklusif dilakukan di Jepang

(Machii el al., 2002).

Tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan yang

berkualitas karena potensi produksi, kandungan nutrien dan daya adaptasi

tumbuhnya yang baik (Singh & Makkar 2002). Produksi daun murbei sangat

bervariasi tergantung pada varietas, lahan, ketersediaan air dan pemupukan.

Martin et al., (2002), melaporkan produksi biomassa murbei dengan interval

defoliasi 90 hari akan mencapai 25 ton BK/ha/thn dan produksi daun sebesar 16

ton BK/ha/thn sedangkan Boschini (2002,) melaporkan produksi daun sebesar

19 ton BK/ha/thn. Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan

leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi

sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al. 1995).

6
Kandungan nutrien daun murbei meliputi 22-23% PK, 8-10% total gula,

12-18% mineral, 35% ADF, 45,6% NDF, 10-40% hemiselulosa, 21,8% selulosa

(Datta et al.2002). Kandungan nutrien daun beberapa varietas murbei disajikan

pada tabel 3 . Kualitas daun murbei yang tinggi juga ditandai oleh kandungan

asam aminonya yang lengkap. Rata-rata komposisi asam amino daun murbei

yang di analisis dari 119 varietas murbei disajikan pada tabel 3 (Machii et

al.2002). Tanaman murbei juga teridentifikasi mengandung asam askorbat,

karoteinase, vitamin B1, asam folat dan provitamin D (Singh, 2002).

Tabel 3. Komposisi nutrien daun murbei

Komposisi Nutrien Varietas Murbei


Morus Morus Morus Morus Morus
Alba Nigra Multicaulus Cathayana Australis
Air (%) 82.27 83.17 77.11 79.55 83.89
Potein Kasar (%) 20.15 20.06 15.51 18.53 19.44
Serat Kasar (%) 13.27 16.19 12.55 12.89 12.82
Lemak Kasar (%) 3.62 3.63 3.64 3.69 4.10
Abu (%) 10.58 10.77 10.97 14.84 10.63
Sumber : Samsijah (1992)

Komposisi nutrien yang lengkap serta produksi daun yang tinggi,

menjadikan tanaman murbei potensial dijadikan bahan pakan ternak,

menggantikan konsentrat khususnya untuk ternak ruminansia (Doran et al, 2006).

Sedangkan menurut Sancez (2002), melaporkan bahwa di Indonesia, tanaman

murbei baru digunakan sebagai pakan ulat sutra, sedangkan penelitian atau

pemanfaatan murbei sebagai pakan ternak belum dijumpai. Kondisi yang berbeda

terjadi di negara-negara bagian Amerika, dimana daun murbei telah digunakan

sebagai bahan pakan ternak. Di Indonesia dikenal beberapa spesies murbei yang

potensial untuk pakan ulat sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara lain

7
Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus astralis, Morus cathayana,

Morus mierovra, Morus alba var. Macrophylla, dan Morus bombycis

Atmosoedarjo et al. (2000). Doran et al. (2006), menyatakan daun murbei

potensial menjadi sumber pakan di wililayah tropis.

Fermentasi Bahan Pakan

Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga

dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam

fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang (Anonim, 2012b). Menurut Winarno

dkk (1980), fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan

enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan

reaksi kimia lainnya. Proses tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimia

pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu yang

menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut.

Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan

perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan

pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya

simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi

daripada bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu

sendiri (Winarno dan Fardiaz, 1980).

Penambahan bahan-bahan yang mengandung nutrient tertentu kedalam

media fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan

mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai sumber nitrogen

pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan kedalam medium

8
fermentasi akan diuraikan oleh enzim urease menjadi ammonia dan

karbondioksida selanjutnya ammonia digunakan untuk pembentukan asam amino

(Fardiaz, 1989).

Perbedaan kadar air dalam proses fermentasi memiliki pengaruh yang

signifikan. Raimbault (1998), menyatakan bahwa kadar air media dapat

mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang dihasilkan, karena air

merupakan media untuk transport substrat sekaligus sebagai pereaksi pada proses

metabolisme mikroorganisme tersebut. Kadar air media yang terlalu rendah akan

memperpanjang fase lag mikroorganisme sehingga pertumbuhan menjadi lebih

lambat. Walaupun tergantung pada jenis mikroorganisme dan substrat yang

digunakan, poses fermentasi umumnya dilakukan pada media yang mengandung

air 30 – 85%.

