Anda di halaman 1dari 13

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alat penyuling (distillation) kontinyu memiliki pendidih ulang (reboiler) yang
mendapat umpan berupa zat cair secara kontinyu yang merupakan komponen yang akan
dipisahkan. Karena adanya panas yang masuk, zat cair masuk akan diubah sebagian menjadi
uap, dalam hal ini uap akan kaya dengan komponen yang volatil (mudah menguap). Apabila
perbedaan titik didih dari komponen tersebut relatif tinggi, maka uapnya hampir merupakan
komponen murni.
Akan tetapi apabila perbedaan titik didih dari komponen tersebut, tidak terlalu besar,
maka uap merupakan campuran dari beberapa komponen. Kemudian uap campuran tersebut
dikondensasikan, kemudian zat cair hasil kondensasi, sebagian dikembalikan ke dalam kolom,
yang disebut dengan refluks. Cairan yang dikembalikan tersebut (refluks) diusahakan agar
dapat kontak secara lawan arah dengan uap, sehingga diharapkan hasil atas (overhead) akan
meningkat kemurniannya. Untuk mendapatkan kondisi tersebut (kemurnian meningkat),
diperlukan uap yang banyak agar dapat digunakan sebagai refluks dan hasil atas. Kondisi
tersebut harus diimbangi dengan panas yang masuk padareboiler harus besar (ditingkatkan).
Hal ini perlu dipertimbangkan, khususnya dalam rangka penghematan energi.
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa.
Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda. Pertama
dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan dan kedua atas dasar proses laju difusi.
Distilasi dilaksanakan dengan rangkaian alat berupa kolom sehingga dengan pemanasan
komponen dapat menguap, terkondensasi, dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan
tekanan uap / titik didihnya. Proses ini memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan
(Brotherhood, 2011).
Pemahaman tentang kesetimbangan uap-cair sangat diperlukan dalam bidang kimia
karena banyak proses industri kimia yang memerlukan konsep kesetimbangan uap-cair. Oleh
karena itu, dilakukan percoban mengenai kesetimbangan uap-cair karena penerapannya cukup
banyak pada proses industri kimia.

1.2 Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan yaitu mempelajari sifat larutan biner dengan
membuat diagram temperatur versus komposisi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)


2.1.1 Akuades
Akuades adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen. Air memiliki kemampuan untuk
melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan
banyak macam molekul organik. Nama lain dari air adalah dihidrogen monoksida atau
hidrogen hidroksida. Air merupakan jenis senyawa liquid yang tidak berwarna, tidak berasa,
dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa molar dari air adalah 18,01528 g/mol. Titik
didih air sebesar 100° C (373,15° C) sedangkan ttik lelehnya 0° C ( 273,15° C). Massa jenis
air sebesar 1000 kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20° C) (Anonim, 2014).
Sifat dari bahan ini adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak be
untuk kurbahaya untuk kulit, non-permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus
konsumsi. Bahan ini juga tidak berbahaya dalam kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya
yaitu non-iritasi untuk paru-paru dan non-korosif terhadap mata (Anonim, 2014).

