Anda di halaman 1dari 21

Skenario 2

Perut Mules

Seorang perempuan berusia 27 tahun G2P1A0 usia kehamilan 39 minggu, diantar


suaminya ke Puskesmas karena perutnya terasa mules sejak kurang lebih 4 jam
yang lalu. Keluhan disertai perut terasa kencang dirasakan semakin sering,
pemeriksaan leopold diketahui janin tunggal, punggung kanan, kepala di bawah,
sudah masuk pintu panggul. Hasil pemeriksaan intrapartum didapatkan seperti
gambaran pada partograf.

STEP 1

1. Partograf : alat bantu yang digunakan selama persalinan untuk observasi


dan mencatat kemajuan persalinan normal, untuk pengambilan keputusan
klinis
2. Pemeriksaan leopold : pemeriksaan pada ibu hamil untuk mengetahui
posisi dan usia janin dengan cara perabaan
3. G2P1A0 : Gravida 2 kehamilan kedua, Partus 1 pernah lahir satu, Abortus
0, tidak pernah keguguran
4. Pemeriksaan intrapartum : pemeriksaan dengan mengamati ibu dan janin
selama persalinan, dan diharapkan dapat memberikan yang baik pada
keduanya

STEP 2

1. Bagaimana mekanisme ibu hamil merasakan gejala seperti pada kasus?


2. Bagaimana cara pemeriksaan leopold dan maksud interpretasi pada kasus?
3. Bagaimana cara pengisian partograph?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi persalinan dan faktor penyulit
persalinan?
5. Apa saja tanda-tanda persalinan?
6. Apa saja tahap dan proses dari persalinan?
7. Bagaimana pemeriksaan obsetrik yang lainnya?
STEP 3

1. Mekanisme ibu hamil merasakan gejala pada kasus


 Keluar darah dan lender pada jalan lahir yang berwarna kemerahan,
disebut bloody show. Terjadi pembengkakan dan pembukaan jalan
lahir.
 Perut terasa kencang akibat kontraksi myometrium, dipengaruhi
peningkatan produksi hormone oksitosin. Tujuan untuk mendorong
janin keluar Rahim. Akibatnya perut terasa kencang dan semakin kuat
akan terasa mulas.
 Perut kencang karena penurunan hormone estrogen dan progesterone,
peningkatan hormone prostaglandin, dan oksitosin.
2. Pemeriksaan leopold
Leopold I
1) Untuk mengetahui bagian janin apa yang berada di fundus
2) Telapak tangan diatas perut

Leopold II

1) Untuk mengetahui bagian janin pada kedua sisi uterus


2) Di sisi perut, di area sisi pusar

Leopold III

1) Xx
2) X

Leopold IV

1) Konfirmasi ulang bagian kepala janin apakah sudah masuk atau tidak.
2) Tangan ditaruh dibawah, merasakan posisi kepala janin

Dilakukan dengan rutin saat trimester dan saat persalinan.

3. Pengisian Partograf
Tujuan
1) Mencatat observasi dan kemajuan persalinan
2) Apakah persalinan normal
3) Deteksi dini kemungkinan partus

Penggunaan

1) Elemen penting pada fase aktif


2) Apakah bisa normal atau forsep
3) Digunakan pada semua faskes persalinan

Isi

1) Identifikasi ibu
2) DJJ
3) Waktu dan jam fase aktif
4) Obat dan cairan yang diberikan

