Anda di halaman 1dari 10

Buatlah mini proposal berisi

a. latar belakang
b. tujuan
c. manfaat
d. hipotesis
e. tinjauan pustaka

jawab

Pengaruh Pembuatan Cookies Berbahan Pangan Lokal dengan


Menggunakan Tepung Daun Kelor dan Tepung Kacang Hijau Untuk Balita
Stunting Usia 24 -59 Bulan
A. LATAR BELAKANG
Masalah gizi terdapat di Indonesia terdiri dari masalah gizi kurang pada
Kekurangan Energi Protein (KEP) disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari-hari (Supariasa, 2013) dan masalah gizi lebih
Masalah Gizi lain yang sering dijumpai pada Balita usia 24-59 bulan
diantaranya sering melewatkan sarapan pagi dan kesulitan makan anak
( Soetjiningsih dkk,2013)
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018
menyatakan bahwa Balita Stunting usia 24 - 59 bulan yang mengalami stunting
berdasarkan Berat Badan Menurut Umur ialah sebesar 17,7 persen dan
berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur balita usia 24 - 59 bulan 30,8 persen
mengalami penurunan.

Prevalensi nasional berdasarkan data PSG 2017 pada anak balita di


Indonesia 29,6 % di NTB (Nusa Tenggara Barat) status gizi balita stunting yaitu
sebesar 37,2 persen pada Lombok Barat 36,1 persen, Lombok Tengah 39,3
persen, Lombok Timur 35 persen, Lombok Utara 37,6 persen, Kota Mataram
37,8 persen.

Nusa Tenggara Barat (NTB) Merupakan salah satu Provinsi dengan angka
prevalensi sangat kurus diatas rata-rata nasional (Kemenkes RI,2018). Hasil
Studi Diet Total (Survei Konsumsi Makanan Individu) Menyatakan di Nusa
Tenggara Barat (NTB) 2014 data tingkat kecukupan energi pada balita usia 24-
59 bulan 92,3 sampai 114,4 persen dan tingkat protein 126,2 persen.

Stunting yaitu akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000 hari pertama
kehidupan, kondisi anak mengalami gangguan pertumbuhan hingga tumbuh
tinggi anak lebih rendah atau lebih pendek dari standar usianya.
Pengaruh stunting yang harus ditanganin pertumbuhan terhambat, wajah
tampak lebih muda dari pada usianya, performa buruk pada tes belajarnya, anak
menjadi apatis rewel
Penyebab stunting pada kurangnya asupan gizi dalam jumlah yang tepat dan
waktu yang lama, praktek pengasuhan yang tidak baik, kurangnya akses
makanan bergizi, kurangnya akses sanitasi dan air bersih, terbatasnya layanan
kesehatan, adanya infeksi di dalam tubuh anak. Jika terus dibiarkan akan
menyebabkan anak kurang berprestasi disekolah, saat dewasapun menjadi
kurang produktif, penghasilan kurang, maka akan terus dibawah garis
kemiskinan (Niken R, 2019).

Pada kota mataram faktor penyebab stunting yaitu kemiskinan dan pola asuh
atau pemberian makanan yang kurang baik dari sejak dilahirkan yang
menyebabkan anak menjadi pendek, pemberian MPASI, tinggi badan ibu
(Najahah I, 2013). Untuk menurunkan kejadian stunting pada balita perlu
dilakukan upaya pencegahan dengan asupan gizi mulai dari remaja putri, wanita
subur, ibu hamil dan balita. Dampak stunting antara lain bisa mengganggu
pertumbuhan tinggi anak dan berat badan anak. Di daerah Lombok Barat
stunting juga dapat mempengaruhi kecerdasan dan kemampuan belajar anak
akibat kekurangan gizi dan mudah terserang penyakit dan berisiko terkena
penyakit saat dewasa seperti diabetes, jantung, kanker, stroke, bahkan stunting
juga bisa berujung pada kematian usia dini (Antony D, 2019 )

