Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL

PATOGENISITAS MIKROORGANISME
Posted January 7, 2012 by Mochammad Agus Krisno Budiyanto, Dr.M.Kes. in Uncategorized. 

Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil
saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk
menyebabkan penyakit disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah
mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi
inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang.
Infeksi berbeda dengan penyakit.
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan
kriteria ini bakteri dikelompokkan menjadi tiga, yaitu agen penyebab bakteri,
pathogen oportunistik, dan non pathogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri
pathogen yang menyebabkan suatu penyakit ( Salmonella sp. ). Pathogen
oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai pathogen ketika
mekanisme pertahanan inang diperlemah ( contoh E. coli ) menginfeksi saluran urin
ketika sistem pertahanan inang dikompromikan ( diperlemah ). Non pathogen
adalah bakteri yang tidak pernah menjadi pathogen. Namun bakteri non pathogen
dapat menjadi pathogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan
terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri
tanah Serratia marcescens  yang semula non pathogen, berubah menjadi pathogen
yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang
terkompromi. Pathogen oportunistik biasanya adalah flora normal ( manusia ) dan
menyebabkan penyakit bila menyerang bagian yang tidak terlindungi, biasanya
terjadi pada orang yang kondisinya tidak sehat. Pathogen virulen ( lebih berbahaya ),
dapat menimbulkan penyakit pada tubuh kondisi sehat ataupun normal.
Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup
yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat yang memungkinkan terjadinya
kehidupan, disegala lingkungan hidup manusia. Mereka ada di dalam tanah, di
lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal
mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal
menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara.
Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu
dapat juga menimbulkan penyakit.

VIRULENSI MIKROORGANISME
Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat meningkatkan
patogenisitasnya dan memungkinkannya berkolonisasi atau menginvasi jaringan
inang dan merusak fungsi normal tubuh. Virulensi menggambarkan kemampuan
untuk menimbulkan penyakit. Virulensi merupakan ukuran patogenitas organisme.
Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan
penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh
inang, mekanisme pertahanan inang, dan factor virulensi bakteri. Secara
eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang
menyebabkan kematian, sakit atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah
introduksi. Virulensi mikroorganisme atau potensi toksin mikroorganisme sering
diekspresikan sebagai LD50 (Lethal dose50), yaitu dosis letal untuk 50% inang,
dimana jumlah mikroorganisme pada suatu dosis dapat membunuh 50% hewan uji
disebut ID50 ( Infectious dose 50 ), yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.
Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat dari berfungsinya
faktor virulensi mikroorganisme, dosis ( jumlah ) mikroorganisme, dan faktor
resistensi tubuh inang. Mikroorganisme pathogen memperoleh akses memasuki
tubuh inang melalui perlekatan pada permukaan mukosa inang. Perlekatan ini
terjadi antara molekul permukaan pathogen yang disebut adhesion atau ligan yang
terikat secara spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel inang.
Adhesion berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan
mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang membentuk
kapsul mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti yang meningkatkan
virulensi bakteri. Kandungan kimiawi pada kapsul mencegah proses fogositosis oleh
sel inang. Virulensi mikroorganisme juga disebabkan oleh produksi enzim
ekstraseluler (eksoenzim ).

JALAN MASUK MIKROORGANISME KE TUBUH INANG


Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam
jalan, misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak
bakteri dan virus memiliki akses memasuki tubuh inang melalui membran mukosa
saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva, serta
membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.

Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius.
Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu.
Penyakit yang muncul umumnya adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan cacar
air.

Saluran pencernaan
            Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan
makanan atau minuman dan melalui jari – jari tangan yang terkontaminasi
mikroorganisme pathogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan
oleh asam klorida        ( HCL ) dan enzim – enzim di lambung, atau oleh empedu dan
enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menimbukan penyakit.
Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini
selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya
melalui air, makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.

Kulit
            Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak
mengalami perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme.
Beberapa mikroorganisme memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit,
folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat. Mikroorganisme lain memasuki
tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau melalui penetrasi atau
perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral. Suntikan, gigitan,
potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.

Rongga mulut
            Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme.
Salah satu penyakit yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi
mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat
pertumbuhan Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada
permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolisme, menghidrolisis sukrosa menjadi
komponen monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferasi
selanjutnya merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama
yang difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel
pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi. Populasi bakteri plak didominasi
oleh Streptococcus dan anggota Actinomyces. Karena plak sangat tidak permeable
terhadap saliva, maka asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tidak dilarutkan atau
dinetralisasi dan secara perlahan akan melunakkan enamel gigi tepat plak tersebut
melekat.

KERENTANAN INANG
            Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan
imunologis inang dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri
adalah mekanisme nonspesifik dan spesifik ( antibodi ). Mekanisme nonspesifik
dilakukan oleh sel – sel neutrofil dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik
seperti respons antibody memerlikan waktu beberapa minggu. Bakteri flora normal
kulit dan permukaan mukosa juga memberi perlindungan terhadap kolonisasi
bakteri pathogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal yang menembus ke
tubuh dapat dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang. Contoh
terbaik tentang kerentanan adalah AIDS, dimana limfosit helper CD4+ secara
progesif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi ( HIV ). Mekanisme resistensi
dipengaruhi oleh umur, defiensi, dan genetik. Sistem pertahanan ( baik spesifik
maupun nonspesifik ) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum
berkembang, sehingga rentan terhadap infeksi bakteri patogen.
Beberapa individu memiliki kelaianan genetik dalam sistem pertahanan. Resistensi
inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu
menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa
melonggar atau rusak ( terluka ). Abnormalitas fungsi silia sel pernapasan
mempermudah infeksi Pseudomonas aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis
seperti kateterisasi dan intubasi trakeal menyebabkan bakteri normal flora dapat
masuk ke dalam tubuh melalui plastic. Oleh karena itu, prosedur pergantian plastic
kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam ( 72 jam untuk kateter intravena ).
Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen
antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika system imun dan fagosit inang turut
bekerja. Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotic, yaitu kemampuan
difusi antibiotik ke organ nonsasaran ( dapat menggangu fungsi organ tersebut ),
kemampuan bertahan bakteri terhadap dosis rendah ( meningkatkan resistensi ),
dan kapasitas beberapa organisme resisten terhadap multi – antibiotik.

MEKANISME PATOGENISITAS
            Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh bersifat
komensal. Permukaan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada factor – factor
bioklogis seperti suhu, kelembaban dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zat-zat
penghambat. Keberadaan flora tersebut tidak mutlak dibutuhkan untuk kehidupan
karena hewan yang dibebaskan (steril) dari flora tersebut, tetap bias hidup. Flora
yang hidup di bagian tubuh tertentu pada manusia mempunyai peran penting dalam
mempertahankan kesehatan dan hidup secara normal. Beberapa anggota flora tetap
di saluran pencernaan mensintesis vitamin K dan penyerapan berbagai zat makanan.
Flora yang menetap di selaput lendir ( mukosa ) dan kulit dapat mencegah
kolonialisasi oleh bakteri pathogen dan mencegah penyakit akibat gangguan bakteri.
Mekanisme gangguan ini tidak jelas. Mungkin melalui kompetisi pada reseptor atau
temoat pengikatan pada sel penjamu, kompetisi untuk zat makanan, penghambat
oleh produk metabolic atau racun, penghambat oleh zat antibiotik atau
bakteriosin  ( bacteriocins ). Supresi flora normal akan menimbulkan tempat kosong
yang cenderung akan di tempati oleh mikroorganisme dari lingkungan atau tempat
lain pada tubuh. Beberapa bakteri bersifat oportunis dan bisa menjadi patogen.
Selain itu, diperkirakan bahwa stimulasi antigenic dilepaskan oleh flora adalah
penting untuk perkembangan system kekebalan tubuh normal.

Sebaliknya, flora normal juga dapat menimbulkan penyakit pada kondisi tertentu.
Berbagai organisme ini tidak bisa tembus ( non – invansive ) karena hambatan-
hambatan yang diperankan oleh lingkungan. Jika hambatan dari lingkungan
dihilangkan dan masuk kedalam aliran darah atau jaringan, organisme ini mungkin
menjadi pathogen. Streptococcus viridians, bakteri yang tersering ditemukan di
saluran nafas atas, bila masuk ke aliran darah setelah ekstraksi gigi atau tonsilektomi
dapat sampai ke katup jantung yang abnormal dan mengakibatkan subacut bacterial
endocarditis. Bacteroides  yang normal terdapat di kolon dapat menyebabkan
peritonitis mengikuti suatu trauma spesies bacteroides  merupakan flora tetap yang
paling sering dijumpai di usus besar dan tidak membahayakan pada tempat tersebut.
Tetapi jika masuk kerongga peritonium atau jaringan panggul bersama dengan
bakteri lain akibat trauma, mereka menyebabkan supurasi dan bakterimia. Terdapat
banyak contoh tetapi yang penting adalah flora normal tidak berbahaya dan dapat
bermanfaat bagi tubuh inang pada tempat yang seharusnya atau tidak ada kelainan
yang menyertainnya. Mereka dapat menimbulkan penyakit jika barada pada lokasi
yang asing dalam jumlah banyak dan jika terdapat factor-faktor predisposisi.

Contoh – contoh Bakteri patogen pada saluran pencernaan


Pada saluran pencernaan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah satu
penyebabnya adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit saluran
pencernaan. Maka dari itu akan diperkenalkan bakteri-bakteri yang terdapat pada
saluran pencernaan.

1. Escherichia coli
a. Ciri-ciri:
 Berbentuk batang
 Bakteri gram negatif
 Tidak memiliki spora
 Memiliki pili
 Anaerobik fakultatif
 Suhu optimum 370C
 Flagella peritrikus
 Dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas
 Patogenik, menyebabkan infeksi saluran kemih
Gambar 1. Esherichia coli

b. Habitat
Habitat utama Escherichia coli adalah dalam saluran pencernaan manusia tepatnya
di saluran gastrointestinal dan juga pada hewan berdarah hangat. Bakteri ini
termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37 derajat.
Total bakteri ini  sekitar 0,1% dari total bakteri dalam saluran usus dewasa.

c. Virulensi dan Infeksi


Penyebab diare dan Gastroenteritis (suatu peradangan pada saluran usus). Infeksi
melalui konsumsi air atau makanan yang tidak bersih. Racunnya dapat
menghancurkan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan dan dapat memasuki
aliran darah dan berpindah ke ginjal dan hati. Menyebabkan perdarahan pada usus,
yang dapat mematikan anak-anak dan orang tua. E. coli dapat menyebar ke makanan
melalui konsumsi  makanan dengan tangan kotor, khususnya setelah menggunakan
kamar mandi. Solusi untuk penyebaran bakteri ini adalah mencuci tangan dengan
sabun.

d. Patogenesis
Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E.
coli sendiri diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup
klasifikasinya memiliki mekanisme penularan yang berbeda-beda.
a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
            E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri
pada sel mukosa kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan
pelekatan yang kuat.  Pada usus halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan
menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu. Akibatnya adalah adanya diare
cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga menjadi kronik. EPEC sedikit
fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai
intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang)
dan menyebabkan radang.
b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan pelekatan ETEC pada sel
epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan
hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain
ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis antimikroba dapat
efektif tetapi bisa menimbulkan peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri,
mungkin sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare, pemberian
antibiotic dapat secara efektif mempersingkat lamanya penyakit. Diare tanpa disertai
demam ini terjadi pada manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi.
ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk
mengikat sel – sel enterocit di usus halus. ETEC dapat memproduksi 2 proteinous
enterotoksin: dua protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur dan
fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin menyebabkan akumulasi
cGMP pada sel target dan elektrolit dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus.
ETEC strains tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus.
c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC)
Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel
hijau dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin.
EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan
sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik
mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan
memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan
kambing.
1. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Memproduksi toksin
Shiga, sehingga disebut juga Shiga-toxin producing strain(STEC). Toksin merusak
sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan yang kemudian masuk ke dalam
usus. EIEC menimbulkan penyakit melaluii invasinya ke sel epitel mukosa usus.
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakeri
ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi
hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.