Pengisian halaman depan

1) Fase aktif – persalinan

Pengisian halaman belakang

1) Setelah persalinan - sampai selesai


2) Data kala
 Kala I
 Kala II
 Kala III
 Kala IV
4. Factor yang mempengaruhi dan mempersulit persalinan
1) Power
His kontraksi uterus
2) Passage
Kondisi ibu
3) Passanger
Kondisi janin
4) Position
Posisi janin
5) Psikologis
Kesiapan ibu untuk persalinan
6) Penolong
Harus kompeten
7) Hormonal
Oksitosin untuk membantu persalinan
5. Tanda-tanda persalinan
1) Penurunan fundus uteri
2) His permulaan, adanya perubahan kadar hormone
3) Pengeluaran lender dan darah
4) Pengeluaran cairan air ketuban
5) Gangguan saluran cerna, diare, mual, dan muntah
6) Pembukaan dalam, serviks mendatar
6. Tahap persalinan
Kala I (kala pembukaan
Awal frekuensi dengan intentitas dan pembukaan serviks. Primigravida 12
jam, multigravida 7 jam.
 Fase laten
 Fase aktif
Kala II (kala pengeluaran janin
Pembukaan serviks lengkap 10 cm dan lahir bayi. Primigravida 1 jam,
multigravida 30 menit.
Kala II
Kelahiran plasenta. Primigravida 1 jam, multigravida ¼ jam
Kala IV (kala perawatan)
Satu jam setelah plasenta lahir
7. Pemeriksaan obsetrik
1) Anamnesa
2) PF head to toe – genital
3) Pemeriksaan leopold
4) Auskultasi doppler
5) HPHT
6) Ibu merasakan Gerakan janin pertama kali
7) Mcdonald jarak –
8) Vaginal toucher

STEP 4

1. Keluhan pasien pada kasus


 Kehamilan 36-40 minggu -> penurunan kadar progesterone & estrogen
-> kontraksi uterus -> tekana hidrostatis ketuban dan intrauterine ->
ketuban pecah -> serviks mendatar & terbuka -> kontraksi kuat dan
cepat -> pembukaan lengkap -> tekanan tinggi pada otot dasar panggul
-> reflek mengedan -> janin lahir
 Reseptor sksitosin lebih sensitive
 Otot relaksasi -> reflex mengeluarkan janin
 Prostaglandin F2 dan E2 -> kontraksi myometrium -> distensi ->
mules dan perut kencang
 Permulaan his -> perubahan serviks mendatar dan membuka -> lender
lepas terdorong his -> kapiler pecah -> perdarahan
 Keregangan otot karena usia kehamilan tua maka meregang karena
massa janin membesar
 ganglion cervicalis -> fleksus -> kontraksi otot
2. Pemeriksaan leopold
Leopold I
 Usia kehamilan, secara minggu fundus uteri setinggi apa menggunakan
jari. Secara bulan, diukur dari simfisis pubis dalam cm.

TFU

 Usia kehamilan
12 minggu 1-2 jari diatas simfisis
20 minggu 3 jari dibawah pusat
24 minggu tepat pusat
32 minggu pertengahan proc. Dan
40 minggu pertengahan proc. umbilicus
3. Partograph
Fase aktif
 Informasi ibu (nama, umur, gravida, partus, abortus, waktu pecah
ketuban)
 DJJ. Cek setiap 30 detik.
 Warna ketuban, dilakukan dengan melihat selaput ketuban. U J M D
K.
 Pembukaan serviks, presentasi janin, molase kepala janin. 0 1 2 3.
 garis waspada, garis bertindak
 Waktu persalinan
 Kontraksi uterus : frekuensi lama
 Obat oksitosin, cairan IV
 Kondisi ibu dipantau dan dicatat, ttv
 Urin, protein, volume. Cek stiap 2 jam
4. Factor yang mempengaruhi persalinan
1) Power
His. Kala I simetris, dominan, involunter, semakin besar, efek
mengejan. Kala II 3-4 menit 60-90 detik, reflex mengejan. Kala III
istirahat sejenak. Kala IV
2) Passage
Jalan lahir lunak
3) Passanger
Janin, plasenta, dan selaput ketubannya
4) Psikologi
Emosi, dukungan keluarga, kesiapan ibu
5) Penolong
Kesiapan penolong

Peyulit

1) Power
Kontraksi uterus kurang
2) Passage
Ukuran tulang panggul sempit, tumor
3) Passanger
Malpresentasi, malposisi, letak lintang, sungsang
4) Psikologi
Cemas, kurang persiapan, stress. Hormone kortisol jadi lama
persalinannya.
5. Tanda-tanda persalinan
Tahap permulaan
1) Terasa ringan di bagian atas, sesak berkurang
2) Bawah teras penuh, sering berkemih
3) Fundus uteri turun
Tahap persalinan
4) His permulaan, nyeri bagian bawah perut, serviks belum berubah
5) Pinggang terasa sakit menjalar kedepan, perubahan serviks
6) Adanya lender dan darah, pembukaan
7) Cairan air ketuban pecah
8) Kontraksi uterus dengan frekuensi 2x10 menit
6. Proses persalinan
Kala I
 His belum kuat
 Pendataran serviks
 Pembukaan serviks 1-10 cm

Fase laten

 8 jam
 Panjang

Fase aktif

 2 jam
 Dilatasi maksimal 4-9 cm

Fase deselarisasi
 9-10 cm

Kala II

 Lahirnya bayi
 His kuat dan cepat 100—120 detik

Kala III

 8-5 menit
 2-3 menit plasenta lahir. Naiknya fundus uteri

Kala IV

 Kontraksi uterus jadi lebih baik


 Pengawasan 1 jam setelah plasenta lahir
7. Pemeriksaan obsetrik
 Anamnesa
 PF umum
KU, KS, head to toe, genital
 PF obsetrik
Dinding abdomen, vulva dan perineum
Palpasi
Usia kehamilan
Taksiran posisi
Mencari enyulit
Leopold I-IV
Vaginal toucher : inspeksi g. eksterna, speculum jalan lahir, labia
minor,
Auskultasi
DJJ. 100-120x/menit. 10-12-10 =
Lab.
Darah rutin
USG : Pemantauan janin
Amniosintesis
MIND MAP

pemeriksaan Faktor yang


persalinan mempengaruhi

Anamnesis Power
Fisiologi
PF umum Passage
Persalinan
PF obsetrik Passanger
PP lab Psikologis
USG Penolong
Kala I
partograf
Kala II
Kala III

STEP 5

1. Fase-fase persalinan normal dihubungkan dengan proses fisiologis dan


biokimiawi
2. Peran fetus untuk menginisiasi persalinan
3. Pemeriksaan intrapartum
STEP 6

BELAJAR MANDIRI

STEP 7

1. Fase-fase persalinan normal dihubungkan dengan proses fisiologis


dan biokimiawi

Fase fase dalam persalinan


a) Fase 1
Fase ini normalnya membentuk 95% kehamilan dan ditandai oleh
ketenangan otot polos uterus dan dipertahankannya integrasi struktur
seviks. Kecenderungan inheren miometrium untuk berkontraksi ditunda,
dan otot uterus dibuat tidak peka terhadap rangsangan normal. 3
b) Fase 2
Untuk mepersiapkan persalinan ketenangan miometrium selama
fase 1 partus ini harus dihentikan melalui pengaktifan uterus. Proses ini
membentuk fase 2 dan mencerminkan perkembangan uterus selama 6
sampai minggu terakhir kehamilan. Proses-proses yang menyebabkan
pergeseran pada fase 2 ini menyebabkan persalinan kurang bulan akan
tertunda.3
c) Fase 3
Fase 3 sinonim persalinan aktif, yaitu kontraksi uterus yang
menyebabkan dilatasi progresif serviks dan pelahiran. Secara klinis, fase 3
ini biasanya dibagi menjadi 3 stadium (kala) persalinan.3
d) Fase 4
Selama awal fase ini akan terbentuk pola perilaku tipe ibu dan dimulaila
ikatan batin ibu dan anak (maternal neonatal bonding). Permulaan
laktogenesis dan milk let-down dikelenjar mamaria, penekanan pembuluh
darah uterus dan munculnya pola perilaku tipe ibu diperantarai oleh
oksitosin.3