Permasalahan stunting tidak dapat dipandang sebelah mata. Jika masalah ini
dibiarkan akan menjadi beban sekaligus ancaman serius bagi masa depan
bangsa. Secara global stunting berkontribusi terhadap 15-17 persen dari seluruh
kematian anak di dunia (Niken R, 2019).
Stunting di kota mataram 37,6 persen, stunting di NTB mencapai 150.000
anak. Dari rapat Riskesdas bersama Pemprov NTB, ditemukan ada 33,49 persen
bayi di NTB mengalami stunting. Salah satunya kota mataram sebanyak 7,26
Persen. Jumlah Balita Pendek 37 Persen. Berdasarkan data PSG 2018 stunting
di NTB sebanyak 32 persen.
Karakteristik jajanan pada pada anak balita, cookies sebagai kontribusi
karena anak pada masa ini sangat membutukan energi yang tinggi untuk
menunjang aktivitas dan pertumbuhan. Pola makan yang sehat untuk
menentukan anak mendapatkan gizi seimbang dan untuk memperoleh
kebutuhan energi dapat diperoleh dari makanan yang disediakan di rumah dari
jajanan (Anggraini,2013)
Usia balita merupakan masa yang paling penting di dalam pertumbuhan dan
perkembangan seseorang anak. Upaya mencapai status gizi anak balita yang
tidak terlepas dari peran orang tuan khususnya ibu sebagai pengasuh karena ibu
seorang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan makan keluarga
termaksud anak balita. Untuk itu pemahaman seseorang ibu mengenai makanan
dan gizi balita menjadi sangat penting(Uripi, 2004)
Untuk mencegah stunting asupan gizi anak perlu didukung dengan
memberikan makanan pola gizi yang seimbang pada makanan tinggi protein
seperti telur, ikan, hati ayam,dan memanfaat makanan menggunakan bahan
pangan lokal yang ada di daerah itu sendiri. Pada masa balita termaksud
kelompok umur paling rawan terdapat kekurangan energi dan protein, asupan
zat gizi yang baik sangat diperlukan untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan. Zat – zat gizi yang baik adalah zat gizi yang berkualitas tinggi
dalam jumlahnya mencukupi kebutuhan. Apabila zat gizi tubuh tidak terpenuhi
akan menyebabkan dampak yang serius contohnya gagal dalam pertumbuhan
fisik serta perkembangan yang tidak optimal (Waryana, 2010)
Hasil penelitian tentang jajanan menunjukan bahwa sebagian besar makanan
jajanan komposisi utamanya adalah sumber karbohidrat untuk anak dengan
aktivitas, hanya sedikit jajanan yang mengandung protein, jadi untuk
meningkatkan asupan makanan sumber protein, maka perlu dikembangkan,
makanan jajanan yang mengandung protein tinggi (Sarifudin, dkk, 2015).

Salah satu jajanan yaitu cookies untuk anak balita yang bahan bakunya dari
sumber protein nabati dari tepung kacang ijo, tepung daun kelor, dan pepaya.
Cookies ini mudah dibuat dan harganya murah.biskuit ini produk jajanan yang di
buat untuk balita stunting.

Penulis membuat Produk dari bahan pangan lokal yaitu cookies dengan
tepung kacang hijau, tepung daun kelor, dan tepung papaya untuk anak balita
24 bulan – 59 bulan yang mengalami masalah stunting

Kelebihan dari produk yang saya buat untuk mengurangi masalah stunting
yang terjadi di daerah itu sendiri, dan menambah berat badan anak menjadi gizi
normal

Sehingga untuk menangani masalah stunting yang ada di Nusa Tenggara


Barat. Terutama di Kota Mataram pada anak balita usia 24 bulan – 59 bulan.
Alasan penulis mengambil judul tersebut karena penulis ingin memberikan
informasi bahwa masalah stunting dapat ditangani jika kita pandai memanfaatkan
bahan lokal yang ada di lingkungan kita ternyata bahan pangan disekitar
lingkungan kita mempunyai banyak manfaat dan segudang manfaat seperti
tanaman daun kelor merupakan tanaman ajaib mengobati berbagai macam
penyakit.(Media, Delta . 2011).

