18 Maret 2018
Suatu negara dapat dikatakan makmur ketika pembangunan ekonominya berlangsung lancar.
Tidak hanya di wilayah perkotaan, pembangunan ekonomi juga selayaknya dilakukan di
wilayah perdesaan. Pembangunan nasional bisa dikatakan lancar bila mampu mencakup
tingkat yang paling bawah, yakni di perdesaan.
Hanya saja, pembangunan nasional di Indonesia hingga saat ini masih tampak mengalami
ketimpangan. Satu wilayah terlihat lebih maju, sementara wilayah lainnya terlihat jauh
tertinggal.
Ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi antara wilayah desa dan kota ini agaknya
sudah bukan rahasia lagi. Kondisi ini telah berlangsung sejak pasca kemerdekaan di
Indonesia, dan sayangnya, masih terus berlangsung hingga sekarang.
Ada banyak faktor penyebab ketimpangan ekonomi. Institute for Development of Economics
and Finance (INDEF) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang belum merata ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :
Dengan latar belakang masalah ini, maka terdapat tugas penting yang diemban pemerintah,
yakni untuk mengatasi masalah ketimpangan pembangunan ini. Salah satu strateginya adalah
dengan menaruh porsi yang besar dalam pembangunan ekonomi perdesaan.
Pemerintah pun telah menyadari betapa pentingnya upaya untuk melaksanakan pembangunan
ekonomi perdesaan secara tepat. Pembangunan perdesaan akan mampu mendukung
suksesnya pembangunan nasional secara menyeluruh.
Adapun pengertian pembangunan perdesaan adalah suatu perbaikan yang terjadi secara
menyeluruh terhadap kondisi kehidupan sosial dan ekonomi di wilayah perdesaan.
Pembangunan perdesaan dilakukan sebagai upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
secara bersamaan meningkatkan distribusi pendapatan di antara penduduk desa (de Haen,
1982).
Karena mayoritas penduduk bergantung pada sektor pertanian, ini membuat pembangunan
yang dilakukkan seringkali mengarah pada sektor pertanian. Padahal, pembangunan pertanian
tidaklah sama dengan pembangunan perdesaan.
Pembangunan perdesaan memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar pembangunan
pertanian. Adapun pembangunan perdesaan ini harus disesuaikan dengan kondisi masing –
masing wilayah.
Pengertian desa juga dapat dilihat dari segi undang-undang. Berdasarkan UU No. 06 Tahun
2014 tentang Desa, pengertian desa yakni
“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah dan memiliki
kewenangan untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pengertian desa lainnya juga diungkapkan oleh Adisasmita (2006, h.4) yang menyatakan
bahwa pembangunan desa merupakan keseluruhan kegiatan pembangunan yang berlangsung
di desa, meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakatnya, dan dilaksanakan secara terpadu
dengan jalan pengembangan swadaya gotong-royong.
Sudah bukan hal yang baru jika masyarakat perdesaan cenderung lebih terbelakang dari pada
masyarakat perkotaan, dalam berbagai hal. Misalnya saja dari segi ekonomi, teknologi,
pendidikan, serta politik di desa yang cenderung lebih tertinggal dari pada di wilayah
perkotaan.
Kondisi ini juga menjadi penyebab terjadinya aliran tenaga kerja dari desa ke kota yang
berlangsung secara masif. Masyarakat desa memang sering dirundung masalah kemiskinan
dan keterbelakangan. Ini sebabnya, diperlukan adanya pembangunan ekonomi perdesaan
yang bisa mengatasi berbagai permasalah ini.
Adapun tujuan dari diadakannya pembangunan ekonomi desa yakni untuk menciptakan suatu
lingkungan yang memungkinkan masyarakatnya dapat menikmati kehidupan yang kreatif,
sehat dan juga memiliki angka harapan hidup yang tinggi.
Dimensi pembangunan ekonomi perdesaan ini juga mencakup hal yang cukup luas, meliputi :
Dimensi pembangunan ekonomi ini memang mencakup hal yang sangat luas, mengingat
proses dan dampaknya pun juga berlaku secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat di
wilayah pembangunan tersebut. Karenanya, dimensi pembangunan ini juga harus dibangun
dengan saling bersinergi satu sama lain.
Antar satu dimensi dengan lainnya harus bisa saling melengkapi, dan saling mendukung. Hal
ini akan membantu tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yang ditargetkan.
Berbagai kebijakan yang dilakukan harus berorientasi pada kepentingan rakyat, dan mampu
mendorong produktivitas rakyat, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakatnya.
Implementasi pembangunan ekonomi perdesaan ini harus disertai peran pemerintah dalam
beberapa hal.
Menurut pemerintah Kabupaten Banjar, berikut adalah peran pemerintah seharusnya dalam
implementasi pembangunan ekonomi di perdesaan :
Untuk pelaksanaannya, dibutuhkan dukungan pemerintah yang cukup besar. Hal ini
sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
yang kini menganut sistem desentralisasi birokrasi.
Dalam sistem desentralisasi birokrasi ini, terdapat perubahan yang cukup baik yang ditujukan
agar kebijakan-kebijakan dapat tersalurkan secara tepat guna dan tepat sasaran, sehingga pada
akhirnya dapat membantu mengurangi masalah-masalah yang ada.
Di Indonesia sendiri, upaya pembangunan di tingkat desa sudah digulirkan sejak lama. Salah
satu upayanya dapat dilihat dari adanya bantuan pemerintah berupa alokasi dana desa. Dana
desa ini diambil dari 10% dana APBD, dan telah dilakukan sejak terbitnya Undang-Undang
Nomer 6 tahun 2014 tentang Desa.
