Anda di halaman 1dari 21

PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

Nama : Siti Zulaicha


NIM : 141810301021
Kelompok : 6/A
Asisten : Agus Wedi

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titik beku larutan adalah suhu dimana larutan dalam keadaan setimbang dengan
pelarut padatnya. Titik beku larutan dapat mengalami penurunan, apabila terjadi
peningkatan tekanan dalam cairan yang merupakan selisih antara titik beku awal dengan
titik beku setelah terjadi perubahan sistem. Titik beku larutan juga dapat mengalami
penurunan ketika suatu zat ditambahkan dalam suatu larutan. Titik beku setiap larutan
berbeda-beda karena komponen setiap larutan juga berbeda. Pelarut murni seperti akuades
memiliki titik beku pada suhu 0°C, tetapi akan segera berubah menjadi di bawah 0°C
apabila dimasukkan zat lain ke dalamnya dengan jumlah atau konsentrasi tertentu.
Penurunan titik beku akan berbanding lurus dengan penurunan tekanan uapnya sehingga
ketika terjadi penurunan titik beku maka terjadi pula penurunan tekanan pada campuran
tersebut.
Salah satu aplikasi penurunan titik beku larutan dalam kehidupan sehari-hari adalah
cairan pendingin pada radiator kendaraan bermotor. Cairan ini berfungsi
mentransformasikan panas mesin ke lingkungan agar mesin dapat tetap bekerja pada suhu
optimum. Cairan pada radiator dapat membeku dan dapat mengakibatkan pecahnya saluran
radiator serta mesin tidak dapat dihidupkan. Hal yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah pembuatan cairan pendingin “Radiator Coolant” yang dibuat
dengan mencampurkan cairan etilen glikol dengan aquadestelata. Etilenglikol berfungsi
sebagai anti beku pada kendaraan bermotor yang digunakan di daerah bermusim dingin
atau panas.
Percobaan ini akan mempelajari tentang penurunan titik beku pelarut murni dan
larutan setelah ditambahkan zat tertentu sekaligus menentukan berat molekul zat yang
ditambahkan. Pelarut yang digunakan yaitu asam asetat yang akan ditentukan tetapan
penurunan titik bekunya setelah diberi perlakuan dengan menggunakan zat terlarut naftalen
dan zat x yang juga akan ditentukan berat molekulnya. Penentuan berat molekul senyawa
non volatil tersebut dilakukan dengan membandingkan dengan literatur yang ada
berdasarkan titik beku, dan perubahan titik bekunya.
1.2 Tujuan
1. Menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut.
2. Menentukan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades
Akuades merupakan air suling dengan rumus molekul H 2O. Akuades memiliki sifat
fisika dan kimia diantaranya keadaan fisik akuades adalah cair, tidak berbau, tidak berasa,
dan tidak berwarna. Akuades memiliki derajat keasaman (pH) netral yaitu 7.0 dan berat
molekul dari akuades sebesar 18.0134 gram/mol. Akuades memiliki titik didih sebesar 100
o
C, dan titik lebur dari akuades sebesar 0 oC. Tekanan uap dari akuades pada suhu 20 oC
adalah 17.5 mmHg, memiliki massa jenis sebesar 1.00 gram/cm 3. Akuades adalah pelarut