Kerugian negara jika masalah stunting belum dapat diatasi program


pemerintah pemberian PMT untuk usia 6 – 69 bulan berbasis pangan lokal
melalui dana alokasi khusus (DAK) non fisik sebesar Rp 200.000.000 pertahun
perpuskesmas di daerah masing – masing.

Beberapa hal kemungkinan penyebab belum efektif kebijakan, serta program


intervensi stunting yang telah dilakukan kebijakan dan regulasi terkait intervensi
stunting belum dilakukan secara maksimal dijadikan landasan bersama untuk
menangani stunting, kementerian/ lembaga tersebut melaksanakan program
masing – masing tanpa kordinasi yang cukup, program intervensi stunting belum
seluruhnya dilaksanakan, program intervensi yang ada baik bersifat spesifik dan
sensitif gizi masih perlu ditingkatkan, program secara efektif mendorong
pengetahuan gizi yang baik dan perubahan prilaku hidup sehat masyarakat
belum dapat dilakukan, program tidak dijalankan maksimal seperti akses di
posyandu pengetahuan dan kapasitas pemerintah baik pusat maupun daerah
dalam menangani stunting belum ditingkatkan.

Menurut buku ringkas stunting 2019 kerugian negara dalam pengalaman dan
bukti internasional menunjukan stunting menghambat pertumbuhan dan
prokduktivitas pasar kerja, sehingga hilangnya 11% GDP ( Gross Domestic
Product ) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20 % selain itu,
stunting juga berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/ inequality, sehingga
mengurangi 10 % dari total pendapaan seumur hidup dan juga menyebabkan
kemiskinan antar generasi.

Food tabu pada masyarakat suku sasak adalah pantangan makanan tertentu
yang tidak boleh dikonsumsi jika pantangan dilanggar agar berakibat buruk bagi
kesehatan. Jenis makanan diantaranya pada ibu hamil masyarakat suku sasak
adalah gurita, udang, cumi, kepiting, nanas durian, biji- bijian kacang yang keras,
contoh yang pertama ibu hamil mengonsumsi gurita diyakini janinnya akan
terbelit ari – arinya ketika dikeluarkan akan menyebabkan bayi susah keluar dan
akan menjadi pendarahan pada bayi saat melahirkan, ibu hamil mengosumsi ikan
akan mengakibatkan badannya bau amis, jika ibu hamil mengosumsi udang
maka bayinya akan bungkuk, ibu hamil mengonsumsi jantung pisang akan
mengakibatkan kepala bayi berbentuk lonjong seperti jantung pisang, ibu yang
mengosumsi salak akan mengakibatkan BAB dan terakhir jika ibu hamil
mengosumsi durian akan menyebabkan pendarahan dan kesulitan melahirkan.
Sebagian besar ibu sebenarnya kurang terhadap pantangan tetapi ibu mau
mematuhinya karena terpaksa, disalahkan dan melawan orangtua.
Saat menyusui pantangan tabu ibu menyusui adalah makanan yang pedas,
pisang, labu, dan ikan, jika dipantang oleh ibu menyusui mengalami diare, jika
makan pisang ibu menyusui akan menderita sariawan, jika makan ikan asin akan
menyebabkan gatal – gatal pada bayi dan bau amis. Ibu suku sasak melahirkan
atau operasi hanya makan tahu dan tempe tanpa garam, dilarang makan –
makanan yang amis ( seperti makanan laut, telur, daging, dan telur).

Balita makanan pantangan jika anak sakit adalah pisang, telur, ikan, ayam
dan makanan yang amis – amis jika makanan itu dilanggar maka akan semakin
parah. Contohnya jika anak deman dilarang makan pisang karena akan
menyebabkan deman tidak turun, jika anak batuk, pilek, deman, ataupun gatal –
gatal akibat penyakit kulit dilarang makan telur karena penyakit bertambah parah.