Gambar 2.1 Faktor faktor kunci yang berperan dalam fase fase persalinan.3
 Steroid-steroid Seks
a. Estrogen dan Progesteron
Progesteron sangat penting untuk pemeliharaan kehamilan dini, dan
hilangnya progesteron akan mengakibatkan berakhirnya kehamilan. Progesteron
menyebabkan hiperpolarisasi miometrium, mengurangi amplitudo potensial aksi
dan mencegah kontraksi efektif. Progesteron mengurangi reseptor-reseptor
adrenergik alfa, menstimulasi produksi cAMP, dan menghambat sintesis reseptor
oksitosin. Progesteron juga menghambat sintesis reseptor estrogen, membantu
penyimpanan prekursor prostaglandin di desidua dan membran janin, dan
menstabilkan lisosom-lisosom yang mengandung enzim-enzim pembentuk
prostaglandin. 4
Estrogen merupakan lawan progesteron untuk efek-efek ini dan mungkin
memiliki peran independen dalam pematangan serviks uteri dan membantu
kontraktilitas uterus. Jadi rasio estrogen : progesteron mungkin merupakan suatu
parameter penting. Jadi untuk sebagian individu, suatu penurunan kadar
progesteron ataupun peningkatan estrogen dapat memulai persalinan. Telah
dibuktikan bahwa suatu peningkatan rasio estrogen : progesteron meningkatkan
jumlah reseptor oksitosin dan celah batas miometrium ini dapat menjelaskan
kontraksi efektif terkoordinasi yang mencirikan persalinan sejati. 4
b. Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon peptida yang diprosuksi oleh hipofisis
posterior. Dan dibebaskan dalam darah dari hipofisis posterior pada stimulasi
saraf oleh hipotalamus. Oksitosin menjalankan fungsinya melalui jalur
IP3/Ca2+/DAG. Sebagai stimulan otot uterus yang kuat. Oksitosin berperan kunci
dalam kemajuan persalinan. Infus oksitosin sering diberikan untuk menginduksi
ataupun membantu persalinan. Kadar oksitosin ibu maupun janin keduanya
meningkat spontan selama persalinan, namun tidak satupun yang dengan yakin
dapat dibuktikan meningkat sebelum persalinan dimulai. 4,7
c. Prostaglandin
Prostaglandin F2 yang diberikan intra-amnion ataupun intravena
merupakan suatu abortifum yang efektif pada kehamilan sedini 14 minggu.
Pemberian prostaglandin F2 pervagina akan merangsang persalinan pada
kebanyakan wanita hamil trimester ketiga. Amnion dan korion mengandung asam
arakidonat dalam kadar tinggi, dan desidua mengandung sintetase prostaglandin
yang aktif. Prostaglandin hampir pasti terlibat dalam pemeliharaan proses setelah
persalinan dimulai. 4
d. Katekolamin
Katekolamin dengan aktivitas adrenergik menyebabkan kontraksi uterus,
sementara adrenergik menghambat persalinan. Progesteron meningkatkan rasio
reseptor beta terhadap reseptor alfa di miometrium, dengan demikian
memudahkan berlanjutnya kehamilan. 4
e. Corticotropin Releasing Hormone (CRH)
Pada akhir fase 2 dan fase 3 modifikasi CRH reseptor mendorong
pembentukan cAMP sehingga meningkatkan kadar kalsium sel miometrium
melalui pengaktifan protein kinase c. Oksitosin bekerja untuk menurunkan
akumulasi cAMP yang dirangsang oleh CRH di jaringan miometrium sehingga
memperkuat potensi kontraksi. CRH yang dikeluarkan oleh plasenta bagian janin
ke dalam sirkulasi iu dan janin tidak saja mendorong pembentukan esterogen
plasenta sehingga akhirnya dapat menentukan saat dimulainya persalinan, tetapi
juga mendorong perubahan-perubahan di paru janin yang dibutuhkan untuk
menghirup udara. CRH dalam keadaan normal dikeluarkan oleh hipotalamus dan
mengatur pengeluaran ACTH oleh hipofisis anterior. ACTH kemudian
merangsang pembentukan kortisol dan DHEA oleh korteks adrenal. 4
f. Angiotensin II
Terdapat 2 angiotensin di uterus yaitu AT1 dan AT2, pada wanita hamil
AT1 lebih banyak sehingga terjadi pengikatan angiotensin II ke reseptor membran
plasma yang memicu terjadinya kontraksi. 4
g. Kortisol
Sekresi kortisol yang dirangsang oleh CRH ekstra sehingga mendorong
pematangan paru janin. Secara spesifik, Kortisol merangsang sintesis surfaktan
paru, yang dapat mempermudah ekspansi paru dan mengurangi kerja bernapas. 4
h. Relaksin
Relaksin berperan untuk melunakan serviks dalam persiapan untuk
pembukaan serviks saat persalinan dan melonggarkan jaringan ikat dan tulang-
tulang panggul sebagai persiapan untuk persalinan. 4
i. Nitrat oksida
Hormon ini berbentuk gas dan berfungsi untuk relaksasi miometrium dan
juga untuk pemantangan paru janin. 4
Gambar 2.2 Inisiasi dan kemajuan persalinan.4
Pada mulai terjadinya proses persalinan terdapat perubahan-perubahan
morfologik dan biokimia tersendiri didalam jaringan uterus yang mempersiapkan
kontraksi yang kuat dan terkoordinasi. Diantara perubahan ini adalah :
1. Perlunakan dan pematangan serviks.
2. Perkembangan gap junction diantara sel-sel miometrium
3. Peningkatan jumlah reseptor oksitosin pada miometrium.
4. Peningkatan reseptor kontraktif darimiometrium terhadap uterotonin.
Persalinan mulai saat benteng pemeliharaan kehamilan dilepaskan yang
menyebabkan pembentukan uterotonin dan uterotropin. Diantara yang paling
poten dari uterotonin ini adalah prostaglandin, oksitosin, angiotensin II, arginin
vasopresin, dan bradikinin. Beberapa uterotonin ini diproduksi dalam jaringan
intrauterin, seperti desidua uterus dan membran janin ekstraembrionik yang
merupakan jaringan sangat potensial enzimatik untuk pembentukan PGE2 dan
PGF2ά.
Tampak yang paling mungkin adalah bahwa persalinan diawali sebagai
respon terhadap uterotonin dan uterotropin yang diproduksi dalam uterus, yaitu
dalam jaringan uterus atau pada jaringan janin ekstraembrional. Sejumlah agen
bioaktif, yang diproduksi dalam jaringan-jaringan ini, berkumpul didalam cairan
amnion selama proses persalinan.
Pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan subjek yang cukup
penting. Bukti telah diperoleh, dengan penelitian in vitro dan in vivo pada
binatang percobaan, bahwa progesteron menghambat dan estrogen meningkatkan
pembentukan gap junction. Beberapa prostanoid seperti PGE2, PGF2ά dan
tromboksan dan mungkin endoperoksida.
Merangsang pembentukan gap junction pada kehamilan cukup bulan gap
junction meningkat pada setiap sel dan selama proses persalinan jumlah dan
ukurannya semangkin meningkat. Gap junction menghilang pada 24 jam
postpartum.
PGE2 dan PGF2ά adalah stimuli yang poten untuk kontraksi miometrium dan
diyakini bekerja meningkatkan kontraksi miometrium dan diyakini bekerja
meningkatkan konsentrasi Ca2+ bebas intraselular, suatu proses yang
menghasilkan aktiviotas myosin light chain kinase, fosforilasi miosin, dan
kemudian interaksi miosin terfosforilasi dan aktin. PGE2 dan PGF2ά juga bekerja
menginduksi perubahan-perubahan pada pematangan serviks, yaitu aktivitas
kolagenase-kolagenasa dan suatu perubahan konsentrasi glikosaminoglikan.
Untuk beberapa lama, kita sudah bergulat dengan tiga teori umum yaitu :
1. Hipotesis " progesteron withdrawal "
2. teori oksitosin.
3. postulat sistem komunikasi ibu-janin.
Sekarang bukti yang paling besar menentang bentuk progesteron
withdrawal yang sudah dapat diketahui atau yang tersembunyi sebelum onset
persalinan spontan manusia. Tidak ada penurunan kadar atau kecepatan produksi
progesteron dalam darah sebelum mulainya persalianan dan tidak ada bukti yang
nyata untuk sekuestrasi khusus, penarikan produksi ekstraglandular, metabolisme
unik, atau kegagalan kerja progesteron yang menandai saat mulainya persalinan
manusia.
Demikian juga, sebagian fakta menentang peranan elementer oksitosin
dalam inisiasi persalianan spontan. Oksitosin merupakan suatu uterotonin yang
sangat poten yang penting dalam mempermudah kontraksi uterus pada stadium
dua persalinan namun tidak terbukti mengininsiasi persalinan.
Sedangkan peran janin dalam inisiasi persalinan yaitu dalam penarikan agen
pemeliharaan kehamilan melalui lengan plasenta sistem komunikasi janin-ibu.
Sebagai jalur alternatif janin yaitu melalui paru-paru janin atau ginjal lewat
sekresi atau eksresi yang memasuki cairan amnion ( lengan parakrin sistem
komunikasi janin-ibu ).

2. Peranan Fetus Dalam Inisiasi Persalinan

Peran janin dalam inisiasi persalinan yaitu dalam penarikan agen


pemeliharaan kehamilan melalui lengan plasenta sistem komunikasi janin-ibu.
Sebagai jalur alternatif janin yaitu melalui paru-paru janin atau ginjal lewat
sekresi atau eksresi yang memasuki cairan amnion ( lengan parakrin sistem
komunikasi janin-ibu ).

A. Kontraksi Uterus Dalam Persalinan


Pertumbuhan janin merupakan komponen penting dalam aktivasi uterus
yang tampak pada fase 1 persalinan. Selama masa gestasi dan dalam
kaitannya dengan pertumbuhan janin, diperoleh adanya peningkatan tegangan
kontraksi miometrium dan tekanan cairan amnion. Adanya peregangan pada
uterus terus menerus akan menginduksi protein CAPs (spesific contraction-
associated proteins). Regangan juga akan meningkatkan ekspresi dari protein
gap junction, connexin 43 yang strukturnya mirip dengan reseptor oksitosin.
Selain itu regangan pada uterus dianggap berpengaruh terhadap siklus
endokrin feto-maternal dalam aktivasi uterus dalam proses persalinan.

B. Kaskade Fetal Endokrin Mempengaruhi Timbulnya Persalinan.

Kemampuan fetus untuk menyediakan sinyal endokrin dibuktikan lewat


percobaan pada janin domba sejak 30 tahun yang lalu, dimana dibuktikan
bahwa sinyal tersebut dihasilkan dari aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.
Pada domba, produksi steroid padar kelenjar adrenal fetus dipercaya dapat
memberikan efek pada plasenta dan membrana plasenta yang dapat merubah
keadaan miometrum dalam keadaan tenang menjadi status otot yang mulai
berkontraksi. Komponen dalam tubuh memiliki kemampuan untuk
memproduksi CRH (corticotropin-releasing hormone).

C. Peranan CRH dalam kelenjar adrenal fetus

Fetus memiliki berat kelenjar adrenal yang sama dengan kelenjar adrenal
dewasa dan memiliki kemiripan dalam ukuran. Kelenjar adrenal yang
mendekati kelahiran fetus menghasilkan steroid kurang lebih 100-200
mg/hari, lebih tinggi dibandingkan dengan steroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal dewasa pada keadaan istirahat (30-40mg/hari) namun fungsi
steroid yang dihasilkan fetus berbeda dengan dewasa. Sebagai contohnya,
sejumlah cortisol tidak diproduksi oleh kelenjar adrenal fetus hingga trimester
ketiga. Sebagai hasilnya kadar cortisol fetus meningkat pada minggu-minggu
akhir kehamilan. Selama periode ini, produksi Dehidroedpiandrosteron sulfat
(DHEA-S) meningkat secara signifikan sehingga berefek pada peningkatan
estrogen maternal terutama estriol. Peningkatan aktivitas adrenal ditandai
dengan kadar hormon adrenocortiotropic hormon (ACTH) fetus yang tidak
meningkat hingga sebelum persalinan.

