Anda di halaman 1dari 5

Teori Tempat Sentral

(Central Place Theory)


Teori Tempat Sentral (Central Place Theory) pertama kali dikemukakan oleh Walter
Cristaller seorang ahli geografi berkebangsaan Jerman pada tahun 1933. Menurut
teori ini terdapat tiga pertanyaan yang harus dijawab tentang kota atau wilayah.
Pertama, apakah yang menentukan banyaknya kota; kedua, apakah yang
menentukan besarnya kota; dan ketiga, apakah yang menentukan persebaran kota.

Menurut Christaller terdapat konsep yang disebut jangkauan (range) dan


ambang (treshold). Range adalah jarak yang perlu ditempuh manusia untuk
mendapatkan barang kebutuhannya pada suatu waktu tertentu saja.
Adapun treshold adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran
dan keseimbangan suplai barang.

Dalam kegiatan ekonomi terdapat suatu istilah yaitu ambang (threshold) yang berarti
jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk menunjang supaya suatu fungsi
tertentu dapat berjalan lancar. Misalnya suatu macam prasarana atau sarana yang
lebih tinggi fungsinya atau yang diperlukan oleh jumlah penduduk yang besar
jumlahnya (pasar, sekolah menengah, dan sebagainya), harus terletak di wilayah
yang jangkauan pelayanannya lebih luas yaitu bukan di desa tapi di kecamatan
(Jayadinata, 1999).

Christaller (dalam Daldjoeni, 1987) melalui central place theory mengembangkan


konsep range dan threshold. Diasumsikan suatu wilayah sebagai dataran yang
homogen dengan sebaran penduduk yang merata, di mana penduduknya
membutuhkan berbagai barang dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tadi memiliki dua
hal yang khas yaitu :
1. Range, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang
kebutuhannya. Contoh range mebeler lebih besar daripada range susu, karena
meubeler lebih mahal daripada susu.
2. Threshold, adalah minimum jumlah penduduk yang diperlukan untuk kelancaran
dan kesinambungan suplai barang. Contohnya, toko makanan tidak memerlukan
jumlah penduduk yang banyak, sedangkan toko emas membutuhkan jumlah
penduduk yang lebih banyak atau threshold yang lebih besar.
Gambar 1
Range dan Threshold
dalam Central Place Theory
Sumber: Christaller, 1933 dalam Eppli dan Benjamin, 1993

Barang dan jasa yang memiliki threshold dan range yang besar disebut barang dan
jasa tingkat rendah, threshold-nya kecil dan range-nya terbatas. Makin tinggi tingkat
barang dan jasa, makin besar pula range-nya dari penduduk di tempat kecil.
Christaller juga menganggap bahwa jumlah penduduk merupakan penentu dari
tingkat pelayanan pusat sentral, selain itu juga fungsi dari pusat sentral itu menjadi
penting, misalnya sebagai pusat kegiatan perdagangan, pendidikan, pemerintahan,
maupun rekreasi. Ada hubungan yang sangat erat antara jumlah penduduk
pendukung di suatu wilayah dengan tingkatan (hirarki) dari pusat pelayanan tempat
sentral.

Dalam teori ini diasumsikan pada suatu wilayah datar yang luas dihuni oleh sejumlah
penduduk dengan kondisi yang merata. Dalam memenuhi kebutuhannya, penduduk
memerlukan berbagai jenis barang dan jasa, seperti makanan, minuman,
perlengkapan rumah tangga, pelayanan pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
Untuk memperoleh kebutuhan tersebut penduduk harus menempuh jarak tertentu
dari rumahnya. Jarak tempuh tersebut disebut range.

Di sisi lain, pihak penyedia barang dan jasa baik pertokoan maupun pusat-pusat
pelayanan jasa untuk memperoleh keuntungan yang maksimal, maka mereka harus
paham benar berapa banyak jumlah minimal penduduk (calon konsumen) yang
diperlukan bagi kelancaran dan kesinambungan suplai barang atau jasa agar tidak
mengalami kerugian. Dengan kata lain mereka harus memilih lokasi yang strategis,
yaitu sebuah pusat pelayanan berbagai kebutuhan penduduk dalam jumlah
partisipasi yang maksimum. Berdasarkan kepentingan ini maka untuk jenis barang
kebutuhan dapat dibedakan menjadi barang kebutuhan dengan treshold tinggi dan
barang kebutuhan dengan treshold rendah.

Treshold tinggi, yaitu barang kebutuhan yang memiliki risiko kerugian besar karena
jenis barang atau jasa yang dijual adalah barang-barang mewah. Misalnya,
kendaraan bermotor, perhiasan, dan barang-barang lainnya dengan harga relatif
mahal dan sulit terjual. Untuk jenis barang seperti ini maka diperlukan lokasi yang
sangat sentral seperti di kota besar yang relatif terjangkau oleh penduduk dari
daerah sekitarnya. Selain itu, untuk menjaga kesinambungan suplai barang harus
memenuhi syarat jumlah jumlah penduduk minimal.