yang kuat, dapat melarutkan banyak jenis zat kimia. Akuades tidak berbahaya apabila
terkena mata, kulit, terhirup, dan tertelan karena tidak menyebabkan iritasi. Akuades juga
tidak bersifat korosif. Tindakan pertolongan pertama pada Akuades tidak berlaku karena
dari sifat akuades tersebut. Akuades juga tidak mudah terbakar sehingga data api dan
ledakannya juga tidak ada (Anonim, 2016).
2.1.2 Natrium Klorida
Natrium klorida memiliki rumus molekul NaCl. Natrium klorida memiliki sifat
fisika dan kimia diantaranya berbentuk padatan dan berwarna putih. Natrium klorida
mempunyai massa molar sebesar 58,44 gram/mol dan massa jenisnya sebesar 2,16
gram/cm3. Natrium klorida memiliki titik leleh 801 oC dan titik didih 1465oC. Natrium
klorida tidak berbahaya bila tertelan bila tidak dalam jumlah tinggi. Natrium klorida dapat
menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan saluran pernafasan. Pertolongan pertama jika
terhirup Natrium klorida sebaiknya segera berpindah ke tempat yang udaranya lebih segar.
Natrium klorida apabila terkena mata dan kulit sebaiknya segera dibilas menggunakan air
mengalir selama minimal 15 menit (Anonim,2016).
2.1.3 Asam Asetat (CH3COOH)
Asam asetat memiliki rumus molekul CH3COOH. Asam asetat memiliki sifat fisik
dan kimia diantaranya keadaan fisiknya cair, berbau, dan tidak berwarna. Asam asetat ini
memiliki berat molekul sebesar 60,05 g/mol dan massa jenis sebesar 1,05 gram/mL. asam
asetat memiliki titik didih sebesar 118,1°C dan titik leleh sebesar 16,6°C. Asam asetat ini
mudah larut dalam air, baik air dingin maupun air panas, bahan ini juga larut dalam dietil
eter, aseton. Asam asetat sangat berbahaya apabila terjadi kontak kulit, kontak mata,
tertelan, dan terhirup karena dapat menyebabkan iritasi. Asam asetat apabila terkena mata
sebaiknya segera dibilas menggunakan air mengalir selama minimal 15 menit, apabila
terhirup asam asetat sebaiknya segera berpindah ke tempat yang udaranya lebih segar.
Kulit yang terkena asam asetat sebaiknya segera dibasuh dengan air menggunakan sabun
desinfektan dan menutup kulit yang terkena asam asetat dengan barang yang lunak, dan
apabila tertelan asam asetat sebaiknya segera minum air atau susu 2-3 gelas untuk
menetralisir (Anonim,2016).
2.1.4 Naftalen
Naftalen berwujud kristal, berwarna putih, dan tidak berbau. Naftalen memiliki
rumus molekul C10H8 dengan massa molar sebesar 128,17 g/mol. Naftalen dapat meleleh
pada 78,2oC dan mendidih pada 217,97oC. Naftalen dapat larut dalam air. Naftalen
berbahaya apabila terkena mata, kulit, tertelan, dan terhirup karena dapat menyebabkan
iritasi. Naftalen yang terkena kulit dan mata segera dibasuh bagian yang terkontaminasi
dengan air mengalir. Korban yang tertelan naftalen sebaikhya tidak berusaha untuk
memuntahkan, segera mencari pertolongan medis atau minum susu 2-3 gelas untuk
menetralisir. Korban yang sulit bernapas segera berpindah ke tempat yang udaranya lebih
segar (Anonim, 2016).