Degradasi Bahan dalam Proses Fermentasi

Proses degradasi limbah pertanian dan limbah peternakan atau campuran

air yang ditempatkan dalam tempat yang tertutup dalam kondisi anaerob akan

membentuk biogas. Keadaan anaerob ini dapat terjadi secara alami (Setiawan,

2004).

Tingkat degradasi pakan dapat digunakan sebagai indikator kualitas pakan.

Semakin tinggi degradasi bahan kering dan bahan organik pakan maka semakin

tinggi nutrien yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak

(Syahrir, 2010).

Proses degradasi bahan organik dalam feses baik secara aerobic maupun

secara anaerobic, akan menghasilkan gas serta suspense padat dan cair. Proses

9
degradasi secara aerobic dengan cukup oksigen, dapat berlangsung secara alamiah

atau secara tiruan, misalnya dalam proses pembuatan kompos atau pupuk.

Sedangkan proses degradasi secara anaerobic dengan oksigen terbatas, juga dapat

berlangsung secara alami atau tiruan. Misalnya proses yang berlangsung secara

alamiah terjadi dalam saluran cerna hewan atau manusia, dan secara tiruan proses

degradasi terjadi dalam bak pencerna dengan bahan baku sampah organik (Prior,

1986).

Silase

Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui fermentasi yang

menghasilkan kadar air yang tinggi yang biasa digunakan pada hijauan sebagai

pakan ruminansia atau pakan yang berasal dari tanaman serealia yang

penggunaannya sebagai biofuel. Bahan untuk pembuatan silase adalah segala

macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak

ruminansia, seperti rumput, sorghum, jagung, biji - bijian kecil, tanaman tebu,

tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi, dll

(Anonim, 2011c).

Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku

yang berupa tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami

lainya, dengan kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam

sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara , yang biasa disebut dengan Silo,

selama sekitar tiga minggu. Didalam silo tersebut tersebut akan terjadi beberapa

tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana “bakteri asam laktat

akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah

10
proses fermentasi. Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di

simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan

nutrisi dari bahan bakunya (Anonim, 2011d).

Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan

pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan

ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk

kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak, sehingga dapat mengatasi

kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Sayangnya

fermentasi yang terjadi didalam silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak

terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan

menjadi berkurang jumlahnya.. Maka untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi

tersebut, beberapa jenis zat tambahan (additive) harus digunakan agar kandungan

nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa meningkatkan

pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang memakannya. Pembuatan silase

dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya tergantung dari

bahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun penggunaan bahan tambahan

sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin di capai (Anonim, 2011d).

Menurut Cullison (1975) dan Utomo (1994), bahwa karakteristik silase

yang baik adalah :

1. Warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau

kecoklatan. Sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau

kehitaman.
2. Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam. Bebas dari bau manis,

bau amonia dan bau H2S.

11
3. Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak menggumpal, tidak lembek dan

tidak berlendir.
4. Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih rendah dan

bebas jamur.

12
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2012 yang

terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu fermentasi campuran limbah pasar

dengan tepung daun murbei dengan level berbeda selama 21 hari bertempat di

Laboratorium Herbivora, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dan tahap

kedua adalah analisa kualitas silase yang dihasilkan di Laboratorium Kimia dan

Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Alat-alat yang digunakan: kaos tangan, plastik kedap udara, cawan petri,

talenan, pisau, cawan porselin, gelas ukur, tabung reaksi, desikator, oven,

almunium Foil, Neraca analitik dan gegep

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tepung daun murbei,

limbah pasar organik dan air.