2.1.1 Etanol
Etanol merupakan senyawa alkohol yang berwujud cair dan tidak berwarna. Etanol
memiliki beerat molekul sebesar ± 46,08 g mol-1. Kontak langsung pada mata maupun kulit
dengan senyawa ini berbahaya. Cara mengatasi bila terjadi kontak langsung dengan etanol
yaitu mata segera dibasuh dengan air selama ± 15 menit dengan mata terbuka. Titik didih
alkohol pada suhu 78o C sedangkan titik lelehnya adalah suhu -117o C. Etanol mudah larut
dalam air, baik air dingin maupun air panas (Anonim, 2012).
Kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi, kemerahan dan gata-gatal. Tindakan
pertolongan yang harus dilakukan adalah Lepaskan pakaian yang terkontaminasi. Segera cuci
kulit dengan air dan sabun yang lembut. Carilah saran medis jika terjadi iritasi. . Tindakan
pertolongan yang harus dilakukan adalah Segera menahan kelopak mata terbuka dan dibasuh
dengan air selama minimal 15 menit. Bila terhirup tidak dianggap sebagai bahaya dengan
penggunaan laboratorium normal. Tindakan pertolongan yang harus dilakukan adalah
memberikan udara segar atau nafas buatan jika diperlukan. Jika tertelan dapat menyebabkan
iritasi pada sistem lambung dengan gejala mual, muntah, kram, dan diare (Anonim, 2012).
2.2 Kesetimbangan Uap-Cair Sistem Biner
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua
komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi
istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas
dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah
yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993:177).
Suatu komponen (pelarut) yang mendekati murni, menunjukkan bahwa komponen itu
berperilaku sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan
fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult walaupun demikian, dalam
hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga
mendekati kemurnian. Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik
untuk pelarut selama larutan yang digunakan bersifat encer. Persamaan Hokum Roult yaitu:
P1 = X1 . P1o
Dimana : P1 = tekanan uap larutan
P1o = tekanan uap larutan murni
X1 = mol fraksi larutan
(Atkins, 1994).
Semua komponen (pelarut dan zat terlarut) dalam larutan ideal mengikuti Hukum
Roult pada seluruh selang konsentrasi. Semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi
kimia di antara komponen-komponennya. Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal
maupun tak ideal tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal
encer. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry (Petrucci,
1992).
Secara umum hanya sedikit larutan yang memenuhi hukum Raoult. Larutan yang tidak
memenuhi hukum Raoult disebut larutan non ideal. Pada larutan ideal dari zat pelarut A dan
zat pelarut B, tarikan A-B sama dengan tarikan A-A dan B-B, sedangkan kalor pelarutan,
ΔH(l) = 0. Jika tarikan antara A-B lebih besar dari tarikan A-A dan B-B, maka proses
pelarutan adalah eksoterm dan ΔH(l) < 0. Misalnya pada campuran antara aseton (C 3H6O) dan
kloroform (CHCl3) terjadi ikatan hidrogen antara aseton dan kloroform sehingga tekanan uap
larutan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang dihitung dengan hukum Roult.
Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut dengan penyimpangan negatif (Hiskia, 1996).
Gas ideal tidak memiliki gaya intermolekul dalam gas tersebut. Cairan ideal berarti
semua gaya intermolekul baik gaya intermolekul pada molekul- molekul sejenis (misal
pelarut- pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut-zat terlarut) adalah sama.
Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu komponen yang terdapat dalam
larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui besarnya kecenderungan suatu
komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan dapat diduga gaya-gaya
intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan. Mempelajari kecenderungan untuk menguap
atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993:179).
Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila :
1. Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk
larutan (∆H pencampuran = 0)
3. Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah
komponen yang dicampurkan (∆V pencampuran= 0)
(Tim Kimia Fisik, 2014).
Pengertian dari larutan ideal diadakan untuk perbandingan dengan larutan-larutan
yang biasa didapat yaitu larutan non ideal. larutan ideal cairan dalam cairan merupakan suatu
larutan zat cair biner. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara molekul-molekulnya
sama, artinya gaya tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama dengan gaya tarik
molekul pelarutnya atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).
Sifat komponen larutan ideal adalah komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua
komponennya. Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah larutan yang tidak
memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu
a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton-karbon
disulfida.
b. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan
menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem benzene-etanol
dan aseton-kloroform
(Tim Kimia Fisik, 2014).
Berikut ini adalah hubungan antara komposisi dengan tekanan, dimana pada tekanan
tinggi cairan akan lebih stabil, dan pada tekanan rendah uap akan lebih stabil. Pada diagram
terdapat garis yang berbentuk dasi yang merupakan daerah kesetimbangan antara fase uap
dengan fase cair dimana keduanya pada keadaan yang tidak dapat dibedakan satu sama lain:

Gambar 1. Diagram Kestimbangan Uap Cair tekanan terhadap Fraksi mol (Castellan, 1983).

Gambar 2. Kesetimbangan Uap-Cair Temperatur terhadap Fraksi mol (Rustamaji, 2012).