Gambar 2. Patogenesis Escherichia coli

e. Penularan
Penularan pada bakteri ini adalah dengan kontak dengan tinja yang terinfeksi secara
langsung, seperti :
–          makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor
–          Tidak mencuci tangan dengna bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja yang terinfeksi, sehingga kontaminasi perabotan dan alat-alat
yang dipegang.
2.         Shigella sp.
a. Ciri-ciri:
 Batang pendek
 gram negatif
 Tunggal
 Tidak bergerak
 Suhu optimum 370c
 Tidak membentuk spora
 Aerobik, anaerobik fakultatif
 Patogenik, menyebabkan disentri

Produksi Pencairan Reduksi Produksi Fermentasi Karbohidrat


Organisme
H2S Gelatin Nitrat Indol Glukosa Laktosa Sukrosa Manitol Dulsitol
Shigella
– – + – Asam – – – –
dysentriae
Shigella
– – + + Asam – – Asam –
flexneri
Shigella
– – + Variabel Asam – – Asam Variabel
boydii
Shigella
– – + – Asam – Asam Asam –
sonnei
            Tabel 1. Reaksi biokimiawi spesies-spesies Shigella

Secara morfologis tidak dapat dibedakan dari salmonella, tetapi dapat dibedakan


berdasarkan reaksi-reaksi fermentasi dan uji serologis. Tidak
seperti salmonella, shigella memfermentasikan berbagai karbohidrat, dengan
pengecualian utama laktosa untuk menghasilkan asam tanpa gas. Shigella
dysentriae merupakan penyebab penyakit yang paling parah karena menghasilkan
eksotoksin yang mempunyai sifat neurotoksik dan enterotoksik. Jadi, anak-anak
yang terjangkiti shigelosis dapat menderita kejang. Eksotoksin ini adalah protein
terlarut yang tidak tahan panas. Darah dan lendir dalam tinja penderita penyakit
diare yang mendadak merupakan petunjuk kuat bagi shigelosis.
Gambar 3. Shigella sp.
b. Habitat
Habitat pada Shigella sp. ini adalah saluran pencernaan manusia. Dia dapat tumbuh
subur di usus manusa.

c. Virulensi dan Infeksi


Bakteri Shigella sp. dalan infeksinya melewati fase oral. Bakteri ini mampu
mengeluarkan toksin LT. Bakteri ini mampu menginvasi ke epitel sel mukosa usus
halus, berkembang biak di daerah invasi tersebut. Lalu, mengeluarkan toksin yang
merangsang terjadinya perubahan sistem enzim di dalam sel mukosa usus
halus(adenil siklase). Akibat invasi bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel
polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadi
tukak-tukak kecil di daerah invasi. Akibatnya, sel-sel darah merah dan plasma
protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinja
lalutinja bercampur lendir dan darah. Masa inkubasi berkisar 1-7 hari, yang paling
umum yaitu sekitar 4 hari. Gejala mula-mulanya yaitu demam dan kejang perut yang
nyeri. Diare biasanya terjadi setelah 48 jam, diikuti oleh disentri 2 hari kemudian.
Pada kasus yang parah, tinja terutama terdiri dari darah, lendir, dan nanah.

d. Patogenesis Shigella sp.
 Shigella mempenetrasi intraseluler epitel usus besar
 Terjadi perbanyakan bakteri
 Menghasilkan edotoksin yang mempunyai kegiatan biologis
 S. Dysenteriae menghasilkan eksotoksin yang mempunya sifat neorotoksik
dan enterotoksik.

Gambar 4. Patogenesis Shigella sp.

e. Penularan
Infeksi Shigella sp. dapat diperoleh dari makanan yang sudah terkontaminasi,
walaupun keliatannya makanan itu terlihat normal. Air pun juga dapat menjadi salah
satu hal yang terkontaminas dengan bakteri ini. Artinya, infeksi Shigella dapat
terjadi jika ada kontak dengan feses yang terkontaminasi dan makanan yang
terkontaminasi.

3.         Salmonella sp.
a. Ciri-ciri:
 Batang gram negatif
 Terdapat tunggal
 Tidak berkapsul
 Tidak membentuk spora
 Peritrikus
 Aerobik, anaerobik fakultatif
 Patogenik, menyebabkan gastroenteritis

Gambar 5. Salmonella sp.

            Menurut reaksi biokimiawinya, salmonella dapat diklasifikasikan menjadi tiga


spesies: S. typhi, S. choleraesuis dan S. enteriditis.

Uji atau Substrat S. typhi S. enteriditis S. choleraesuis

Produksi H2S + + V
Reduksi nitrat + + +
Produksi indol – – –
Pencairan gelatin – – –
Laktosa – – –
Sukrosa – – –
Glukosa A AG AG
Maltosa A AG AG
Manitol A AG AG
Dulsitol – V V
V=variabel;
A=asam;
G=gas
Tabel 2. Reaksi biokimiawi spesies Salmonella

b. Habitat
Terdapat pada kolam renang yang belum diklorin, jika terkontaminasi melalui
kulit,akan tumbuh dan berkembang pada saluran pencernaan manusia.

c. Infeksi
Masuk ke tubuh orang melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini.
Akibat yang ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai
rusaknya dinding usus. Penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk
dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak
lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan bakteri salmonella menyebabkan
kerusakan otak, organ reproduksi wanita, bahkan yang sedang hamilpun dapat
mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan bakteri salmonella ini antara
lain primata, iguana, ular, dan burung.

d.         Patogenesis
– Menghasilkan toksin Labil Temperature.
– Invasi ke sel mukosa usus halus.
– Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.
– Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabkan
infiltrasi sel-sel radang.

Gambar 6. Patogenesis dari salmonella

e. Penularan
Melalui makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan makanan. Terjadi sakit
perut yang mendadak. Jadi, melalui kontar makanan yang terjangkit atau
terkontaminasi bakteri.

4.         Helicobacter pylori
Gambar 7. Helicobacter pylori
a. Ciri-ciri:
 Berbentuk batang melengkung
 Bakteri gram negatif
 Mikroaerofilik
 Memiliki 4-6 flagella
 Dapat mengoksidasi hidrogen
 Menghasilkan oksidase, katalase, dan urease
 Patogenik, menyebabkan gastrointestinal
 
b. Habitat
            Awal saluran pencernaan manusia.
 
c. Virulensi dan Infeksi H. Pylori
            Helicobacter pylori memproduksi toksin yang disebut vacuolating cytotoxin
A. Racun ini dapat menyerang sel dalam vakuola, yang merupakan rongga terikat
membran dalam sel, menyebabkan gastritis dan bisul parah.
Pada titik tertentu dalam siklus kehidupan bakteri, beberapa bentuk perubahan
organisme dari bakteri bentuk spiral untuk coccoid. Alasan di balik ini juga tidak
jelas apakah itu adalah suatu usaha untuk beradaptasi dengan situasi stres, tahap
tidak aktif, atau sinyal kematian sel.

d. Patogenesis
–         Setelah H. pylori tertelan, bakteri memasuki lumen lambung, atau rongga.
–         Karena memiliki flagela Helicobacter pylori dapat menahan kontraksi otot
perut.
–         Setelah tiba di lapisan lendir, bakteri kemudian melubang lapisan
tersebutmenggunakan flagela dan bentuk heliks untuk membuat gerakan seperti
sekrup.
Gambar 8.  Patogenesis Helicobacter pylori
 
5. Clostridium perfringens
a. Ciri-ciri:
 Batang gram positif
 Terdapat tunggal, barpasangan, dan dalam rantai
 Berkapsul
 Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik
 Anaerobik
 Menghasilkan eksotoksin, menyebabkan kelemayuh (suatu infeksi jaringan
disertai gelembung gas dan keluarnya nanah)

Gambar 9.  Clostridium perfringens


            Spesies bakteri ini dibagi menjadi enam tipe, A sampai F, berdasarkan pada
toksin-toksin yang secara antigenik berbeda, yang dihasilkan oleh setiap galur. Tipe
A adalah galur yang menyebabkan keracunan makanan oleh perfingens. Peracunan
disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Spora
akan menghasilkan eksotoksin yang enterostatik sehingga menyebabkan penyakit.

b. Habitat
Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam usus manusia,
hewan peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat bertahan di tanah,
endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.

c. Infeksi dan virulensi


Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ yang merupakan
istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C.
perfringens . Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan
diare yang mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang
mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan.
Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya
gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya
gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa
adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat
dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam
makanan atau di dalam kotoran pasien.
Dalam sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C.
perfringens adalah perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah
disiapkan. Sejumlah kecil organisme ini seringkali muncul setelah makanan
dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat yang dapat menyebabkan keracunan
selama proses pendinginan dan penyimpanan makanan. Daging, produk daging, dan
kaldu merupakan makanan-makanan yang paling sering terkontaminasi.
Keracunan perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan
bersama (misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan,
penjara, dll.) di mana sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum
disajikan.

d. Patogenesis
–Menghasilkan toksin LT
–Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus yang mengakibatkan
bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi air dan klorida dalam usus.
–Hal ini mengakibatkan reabsorpsi Na terhambat dan menyebabkan diare.
Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif  pada waktu membentuk spora di rongga
usus. Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain
yang khusus.

Gambar 10. Patogenesis Clostridium perfringens


e. Penularan
            Menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan
tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman
berkembangbiak.
 
6.         Vibrio cholerae
a. Ciri-Ciri:
 Bakteri gram negatif
 Batang lurus dan agak lengkung
 Terdapat tunggal dan dalam rantai berpilin
 Tidak berkapsul
 Tidak membentuk spora
 Bergerak flagella tunggal polar
 Aerobik, anaerobik fakultatif
 Patogenik, menyebabkan kolera
      Vibrio cholera terdapat dalam dua biotipe atau galur: biotipe klasik dan biotipe
El Tor. Dinamakan El Tor karena organism tersebut diisolasi di pos karantina El Tor
di Teluk Suez pada thun 1905.
Uji Klasik El Tor

Uji Voges-Proskauer untuk


asetilmetilkarbinol – +
Produksi Indol + +
Pencairan gelatin + +
Produksi H2S – –
Fermentasi glukosa + +
Fermentasi laktosa Lambat Lambat
Hemolisis butir darah merah
domba atau kambing – +
Hemaglutinasi butir darah merah
– +
ayam
Tabel 3. Reaksi biokimiawi biotipe Vibrio cholera

Gambar 11. Vibrio cholerae

b. Habitat bakteri
Bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi seperti di air laut dan
perairan payau. Tumbuh dan berkembang biak di dalam usus manusia.
 
c. Infeksi dan vilurensi
            Menyebabakan penyakit kolera (cholera) yang penyakit infeksi saluran usus
bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk
kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga
terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya
seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan
masuk pada kondisi dehidrasi.
Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik
dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan
kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan
banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula
(Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix
keduanya (Dextrose Saline).

d. Patogenesis
            Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang
ditampakkan, antaralainialah :
–     Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
–     Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi
cairan   putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi
seperti    manis yang menusuk.
–     Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan        
mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
–     Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
–     Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita
tidaklah       merasakan mual sebelumnya.
–     Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
–     Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan
tanda-  tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata
cekung,          hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan
pengganti      cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
 
e.         Penularan
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik.
Bakteri vibrio cholerae berkembang biak dan menybar melalui feces (kotoran)
manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan
sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena
penyakit kolera itu juga.
 