Metode Penelitian

Penelitian di atur menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK). (Gaspersz,

1991). Terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan sebagai berikut:

Po = 1 kg Limbah Pasar organik (kontrol)


P1 = P0 + Tepung daun murbei sebanyak 10% dari bahan kering P0
P2 = P0 + Tepung daun murbei sebanyak 20% dari bahan kering P0
P3 = P0 + Tepung daun murbei sebanyak 30% dari bahan kering P0
Masing-masing perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 16 satuan

percobaan.
Pelaksanaan Penelitian

13
Pada penelitian ini, limbah pasar organik diambil dari 4 pasar yang berbeda

yang ada di kota makassar yaitu pasar daya baru, pasar daya lama, pasar terong

dan pasar pabaeng-baeng. Proses fermentasi limbah pasar, murbei dilakukan

dengan cara mencampur secara homogen 4 kg limbah pasar yang terlebih dahulu

di cacah, masing-masing dicampur dengan murbei sesuai dengan perlakuan. Hasil

pencampuran tersebut masing-masing dimasukkan pada kantong plastik sesuai

dengan perlakuan sambil dipadatkan hingga kedap udara dengan proses

fermentasi selama 21 hari. Pada hari ke- 21 kantong plastik tersebut dibuka lalu

sampel di ambil untuk di amati di setiap ulangannya.

Peubah yang Diamati

Peubah yang di amati dalam penelitian ini adalah kualitas silase dalam

campuran limbah pasar organik dan tepung daun murbei yang diperoleh setelah

fermentasi meliputi warna, bau, tekstur jamur dan pH silase. Pengamatan secara

fisik dilakukan dengan membuat skor untuk setiap kriteria.

Tabel 4. Nilai Untuk Setiap Kriteria


Kriteria Karakteristik Skor
Warna Coklat sampai hitam 1
Hijau gelap atau kuning kecoklatan 2
Hijau alami atau hijau kekuningan 3
Bau Busuk 1
Tidak asam atau tidak busuk 2
Asam 3
Tekstur Lembek 1
Agak lembek 2
Padat 3
Jamur Banyak 1
Cukup 2
Tidak ada/ sedikit 3
pH Jelek 8>
Baik 6-7
Sangat baik 4-5
Sumber : Soekanto, dkk (1980)

Pengolahan Data

14
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji organoleptik yang

merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat

utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk secara deskriptif

(Anonim, 2012e).

15
HASIL DAN PEMBAHASAN

16
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : Silase

campuran limbah organik pasar dan tepung daun murbei dengan level yang

berbeda menghasikan kualitas silase yang baik yaitu pada perlakuan penambahan

tepung daun murbei sebanyak 10% dari bahan kering (P1).

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang fermentasi campuran limbah

organik pasar dan tepung daun murbei dengan mengurangi penambahan level

tepung daun murbei.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011a. Khasiat Buah Murbei. http://lifestyle.infospesial.net/read/


1005/khasiat-buah-murbei.html. Diakses pada tanggal 29 Desember 2011.

______, 2011b. Fermentasi. http://ptp2007.wordpress.com/2007/10/08/fermentasi/


Diakses pada tanggal 01 Januari 2012.

______, 2011c. Pembuatan Silase. http://www.lestarimandiri.org/id/peternakan/


pakan-ternak/155-pembuatan-silase.html. Diakses pada tanggal 01 Januari
2012.

______, 2011d. Pengawetan Pakan Dengan pembuatan Silase.


http://tonysapi.multiply.com/journal/item/18?&show_interstitial=1&u=
%2Fjournal%2Fitem. Diakses pada tanggal 01 Januari 2012.

______, 2012e. Uji Organoleptik. http://ptp2007.wordpress.com/2007/10/08/uji-


organoleptik./. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012.

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1990. Official Methods of


Analysis of the Association of Analytical Chemist. 16th ed. Association of
Offi cial Analytical Chemist, Arlington, VA, USA.

Atmosoedarjo S et al. 2000. Sutra Alam Indonesia. Jakarta; Yayasan Sarana Jaya.

Boschini CF. 2002. Nutronal quality of mulberry cultivation for ruminant feeding.
Di dalam Sanchaz MD, editor Mulberry for Animal Production proceedings
of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma: FAO
Animal Production and Health Paper 147, hal 173-182.

Budansa, M., 2008. Pelatihan Pemanfaatan Limbah Pasar Buah Sebagai Pakan
Ternak Sapi di Dusun Batuparas. Fakulats Peternakan Universitas Udayana.
Denpasar.

Coblentz, W.2003. Principles Of Silage Making. University Of Arkansas. Payetteville

Cullison, A. E. 1975. Feed And Feding. University Of George Reston Publishing


Company Inc. Virginia.

Datta RK. 2002. Mulberry Cultivation and Utilization in India. Di dalam Sanchez
MD, editor. Mulberry for Animal production. Proceedings of an electronic
conference carried out, May and August. Roma: FAO Animal Production and
Health Paper 147, hal 45-62.

18
Doran MP, Laca EA and Sianz RD. 2006. Foliage (Morus Alba), Alfalfa Hay And
Oat Hay And Sheep. J Anifeed Sci 2006:11.016.

Fardiaz, S. 1989. Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut


Pertanian Bogor.

Fatiha S. 2012. Perubahan Bahan kering Serta Produksi Gas, Campuran Limbah
Organik Pasar Yang Difermentasikan Dengan Imbangan Berbeda. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Gasperz, V.1994. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian,


Teknik dan Biologi. CV. Armico, Jakarta.

Goering H, K D.J Van Soest, D.J. 1970. Forage Fiber Analysis (Apparatus,
Regents Procedures, and some Application, Agric). Hand book 379.
ARS.USD. Washington.DC.

Horne, P.M.,K.R.Pond and L.P.Batubara, 1995. Sheep Under Rubber: Prospects


and Research Proirieties in Indonesia.In: Mullan, B.F and H.H Shelton (ed),
Integration of Ruminants into Plantation Systems in Southeast Asia p. 58-64.

Ishak, E dan S. Amrullah. 1985. Ilmu Pangan dan Teknologi Pangan. Penerbit
badan Kerjasama Perguruan tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar.

Mansy,2002. Komposisi Beberapa Jenis Limbah Sayuran. Fapet IPB. Bogor.

Machii H, Koyama A, Yamanouchi H. 2002. Mulberry Breeding, Cultivation and


Utilization in Japan. Sanchez MD, editor. Mulberry for Animal Production.
Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000.
Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. Hlm 63-72.

Martin G, Reyes F, Hernandez I, Milera M. 2002. Agronomic Studies with


Mulberry In Cuba. Di dalam sanchez MD, editor. Mulberry for Animal
Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and
August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147. Hlm
103-114.

Mustadzy M, Rahmi Z, Nusantoro P. 2009. Pemanfaatan Sampah Organik Kota


Menjadi Pakan Ikan Patin. Yayasan Pendidikan Mufa Dirgantara Juanda.
Bandung.

Oomen. 1984. Komposisi Beberapa Jenis Limbah Sayuran. Fapet IPB. Bogor.

Prior R.L., HashimitoAG, Grouse JD, and Dikeman ME, 1986. Nutritional Value
of Aneorobically Fermented Beef Cattle Waste as a Feed Ingredient for

19
Livestock. Growth and Careas and traits of Beef Cattel and Sheep Feed
Farementor Biomass In Agricultural waste 17:23-27.

Raimbault M, 1998. General and Microbiological aspect of Solid Substrate


Fermentation, Electronic J. Biotechnol 3:1-5.

Rismunandar. 1986. Mendayagunakan Tanaman Rumput. Sinar Baru, Bandung.

Ryanto I. 1991. Teknologi Terapan Dan Pengembangan Peternakan. Pusat


Penelitian Universitas Andalas, Padang.

Saenab, Andi, 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai


Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi
Jakarta.

Samsijah. 1992. Pemilihan Tanaman murbei (morus sp.) yang sesuai dengan
daerah Sindang Resmi Sukabumi, Jawa Barat. Bul Penelitian Hutan. 547:45-
59.

Sanchez MD. 2002. World Distribution And Utilization Of Mulberry And Its
Potential For Animal Feeding. Di dalam: Sanchez MD, editor Mulberry for
Animal Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May
and Augusts 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147, hal
1-11.

Setiawan, A.L. 2004. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penerbit Penebar Swadaya,


Jakarta.