Treshold rendah, yaitu barang kebutuhan yang memiliki risiko kecil atau tidak
memerlukan konsumen terlalu banyak agar barang tersebut terjual, karena
penduduk memang membutuhkannya setiap hari. Untuk jenis barang-barang seperti
ini maka lokasi penjualannya dapat ditempatkan sampai pada kota-kota atau wilayah
kecil.
Dari komponen range dan threshold lahir prinsip optimalisasi pasar (market
optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi
asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah tempat pusat (central
place). Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk
sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk
lingkaran bertemu dengan pusat yang lain yang
juga memiliki range dan threshold tertentu, maka akan terjadi daerah yang
bertampalan. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang bertampalan akan
memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pergi ke dua pusat pasar itu. Dalam
kenyataannya, konsumen atau masyarakat tidak selalu rasional dalam memilih
barang atau komoditi yang diinginkan Keterba-tasan sistem tempat pusat dari
Christaller ini meliputi beberapa kendala, antara lain:
- Jumlah penduduk.
- Pola aksesibilitas.
- Distribusi.
Berdasarkan teori ini, terdapat dua hal mendasar yang menjadi pertimbangan yaitu
jarak dan ambang batas. Jarak adalah seberapa jauh konsumen mau melakukan
perjalanan untuk membeli barang sedangkan ambang batas adalah permintaan
minimum yang dibutuhkan bagi sebuah toko agar dapat melangsungkan usahanya.
Konsumen diasumsikan berada pada tingkat pendapatan yang sama akan tersebar
merata di seluruh wilayah sehingga jarak adalah satu-satunya hambatan bagi
konsumen dalam melakukan perjalanan. Kombinasi jarak dan ambang batas ini
akan menggambarkan jangkauan pelayanan ritel. Bentuk jangkauan pelayanannya
adalah heksagonal sehingga model ini menggambarkan lokasi optimal bagi gerai
ritel karena mengkombinasikan antara jarak tempuh konsumen dengan skala
ekonomi optimal ritel.

Menurut teori ini, tempat sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk
heksagonal atau segi enam. Daerah segi enam ini merupakan wilayah-wilayah yang
penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.

Tempat sentral ini dalam kenyataannya dapat berupa kota-kota besar, pusat
perbelanjaan atau mal, supermarket, pasar, rumah sakit, sekolah, kampus
perguruan tinggi , ibukota provinsi, atau kota kabupaten.

Masing-masing tempat sentral tersebut memiliki pengaruh atau kekuatan menarik


penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya,
pusat kota provinsi akan menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten.
Sementara itu, kota kabupaten menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota
kecamatan. Kota kecamatan menjadi penarik bagi penduduk dari desa-desa di
sekitarnya. Demikian pula halnya dengan pusat perbelanjaan, rumah sakit maupun
pusat pendidikan. Akibatnya, terlihat adanya tingkatan (hirarki) tempat sentral.

Hirarki kota sebagai tempat yang sentral dengan pengaruhnya membentuk jaringan


seperti sarang lebah.
Selain hirarki berdasarkan besar kecilnya wilayah atau pusat-pusat pelayanan
seperti telah dikemukakan di atas, hirarki tempat sentral digunakan pula di dalam
merencanakan suatu lokasi kegiatan seperti pusat perniagaan, pasar, sekolah, atau
pusat rekreasi.

Tempat sentral dan daerah yang dipengaruhinya (komplementer), pada dasarnya


dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu hirarki 3 (K = 3), hirarki 4 (K = 4), dan
hiraki 7 (K = 7). Hirarki K = 3, merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang
selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya, sering disebut Kasus Pasar
Optimal. Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi
sepertiga bagian dari masing-masing wilayah tetangganya.

Hirarki K = 4, yaitu wilayah ini dan daerah sekitarnya yang terpengaruh memberikan
kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Tempat sentral ini disebut pula
situasi lalu lintas yang optimum. Situasi lalulintas yang optimum ini memiliki
pengaruh setengah bagian di masing-masing wilayah tetangganya.

Hirarki K = 7, yaitu wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga


mempengaruhi seluruh bagian (satu bagian) masing-masing wilayah tetangganya.
Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum. Sistuasi administratif
yang dimaksud dapat berupa kota pusat pemerintahan. Pengaruh tempat yang
sentral dapat diukur berdasarkan hirarki tertentu, dan bergantung pada luasan
heksagonal yang dilingkupinya.

Anda mungkin juga menyukai