2.2 Dasar Teori


Titik beku adalah suhu pada pelarut tertentu di mana terjadi perubahan wujud zat
cair ke padat. Air membeku pada suhu 0°C pada tekanan 1 atm, karena pada suhu itu
tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Selisih antara titik beku pelarut dengan titik
beku larutan disebut penurunan titik beku (ΔTf = freezing point depression). Penurunan
titik beku tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi partikel
dalam larutan. Penurunan titik beku tergolong sifat koligatif (Atkins, 1987).
Penurunan titik beku sebanding dengan konsentrasi zat terlarut, dengan penurunan
rumus yang sama dengan pada kenaikan akan titik didih diperoleh persamaan berikut.
ΔTb = -Kb m (2.1)
∆Tf = Kf . m (2.2)
Kb = konstanta krioskopik atau konstanta penurunan titik beku
m = molalitas larutan
∆Tf = penurunan titik beku
Kf = tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan krioskopik
m = kemolalan
Persamaan di atas tidak hanya berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut non
volatil, tetapi juga bisa berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut volatil
(Bird, 1987).
Penurunan titik beku adalah selisih antara titik beku pelarut dan titik beku larutan
dimana titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut. Titik beku pelarut murni
seperti yang kita ketahui adalah 0 oC dengan adanya zat terlarut misalnya saja gula yang
ditambahkan ke dalam air maka titik beku larutan ini tidak akan sama dengan 0 oC
melainkan akan menjadi lebih rendah di bawah 0 oC, itulah penyebab terjadinya penurunan
titik beku yaitu oleh masuknya suatu zat terlarut atau dengan kata lain cairan tersebut
menjadi tidak murni, maka akibatnya titik bekunya berubah (nilai titik beku akan
berkurang) (Chang, 2003).
Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan sehingga jarak antar
partikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik antar
molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan menghasilkan
proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk mendekatkan jarak
antar molekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Perbedaan suhu adanya partikel-partikel
zat terlarut disebut penurunan titik beku. Ketika zat non volatil ditambahkan ke dalam
larutan maka akan terjadi penurunan titik beku larutan tersebut (Kusmawati, 1999).
Empat sifat yang berhubungan dengan larutan encer, atau pada larutan yang lebih
pekat, yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang ada. Sifat-sifat tersebut tidak
bergantung pada jenis terlarut. Keempat sifat tersebut adalah :
1. Penurunan Tekanan Uap
2. Kenaikan Titik Didih
3. Penurunan titik Beku
4. Tekanan Osmotik
Keempat sifat-sifat tersebut dinamakan sifat-sifat koligatif. Kegunaan sifat koligatif
banyak dan beragam. Juga penelitian sifat-sifat koligatif memainkan peranan penting
dalam metode penetapan bobot molekul dan pengembangan teori larutan (Brady, 2002).
Zat terlarut harus diketahui agar bisa ditentukan ketergantungan sifat koligatif
larutan dengan konsentrasinya. Susunan kimia zat terlarut tidak menjadi masalah, tetapi
konsentrasi partikel zat terlarutnya yang penting. Kita dapat menggunakan gejala-gejala ini
untuk menghitung massa molekul zat. Cara untuk mendapatkan massa molekul suatu zat
dalam percobaan harus ditentukan dua macam nilai yaitu, massa dari zat dan jumlah
molnya. Perbandingan antara jumlah gram dan molnya merupakan harga dari massa
molekul zat (BM) jika sudah diketahui. Harga penurunan titik beku ∆Tb serta konstanta
penurunan titik beku apabila diketahui maka dapat dihitung molalitas zat dalam larutan.
Molalitas yang didapat menyatakan jumlah mol solut per kg solven. Harga perbandingan
ini dengan jumlah kilogram solven yang sebenarnya ada dalam larutan akan didapat jumlah
mol solut dalam larutan yang kita cari tersebut. Akhirnya massa molekul atau berat
molekul (Mr) adalah perbandingan gram solut dan mol solut (Brady, 2002).