Pola asuh orang tua balita stunting ayah terlibat langsung dalam pengasuhan
balita. Pada polah asuh ibu diserahkan sepenuhnya. Ibu memiliki posisi tawar
yang rendah dalam membuat keputusan terlebih lagi didukung dengan
pendidikan yang rendah. Apapun yang diperintah oleh ayah akan dituruti oleh ibu.
Pembagian tugas dalam keluarga sangat memberatkan ibu dalam mengerjakan
semua pekerjaan rumah tangga, dan perekonomian sebagian besar ibu juga
bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Cara makan balita makan
dengan tangan ibu/ pengasuh tanpa perlu mencuci tangan sebelumnya. Ibu
menyuapi dan menemani makan anak balita sambil melakukan kegiatan aktifitas
( Sulistyahningsih H, 2011).

Fasilitas kesehatan masih terbatasnya fasilitas kesehatan dan layanan


kesehatan ANC Ante Natal Care ( Pelayanan kesehatan untuk ibu selama
kehamilan) informasi yang dikumpulkan kemenkes dan bank dunia menyatakan
tingkat kehadiran anak di posyandu semakin menurun 79 % di tahun 2007
menjadi 64 % di 2013 dan anak belum mendapatkan akses pelayanan imunisasi.
Biskuit yang akan diberikan untuk anak stunting didapatkan fakta yang sering
terjadi dimasyarakat orangtua atau pengasuh anak yang memakan biskuit
tersebut sehingga anak masih mengalami stunting.
Kebersihan kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh
dilapangan menunjukan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia belum
memiliki akses air bersih. Beberapa penyebab seperti ini yang menjelaskan
diatas,telah berkontribusi pada masih tingginya prevalensi stunting di Indonesia
dan oleh karena itu diperlukan rencana intervensi yang komperensif untuk
mengurangi prevalensi di Indonesia.mKepercayaan masyarakat di pulau Lombok
dominan beragama islam, hindu, Kristen, budha. Pengetahuan orang tua pada
balita stunting bermacam- macam pada tinggkat sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas bahkan ada yang sarjana.
Pendidikan gizi menurut data seameo NTB 2018 pendidikan gizi ini tidak hanya
siswa SMP dan SMA, tapi menyasar ke Paud serta SD. Dengan harapan , para
siswa ini dimulai , perekonomian keluarga balita stunting bermacam - macam
seperti petani, buruh

Hasil penelitian Najahah,2013 menggunakan metode cross sectional analisis


multivariate yang dilakukan pada balita stunting menunjukan faktor stunting tinggi
badan ibu, bila orangtua pendek maka anak pendek karena faktok genetik OR
0,6(95% C1:2.60). Hasil penelitian Helena, 2017 yang berjudul pengaruh
penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) terhadap karakteristik
organoleptik dan kimia biscuit mocaf (Modifield Cassava Flour) menyatakan
penambahan tepung daun kelor 3 % menghasilkan biscuit dengan kadar protein
10,12 %.dan hasil penelitian lain menyatakan dalam skripsi Ratni Nurcahyani
2016 yang berjudul eksprimen pembuatan cookies tepung kacang hijau subtitusi
terhadap tepung bonggol pisang komposisi ( tepung kacang hijau 80% dan
tepung bonggol pisang 20%) yaitu hasil yang terbaik didapatkan 20%.

Alasan peneliti menggunakan dua produk tersebut Karena pada kelor


merupakan tanaman ajaib baik untuk menyembuhkan masalah stunting yang
ada di Indonesia, kacang hijau terdapat tinggi protein yang bagus untuk
pertumbuhan balita dan buah pepaya bagus sebagai antioksida radikal bebas
baik untuk pertumbuhan anak.
Beberapa komposisi zat gizi per 100 gram bahan menurut data dkbm, zat gizi
per 100 gram daun kelor 92 kalori, protein 6,7 gram, lemak 1,7 gram, karbohidrat
13,4 gram. Zat gizi per 100 gram kacang hijau energy 345 kalori, protein 22,2
gram, lemak 1,2 Karbohidrat 62,9 gram, Zat gizi per 100 gram pepaya energi 46
kalori, protein 0,5 gram, lemak 0 gram, karbohidrat 1,2 gram