Melalui undang-undang ini pula, pembangunan desa bisa dilakukan dengan dana desa.
Masing –masing desa harus mampu mengelola dana desa yang diberikan dengan seefektif
dan seefisien mungkin. Dana harus tepat guna dan tepat sasaran.
Desa diberikan wewenang yang lebih luas untuk memanfaatkan dana desa ini demi
sepenuhnya kemakmuran dan kemajuan desanya. Wewenang ini diberikan kepada masing-
masing desa karena masing-masing desa tentunya memiliki potensi yang berbeda dan
kebijakannya harus disesuaikan dengan kondisi desa masing-masing.
Pemberlakuan otonomi daerah dianggap dapat lebih efektif untuk membangun sebuah daerah.
Sebab, melalui otonomi daerah, pembangunan suatu daerah akan dapat berjalan dengan baik.
Pembangunan infrastruktur juga bisa lebih merata dan dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat.
Setelah terbitnya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka desa mendapatkan kewenangan
dalam mengurus urusan rumah tangganya sendiri, seperti dalam masalah pengelolaan dana
desa.
Adapun tujuan dari pemberian dana desa ini adalah agar mampu menciptakan pemerataan
pembangunan infrastruktur yang ada di setiap desa, sehingga pembangunan bukan hanya
dikendalikan pada tingkat kabupaten/ kota saja.
Idealnya, dana desa diharapkan bisa membantu pemerintah desa untuk mewujudkan
kebijakan dan pembangunan infrastrukturnya. Pada akhirnya, hal ini bisa membantu
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, yang pada umumnya dianggap masih jauh dari
kata sejahtera bagi pemerintah pusat.
Kebijakan ini sekaligus menunjukkan adanya perhatian khusus yang diberikan oleh
pemerintah pusat terhadap masyarakat yang tinggal di perdesaan. Masing-masing desa yang
kini memiliki otonomi sendiri diharapkan lebih mampu dalam menghadapi masalah-masalah
yang menghambat proses perubahan masyarakat desa untuk mendukung pembangunan
nasional.
Pembangunan nasional diharapkan bisa terwujud secara merata dengan majunya pula wilayah
perdesaan. Diharapkan, dana desa mampu menciptakan bidang ekonomi berbasis masyarakat
yang membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara menyeluruh di berbagai
bidang lain.
Desa diberikan dukungan berupa kewenangan dan sumber dana memadai untuk dijadikan
sebagai modal pengelolaan potensi yang dimiliki. Dengan modal ini, desa diharapkan mampu
meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakatnya sendiri.
Pemerintah Pusat menganggarkan sejumlah Dana Desa yang nilainya cukup besar. Jumlah
alokasi dana desa ini pun terus ditingkatkan setiap tahunnya. Pada tahun 2015, Dana Desa
yang dianggarkan senilai Rp 20,7 triliun. Rata-rata tiap desa mendapatkan alokasi dana desa
sebesar Rp 280 juta.
Nilai ini meningkat lebih dari dua kali lipat di tahun 2016. Tahun 2016, Dana Desa yang
dialokasikan senilai Rp 46,98 triliun, dengan rata-rata tiap desa mendapatkan anggaran
sebesar Rp 628 juta.
Dana desa kembali meningkat di tahun 2017, menjadi sebesar Rp 60 Triliun. Rata-rata tiap
desa tahun 2017 mendapatkan dana desa sebesar Rp 800 juta.
Lalu untuk Dana Desa TA 2018, kembali dialokasikan lagi senilai sebesar Rp60 triliun, yang
dibagikan kepada 74.958 desa yang tersebar di seluruh Indonesia.
Keempat strategi pokok ini satu sama lain harus saling berkaitan dan berkesinambungan.
Berikut adalah empat strategi pokok pembangunan perdesaan tersebut :
# Kendala Perencanaan
Kemampuan masyarakat secara umum dan aparat setempat, masih belum memadai dalam
melakukan perencanaan di wilayah desanya. Karenanya, hal ini mengakibatkan perencanaan-
perencanaan yang dihasilkan tidak bisa benar-benar baik. Selain itu, kebanyakan kegiatan
yang direncanakan justru bersifat rutin, yang sebenarnya kegiatan tersebut dapat diserahkan
pada dinas dan instansi lain yang sudah ada.
# Kendala Pelaksanaan
Ketika proses pembangunan yang dilaksanakan adalah hal yang belum pernah dilakukan,
sementara kemampuan pelaksananya terbatas, maka perencanaan tidak bisa berjalan lancar.
Selain itu, apa yang dilaksanakan terkadang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
masyarakat.
# Kendala Koordinasi
Aspek monitoring dan evaluasi terhadap suatu program seringkali terabaikan. Padahal,
monitoring dan evaluasi ketika program tengah dilaksanakan dan ketika suatu program itu
telah selesai dilaksanakan adalah hal penting demi mengetahui sejauh mana target terlaksana.
Padahal, pengabaian terhadap fungsi ini dapat mengakibatkan program menjadi tidak terarah.
Selain itu, ketika terjadi penyimpangan-penyimpangan serta hasil-hasil positif tidak tampak,
maka hal ini tidak bisa dideteksi.
Dengan mengandalkan pada berbagai strategi dan prinsip manajemen di atas, diharapkan
pembangunan ekonomi perdesaan dapat berjalan dengan baik. Dana desa yang dialokasikan,
serta otonomi daerah yang diberikan pada desa juga diharapkan mampu memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat desa.
Referensi: