PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Percobaan ini mempunyai tujuan yaitu mempelajari sifat larutan biner dengan
membuat diagram temperatur versus komposisi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Etanol
Etanol merupakan senyawa alkohol yang berwujud cair dan tidak berwarna. Etanol
memiliki beerat molekul sebesar ± 46,08 g mol-1. Kontak langsung pada mata maupun kulit
dengan senyawa ini berbahaya. Cara mengatasi bila terjadi kontak langsung dengan etanol
yaitu mata segera dibasuh dengan air selama ± 15 menit dengan mata terbuka. Titik didih
alkohol pada suhu 78o C sedangkan titik lelehnya adalah suhu -117o C. Etanol mudah larut
dalam air, baik air dingin maupun air panas (Anonim, 2012).
Kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi, kemerahan dan gata-gatal. Tindakan
pertolongan yang harus dilakukan adalah Lepaskan pakaian yang terkontaminasi. Segera cuci
kulit dengan air dan sabun yang lembut. Carilah saran medis jika terjadi iritasi. . Tindakan
pertolongan yang harus dilakukan adalah Segera menahan kelopak mata terbuka dan dibasuh
dengan air selama minimal 15 menit. Bila terhirup tidak dianggap sebagai bahaya dengan
penggunaan laboratorium normal. Tindakan pertolongan yang harus dilakukan adalah
memberikan udara segar atau nafas buatan jika diperlukan. Jika tertelan dapat menyebabkan
iritasi pada sistem lambung dengan gejala mual, muntah, kram, dan diare (Anonim, 2012).
2.2 Kesetimbangan Uap-Cair Sistem Biner
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua
komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi
istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas
dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah
yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993:177).
Suatu komponen (pelarut) yang mendekati murni, menunjukkan bahwa komponen itu
berperilaku sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan
fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult walaupun demikian, dalam
hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga
mendekati kemurnian. Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik
untuk pelarut selama larutan yang digunakan bersifat encer. Persamaan Hokum Roult yaitu:
P1 = X1 . P1o
Dimana : P1 = tekanan uap larutan
P1o = tekanan uap larutan murni
X1 = mol fraksi larutan
(Atkins, 1994).
Semua komponen (pelarut dan zat terlarut) dalam larutan ideal mengikuti Hukum
Roult pada seluruh selang konsentrasi. Semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi
kimia di antara komponen-komponennya. Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal
maupun tak ideal tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal
encer. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry (Petrucci,
1992).
Secara umum hanya sedikit larutan yang memenuhi hukum Raoult. Larutan yang tidak
memenuhi hukum Raoult disebut larutan non ideal. Pada larutan ideal dari zat pelarut A dan
zat pelarut B, tarikan A-B sama dengan tarikan A-A dan B-B, sedangkan kalor pelarutan,
ΔH(l) = 0. Jika tarikan antara A-B lebih besar dari tarikan A-A dan B-B, maka proses
pelarutan adalah eksoterm dan ΔH(l) < 0. Misalnya pada campuran antara aseton (C 3H6O) dan
kloroform (CHCl3) terjadi ikatan hidrogen antara aseton dan kloroform sehingga tekanan uap
larutan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang dihitung dengan hukum Roult.
Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut dengan penyimpangan negatif (Hiskia, 1996).
Gas ideal tidak memiliki gaya intermolekul dalam gas tersebut. Cairan ideal berarti
semua gaya intermolekul baik gaya intermolekul pada molekul- molekul sejenis (misal
pelarut- pelarut) atau pada molekul yang tidak sejenis (misal pelarut-zat terlarut) adalah sama.
Salah satu sifat larutan yang penting adalah tekanan suatu komponen yang terdapat dalam
larutan tersebut pada permukaan larutan. Mengetahui besarnya kecenderungan suatu
komponen untuk menguap yang berarti keluar dari larutan dapat diduga gaya-gaya
intermolekul apa yang bekerja di dalam larutan. Mempelajari kecenderungan untuk menguap
atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi (Bird, 1993:179).
Larutan juga dapat dikatakan sebagai larutan ideal apabila :
1. Homogen pada seluruh system mulai dari mol fraksi 0-1
2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen-komponen dicampur membentuk
larutan (∆H pencampuran = 0)
3. Tidak ada beda volume pencampuran, artinya volume larutan sama dengan jumlah
komponen yang dicampurkan (∆V pencampuran= 0)
(Tim Kimia Fisik, 2014).
Pengertian dari larutan ideal diadakan untuk perbandingan dengan larutan-larutan
yang biasa didapat yaitu larutan non ideal. larutan ideal cairan dalam cairan merupakan suatu
larutan zat cair biner. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara molekul-molekulnya
sama, artinya gaya tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama dengan gaya tarik
molekul pelarutnya atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).
Sifat komponen larutan ideal adalah komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua
komponennya. Contoh, sistem benzene-toluena. Larutan non ideal adalah larutan yang tidak
memiliki sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu
a. Larutan non ideal deviasi positif yang mempunyai volume ekspansi, dimana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem aseton-karbon
disulfida.
b. Larutan non ideal deviasi negative yang mempunyai volume kontraksi, dimana akan
menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran itu. Contoh : sistem benzene-etanol
dan aseton-kloroform
(Tim Kimia Fisik, 2014).
Berikut ini adalah hubungan antara komposisi dengan tekanan, dimana pada tekanan
tinggi cairan akan lebih stabil, dan pada tekanan rendah uap akan lebih stabil. Pada diagram
terdapat garis yang berbentuk dasi yang merupakan daerah kesetimbangan antara fase uap
dengan fase cair dimana keduanya pada keadaan yang tidak dapat dibedakan satu sama lain:
Gambar 1. Diagram Kestimbangan Uap Cair tekanan terhadap Fraksi mol (Castellan, 1983).
4.1 Hasil
4.1.1 Perhitungan Destilat
Massa
Kadar
Massa Mol jenis Volume Fraksi
Alkohol
[ ] jenis Destilat air air Mol air mol T
10 29.923 0.9804 0.637 0.9954 70.077 3.875 0.141 95
20 30.758 0.9672 0.646 0.9954 69.242 3.829 0.144 88
30 35.257 0.9398 0.720 0.9954 64.743 3.580 0.167 76
40 46.095 0.9042 0.906 0.9954 53.905 2.980 0.233 69
50 61.447 0.8865 1.184 0.9954 38.553 2.131 0.357 62
60 63.051 0.8389 1.149 0.9954 36.949 2.043 0.360 55
70 68.094 0.7952 1.177 0.9954 31.906 1.764 0.400 48
4.2 Pembahasan
2 larutan yang dicampurkan kemudian dipanaskan dengan suhu tertentu akan
mengalami penguapan, ini menandakan terjadi penguraian partikel dari fasa cair menuju fasa
gas. Jika keduanya menguap secara bersama-sama dan masih terdapat fasa cair di kondisi ini
maka senyawa ini mngalami keadaan setimbang antara fasa uap dan fasa cairnya, dimana
pada kondisi ini uap dan cair homogen hingga tidak dapat dibedakan. Pada praktikum ini
digunakan senyawa alkohol dengan air dimana alcohol atau etanol yang digunakna pada
konsentrasi tertentu, dimana didalam mengandung air. 2 senyawa ini yang dikatakan biner
sedangkan yang setimbang adalah fasa uap dan cairnya.
Konsentrasi etanol paling kecil adalah 10%, sebelum dilakukan proses destilasi untuk
menentukan berapa banyak komposisi salah satu campuran yakni etanol, dilakukan
pengukuran massa piknometer kosong dan pengukuran massa etanol dengan konsentrasi
tertentu untuk menentukan massa jenis dari setiap konsentrasi. Setiap konsentrasi massa
piknometer kosongnya harus diukur satu persatu karena didalam piknometer kosong terdapat
gas yang mengisi ruang dan berpengaruh pada massa piknometernya, sehingga dapat
berpengaruh pula pada penentuan massa jenis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan
massa jenis alcohol dari konsentrasi 10% sampai 70% mengalami penurunan secara berturut-
turut yakni 0.9804, 0.9672, 0.9398, 0.9042, 0.8865, 0.8389, 0.7952 gram/cm 3. Sehingga
dengan Grafik dapat digambarkan kurvanya sebagai berikut:
Berbeda dengan kadar alkohol yang terdapat pada destilat, pada residu jumlah etanol
yang masih terdapat pada residu sangatlah sedikit, terbukti pada konsentrasi 10% bahwa
kandungan etanolnya hanya sebesar 0.307, hal ini dikarenakan sudah terlalu banyak etanol
yang menguap ke destilat sehingga membuat kadarnya semakin sedikit, meskipun demikian
namun kadar alkohol pada residu seiring dengan naiknya konsentrasi kadanya juga semakin
besar, namun angkanya tidak sebesar kadar pada destilat. Dengan metode yang sama pula
ditentukan mol residu, kemudian mol air dan ditentukan fraksi molnya. Maka dengan
perhitungan dan grafik diperoleh bahwa komposisi etanol dengan suhu berbanding terbalik,
pada penentuan kadar residu dengan konsentrasi 70% tidak dapat diukur karena tidak tersisa
residu sedikitpun larutan untuk diukur.
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah
a. Larutan biner merupakan larutan yang berasal dari suatu campuran 2 senyawa yang
kemudian dicampurkan dengan homogen, pada keadaan setimbang dan dinaikkan
suhunya terbentuk homogen 2 fasa yakni fasa uap dan cair komponennya bercampur
sempurna dan tidak dapat dibedakan.
b. Semakin tinggi komposisinya semakin rendah titik didihnya.
c. Semakin besar konsentrasinya semakin kecil massa jenisnya.
4.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah residu yang di panaskan jangan sampai habis
karena ini menandakan bahwa akuades yang dicampur ikut terdestilasi dan bercampur dengan
destilat alkohol sehingga dapat mempengaruhi kadar alkohol yang diukur oleh sensor alkohol,
yang mengakibatkan kadarnya turun.
DAFTAR PUSTAKA