Kadar ACTH tidak meningkat secara signifikan sampai akhir kehamilan


sehingga proses pertumbuhan dan diferensiasi dari kelenjar adrenal fetus
sebenernya dipengaruhi oleh faktor lain yang disekresikan oleh plasenta.
Zona fetal dari kelenjar adrenal akan segera mengalami involosi sesudah
kelahiran. Dari beberapa penitian disebutkan bahwa CRH memiliki
kemampuan untuk menstimulasi DHEA-S pada adrenal fetus dan biosintesis
cortisol.

D. Produksi CRH plasental

CRH disintesis oleh plasenta. Kemampuan cortisol untuk menstimulasi


CRH plasental memungkinkan fetus untuk masuk dalam kaskade endokrin
yang tidak akan terpisahkan hingga akhir persalinan. Kadar CRH plasma
maternal ditemukan rendah pada trimester pertama dan meningkat pada
pertengahan kehamilan hingga waktu persalinan. 12 minggu sebelum akhir
masa gestasi, CRH plasma mengalami kenaikan secara mendadak. CRH yang
dihasilkan oleh cairan amnion ditemukan meningkat pada akhir kehamilan.
Sedangkan CRH dalam tali pusar lebih rendah dibandingkan sirkulasi
maternal tetapi kadarnya masih dapat memacu proses steroideogenesis
kelenjar adrenal fetus.

CRH merupakan satu-satunya hormon tropic yang memiliki releasing


factor yang berikatan dengan spesific serum binding protein. Selama masa
kehamilan, CRH-binding protein (CRH-BP) berikatan dengan CRH yang
bersirkulasi dalam pembuluh darah ibu. Adanya reaksi ikatan tersebut
membuat inaktivasi dari aktivitas plasenta untuk menghasilkan ACTH. Pada
kehamilan trimester akhir, kadar CRH-BP dalam plasma maternal dan cairan
amnion menurun dimana pada saat yang bersama-an pun kadar CRH
meningkat tajam yang menunjukkan adanya aktivitas CRH yang tinggi.

Dalam kehamilan, kondisi kesejahteran janin dapat terganggu oleh


berbagai macam komplikasi, konsentrasi CRH fetus-cairan amnion-maternal
plasma yang meningkat. Peningkatan kadar CRH akan menghasilkan kadar
CRH-BP yang subnormal. Peningkatan produksi CRH plasental dalam
kehamilan normal dan adanya ekstresi CRH plasental yang berlebihan pada
kehamilan resiko tinggi akan meningkatkan sintesis cortisol fetus.

E. Pengaruh CRH dalam persalinan

CRH plasental diduga memegang peranan penting dalam regulasi


persalinan. Pertama, CRH plasental akan meningkatkan produksi cortisol
fetal yang akan memberikan feedback positif pada plasenta sehingga produksi
CRH dalam jumlah lebih banyak. Dengan demikian diperoleh kadar CRH
yang tinggi yang dapat mengawali terjadinya kontraksi miometrium. Kedua,
kortisol diduga telah berefek pada miometrium secara tidak langsung melalui
membran plasenta yang meningkatkan sintesis prostaglandin. CRH diduga
dapat merangsang sintesis adrenal steroid C19, yang dapat meningkatkan
aromatisasi substrat plasenta dan menghasilkan elevasi estrogen yang dapat
membuat pergeseran ratio estrogen ke rasio progesteron serta memperlihatkan
ekspresi dari sejumlah protein kontraktil dalam miometrium yang
menyebabkan miometrium tidak lagi dalam keadaan tenang.

Beberapa penelitian telah menduga bahwa peningkatan kadar CRH pada


akhir gestasi menunjukkan adanya suatu hubungan antara fetus dan
plasenta.