Berdasarkan uraian tersebut dilakukan penelitian tentang pengaruh


pemberian cookies berbahan pangan lokal menggunakan tepung daun kelor,
tepung kacang hijau dan tepung pepaya untuk balita stunting usia 24 – 59 bulan
di lingkungan tanjung karang permai kota Mataram.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah” Bagaimana
Pengaruh Pemberian cookies berbahan pangan lokal dari tepung untuk balita
stunting usia 24 -59 bulan di lingkungan tanjung karang permai kota Mataram.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian cookies berbahan pangan lokal dari
tepung daun kelor dan tepung kacang hijau untuk balita stunting usia 24 - 59
bulan di lingkungan tanjung karang kota Mataram
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi pengaruh pemberian berbahan pangan lokal dari tepung
daun kelor dan tepung kacang hijau, dan untuk balita stunting usia 24 - 59
bulan terhadap warna cookies.
b) Mengidentifikasi pengaruh pemberian pangan lokal dari tepung daun kelor
dan tepung kacang hijau, untuk balita stunting usia 24 - 59 bulan terhadap
aroma cookies.
c) Mengidentifikasi pengaruh pemberian pangan lokal dari tepung daun kelor
dan tepung kacang hijau, untuk balita stunting usia 24 - 59 bulan terhadap
rasa cookies
d) Mengidentifikasi pengaruh pemberian pangan lokal dari tepung daun kelor
dan tepung kacang hijau, dan tepung pepaya untuk balita stunting usia
24 - 59 bulan terhadap tekstur cookies.
e) Menganalisa kadar protein cookies yang mempunyai sifat organoleptik
terbaik
f) Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi : Berat Badan, Tinggi
Badan, Jenis Kelamin
g) Mengidentifikasi status gizi responden balita stunting

C. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman serta keterampilan penulis dalam
penyusun proposal skripsi dan menambah keterampilan dalam pembuatan
cookies menggunakan bahan pangan lokal menggunakan tepung untuk balita
stunting usia 24-59 bulan.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan terhadap masyarakat tentang pemberian cookies berbahan
pangan lokal dari tepung daun kelor, tepung kacang hijau dan tepung pepaya
3. Bagi pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dan dapat memberikan informasi
pemerintah dan mempekenalkan produk cookies berbahan pangan lokal dari
tepung daun kelor, tepung kacang hijau, dan tepung pepaya untuk balita
stunting.
D. Hipotesis
H1 : pemberian produk tepat guna cookies pada balita stunting
H0 : tidak terdapat pengaruh pemberian produk tepat guna cookies pada stunting
E. Tinjauan pustaka

Anggraini, 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12- 36 Bulan di
n Kecamatan Pati, Journal Of Nutrition College Vol. 1.1
Antony D. 2019. Kemampuan Belajar Anak Akibat Kekurangan Gizi.Lombok
n Barat. Jurnal Gizi Diakses 23 Maret 2020
DKBM. 2020. Daftar Komposisi Bahan Bahan Makanan Indonesia
Media Delta. 2011. Kelor Herbal Multikhasiat, PT Tim Redaksi. Surakarta
Najahah, Imtihatun. 2013. Risk Faktors of Stunting for 12-36 month old Children
n in Dasan Agung Public Health Centre, Mataram, West Nusa Tenggara
n Provinsi. Jurnal NTB : Volume 1 Number 2 : 103 – 108
Niken Rosalina. 2019. Bersama Perangi Stunting. Direktorat Jendral Informasi
n dan Komunikasi Publik. Jakarta.

PSG. 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi. Kementerian Kesehatan


n Republik Indonesia. GERMAS ( Gerakan Masyarakat Hidup Sehat). Direktorat
n Jenderal Kesehatan Masyarakat. Jakarta

Riskesdas. 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian


n Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Seketariat Wakil Presiden Indonesia, 2017. Buku Ringkasan Stunting. Tim
n Nasional Percepatan Penaggulangan Indonesia. Jakarta
Soetjiningsih. 2013. Pertumbuhan Anak Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
n Kedokteran EGC.
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2013. Penilaian Status Gizi.. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
SDT. 2014. Studi Diet Total
Uripi, 2004. Upaya Anak Balita Dalam Mencapai Status Gizi. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai