Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Karakteristik Serbuk Ampas Batang Aren

Sistematika botani tanaman aren secara lengkap menurut Anonimous (2005)

adalah sebagai berikut :

Klasifikasi : Arenga saccharifera Labiil

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Spadicitlorae

Famili : Palmae

Genus : Arenga

Species : Arenga pinnata Merr.

Sampai saat ini dikenal 3 jenis aren yaitu Aren (Arenga pinnata), Aren

gelora (Arenga undulatifolia), dan Aren sagu (Arenga microcarpa). Jenis aren

(Arenga pinnata) sama dengan pohon kelapa berbatang tinggi dapat mencapai 20

m, garis tengah batangnya di bagian bawah mencapai 75 cm, daunnya lebih besar

dan lebih kuat dari daun kelapa dan memiliki tajuk yang rimbun. Aren Gelora

mempunyai batang agak pendek dan ramping, pangkal batang bertunas sehingga

tanaman ini tampak berumpun, daunnya tersusun teratur dalam satu bidang datar

dan sisi daunnya bergelombang. Sedangkan aren sagu adalah jenis tanaman aren

yang berbatang tingggi, sangat ramping dan berumpun banyak (Sunanto, 1993).

6
Aren (Arenga pinnata Wurmb) merupakan tumbuhan berbiji tertutup

dimana biji buahnya terbungkus daging buah. Aren dipanen untuk diambil

pathinya yang meruapakan hasil dari pemarutan batang pohon aren hingga

berbentuk serabut dan serbuk. Pembuatan tepung aren dilakukan melalui terlebih

dulu menebang pohon aren kemudian dipotong-potong sepanjang 1,25 – 2 meter.

Pada industri tradisional, serat tadi dimasukkan ke bak yang dialiri air serta

diaduk-aduk dengan cara menginjak-injak untuk memisahkan antara ampas aren

dan tepungnya. Keterangan lebih lengkap tentang proses perolehan serbuk ampas

batang aren dapat dilihat pada lampiran 2.

Usaha pemanfaatan dan pengolahan limbah industri memerlukan informasi

karakteristik kualitas dan kuantitas limbah yang dihasilkan. Informasi ini

bermanfaat alam penentuan alternatif sistem pengelolaan limbah secara terpadu

dengan melibatkan peran serta masyarakat daerah tersebut. Sampai saat ini masih

terbatas informasi yang tersedia mengenai karakteristik limbah industri penghasil

tepung aren.

Tabel 1. Karakteristik Bahan Baku Parutan Batang Aren, Bahan Baku Pati Aren
dan Limbah Padat Dari Proses .
Bahan Baku Bahan Baku Limbah Padat
Parameter Satuan
Parutan Batang Pati Aren (Ampas Akhir)
C-Organik %BK 80,17 76,53 69,59
NTK %BK 2,69 0,85 0,74
Nitrogen Organik %BK 2,13 0,80 0,70
Kadar Air %BK 41,59 87,50 71,72
Total Phosfat mg/kg BK 1450,19 1339,83 1464,46
Kalium mg/kg BK 2280,85 4026,12 2206,96
Amoniak mg/kg BK 0,56 0,05 0,04
Magnesium mg/kg BK 953,35 638,97 635,85
Besi (Fe) mg/kg BK 404,78 2061,41 652,23
Seng (Zn) mg/kg BK 28,19 7,11 106,06
Tembaga (Cu) mg/kg BK <0,001 8,47 5,82
Fosfor mg/kg BK 482,91 446,16 487,67
Mangan (Mn) mg/kg BK 16,63 51,59 41,86
Sumber : Hasil Analisis Depertemen Tehnik Lingkungan, Fakultas Tehnik Sipil Dan
Perencanaan, Institut Teknologi Bandung (Anonimous, 2005).

7
NTK pada tabel 1 merupakan singkatan dari Nilai Tukar Kation. NTK ini

dimaksudkan untuk menggambarkan perubahan konsentrasi pada mineral-mineral

air yang merupakan limbah cair. Satuan dari NTK itu sendiri adalah meq/gram.

Kandungan organik pada ampas pati aren yang masih tinggi, membuka

kemungkinan untuk campuran makanan ternak. Tentunya ini memerlukan

penelitian lebih lanjut, karena dari informasi penduduk setempat, usulan ini

pernah dicoba dan hasil ternaknya tidak sebaik yang diberikan pakan biasa. Ini

mungkin karena serat dari limbah padat tidak dapat langsung menjadi sumber

karbon, karena mungkin itu diperlukan proses pengolahan seperti fermentasi

supaya menghasilkan zat-zat yang bermanfaat bagi ternak.

2. 2 Fermentasi Aspergillus niger

Menurut Gandjar (1983), fermentasi adalah suatu proses perubahan bahan

kimiawi dari senyawa-senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan

organik lain) baik dalam keadaan aerob maupun anaerob melalui kerja enzim yang

dihasilkan oleh mikroba. Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur

permukaan dan kultur terendam (submerged). Medium kultur permukaan dapat

berupa medium padat, semi padat atau cair. Sedangkan kultur terendam dilakukan

dengan medium cair menggunakan bioreaktor yang dapat berupa labu yang diberi

aerasi, labu yang digoyang dengan ”shaker” atau fermentor. Dewasa ini proses

fermentasi untuk memproduksi berbagai produk industri lebih banyak

menggunakan teknik kultur terendam. Walaupun demikian, kultur permukaan

yang menggunakan medium padat atau semi padat masih banyak digunakan untuk

memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim (Rachman, 1992).

8
Fermentasi padat adalah suatu jenis fermentasi dimana terjadi degradasi

komponen kimia padat oleh mikroba yang ditandai dengan tidak adanya air bebas

dalam sistem fermentasi tersebut. Dalam hal ini media berfungsi sebagai sumber

karbon, nitrogen maupun energi (Muchtadi, 1992).

Secara umum medium fermentasi menyediakan semua zat makanan yang

dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan

pembentuk sel dan biosintesa produk-produk metabolisme. Tergantung pada jenis

mikroba dan produk yang akan diproduksi setiap fermentasi memerlukan medium

tertentu karena medium yang tidak sesuai dapat menyebabkan perubahan jenis

produk dan perubahan rasio diantara berbagai produk hasil fermentasi

bersangkutan langsung. Senyawa-senyawa sumber karbon dan nitrogen

merupakan komponen terpenting didalam medium fermentasi, karena sel-sel

terdiri dari unsur karbon dan nitrogen. Disamping itu medium fermentasi juga

mengandung air, garam-garam anorganik dan beberapa vitamin. Inokulum adalah

kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi pada saat kultur

mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponsial. Pada umumnya zat

makanan medium kultur untuk inokulum lebih rendah dari pada medium

fermentasi. Sedangkan untuk mempersingkat fase adaptasi, medium kultur untuk

inokulum harus sama dengan medium fermentasi (Rachman, 1989).

Beberapa jenis mikroorganisme yang digunakan atau dicampur ke dalam

pakan ternak berasal atau diisolasi dari makanan manusia seperti ragi

(Saccharomyces cerevisiae), Aspergillus oryzae, Lactobacillus sp, Aspergillus

niger dan sebagainya. Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan

secara langsung dengan zat-zat gizi yang terdapat dalam substrat. Molekul

9
sederhana seperti gula langsung diserap, sedangkan molekul kompleks harus

dipecah dulu sebelum diserap masuk dalam sel (Hardjo, 1989). Mikrobia

penghasil amilase seperti Aspergillus niger umumnya mengandung 31 sampai

78% protein dan dapat digunakan sebagai sumber protein alternatif untuk pakan

(Triwiyono, 1996).