Singh B, Makkar HPS. 2002. The Potensial of Mulberry foliage as a feed


supplement in India. Di dalam : Sanchez MD. Editor Mulberry for Animal
Production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and
August 2000. FAO Animal Production and Health Paper 147. Hal 139-156.

Soekanto, L., P. Subur, M. Soegoro, U. Ristianto, Muridan, Soedjadi,Soewondo,


R. M. Toha, Soediyo, S. Purwo, Musringan, M. Sahari, dan Astuti. 1980.
Laporan Proyek Konservasi Hijauan Makanan Ternak Jawa Tengah.
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen
Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Syahrir, S. K.G. Wiryawan, A. Parakkasib , M. Winugroho dan O.N.P. Sari. 2009.


Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem
Rumen in Vitro. Media Peternakan, Vol. 32 No. 2.
Syahrir,. S Islamiyati, R. 2010. Model Pemanfaatn Pemanfaatn Tanaman Murbei
Sebagai Sumber Pakan Berkualitas Guna Meningkatkan Pendapatan Petani
Serta Mendukung Produksi Ternak Berkelanjutan. Laporan akhir hibah

20
kompetatif penelitian startegis nasional, lembaga penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat universitas hasanuddin, makassar.

Tilley, J. M.A.and R.A. Terry. 1963. A Two Stage Technique for The In Vitro
Digestion of Forage Crops. J Brit. Grassland. Sci. 18: 104-144.

Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1990. Biofermentasi dan Biosintesa


Protein.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

21
LAMPIRAN

Hasil Pengamatan Warna

KELOMPOK TOTAL RATA


PERLAKUAN PERLAKUAN -RATA
K1 K2 K3 K4

P0 3 2 3 3 11 2.75

P1 2 2 2 2 8 2

P2 3 3 3 2 11 2.75

P3 2 2 2 2 8 2

TOTAL KLP 10 9 10 9 38

Hasil Pengamatan Bau

KELOMPOK TOTAL RATA


PERLAKUAN PERLAKUAN -RATA
K1 K2 K3 K4

P0 2 2 3 2 9 2.25

P1 3 3 3 2 11 2.75

P2 3 3 3 2 11 2.75

P3 3 3 3 2 11 2.75

TOTAL KLP 11 11 12 8 42

Hasil Pengamatan Tekstur

KELOMPOK TOTAL RATA


PERLAKUAN PERLAKUAN -RATA
K1 K2 K3 K4

22
P0 3 1 3 3 10 2.50

P1 2 2 2 3 9 2.25

P2 2 2 3 2 9 2.25

P3 3 2 3 2 10 2.50

TOTAL KLP 10 7 11 10 38

Hasil Pengamatan Jamur

KELOMPOK TOTAL RATA


PERLAKUAN
PERLAKUAN -RATA
K1 K2 K3 K4

P0 3 1 3 2 9 2.25

P1 2 3 3 3 11 2.75

P2 3 3 2 1 9 2.25

P3 2 3 3 2 10 2.50

TOTAL KLP 10 10 11 8 39

Hasil Pengukuran pH Sebelum Fermentasi

KELOMPOK
TOTAL RATA
PERLAKUAN
PERLAKUAN -RATA
K1 K2 K3 K4

P0 5 8 7 5 25 6.25

23
P1 6 8 8 5 27 6.75

P2 8 8 7 6 29 7.25

P3 7 8 7 6 28 7.00

TOTAL KLP 26 32 29 22 109

Hasil Pengukuran pH Setelah Fermentasi

KELOMPOK
TOTAL RATA
PERLAKUAN
PERLAKUAN -RATA
K1 K2 K3 K4

P0 5 5 5 5 20 5.00

P1 5 5 5 5 20 5.00

P2 5 6 5 6 22 5.50

P3 5 6 5 5 21 5.25

TOTAL KLP 20 22 20 21 83

MAKALAH HASIL PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN MURBEI


(Morus alba) DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP
KUALITAS SILASE LIMBAH ORGANIK PASAR

24
Oleh :

IRVAN JAYA
I 211 06 018

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

25

Anda mungkin juga menyukai