Besarnya molalitas larutan yang sejenis sebanding dengan masa zat terlarut dan
berbanding terbalik dengan masa molekul zat terlarut. Massa zat terlarut dan massa zat
pelarut apabila diketahui, maka massa molekul zat terlarut dapat ditentukan berdasarkan
sifat koligatif larutan. Larutan yang mengandung zat terlarut tidak mudah menguap dan
dapat mengalami disosiasi (larutan elektrolit), besarnya penurunan tekanan uap larutan,
kenaikan titik didih, dan penurunan titik beku larutan, dipengaruhi oleh derajat disosiasi
larutan (Sukardjo, 1990).
Suatu zat pelarut jika kedalamnya dimasukkan zat lain yang tidak mudah menguap
(non volatil), maka tenaga bebas pelarut tersebut akan turun. Penurunan tenaga bebas ini
mengikuti persamaan Nerts.
Gº1 – Gº = RT ln x (2.3)
Gº1 – Gº- = Penurunan tenaga bebas pelarut
Keterangan:
R = Tetapan gas murni umum
T = suhu mutlak
x = Fraksi mol pelarut dalam larutan
Penurunan energi bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk
berubah menjadi fase uapnya, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Pengaruh penurunan tekanan uap terhadap titik beku larutan mudah difahami dengan
bantuan diagram fasa. Misalnya, titik beku larutan T f lebih rendah dibandingkan dengan
titik beku pelarut murni Tof. Dari uraian diatas jelas bahwa penurunan titik beku larutan
ΔTf = Tof – Tf (2.4)
Besarnya tergantung pada fraksi mol pelarut. Karena fraksi mol zat terlarut X 1 : menurut
persamaan X = 1- X1 maka ΔTf dapat dinyatakan sebagai X1 berikut:
ΔTf = (R(Tof )2/ΔHf) X1 (2.5)
ΔHf adalah panas pencairan pelarut. Jika m ml zat terlarut ke dalam 1000 gram zat terlarut,
maka di dapat larutan dengan molarutas m, sehingga larutan tersebut mempunyai fraksi
mol zat terlarut sebesar
X1 = m / (1000/M)+ m) (2.6)
M adalah berat molekul zat pelarut. Larutan encer m mendekati 0 (nol), maka X1 =
mM/1000, sehingga penurunan titik beku larutan dapat di tulis :
ΔTf = (R(Tof )2 M.m)/1000ΔHf (2.7)
Bila disubstitusikan Kf=(R(Tof)2M)/1000ΔHf kedalam persamaan (2.7), maka akan
diperoleh persamaan yang sederhana, yaitu
ΔTf = Kf . m (2.8)
Persamaan X1 = m.M/1000 di atas didapat persamaan
m = 1000 X1/M (2.9)
X1= m1 / (m1+ m) = (W1/M1) / {(W1/M1+W/M)} (2.10)
W1 = berat zat terlarut
M1 = BM zat terlarut
W = berat pelarut
Larutan encer berlaku (W1/M1) >>(W/M), sehingga persamaannya menjadi:
X1 = (W1.M) / (W.M1) dan ΔTf = (1000/kf) / M1 x (W1/W) (2.11)
Rumus untuk menghitung harga kf adalah :
kf = (W.M1.ΔTf) / (1000 W1) (2.12)
Rumus yang digunakan untuk menghitung BM zat terlarurt :
M1 = (1000.kf ) / ΔTf x (W1/W) (2.13)
(Tim Kimia Fisik, 2016).
Penurunan titik beku (Tf) bila kebanyakkan larutan encer didinginkan, pelarut
murni terkritalisasi lebih dahulu sebelum ada zat terlarut yang mengkristalisasi suhu
dimana kristal-kristal pertama dalam keseimbangan dengan larutan disebut titik beku
larutan. Titik beku larutan demikian selalu lebih rendah dari titik beku berbanding lurus
dengan banyaknya molekul zat terlarut (molnya) di dalam massa tertentu pelarut. Jadi,
penurunan titik beku (Tf ) = Kf . m, dimana m ialah molalitas larutan. Jika persamaan ini
berlaku sampai konsentrasi satu molal, penurunan titik beku 1 m tiap non-elektrolit yang
tersebut di dalam pelarut itu adalah Kf yang karena itu dinamakan tetapan titik beku molal
(molal freesinapoint constant) pelarut itu. Nilai numerik Kf untuk masing-masing pelarut
akan berbeda (Yazid, 2005).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Termometer alkohol
- Pengaduk
- Stopwatch
- Gelas beaker
- Gelas ukur
- Mortar dan alu
- Pipet tetes
- Pipet volume 10 mL
- Ball pipet
- Botol semprot
- Statif
- Penangas air
3.1.2 Bahan
- Akuades
- Es
- Garam
- Zat X
- Asam cuka glasial
- Naftalen
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Persiapan
Air, es,
garam
- diisikan ke dalam gelas e secukupnya.
- diisikan air secukupnya pada tabung d.
- diambil pelarut sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam tabung gelas b.
- digunakan pelarut asam cuka glasial.