F. Persalinan terlambat dan anomali fetus

Ada sebagian bukti bahwa kehamilan dengan hipoestrogenism terkadang


berkaitan dengan pemanjangan waktu gestasi. Contoh kasus yang termasuk
dalam persalinan terlambat (delayed parturition) yaitu anencephali, hipoplasia
adrenal dan defisiensi plasental sulfatase.

Abnormalitas lainnya seperti renal agenesis (mengurangi jumlah urin


masuk ke cairan amnion) atau hipoplasia pulmonal tidak memperpanjang
waktu kehamilan. Oleh karena itu, sinyal fetal melalui jalur parakrin dari
hubungan feto-maternal tidak dapat digunakan sebagai inisiasi persalinan.
Anomali kepala dan tulang punggung fetus terkadang menghambat waktu
persalinan. Kelainan kongenital berupa tidak adanya hipofisis dapat
memperpanjang gestasi beberapa minggu. Hipoplasia adrenal dikaitkan
dengan persalinan terhambat. Malpas melakukan penelitian dan
menyimpulkan bahwa kehamilan wanita dengan fetus anencephali memiliki
waktu gestasi rata-rata 374 hari (53 minggu). Dia menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara anencephali dan gestasi yang memanjang disebabkan karena
kelainan dari fungsi otak-hipofisis- adrenal. Kelenjar adrenal dari bayi
anencephali sangat kecil dan pada saat matur, ukuran kelenjarnya hanya
sekitar 5-10 persen dari ukuran normal kelenjar adrenal bayi normal, hal itu
disebabkan karena kegagalan perkembangan zona fetus yang pada keadaan
normal daerah tersebut digunakan untuk biosintesis masa adrenal dan steroid
C19.

3. Pemeriksaan intrapartum
a. Pemantauan janin secara elektronik
1) Pemantauan elektronik internal
Denyut jantung janin dapat diukur dengan menempelkan elektroda
spiral bipolar langsung ke janin. Kawat elektroda tersebut
menembus kulit kepala janin. Cairan vagina berperan sebagai
jembatan listrik seperti larutan garam yang melengkapi rangkaian
listrik, sehingga memungkinkan terjadinya pengukuran perbedaan
tegangan listrik antara kedua kutub tersebut.
Elektroda mendeteksi sekumpulan aktivitas elektris jantung,
termasuk yang dihasilkan oleh ibu. Walaupun sinyal EKG ibu lima
kali lipat lebih kuat daripada EKG janin, amplitudonya akan
melemah jika direkam melalui elektroda pada kulit kepala janin.
Pada janin yang hidup, sinyal EKG lemah ibu dideteksi, tetapi
tertutupi oleh EKG janin. Jika janin meninggal, maka sinyal ibu
yang lebih lemah akan diperkuat dan ditampilkan sebagai denyut
jantung janin.
2) Pemantauan elektronik eksternal
Denyut jantung janin terdeteksi melalui dinding perut ibu
menggunakan prinsip ultrasound Doppler. Transduser diletakkan
pada bagian perut ibu di tempat dengan aktivitas jantung janin
terdeteksi paling baik. Penggunaan gel sebagai penghubung sangat
penting. Perangkat ini diletakkan di posisiny dnegan bantuan
sabuk. Pantulan sinyal ultrasound dari gerakan katup jantung janin
dianalisis melalui sebua mikroprosesor yang membandingkan
sinyal yang masuk dengan yang sebelumnya disebut autokorelasi.
b. Pola denyut jantung janin
National Institute of Child Health and Human Development (NICHD)
pada tahun 1997, mengusulkan standarisasi dan penjelasan mengenai
interpretasi pola denyut jantung janin selama persalinan.
Penting untuk mengenali bahwa interpretasi data denyut jantung janin
elektronik berdasarkan pola visual denyut jantung. Faktor pengukur
yang direkomendasikan adalah 30 denyut per menit (dpm) per vertikal
cm dengan kecepatan kertas perekam grafik sebesar 3 cm/menit.

Anda mungkin juga menyukai