Disusun oleh :
Nama : Leny Anggraeni
Kelas : XII IPS 2
No.absen : 17
Pusat pertumbuhan atau kerap disebut sebagai “growth pole” dan “growth
center” dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat
pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi atau
memberikan imbas terhadap kawasan-kawasan lain di sekitarnya.
Melalui pengembangan kawasan pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan terjadi
proses interaksi dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Sebagai contoh, kota Jakarta
sebagai ibukota negara Indonesia yang memiliki akselerasi perkembangan dan
pembangunan sangat cepat, secara langsung maupun tidak telah memengaruhi kota-kota
satelit yang ada di sekitarnya, yaitu Bogor, Bekasi, dan Tangerang.
Heksagonal “A” adalah tempat sentral yang bisa melayani dan menarik
wilayah sekitarnya : A1, A2, A3, A4, A5, dan A6
Pendapat ini diperkuat oleh Agust Locosh seorang ahli ekonomi jerman pada
tahun 1945, teori tempat yang sentral dapat digunakan untuk menganalisis pusat-
pusat pelayan dan kegiatan ekonomi yang sudah ada terhadap daerah sekitarnya.
Misalnya, perencanaan lokasi pusat perniagaan, pasar, rumah sakit, sekolah, dan
pelayanan sosial lainya. Tempat yang sentral dapat berupa kota besar, pusat
perbelanjaan, pasar, rumah sakit, sekolah-sekolah, kampus-kampus, ibukota
provinsi, kabupaten dan sebagainya. Masing-masing tempat yang sentral tersebut
memiliki pengaruh atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya
dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya, pusat kota provinsi akan menjadi
daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten, Kabupaten menarik
kecamatan dan seterusnya. Melihat hal tersebut maka kemampuan tempat yang
sentral menarik daerah sekitarnya dijenjang berdasarkan hierarki atau tingkatan
tempat yang sentral.
Ada dua syarat untuk menerapkan teori tempat sentral yang dikemukakan
oleh Christaller, yaitu keadaan topografi yang seargam sehingga tidak ada daerah
yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lainya dalam hubunganya
dengan jalur transportasi. Syarat yang kedua adalah tingkat ekonomi penduduk
yang relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, misalnya
yang menghasilkan padi, kayu, dan batu bara.
b) Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory)
Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) disebut juga sebagai
teori pusat pertumbuhan (Growth Centres Theory). Teori ini dikemukakan oleh
Perroux pada tahun 1955. Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota
atau wilayah di manapun adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi
secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengna kecepatan dan
intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat
pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan.
Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke
wilayah-wilayah lain di sekitarnya, atau ke pusat-pusat yang lebih rendah.
Wilayah yang dijadikan pusat pembangunan disebut kutub pertumbuhan.
Pemusatan wilayah-wilayah pertumbuhan dibedakan menjadi 3 komponen
berikut.
Wilayah khusus, misalnya daerah terbelakang dan daerah aliran sungai
Prinsip homogenitas, misalnya wilayah geografi fisisk atau sosial ,
wilayah budaya dan wilayah ekonomi
Konsep hubungan ruang, yaitu wilayah fungsional yang disebut juga
wilayah terpusat
Industri baru akan memilih tempat yang berdekatan dengan daerah industri yang
telah ada karena telah tersedia fasilitas yang memadai,seperti listrik, air bersih,
dan jalan. Daerah yang maju disebut dengan pusatpertumbuhan, sedangkan
daerah yang belum maju disebut dengan pinggiran. Proses pembentukan pusat
pertumbuhan mengikuti fase-fase pertumbuhan sebagai berikut.
Fase I, yaitu fase praindustri
Pada masa awal terdapat wilayah yang belum berkembang, yang ditandai
oleh banyak kota kecil yang tersebar merata dan setiap kota tidak
mendominasi kota yang lain. Kondisi ekonomi wilayah-wilayah tersebut
cenderung tidak berkembang dan setiap kota hanya melayani wilayah
sendiri.
Fase II, yaitu fase industri awal
Fase ini terjadi pada salah satu kota yang berkembang lebih cepat daripada
yang lainya, sehingga tumbuh menjadi primate city. Kota dapat
berkembang lebih cepat karena memiliki kelebihan baik di bidang sumber
daya alam maupun pada sumber daya manusia. Primate city merupakan
kota terbesar yang menjadi pusat wilayah atau disebut dengan core (C) =
Pusat, yang mendominasi kota-kota lainya. Pada fase ini terjadi
perpindahan tenaga terampil, sumber daya alam, dan modal dari daerah
pinggiran.
Fase III, yaitu fase transisi
Pada fase ini industri industri yang sedang berkembang, pada primate city
akan mendominasi akan mendominasi sebagian besar wilayah. Namun,
tidak sekuat fase kedua karena sekitar primate city mulai berkembang
pusat-pusat pertumbuhan. Bahan mentah, tenaga terampil, dan modal tidak
hanya mengalir di primate city, tetapi juga menuju ke pusat-pusat
pertumbuhan yang lain. Pada fase ini perkembangan wilayah belum stabil
karena masih terdapat kantong-kantong wilayah yang berkembang.
Fase IV, yaitu integrasi spasial
Pada fase ini setiap kota telah berkembang sesuai dengan hierarkinya,
sehingga sudah terbentuk pusat-pusat pertumbuhan yang saling
berinteraksi dengan pusat pertumbuhan yang lainya. Setiap wilayah telah
terintegrasi secara nasional dan tidak ditemukan lagi katalog-katalog
wilayah yang terbelakang. Jika semua wilayah telah berinteraksi dengan
wilayah lain secara fungsional, akan terbentuk hierarki kota dengan baik.