Hasil

3.2.2 Penentuan Tetapan Penurunan Titik Beku Molal


Asam Cuka Glasial
- dicatat suhu pada termometer a tiap-tiap menit setelah 20 ml asam
cuka glasial pada dimasukkan dalam tabung b.
- diamati pelarut sudah membeku atau belum ketika suhu sudah
mulai tetap.
- diulang langkah kedua langkah tersebut sekali lagi dan dicatat titik
beku pelarut murni Tof.
- dibiarkan pelarut mencair kembali.
- dimasukkan naftalen 1 g (BM=128) sebagai zat pelarut.
- dilakukan percobaan seperti ketiga langkah awal dan dicatat Tf
(titik beku larutan).
- diperoleh ∆Tf = Tof - Tf

Hasil
3.2.3 Penentuan Berat Molekul Zat X
Zat X
- ditambahkan 2 gram zat x pada larutan hasil pada skema 3.3.2
setelah dibiarkan mencair.
- diamati tf campuran seperti pada skema kerja 3.3.2.
- dihitung ∆ T f
- dihitung berat molekul zat x tersebut

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Penentuan Tetapan Penurunan Titik Beku Asam Asetat Glasial
A. Penentuan Titik Beku (Tof) dan KfAsam Cuka

Pengukuran Hasil
Volume asam asetat glasial 20,0 mL
Berat jenis asam cuka 1,049 gr/mL
Titik beku asam cuka (Tof) 8 oC
Massa asam asetat glasial 20,98 g
Tetapan penurunan titik beku molal 9,39g.K.mol-1

B. Penentuan Titik Beku Larutan + Naftalen (Bm= 128) (Tf)


Pengukuran Hasil
Berat naftalen 1gram
Titik beku pelarut setelah ditambah naftalen (Tf) 4,5 oC
Penurunan titik beku larutan naftalen (ΔTf) 3,5oC

4.1.2 Penentuan Berat Molekul Zat X


Pengukuran Hasil
o
Titik beku pelarut setelah ditambah zat X (Tf) 2,5 C (275,5K)
Massa zat X yang ditambahkan 1 gram
Penurunan titik beku larutan zat X (ΔTf) 5,5K
Berat Molekul Zat X 28,46 g/mol

4.2 Pembahasan
Percobaan penentuan titik beku larutan bertujuan untuk menentukan tetapan
penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat molekul zat non volatil yang
tidak diketahui. Penurunan titik beku adalah selisih antara titik beku pelarut dan titik beku
larutan dimana titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut. Penurunan titik beku
disebabkan oleh masuknya suatu zat terlarut atau dengan kata lain cairan tersebut menjadi
tidak murni, maka akibatnya titik bekunya berubah (nilai titik beku akan berkurang).
Penurunan titik beku tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi
partikel dalam larutan (Chang, 2003).
Percobaan penentuan titik beku larutan ini terdiri dari dua tahap yaitu menentukan
tetapan penurunan titik beku molal dan menentukan berat molekul zat x. Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah asam cuka glasial sebagai pelarut dan zat
terlarutnya adalah naftalen dan zat x. Alat yang akan digunakan disusun terlebih dahulu
sesuai skema alat yang sudah ditentukan. Gelas beaker terbesar diisi dengan campuran es,
garam, dan sedikit air, kemudian diselipkan gelas beaker kedua berisi air yang sudah
dikelilingi campuran es, garam, dan air tersebut. Penambahan garam ini bertujuan untuk
mempertahankan suhu di sekitar sistem dan menurunkan titik beku air sehingga es batu
tidak cepat mencair. Gelas beaker ketiga berisi pelarut asam cuka glasial sebanyak 20 mL
untuk diukur suhunya yang dimasukkan dalam gelas beaker kedua. Pengukuran suhu pada
percobaan ini menggunakan termometer agar lebih akurat serta terkontrol dengan baik.
Pengamatan perubahan suhu dilakukan setiap menit dan pengukuran dilakukan hingga
suhu konstan dimana suhu yang konstan adalah titik beku larutan tersebut, suhu pada menit
pertama diketahui sebesar 15 oC. Suhu konstan diperoleh pada menit keenam sebesar 4 oC
yang merupakan titik beku pelarut murni. Titik beku yang diperoleh tidak sesuai literatur
yaitu sebesar 16,6 oC, ketidaksesuain ini kemungkinan karena adanya pengotor pada
sampel sehingga titik beku yang diperoleh belum dalam murninya. Grafik penurunan suhu
pada asam cuka glasial digambarkan pada grafik berikut:

Suhu Vs Waktu (Asam Cuka Glasial)


20

15
Temperatur (0C)

f(x) = − 1.37 x + 15.47


R² = 0.93
10
Linear ()

0
0 2 4 6 8 10
Menit Ke-

Gambar 4.1 Hubungan penurunan suhu terhadap waktu pada asam cuka glasial.
Pelarut selanjutnya dinaikkan suhunya dengan dipanaskan pada penangas dan
ditambahkan naftalen sebagai zat terlarut. Larutan setelah larut kemudian dibiarkan hingga
suhunya kembali normal dan dilakukan seperti percobaan sebelumnya. Pengukuran suhu
ini dilakukan pengulangan, suhu pada menit pertama di pengulangan pertama sebesar 21
o
C, sedangkan pada pengulangan kedua sebesar 14 oC. Suhu konstan diperoleh pada menit
kesepuluh di pengulangan pertama sebesar 5 oC, sedangkan pada pengulangan kedua di
menit kedelapan sebesar 4 oC. Pengukuran temperatur pada campuran naftalen dan asam
asetat glasial didapatkan titik beku rata – rata adalah 3,5 ºC. Grafik penurunan suhu asam
cuka glasial yang ditambahkan naftalen seperti berikut:

Suhu Vs Waktu (Asam Cuka Glasial + Naftalena)


25

20
Temperatur (0C)

15
f(x) = − 1.38 x + 16.6
R² = 0.74
10 f(x) = − 1.43 x + 13.14
R² = 0.84
Pengulangan ke-1
5
Linear (Pengulangan
ke-1)
0
Pengulangan ke-2
0 2 4 6 8 10 12
Linear (Pengulangan
Menit Ke- ke-2)

Gambar 4.2 Hubungan penurunan suhu terhadap waktu asam cuka glasial yang
ditambahkan naftalen pada kedua pengulangan.
Grafik diatas menunjukkan bahwa penambahan naftalen dapat menurunkan titik beku
asam asetat glasial. Penambahan naftalen menyebabkan penurunan energi bebas dari
pelarut, sehingga kemampuan pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya akan menurun
pula. Tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan
tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Penurunan tekanan uap sebanding
dengan penurunan titik beku, sehingga tekanan uapnya turun maka perubahan titik beku
juga akan turun, dan sebaliknya. Penurunan titik beku juga diakibatkan oleh adanya
partikel naftalen yang menghalangi interaksi molekul asam asetat glasial untuk menjadi
padat. Naftalen melemahkan interaksi antar molekul dalam asam asetat sehingga asam
asetat terganggu dan suhu yang digunakan untuk membeku menjadi semakin kecil,
sehingga titik beku larutan asam asetat glasial akan menurun setelah terjadi penambahan
naftalen.
Tahap selanjutnya yaitu penentuan berat molekul. Asam asetat yang sudah
dilarutkan naftalen selanjutnya ditambahkan zat x dan diaduk hingga homogen. Perlakuan
yang sama dilakukan seperti pada penambahan naftalen. Perubahan suhu diukur tiap menit
hingga didapatkan suhu konstan yaitu pada suhu 3 ºC untuk pengulangan pertama dan 2 ºC
untuk pengulangan kedua. Suhu yang diperoleh ini merupakan titik beku campuran.
Penurunan yang terjadi disebabkan bertambahnya jumlah zat terlarut dalam larutan.
Penurunan suhu ini semakin bertambah seiring banyaknya jumlah zat yang ditambahkan
karena semakin banyak jumlah partikel di dalamnya maka semakin berkurang energi
kinetik yang dihasilkan. Penurunan titik beku yang terjadi dapat mengindikasikan bahwa
larutan tersebut bukan merupakan larutan murni yang disebabkan adanya penambahan zat
terlarut. Pengukuran temperatur pada campuran naftalen dan zat x dalam pelarut asam
asetat glasial didapatkan titik beku rata – rata adalah 2,5 ºC. Grafik penurunan suhu
campuran asam cuka, naftalen, dan zat x adalah sebagai berikut:

Suhu Vs Waktu (Asam Cuka Glasial + Naftalena + Zat X


30

25
f(x) = − 2.41 x + 25.73
Temperatur (0C)

20 R² = 0.99
15

10 Pengulangan ke-1
f(x) = − 1.33 x + 11.25
R² = 0.82 Linear (Pengulangan
5 ke-1)
0 Pengulangan ke-2
0 2 4 6 8 Linear10 12
(Pengulangan
ke-2)
Menit Ke-