7. Vibrio parahaemolyticus
a. Ciri-ciri:
 Bentuk koma atau batang lurus gram negatif
 Terdapat tunggal
 Tidak berkapsul
 Tidak membentuk spora
 Falgelum tunggal mengutub
 Aerobik, anaerobik fakultatif
 Mmebutuhkan garam
 Hemolitik
 Patogenik, menyebabkan gastroenteritis
Gambar 12. Vibrio parahaemolyticus
 
b. Habitat
Tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C,  pH 4.8 – 11,
terdapat di perairan laut dan berkembang pada hewan-hewan seafood. Pertumbuhan
berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya
9–10 menit.
c. Virulensi dan Infeksi
Penyebab penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ),
terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi
dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare
tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa
inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak
panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia.
Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas.  Kondisi ini
berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel
seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan. 
Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.
d. Patogenesis
– Masa inkubasi: 8-72 jam
– Gejala utama: sakit perut, diare, mual, dan muntah
– Disertai sedikit demam & rasa kedinginan
– Sembuh dalam waktu 2-5 hari
– Tidak disebabkan toksin
e. Penularan
            Dengan mengkonsumsi makananan laut yang sudah terkontaminasi
 
 
8.         Vibrio vulnficus
a. Ciri-ciri:
 Berbentuk batang melengkung
 Bakteri gram negatif
 Bergerak aktif, memiliki flagella
 Habitat di air laut
 Patogenik, menyebabkan selulitis atau keracunan darah dan gastroenteritis
Gambar 13. Vibrio vulnficus
b. Habitat
Banyak ditemukan di dalam air laut hangat. Tumbuh dan berkembang pada hewan
laut seperti kerang. Selnjutnya dapat tumbuh pada usus manusia jika terkontaminasi
melalui makanan.
c. Virulensi dan Infeksi
Patogen pada orang yang makan makanan laut yang terkontaminasi atau memiliki
luka terbuka yang terkena air. Menyebabkan muntah, diare, dan sakit perut. Dalam
sistem kekebalan, terutama mereka dengan penyakit hati kronis, V. vulnificus dapat
menyerang  baik dari luka atau dari saluran pencernaan, menyebabkan penyakit
yang disebut septikemia primer, ditandai dengan demam, gerah, shock septik dan
kematian.sebaiknya setiap orang sangat disarankan untuk tidak mengkonsumsi
mentah atau dimasak tidak cukup makanan laut.
 
 
d. Patogenesis
–   Masa inkubasi: biasanya 12 – 72 jam sesudah mengkonsumsi seafood mentah
atau   setengah matang,
–   Masa penularan: dianggap tidak terjadi penularan dari orang ke orang baik
langsung
atau melalui makanan yang terkontaminasi kecuali pada keadaan tertentu.
e. Penularan
            Penularan terjadi diantara mereka yang mempunyai risiko tinggi, yaitu orang-
orang yang “immunocompromised” atau mereka yang mempunyai penyakit hati
kronis, infeksi terjadi karena mengkonsumsi “seafood” mentah atau setengah
matang. Sebaliknya, pada hospes normal yang imunokompeten, infeksi pada luka
biasanya terjadi sesudah terpajan dengan air payau (misalnya kecelakaan ketika
mengendarai perahu/boat) atau dari luka akibat kecelakaan kerja (pengupas tiram,
nelayan).
 
9.         Bacillus cereus
a. Ciri-ciri:
 Berbentuk batang
 Bakteri gram positif
 Dapat membentuk endospora
 Tidak memiliki flagel
 Anaerobik fakultatif
 Menghasilkan enterotoksin
 Patogenik, menyebabkan mual, muntah, dan diare

Gambar 14. Bacillus cereus


b. Habitat
Sangat umum berada di dalam tanah dan tumbuh-tumbuhan.
c. Virulensi dan Infeksi
Ada dua jenis penyakit yang berhubungan dengan Bacillus cereus. Yang paling
umum adalah penyakit diare disertai dengan sakit perut. Sebuah masa inkubasi 4
sampai 16 jam diikuti dengan gejala-gejala berlangsung 12 hingga 24 jam.
Jenis penyakit kedua adalah penyakit yg menyebabkan muntah sering dikaitkan
dengan konsumsi beras tidak benar didinginkan setelah memasak. Penyakit ini
ditandai dengan muntah dan mual yang biasanya terjadi dalam 1 sampai 5 jam
setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi.

Anda mungkin juga menyukai