Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas
wilayah laut sebesar 5,4 juta km2 serta mendominasi total luas teritorial sebesar 7,1
juta km2 (World Resources Institute, 1998). Potensi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan yang besar
termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar. Hasil
perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan, semakin diminati
pasar dalam maupun luar negeri. Peningkatan permintaan ini memang sangat kita
harapkan mengingat tingginya potensi hasil perikanan Indonesia. Ikan merupakan
salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah
didapat, dan harganya murah. Namun hasil perikanan merupakan komoditas yang
mudah mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan, dengan demikian
perlu adanya penanganan untuk menjaga kualitasnya sebelum dipasarkan dan
sampai ke tangan konsumen, maka perlu adanya pengawetan untuk memperpanjang
daya awet. Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian
penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut,
peningkatan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak
semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh kosumen dalam keadaan baik.
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang
biak.
Pengasapan adalah salah satu cara pengolahan bahan makanan terutama
pada daging dan ikan karena dapat memberi aroma dan warna sehingga dapat
disimpan lebih lama dan memberikan cita rasa yang khas.. Sejak itulah cara
pengawetan ikan dengan pengasapan panas (hot smoking) berkembang. Praktik -
praktik pengawetan atau pengolahan hasil perikanan dengan pengasapan sudah
banyak dilakukan secara komersial terutama didaerah- daerah tertentu seperti
Sulawesi Utara, Ambon, Aceh dan Jawa Timur, salah satunya adalah Desa

2
Karangagung, Kecamatan Palang, Tuban. Pengasapan pada ikan menggunakan
panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran. Pengasapan dipilih dengan
melakukan pembakaran tongkol jagung karena kadar air yang tersimpan dalam
tongkol jagung cukup besar sehingga dapat membentuk stimulasi asap pada proses
pengasapan. Saat menerapkan metode tersebut, kapasitas produksi maksimal 50 kg
ikan, yang dilakukan selama kurang lebih 4 jam, dimulai dari jam 9 s/d jam 1 siang.
Namun, karena terjadi peningkatan kapasitas produksi, mulai ada keluhan yang
disebabkan oleh asap terhadap warga di sekitar lokasi.

Warga mengeluhkan tentang asap yang terasa pedih di mata dan membuat
udara menjadi sesak. Berdasar pengalaman tersebut, mulai dilakukan modifikasi
alat pengasapan, dengan menggunakan cerobong. Pilihan metode ini didasari oleh
pemahaman bahwa saat asap dialirkan melalui cerobong dengan ketinggian
tertentu, maka permasalahan gangguan asap sudah teratasi karena dengan keluarnya
asap buangan melalui tempat yang tinggi sudah tidak akan mengganggu lingkungan
sekitar. Namun, warga masih merasakan dampak dari pengasapan tersebut. Maka
dari itu diperlukan media penyaring (absorben) pada asap sebelum keluar dari
cerobong dan bercampur dengan udara luar. Berdasarkan uraian di atas, maka
dilakukan pengujian pada tongkol jagung sebagai media penyaring (absorber) pada
proses pengasapan ikan.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Apakah kandungan asap dari pembakaran tongkol jagung yang digunakan
pada industri pengasapan ikan di Tuban?
2. Apakah asap hasil pembakaran tongkol jagung dapat terserap oleh
absorben?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kandungan asap dari pembakaran tongkol jagung yang

3
digunakan pada industri pengasapan ikan di Tuban.
2. Mengetahui kinerja absorben untuk penyerapan asap hasil pembakaran
tongkol jagung.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Membuat absorben dari tongkol jagung untuk menyerap asap hasil
pembakaran pada industri pengasapan ikan di Tuban.
2. Mengurangi kandungan asap yang dihasilkan dari pembakaran tongkol
jagung sebagai bahan bakar pada proses pengasapan ikan sebelum keluar
menuju cerobong asap dan bercampur dengan udara luar.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain
sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak
(hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung
(dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku
industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya).
2.2 Tongkol Jagung
Tongkol jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir duduk
menempel. Istilah ini juga dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung
betina (buah jagung). Tongkol terbungkus oleh kelobot (kulit buah jagung).
Tongkol jagung muda disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan
sayuran. Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber furfural,
sejenis monosakarida dengan lima atom karbon.

Gambar 1.1 Tongkol jagung

Menurut Sudarjo (2008), komponen kimia tongkol jagung dapat

dilihat pada tabel 2.1

5
Tabel 2.1 Komposisi kimia tongkol jagung
Komponen Kandungan
(%)
Lignin 15,70

Selulosa 36,81

Hemiselulosa 27,01

Tongkol jagung yang belum diolah hanya memiliki kandungan protein


sekitar 2,94% dengan kadar lignin 5,2%, selulosa yang tinggi hingga 30%, dan
tingkat kecernaan sampai 40%.

Sebuah perusahaan di Iowa, AS berhasil memanfaatkan tongkol jagung


sebagai berbagai produk yang ramah lingkungan. Tongkol memiliki sifat - sifat
seperti salah satu bagiannya keras dan sebagian bersifat menyerap (absorbent),
juga sifat - sifat yang merupakan gabungan beberapa sifat, seperti: tidak terjadi
reaksi kimia bila dicampur dengan zat kimia lain (inert), dapat terurai secara
alami dan ringan sehingga tongkol jagung berupakan bahan ideal campuran
pakan, bahan campuran insektisida dan pupuk. Serta dapat digunakan sebagai
alas hewan peliharaan karena alami, bersih dan dapat mengurangi bau tidak
sedap (www.ciras.iastate.edu/iof).
Penggunaan tongkol jagung untuk keperluan bahan bakar sekitar 90%
sedangkan limbah batang dan daun sekitar 30% dari potensi yang ada. Tongkol
jagung memiliki kandungan karbon yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa untuk mengeringkan 6 ton jagung dari kadar air 32,5% sampai 13,7%
bb selama 7 jam diperlukan sekitar 30 kg tongkol jagung kering per jam
(Alkuino,2000).

6
Tabel 2.2 Analisa Kimia Tongkol Jagung
Analisa Komponen Nilai
Proximate analysis Moisture 6,50
(wt.% of dry basis) Volatiles 80,2
Fixed Carbon 16,7
Ash 3,1

Ultimate analysis C 49,0


(wt.% of dry and H 6,0
ash free) O 44,7
N 0,3
S 0,08

HHV (MJ/kg) 17,2


Density (kg/m3) 188

Sumber : A.O. Aboyade et al. Thermochimica Acta 517 (2011)

7
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat

Gambar 3.1 Gambar Alat Pengasapan

1. Drum
2. Tungku untuk Pengasapan
3.

3.1.2 Bahan
a. Ikan
b. Tongkol Jagung

3.2 Cara Kerja


Pengasapan ikan pada Desa Karangagung, Tuban dilakukan pada 3
tungku yang berkapasitas 0,5-1 kwintal pada masing-masing tungku per

8
harinya. Jenis ikan yang diasapkan antara lain: ikan pari, ikan tongkol,
mladhang, buntek, balak, golar galir, sungrel, bloso.
Bahan bakar yang digunakan untuk pengasapan adalah tongkol jagung.
Produksi setiap hari dimulai dari pagi hari sampai dengan petang hari, untuk
setiap produksi menghabiskan kurang lebih 2 kwintal karung tongkol jagung
per hari. Selain itu tongkol jagung yang juga disiapkan sebagai absorben
diletakkan diantara drum pengasapan dan dasar cerobong asap. Ketinggian
cerobong asap untuk pengolahan ikan sekitar 6-8 meter. Ketika proses
pengasapan berlangsung, asap yang dihasilkan dari bahan bakar berupa tongkol
jagung bergerak keatas, selanjutnya asap tersebut melewati absorben (tongkol
jagung) yang dapat mereduksi kandungan gas hasil pembakaran bahan bakar
yang kemudian dapat bergerak menuju cerobong asap bagian atas dan keluar
bercampur dengan udara. sehingga diharapkan sudah tidak ada komponen gas
berat yang membuat pedih mata.

9
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

10
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

11
LAMPIRAN

12
13

Anda mungkin juga menyukai