Gambar 4.3 Hubungan penurunan suhu terhadap waktu asam cuka glasial yang
ditambahkan naftalen dan zat x pada kedua pengulangan.
Harga Kf larutan asam cuka glasial yang didapatkan pada percobaan ini adalah 9,39
g.K/mol. Harga Kf asam asetat secara teori adalah 3,9 g.K/mol. Perbedaan harga Kf
dikarenakan pelarutannya belum larut sempurna karena. Harga ketetapan titik beku suatu
larutan dapat digunakan untuk menghitung berat molekul suatu senyawa atau zat yang
merupakan suatu pelarut yang ditambahkan dalam larutan. Rumus yang sudah ada dapat
membantu dalam penentuan berat molekul suatu zat terlarut. Percobaan ini menggunakan
penambahan naftalen dan zat x yang merupakan senyawa garam yaitu NaCl.
Senyawa atau zat x yang non-volatil memiliki berat molekul 28,46 g/mol. Berat
molekul senyawa ini didapatkan dengan menghitung dari persamaan penurunan titik beku.
Senyawa zat x yang ditambahkan adalah natrium klorida yang memiliki berat molekul
58,44 gram/mol. Hasil yang didapatkan apabila dibandingkan dengan NaCl memiliki
perbedaan yang cukup besar. Hal ini bisa terjadi dikarenakan senyawa yang dihasilkan dari
campuran naftalen dan zat x dalam pelarut asam asetat glasial bukanlan senyawa murni
natrium klorida yang mengandung zat pengotor dan dapat mempengaruhi berat suatu
molekul.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Penentuan tetapan penuruan titik beku pelarut dapat diketahui dari besarnya
penurunan titik beku pelarut sehingga diperoleh nilai tetapan penurunan titik beku
asam cuka glasial sebesar 9,39 g.K/mol.
2. Berat molekul zat non volatil yaitu NaCl diperoleh sebesar 28,46 g/mol.

5.2 Saran
1. Praktikan harus memahami dan menguasai percobaan dan melakukan percobaan
dengan hati-hati untuk meminimalisir kesalahan.
2. Praktikan juga harus teliti dalam mengamati perubahan, dalam mebaca skala
termometer, dan dalam pelarutan agar tidak mempengaruhi hasil dan diperoleh hasil
sesuai teori.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet: Akuades MSDS [Serial Online]
http://www.sciencelab.com/msds. Diakses 19 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet: Asam Cuka MSDS [Serial Online]
http://www.sciencelab.com/msds. Diakses 19 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet: Natrium Klorida MSDS [Serial Online]
http://www.sciencelab.com/msds. Diakses 19 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet: Naftalen MSDS [Serial Online]
http://www.sciencelab.com/msds. Diakses 19 Oktober 2016.
Atkins, P.W. 1987. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Bird, T. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia.
Brady. 2002. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, R. 2003. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Kusmawati, T.M. 1999. Sains Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Jakarta : Rineka Cipta
Tim Kimia Fisik. 2016. Penuntuk Praktikum Kimia Fisik I. Jember : FMIPA Universitas
Jember.
LAMPIRAN

1. Penentuan nilai Kf
T°f asam cuka =8°C=281K
T°f naphtalen = 4,5°C= 277,5K
ΔTf 1 = T°f asam cuka - T°f naphtalen
= 281K – 277,5K = 3,5K
W asam cuka
ρasam cuka= ↔ W asam cuka=ρ asamcuka x V asam cuka
V asamcuka

g 3
W asam cuka=1,049 3
x 20 cm =20,98 g
cm
W asam cuka x Mrnaphtalen x ∆ T f
Kf =
1000 x W naphtalen
g
20,98 g x 128 x 3,5 K
mol g
Kf = =9,39 K
1000 x 1 g mol
2. Penentuan Mr zat X
T°f asam cuka = 8°C= 281K
T°f zat X = 2,5°C= 275,5 K
ΔTf 2 = T°f asam cuka - T°f zat X
= 281K – 275,5K = 5,5 K
ΔTf total = ΔTf 2+ ΔTf 1
= 3,5 K + 5,5K = 9K
1000 x K f W zatX W naphtalen
∆ T ftotal =
( W asamcuka ) {( Mr zatX
+
)(
Mrnaphtalen )}
g
9 K= ( 1000 x 9,39
mol
20,98 g
K
){( 1g
Mr zatX )

(
1g
128
g
mol )}
9 K = 447,5 x ( Mr1 zatX

1
128 )
9K= ( Mr447,5 − 447,5
128 )
zatX
128,17
1K= – 3,496
Mr zatX
4,496× Mr zatX = 128
Mr zatX = 28,46 gr/mol

Anda mungkin juga menyukai