Menurut Rusdi (1992) Manfaat fermentasi antara lain dapat mengubah

bahan organik kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul-

molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna, mengubah rasa dan aroma yang

tidak disukai menjadi disukai, mensintesis protein, mempercepat pematangan dan

dalam beberapa hal tertentu menambah daya tahan. Manfaat lain fementasi adalah

bahan makanan lebih tahan disimpan dan dapat mengurangi senyawa racun yang

dikandungnya, sehingga nilai ekonomis bahan dasarnya menjadi jauh lebih baik.

Produk fermentasi umumnya mudah diurai secara biologis dan tidak merupakan

suatu bahan polusi seperti bahan kimia, pestisida, plastik dan sebagainya.

2. 3 Pengukuran Degradasi Bahan Pakan secara In Sacco

Prinsip pengukuran degradasi bahan pakan secara In sacco adalah

memasukkan sampel bahan pakan ke dalam kantong nilon yang diinkusasi secara

langsung ke dalam rumen melalui fistula dengan interval waktu tertentu. Metode

in sacco dapat digunakan untuk mengestimasikan besarnya degradasi bahan pakan

dalam rumen berdasarkan atas bahan yang hilang setelah waktu inkubasi.

Hilangnya bahan setelah masa inkubasi diasumsikan sebagai bagian yang

terdegradasi di dalam rumen. (Ørskov, 1982).

10
Parameter dari pengukuran kualitas pakan menggunakan metode in sacco

ini adalah material yang larut, material yang mempunyai potensi untuk

terdegradasi oleh mikroba rumen dan laju degradasi pakan dalam rumen. Nilai

parameter ini dapat digunakan untuk memprediksi konsumsi bahan pakan yang

dapat tercerna pada ternak ruminansia (Ørskov dan Ryle, 1990).

Faktor-fakor yang mempengaruhi ketepatan pengukuran degradasi (in-

sacco) adalah ukuran porositas kantong nilon, perbandingan luas areal kantong

dengan berat sampel, faktor ternak dan pengaruh pakan serta berat sampel

(Ørskov, 1982).

Preston (1986) mengemukakan bahwa dari berbagai macam kantong yang

digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran pori-pori kantong. Hal ini

dikarenakan pori-pori kantong tersebut mengatur laju keluar masuknya partikel-

partikel padat. Kantong dengan pori-pori 20 sampai 40 µm merupakan ukuran

yang disarankan guna mencegah lolosnya bahan pakan tetapi masih

memungkinkan mikroba rumen masuk ke dalam kantong. Menurut van Soest

(1994) ukuran pori-pori kantong yang optimal adalah 30 µm, semakin kecil

ukuran pori-pori kantong akan semakin lambat mikroba masuk ke dalam kantong,

sehingga akan mempengaruhi fermentasi pakan.

Sampel yang akan diuji digiling dan ditapis untuk mendapatkan ukuran

partikel antara 2,5 sampai 3,0 mm untuk contoh pakan kering.Berat sampel yang

digunakan untuk analisa in sacco berbeda-beda untuk setiap bahan pakan, yaitu 2

gram untuk sample kering udara, 3 gram untuk hay atau rumput kering, 5 gram

untuk hijauan segar atau disesuaikan dengan daya tampung kantong.

11
Perbandingan antara berat sample dengan luasan kantong menentukan banyaknya

mikroba yang melekat pada sampel (Ørskov, 1982).

Pakan didegradasi berturut turut secara eksponensial oleh mikroba (van

Buchem, 1991). Estimasi degradasi bahan pakan dapat dilakukan dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut (Ørskov dan McDonald, 1979).

p = a + b ( 1 – e -ct )

Keterangan :

p = degradasi bahan pakan pada waktu t jam (%)


a = fraksi yang terlarut dalam air (%)
b = fraksi yang tidak larut dalam air tetapi potensial terdegradasi (%)
c = laju degradasi potensial di dalam rumen (% jam)
e = Konstanta ekponensial (3,14)
t = waktu inkubasi (jam)

12

Anda mungkin juga menyukai