Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nina Aulia Sitorus

Nim : 7181141003

Matkul : Kewarganegaraan

BAB V

HAK ASASI MANUSIA

Warga negara merupakan salah satu unsur pokok dalam suatu negara, selain adanya
wilayah dan pemerintahan yang berdaulat. Semua orang yang berada di suatu negara tentu
perlu mengerti tentang status atau kedudukannya baik menyangkut hak dan kewajibannya
sebagai anggota dari sebuah negara. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban
terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan
dan kesejahteraan terhadap warga negaranya.

1. Konsep Warga Negara

Konsep Warga Negara Warga negara dalam bahasa Inggris disebut "citizen", dalam
bahasa Yunani "civics" (asal katanya civicus) yang berarti penduduk sipil (citizen). Merujuk
kepada bahasa Yunani kuno "polites" atau Latin "eivis", yang didefinisikan sebagai anggota
dari "polis" (kota) Yunani Kuno atau "res publica" (perkumpulan orang-orang atau
masyarakat) Romawi bagi persekutuan orang-orang di Mediterania kuno, yang selanjutnya
ditransmisikan kepada peradaban Eropa dan Barat (Kalidjernih, 2007).

Aristoteles mengatakan bahwa seseorang yang patut disebut sebagai warga negara
dalam suatu negara demokratis belum tentu dapat disebut sebagai warga negara dalam
sebuah negara oligarkis. Menurutnya, perbedaan bentuk pemerintahan berpengaruh besar
dalam menentukan siapakah warga negara yang sesungguhnya dari negara. Jadi menurut
Aristoteles, yang disebut warga negara adalah orang yang secara aktif ikut mengambil
bagian dalam kegiatan hidup bernegara, yaitu suatu orang yang bisa berperan sebagai
orang yang diperintan dan orang yang bise berperan sebagai yang memerintah (Sri
Wuryan dan Syaifullah, 2009: 108) Orang yang diperintah dan yang memerintah itu
sewaktu-waktu dapat bertukan peran. Jadi warga negara harus sanggup memainkan
peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara (Rapaar, 1993: 67).

Selanjutnya, Sri Wuryan dan Syaifullah (2009:108) menjelaskan bahwa warga


negara dibagi ke dalam dua golongan, yaitu (1) yang menguasai atau yang memerintah, (2)
yang dikuasai atau yang diperintah. Warga negara yang menguasai haruslah memi!iki
kebajikan dan keutamaan yakni sifat kebaikan dan kearifan. Berkaitan dengan posisi warga
negara yang memerintah dan yang diperintah tidaklah berlaku untuk waktu yang
selamanya. Dalam waktu tertentu keadaan itu bisa bertukar posisi, dimana yang diperintah
berganti menjadi yang memerintah. Hal ini didasarkan pada argumentasi bahwa seluruh
warga negara itu adalah orang-orang bebas dan sederajat sehingga mereka semua harus
siap sedia untuk memerintah dan diperintah, maka seluruh warga negara itu harus
memiliki satu keutamaan dan kebajikan yang sama. Selanjutnya, Aristoteles menegaskan
bahwa kebajikan yang harus dimiliki oleh seluruh warga negara yang baik ialah
kemampuan untuk menguasai dan dikuasai dengan baik atau kemampuan untuk
memerintah dan diperintah dengan baik.

Dalam bukunya yang berjudul Civics: Citizen in Action, Turner (1990) menjelaskan
bahwa warga negara adalah anggota dari sekolompok manusia yang hidup atau tinggal di
wilayah hukum tertentu. Adapun hukum tersebut tibuat atau disusun dan diselenggarakan
oleh orang-orang yang memerintah atau yang menguasai dengan tujuan untuk mengatur
kelompok masyarakat. Mereka inilah yang selanjutnya disebut sebagai pemerintah atau
goverment. Atas dasar ini, lebih lanjut Turner menegaskan bahwa warga negara adalah
anggota dari suatu kelompok yang hidup dalam aturan-aturan pemerintah (a member of a
group living under the rule of a goverment).

2. Warga Negara Indonesia

Upaya mendefinisikan warga negara dan siapa yang menjadi warga negara untuk
suatu negara tidak mudah. Hal ini suatu kenyataan karena definisi warga negara untuk
suatu negara berbeda dengan definisi warga negara untuk negara lainnya. Jauh sebelum
adanya konsep negara modern, Aristoteles (Barker, 1995: 84-85) permah mengantisipasi
bahwa "The definition of a citizen is a question which is often disputed; there is no general
agreement on who is a citizen". Namun demikian, ada suatu landasan pikir yang dapat
dijadikan dasar pertimbangan untuk mengetahui pengertian warga negara dan siapa yang
menjadi warga negara. Dasar pertimbangan yang dimaksud adalah konstitusi negara.
Aristoteles menyatakan "different constitutions require different types cf good citizen".
Pernyataan ini memberikan indikasi bahwa untuk mengetahui pengertian warga negara
serta siapa yang menjadi warga negara suatu negara tergantung konstitusi yang berlaku di
negara tersebut.

Saat ini undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku


adalah UU No. 12 Tahun 2006 yang menurut para ahli mencerminkan penghargaan dan
menghilangkan diskriminasi. Tentang siapa warga negara Indonesia, dinyatakan pada pasal
4 UU No. 12 Tahun 2006, yaitu:

1) Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau


berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain Sebelum
undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia;
2) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara
Indonesia;
3) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;
4) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing
dan ibu warga negara Indonesia;
5) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau huku negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anel tersebut;
6) Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah avabnu
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia;
7) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia;
8) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari secrang ibu warga negara asing
yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun
atau belum kawin;
9) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui;
11) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya
tidak mempunyai kewarganegaraan atau keberadaannya; tidak diketahui
12) Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah
dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
13) Anak dari secorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Disamping itu, ditentukan pula bahwa yang menjadi warga negara Indonesia dalam
pasal 5 ayat I dan 2 UU No. 12 Tahun 2006 adalah:

1) Anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia
18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara salı oleh avahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.
2) Anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara
sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap
diakui sebagai warga negara Indonesia.

Karena dua ketentuan di atas, maka akan berakibat anak berkewarganegaraan ganda,
karena itu, maka setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.

3. Asas Kewarganegaraan

Seseorang dapat dinyatakan sebagai warga negara apabila memenuhi ketentuan-


ketentuan dari suatu negara. Ketentuan ini biasanya ini menjadi asas atau sebagai
pedoman untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Setiap negara memiliki
kebebasan dan kewenangan untuk menentukan kewarganegaraannya. Dalam penentuan
kewarganegaraan ada 2 (dua) asas atau pedoman, yaitu asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegraan berdasarkan perkawinan. Tetapi dalam
berbagai literatur hukum dan dalam praktek, dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan,
masing- asas masing adalah ius soli, ius sanguinis dan asas campuran. Dari ketiga ases yang
dianggap sebagai asas yang utama adalah asas ius soli dan ius sanguinis (Asshiddiqie,
2006: 132). Asas ius soli (asas kedaerahan) berasal dari bahasa latin; ius yang benrs hukum
atau pedoman, sedangkan soli bersal dari kata solum yang berari negeri, tanah, atau daerah.
Jadi, ius soli adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau daerah.
atau kelahiran seseorang.

Hukum negara juga mengatur tentang asas warga negara, yaitu pada UU No 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Hukum negara tersebut
membagi asas kewarganegaraan juga menjadi dua asas atau pedoman, yaitu asas
kewarganegaraan umum dan asas kewarganegaraan khusus. Berdasarkan UU No 12 Tahun
2006 asas kewarganegaraan umum terdiri atas 4 asas, yaitu: (1) asas kelahiran; (2) asas
keturunan; (3) asas kewarganegaraan tunggal; dan (4) asas kewarganegaraan ganda
terbatas. Asas kelahiran dan asas keturunan mempunyai pengertian yang sama dengan
yang telah diterangkan di atas tadi. Sedangkan asas kewarganegaraan tunggal adalah asas
yang menetukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. Asas kewarganegaraan ganda
terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan lebih dari satu bagi anak-anak
sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya. Jadi kewarganegaraan ini hanya bisa
dimiliki anak anak yang masih berusia dibawah umur 18 tahun setelah anak tersebut
berumur 18 tahun maka ia harus memilih satu dari kewarganegaraan tersebut.

Sedangkan asas kewarganegaraan khusus ialah asas yang terdiri atas beberapa
macam asas atau pedoman kewarganegaraan, yaitu 1) Asas kepentingan nasional
Mengutamakan kepentingan nasional Indonesia dan mempertahankan kedaulatannya. 2)
Asas perlindungan maksimum Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada setiap
warga negara. 3) Asas persamaan didalam hukum dan pemerintahan Setiap warga negara
memiliki kesamaan hukun dalam pemerintahan. 4) Asas kebenaran substantif Asas
diamana prosedur kewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi
juga bersifat substansi. 5) Asas non diskriminatif Tidak membedakan setiap warga negara
dari banyak hal seperti suku, ras, warna kulit. 6) Asas pengakuan dan permohonan
terhadap HAM Menjamin dan melindungi warga negara dan memuliakannva persamaan
HAM. 7) Asas keterbukaan Segala sesuatu yang berhubungan dengan warga negara harus
berie terbuka. 8) Asas publisitas Bahwa seseorang yang kehilangan kewarganegaraan RI
akan diumumkan dan diberitakan agar masyarakat mengetahui.

4. Cara Memperoleh dan Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia

Dalam literatur hukum di Indonesia, biasanya cara memperoleh status


kewarganegaraan hanya terdiri atas dua cara, yaitu status kewarganegaraan dengan cara
dengan kelahiran di wilayah hukum Indonesia dan pewarganegaraan atau naturalisasi
(naturalization). Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara paling tidak terdapat 5
cara untuk memperoleh kewarganegaraan. Adapun 5 (lima) prosedur atau metode
perolehan status kewarganegaraan yang dikenal dalam praktik tersebut adalah:

1) Citizenship by birth

Cara perolehan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran. Siapa saja yang lahir


dalam wilayah hukum suatu negara, yang menganut prinsip ius soli sebagaimana
dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status
kevwarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan.

2) Citizenship by descent

Caraperolehan kewarganegaraan berdasarkan keturunan, di mana seseorang yang


lahir di luar wilayah suatu negara dianggap sebagai warga negara karena keturunan,
apabila pada waktu yang bersangkutan dilahirkat, kedua orang tuanya adalah warga
negara dari negara tersebut.

3) Citizenship by naturalisation

Pewarganegaraan orang asing melalui permohonan menjadi warga sifat negara


setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Cara memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan dalam BAB II UU No. 12 Tahun 2006
pasal 8 dan 9. Pasal 8 Kewarganegaraan kan Republik Indonesia dapat juga diperoleh
melalui pewarganegaraan. Pasal 9, permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh
pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Telah berusia 18 (delapan belas)
tahun atau sudah kawin; 2) Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggai
di wilayab ara negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut tek
atau paling singkat 10 (sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut; 3) Sehat jasmani dan
rohani; 4) Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan an)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 5) Tidak pernah dijatuhi
pidana karena melakukan tindak pidana yang am diancam dengan pidana penjara 1 (satu)
tahun atau lebih; 6) Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak
menjadi berkewarganegaraan ganda; 7) Mempunyai pekerjaan dan atau berpenghasilan
tetap; 8) Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara.

4. Citizenship by registration

Perolehan kewarganegaraan bagi mereka yang telah-memenuhi syarat-syarat


tertentu dianggap cukup dilakukan melalui prosedur administrasi pendaftaran yang lebih
sederhana dibandingkan dengan metode naturalisasi yang lebih rumit. Misalnya, keluarga
Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsip ius soli, melahirkan anak,
maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga
negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan
Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.

5. Citizenship by incorporation of territo

Proses pewarganegaraan karena terjadinya perluasan wilayah negara. Misalnya,


ketika Timor Timur menjadi wilayah negara Republik Indonesia, maka proses
pewarganegaraan warga Timor Timur itu dilakukan melalui prosedur yang khusus ini.
Selain mengatur bagaimana cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, UU No. 12
Tahun 2006 mengatur pula bagaimana cara-carm kehilangan kewarganegaraan.
5. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia (HAM)

Dewasa ini isu mengenai HAM telah menjadi perhatian dunia, bahkan udak jarang suatu
negara dalam memberikan bantuan atau kebijakan lainnya dikaitkan dengan pelaksanaan
HAM. Sejumlah negara maju mencanangkan HAM sebagai bagian dari program
nasionalnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menjadikan HAM sebagai salah satu
agenda yang perlu ditangani Sccara serius. Penghormatan terhadap HAM telah menjadi
ukuran bagi diakuinya suatu pemerintahan, Pemerintah suatu negara yang tidak
menghargat AM mendapat kecaman bahkan bisa dikucilkan dari pergaulan internasional
(Winataputra, 2010).

6. Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)

1. Piagam Madinah (Madinah 622)

Pada masa kenabian, di Kota Madinah disusun sebuah Piagam Madinah (Shahifatul
Madinah atau Mitsaaqu al Madinan). Piagam ini ierupakan dokumen kesepakatan
masyarakat Madinah untuk melindungi dan mejamin hak-hak sesama warga masyarakat
tanpa memandang latar belakang, suku, dan agama. Piagam Madinah bersifat revolusioner,
karena menentang tradisi kesukuan orang-orang Arab pada saat itu. Tidak ada satu
sukupun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dibandingkan dengan suku lain.
Piagam ini dideklarasikan di Madinah pada 622 M. Menurut Musthafa Kamal Pasha (Pasha,
2002: 126).

2. Magna Charta (Inggris 1215)

Di kawasan Eropa, pada tahun 1215 lahir Magna Charta. Piagam ini merupakan
perjanjian antara Raja John dari Inggris dan sejumlah bangsawan. Melalui piagam ini, raja
harus mengakui beberapa hak dari para bangsawan sebagai imbalan untuk dukungan
mereka dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan perang. Hak yang
diatur dalam perjanjian itu meliputi hak-hak sipil dan politik mendasar, seperti hak untuk
diperiksa di muka hakim (habeas corpus).
3. Declaration of Independence (Revolusi Amerika 1276)

Perkembangan HAM yang lebih modem ditandai dengan lahirnya Declaration of


Independence yang merupakan deklarasi kemerdekaan Amerika dari tangan Inggris pada 4
Juli 1776. Piagam ini disusun oleh Thomas Jefferson yang bersumber dari ajaran
Montesquieu. Deklarasi ini menekankan pentingnya kemerdekaan, persamaan dan
persaudaraan. Dalam deklarasi ini, yang terpokok memuat pernyataan bahwa "sekalian
manusia dititahkan dalam keadaan sama, dan dikarunia oleh Yang Maha Kuasa beberapa
hak yang tetap dan melekat padanya". Dalam perkembangannya, deklarasi ini dijadikan
dasar pokok bagi Konstitusi Amerika Serikat.

Anda mungkin juga menyukai