Aplikasi hukum Rault untuk spesies i memerlukan nilai Pi pada temperature aplikasi,
dan oleh karena itu tidak sesuai untuk spesies yang memiliki temperature kritis kurang dari
temperatur aplikasi. Jika suatu sistem udara kontak dengan cairan air diperkirakan pada
kesetimbangan, selanjutnya udara dijenuhkan dengan air. Fraksi mol uap air dalam udara
biasanya ditemukan dari hukum Rault yang diterapkan ke air dengan asumsi bahwa tidak ada
udara yang terlarut dalam fasa cair. Jika kita akan menghitung fraksi mol udara yang terlarut
dalam air, hokum Rault tidak dapat diterapkan, karena temperatur kritis udara lebih rendah
dari 25oC. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan hukum Henry, diterapkan untuk
tekanan cukup rendah yang fasa uapnya dapat diasumsikan sebagai gas ideal. Untuk spesies
yang ada sangat encer dalam fasa cair, hukum Henry kemudian menyatakan bahwa tekanan
parsial spesies dalam fasa uap adalah perbandingan langsung terhadap mol fraksi cairannya
(Rustamaji, 2012).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
 1 set alat destilasi
 Thermometer
 Penangas
 Labu leher 3
 Piknomete
 Erlenmeyer
 Tabung residu dan destilat
 1 set PC dan pengukur sensor Alkohol
 Timbangan digital
 Pipet tetes
 Gelas ukur 10 mL
 Pipet volume 10 mL
 Labu ukur 25 mL
3.1.2 Bahan
 Akuades
 Alkohol atau Etanol

3.2 Prosedur Kerja


Alkohol
dibuat larutan dengan konsentrasi 10 sampai 70%
ditimbang piknometer kosong
ditimbang piknometer berisi alkohol masing-masing konsentrasi
ditentukan massa jenisnya
didestilasi sebanyak 10 mL untuk masing-masing konsentrasi ditentukan titik didihnya
diukur kadar alkoholnya dengan alat sensor alkohol baik residu maupun destilatnya
dibuat Grafik temperature lawan komposisi residu dan destilat
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Perhitungan Destilat
Massa
Kadar
Massa Mol jenis Volume Fraksi
Alkohol
[ ] jenis Destilat air air Mol air mol T
10 29.923 0.9804 0.637 0.9954 70.077 3.875 0.141 95
20 30.758 0.9672 0.646 0.9954 69.242 3.829 0.144 88
30 35.257 0.9398 0.720 0.9954 64.743 3.580 0.167 76
40 46.095 0.9042 0.906 0.9954 53.905 2.980 0.233 69
50 61.447 0.8865 1.184 0.9954 38.553 2.131 0.357 62
60 63.051 0.8389 1.149 0.9954 36.949 2.043 0.360 55
70 68.094 0.7952 1.177 0.9954 31.906 1.764 0.400 48

4.1.2 Perhitungan Residu


Massa
Kadar
Massa Mol jenis Volume Fraksi
Alkohol
[ ] jenis Residu air air Mol air mol T
10 0.307 0.9804 0.006 0.9954 99.693 5.513 0.001 95
20 6.054 0.9672 0.127 0.9954 93.946 5.195 0.023 88
30 17.505 0.9398 0.357 0.9954 82.495 4.561 0.072 76
40 32.491 0.9042 0.638 0.9954 67.509 3.733 0.146 69
50 36.225 0.8865 0.698 0.9954 63.775 3.526 0.165 62
60 41.441 0.8389 0.755 0.9954 58.559 3.238 0.189 55

4.2 Pembahasan
2 larutan yang dicampurkan kemudian dipanaskan dengan suhu tertentu akan
mengalami penguapan, ini menandakan terjadi penguraian partikel dari fasa cair menuju fasa
gas. Jika keduanya menguap secara bersama-sama dan masih terdapat fasa cair di kondisi ini
maka senyawa ini mngalami keadaan setimbang antara fasa uap dan fasa cairnya, dimana
pada kondisi ini uap dan cair homogen hingga tidak dapat dibedakan. Pada praktikum ini
digunakan senyawa alkohol dengan air dimana alcohol atau etanol yang digunakna pada
konsentrasi tertentu, dimana didalam mengandung air. 2 senyawa ini yang dikatakan biner
sedangkan yang setimbang adalah fasa uap dan cairnya.
Konsentrasi etanol paling kecil adalah 10%, sebelum dilakukan proses destilasi untuk
menentukan berapa banyak komposisi salah satu campuran yakni etanol, dilakukan
pengukuran massa piknometer kosong dan pengukuran massa etanol dengan konsentrasi
tertentu untuk menentukan massa jenis dari setiap konsentrasi. Setiap konsentrasi massa
piknometer kosongnya harus diukur satu persatu karena didalam piknometer kosong terdapat
gas yang mengisi ruang dan berpengaruh pada massa piknometernya, sehingga dapat
berpengaruh pula pada penentuan massa jenis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan
massa jenis alcohol dari konsentrasi 10% sampai 70% mengalami penurunan secara berturut-
turut yakni 0.9804, 0.9672, 0.9398, 0.9042, 0.8865, 0.8389, 0.7952 gram/cm 3. Sehingga
dengan Grafik dapat digambarkan kurvanya sebagai berikut:

Grafik 1. Massa jenis terhadap Konsentrasi


Semakin tinggi konsentrasi etanol dalam larutan massa jenisnya semakin kecil, setelah
dilakukan perhitungan massa jenis dilakukan destilasi dari konsentrasi terkecil ke konsentrasi
yang terbesar. Destilasi adalah proses pemisahan senyawa yang berbeda dengan titik didih
salah satunya lebih rendah. Senyawa yang memiliki titik didih lebih rendah maka akan
menguap terlebih dahulu ketika dipanaskan. Uap dari senyawa yang lebih volatil ini akan
melewati kondensor yang berubah fasanya kembali menjadi cair, uap yang memiliki tekanan
cukup tinggi ketika melewati kondensor yang dingin maka dapat berubah menjadi cair.
Sehingga fasa dari suatu senyawa juga dapat dipengaruhi oleh suhunya, dimana ketika
suhunya tinggi larutan cenderung berkurang gaya interaksi antar molekulnya sehingga terurai
dan menjadi fasa gas, namun jika suhunya didinginkan kembali, fasa gasnya akan
mengembun dan menjadi cairan kembali.
Pada proses destilasi ini akan terpisan 2 jenis larutan dimana yang satunya menjadi
destilat dan yang lain menjadi residu, proses penghentian destilasi didasarkan pada
berhentinya tetesan dari etanol yang terus menguap ketika dipanaskan, diusahakan suhu
pemanasan tidak mendekati titik didih dari senyawa yang satunya dalam hal ini air, karena
dapat mengakibatkan ikut menguapnya air sehingga proses pemisahan tidak terjadi dengan
baik. Titik didih pertama kali larutan menguap atau menetes harus ditulis karena ini adalah
patokan bahwa campuran menetes pertama kali pada suhu tersebutdan titik didihnya adalah
pada temperatur tersebut. Berdasarkan pengamatan suhu pertama kali larutan menetes dari
konsentrasi terendah ke konsentrasi tertinggi mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan
semakin banyak zat volatil yang terkandung dalam campuran makan semakin mudah senyawa
tersebut menguap, maka benar bahwa semakin besar konsentrasinya termperatur atau titik
didihnya semakin kecil.
Setelah diperoleh destilat dan residu yang diinginkan maka dilakukan pengukuran
kadar etanol menggunakan aplikasi Labview dan sensor alkohol. Berdasarkan pengamatan
diperoleh bahwa kadar etanol yang terkandung pada destilat berturut-turut dari konsentrasi
terendah ke yang terkecil adalah 29.923, 30.758, 35.257, 46.095, 61.447, 63.051, 68.094. data
menunjukkan bahwa kadar alkohol yang terkandung semakin banyak, hal ini dikarenakan
konsentrasinya semakin besar maka semakin banyak pula yang dapat teruapkan dan
terdestilasi menjadi alkohol murni. Kadar ini juga dapat ditentukan sebagai volume dari etanol
dimana volume ini dapat digunakan sebagai persamaan untuk mengetahui banyaknya massa
etanol yang terkandung dalam destilat, dari massa etanol yang diperoleh dari perhitungan
dapat ditentukan mol dari etanol yang terkandung, pada konsentrasi 10% mol etanolnya
0.637, konsentrasi 20% mol etanolnya adalah 0.646, dan untuk konsentrasi berikutnya, secara
berturut-turut adalah 0.720, 0.906, 1.184, 1.149, 1.177. dari kadar pula kita juga dapat
menentukan volume air yang masih terkandung, dimana ketika suatu senyawa tersebut berada
pada keadaan setimbang maka jumlah fraksi mol keduanya adalah=1. Sehingga volume air
dapat ditentukan dengan 100% dikurangi volume etanol sebelumnya, maka massa air dapat
ditentukan menggunakan persamaan massa jenis, dan dapat pula ditentukan molnya. Untuk
membuktikan kestimbangan Uap-Cair system biner, diperlukan fraksi mol etanol dan
dibandingkan dengan temperature didihnya. Berdasarkan perhitungan diperoleh Grafik yang
kurang linier karena penurunan fraksi molnya tidak beraturan, hal ini dikarenakan waktu
pendestilasi masing-masing berbeda, penentuan pemberhentian destilasi juga tidak dapat
ditentukan dengan pasti, sehingga memungkinkan terjadi penguapan air yang kemudian
bercampur kembali dan mempengaruhi kadar alkohol yang terkandung dalam destilat. grafik
sebagai berikut yakni grafik antara fraksi mol destilat dengan temperature:
Grafik 2. Fraksi mol destilat lawan temperatur.

Berbeda dengan kadar alkohol yang terdapat pada destilat, pada residu jumlah etanol
yang masih terdapat pada residu sangatlah sedikit, terbukti pada konsentrasi 10% bahwa
kandungan etanolnya hanya sebesar 0.307, hal ini dikarenakan sudah terlalu banyak etanol
yang menguap ke destilat sehingga membuat kadarnya semakin sedikit, meskipun demikian
namun kadar alkohol pada residu seiring dengan naiknya konsentrasi kadanya juga semakin
besar, namun angkanya tidak sebesar kadar pada destilat. Dengan metode yang sama pula
ditentukan mol residu, kemudian mol air dan ditentukan fraksi molnya. Maka dengan
perhitungan dan grafik diperoleh bahwa komposisi etanol dengan suhu berbanding terbalik,
pada penentuan kadar residu dengan konsentrasi 70% tidak dapat diukur karena tidak tersisa
residu sedikitpun larutan untuk diukur.

Gambar 3. Fraksi mol Residu lawan Temperatur


BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah
a. Larutan biner merupakan larutan yang berasal dari suatu campuran 2 senyawa yang
kemudian dicampurkan dengan homogen, pada keadaan setimbang dan dinaikkan
suhunya terbentuk homogen 2 fasa yakni fasa uap dan cair komponennya bercampur
sempurna dan tidak dapat dibedakan.
b. Semakin tinggi komposisinya semakin rendah titik didihnya.
c. Semakin besar konsentrasinya semakin kecil massa jenisnya.

4.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah residu yang di panaskan jangan sampai habis
karena ini menandakan bahwa akuades yang dicampur ikut terdestilasi dan bercampur dengan
destilat alkohol sehingga dapat mempengaruhi kadar alkohol yang diukur oleh sensor alkohol,
yang mengakibatkan kadarnya turun.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Material Safety Data Sheet Akuades. [serial online].


http//:www.ScienceLab.com. diakses tanggal 1 November 2014.
Anonim. 2012. Material Safety Data Sheet Etanol. [serial online].
http//:www.ScienceLab.com. diakses tanggal 1 November 2014.
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Castellan, G. W. 1983. Physical Chemistry: Third Edition. London: Addison-Wesley
Publishing Company, Inc.
Hiskia, Ahmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Petrucci, R. H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1.
Erlangga. Jakarta.
Rustamaji, Heri. 2012. Perhitungan Kesetimbangan Uap-Cair. Lampung: Universitas
Lampung
Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Tim Kimia Fisik. 2014. Buku Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai