Anda di halaman 1dari 8

TUGAS GEOGRAFI

“ TEORI PUSAT PERTUMBUHAN ”

Disusun oleh :
Nama : Leny Anggraeni
Kelas : XII IPS 2
No.absen : 17

SMA NEGERI 4 SEMARANG


TEORI PUSAT PERTUMBUHAN
1. Pengertian Pusat Pertumbuhan

Pusat pertumbuhan atau kerap disebut sebagai “growth pole” dan “growth
center” dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhannya sangat
pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang memengaruhi atau
memberikan imbas terhadap kawasan-kawasan lain di sekitarnya.
Melalui pengembangan kawasan pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan terjadi
proses interaksi dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Sebagai contoh, kota Jakarta
sebagai ibukota negara Indonesia yang memiliki akselerasi perkembangan dan
pembangunan sangat cepat, secara langsung maupun tidak telah memengaruhi kota-kota
satelit yang ada di sekitarnya, yaitu Bogor, Bekasi, dan Tangerang.

2. Teori Pusat Pertumbuhan


Ada tiga teori untuk menentukan wilayah pusat pertumbuhan, tiga teori ini tampak saling
melengkapi.
a) Teori Tempat yang Sentral (Central Place Theory)
Teori tempat yang sentral (Central Place Theory) pertama kali
dikemukakan oleh seorang ahli geografi bangsa jerman pada tahun 1933, yang
bernama Walter Christaller dalam tulisanya yang berjudul : “ Die Zentralen Orte
In Suddeustschand” atau dalam Bahasa Inggris “ Central Place In South
Germany”. Dalam teori tersebut, Christaller menitik beratkan pada penentuan
banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota. Untuk menganalisis
penentuan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota menggunakan dua
konsep sebagai berikut.
 Jangkauan (range) adalah jarak yang perlu ditepuh orang untuk
mendapatkan barang-barang kebutuhan.
 Ambang (threshold) adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan
untuk kelancaran dan keseimbangan suplai barang.
Suatu lokasi pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan
penduduk harus berada pada pusat yang sentral. Maksud tempat yang sentral
adalah suatu tempat atau kawasan yang memungkinkan partisipasi manusia yang
jumlahnya maksimal, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan
maupun mereka yang menjadi konsumen dari barangbarang pelayanan yang
dihasilkan. Tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk
heksagonal atau segi enam. Daerah segi enam merupakan wilayah-wilayah yang
penduduknya yang mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.

Heksagonal “A” adalah tempat sentral yang bisa melayani dan menarik
wilayah sekitarnya : A1, A2, A3, A4, A5, dan A6

Pendapat ini diperkuat oleh Agust Locosh seorang ahli ekonomi jerman pada
tahun 1945, teori tempat yang sentral dapat digunakan untuk menganalisis pusat-
pusat pelayan dan kegiatan ekonomi yang sudah ada terhadap daerah sekitarnya.
Misalnya, perencanaan lokasi pusat perniagaan, pasar, rumah sakit, sekolah, dan
pelayanan sosial lainya. Tempat yang sentral dapat berupa kota besar, pusat
perbelanjaan, pasar, rumah sakit, sekolah-sekolah, kampus-kampus, ibukota
provinsi, kabupaten dan sebagainya. Masing-masing tempat yang sentral tersebut
memiliki pengaruh atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya
dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya, pusat kota provinsi akan menjadi
daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten, Kabupaten menarik
kecamatan dan seterusnya. Melihat hal tersebut maka kemampuan tempat yang
sentral menarik daerah sekitarnya dijenjang berdasarkan hierarki atau tingkatan
tempat yang sentral.

Kawasan dengan daya pengaruh yang berbeda-beda berdasarkan jenis pada


pelayanan, hierarki tempat yang sentral dapat dibedakan menjadi tempat sentral
yang berhierarki 3, 4, dan 7.
 Tempat yang sentral berhierarki 3 (K=3)
Tempat sentral berhierarki tiga adalah pusat pelayanan yang berupa pasar
yang senantiasa menyediakan barang-barang bagi kawasan-kawasan di
sekitarnya (kasus pasar yang optimum atau asas pemasaran).
K=3
1
= 6 ( )+1
3

(k = 3) diperoleh dari penjumlahan kawasan tempat yang sentral (1)


dengan satu pertiga (1/3) bagian kawasan yang ada di sekelilingnya yang
jumlahnya ada enam (6). Untuk membangun lokasi pasar ataupun fasilitas
umum lainnya, sekurang-kurangnya harus di kawasan yang diperkirakan
dapat berpengaruh terhadap penduduk dari keenam kawasan yang ada di
sekitarnya. Sebagai penunjangnya, maka dalam pembangunan lokasi
tersebut perlu memperhatikan : jalan beserta sarana angkutannya, tempat
parkir, dan barang yang diperjualbelikannya.
 Tempat yang sentral berhierarki 4 (K=4)
Tempat sentral berhierarki empat merupakan pusat sentral yang
memberikan kemungkinan rute lalu lintas yang paling efisien situasi lalu
lintas yang (k = 4) diperoleh dari penjumlahan kawasan tempat sentral (1)
dengan setengah (1/2) bagian kawasan yang ada di sekitarnya, yang
berjumlah enam (6).
K=4
1
= 6 ( )+1
2
Penempatan lokasi terminal kendaraan sekurang-kurangnya harus
memiliki kawasan pengaruh setengah dari enam kawasan tetangganya.
Dengan demikian, terminal harus berada pada tempat yang mudah
dijangkau oleh para pemakai jasa angkutan yang secara sentral memiliki
radius relatif sama ke segala arah.
 Tempat sentral berhierarki 7 (k = 7)
Tempat sentral berhierarki tujuh dinamakan juga situasi administratif yang
optimum atau asas administratif, yaitu tempat sentral yang memengaruhi
seluruh bagian wilayah tetangganya. Situasi administratif yang dimaksud
dapat berupa kota pusat pemerintahan.
K=4
= 6 (1)+1

k = 7) diperoleh dari penjumlahan kawasan tempat sentral (1) dengan satu


(1) bagian kawasan sekitarnya, yang berjumlah enam (6). Tempat yang
sentral dari pusat kegiatan administratif pemerintahan pada hierarki tujuh
(k = 7) merupakan kawasan yang luas jangkauannya. Kawasan tersebut
harus mampu menjangkau dan dijangkau kawasan yang berada di bawah
kekuasaannya. Lokasinya berada di wilayah yang beradius relatif sama
dari semua arah, berada pada rute kendaraan umum yang terjangkau
semua arah.

Ada dua syarat untuk menerapkan teori tempat sentral yang dikemukakan
oleh Christaller, yaitu keadaan topografi yang seargam sehingga tidak ada daerah
yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lainya dalam hubunganya
dengan jalur transportasi. Syarat yang kedua adalah tingkat ekonomi penduduk
yang relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, misalnya
yang menghasilkan padi, kayu, dan batu bara.
b) Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory)
Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) disebut juga sebagai
teori pusat pertumbuhan (Growth Centres Theory). Teori ini dikemukakan oleh
Perroux pada tahun 1955. Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota
atau wilayah di manapun adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi
secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengna kecepatan dan
intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat
pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan.
Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke
wilayah-wilayah lain di sekitarnya, atau ke pusat-pusat yang lebih rendah.
Wilayah yang dijadikan pusat pembangunan disebut kutub pertumbuhan.
Pemusatan wilayah-wilayah pertumbuhan dibedakan menjadi 3 komponen
berikut.
 Wilayah khusus, misalnya daerah terbelakang dan daerah aliran sungai
 Prinsip homogenitas, misalnya wilayah geografi fisisk atau sosial ,
wilayah budaya dan wilayah ekonomi
 Konsep hubungan ruang, yaitu wilayah fungsional yang disebut juga
wilayah terpusat
Industri baru akan memilih tempat yang berdekatan dengan daerah industri yang
telah ada karena telah tersedia fasilitas yang memadai,seperti listrik, air bersih,
dan jalan. Daerah yang maju disebut dengan pusatpertumbuhan, sedangkan
daerah yang belum maju disebut dengan pinggiran. Proses pembentukan pusat
pertumbuhan mengikuti fase-fase pertumbuhan sebagai berikut.
 Fase I, yaitu fase praindustri
Pada masa awal terdapat wilayah yang belum berkembang, yang ditandai
oleh banyak kota kecil yang tersebar merata dan setiap kota tidak
mendominasi kota yang lain. Kondisi ekonomi wilayah-wilayah tersebut
cenderung tidak berkembang dan setiap kota hanya melayani wilayah
sendiri.
 Fase II, yaitu fase industri awal
Fase ini terjadi pada salah satu kota yang berkembang lebih cepat daripada
yang lainya, sehingga tumbuh menjadi primate city. Kota dapat
berkembang lebih cepat karena memiliki kelebihan baik di bidang sumber
daya alam maupun pada sumber daya manusia. Primate city merupakan
kota terbesar yang menjadi pusat wilayah atau disebut dengan core (C) =
Pusat, yang mendominasi kota-kota lainya. Pada fase ini terjadi
perpindahan tenaga terampil, sumber daya alam, dan modal dari daerah
pinggiran.
 Fase III, yaitu fase transisi
Pada fase ini industri industri yang sedang berkembang, pada primate city
akan mendominasi akan mendominasi sebagian besar wilayah. Namun,
tidak sekuat fase kedua karena sekitar primate city mulai berkembang
pusat-pusat pertumbuhan. Bahan mentah, tenaga terampil, dan modal tidak
hanya mengalir di primate city, tetapi juga menuju ke pusat-pusat
pertumbuhan yang lain. Pada fase ini perkembangan wilayah belum stabil
karena masih terdapat kantong-kantong wilayah yang berkembang.
 Fase IV, yaitu integrasi spasial
Pada fase ini setiap kota telah berkembang sesuai dengan hierarkinya,
sehingga sudah terbentuk pusat-pusat pertumbuhan yang saling
berinteraksi dengan pusat pertumbuhan yang lainya. Setiap wilayah telah
terintegrasi secara nasional dan tidak ditemukan lagi katalog-katalog
wilayah yang terbelakang. Jika semua wilayah telah berinteraksi dengan
wilayah lain secara fungsional, akan terbentuk hierarki kota dengan baik.

c) Teori Polarisasi Ekonomi


Teori polarisasi ekonomi dikemukakan oleh Gunar Myrdal. Menurut
Myrdal, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik
bagi tenaga buruh dari pinggiran. Pusat pertumbuhan tersebut juga mempunyai
daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang
menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Demikian terus-menerus akan terjadi
pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau akan terjadi polarisasi
pertumbuhan ekonomi (polarization of economic growth).
Teori polarisasi ekonomi Myrdal ini menggunakan konsep pusat-pinggiran
(coreperiphery). Konsep pusat-pinggiran merugikan daerah pinggiran, sehingga
perlu diatasi dengan membatasi migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal
dari daerah pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah
pedesaan.
Adanya pusat pertumbuhan akan berpengaruh terhadap daerah di
sekitarnya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Pengaruh
positif terhadap perkembangan daerah sekitarnya disebut spread effect.
Contohnya adalah terbukanya kesempatan kerja, banyaknya investasi yang
masuk, upah buruk semakin tinggi, serta penduduk dapat memasarkan bahan
mentah. Sedangkan pengaruh negatifnya disebut backwash effect, contohnya
adalah adanya ketimpangan wilayah, meningkatnya kriminalitas, kerusakan
lingkungan, dan lain sebagainya.

d) Teori Pusat Pertumbuhan


Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli
ekonomi Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis
dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota
yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan. Industri populasi merupakan industri yang mempunyai pengaruh
yang besar (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kegiatan lainnya.

3. Penerapan Teori Pusat Pertumbuhan di Indonesia


a) Contoh Penerapan Teori Sentral yang ada di Indonesia :
Penerapan teori tempat sentral dalam penentuan lokasi pusat pelayanan mampu
mendorong pemerataan pembangunan. Akan tetapi, teori tersebut kurang sesuai
diterapkan di Indonesia karena wilayah lautan lebih luas daripada wilayah daratan
serta kondisi topografi di Indonesia sangat beragam, seperti dataran rendah,
perbukitan, dataran tinggi, dan pegunungan.
Dalam teori ini digambarkan bahwa tempat sentral merupakan suatu titik simpul
dari suatu bentuk heksagonal atau segienam. Daerah segienam ini merupakan
wilayah-wilayah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral
tersebut. Wilayah Indonesia yang berbentuk kepualauan kurang cocok
menggunakan teori ini sebab punya keterbatasan pada jarak, lokasi, dan
aksesibilitas antar wilayah.
b) Contoh Penerapan Teori Kutub yang ada di Indonesia :
 Malioboro dikenal sebagai pusat pertumbuhan sekaligus ikon dari
Yogyakarta, yang perekonomiannya berpusat pada pasar, souvenir,
kuliner, dan lain sebagainya.
 Kawasan Kuta yang ada di Bali menjadi satu di antara kutub pertumbuhan
penting bagi Pulau Dewata. Perkembangan pariwisata yang pesat,
membuat Kuta menjadi pusat perekonomian bagi masyarakat Bali.
c) Contoh Penerapan Teori Polarisasi Ekonomi di Indonesia :
Rencana pembangunan pusat pertumbuhan di Provinsi Jambi, seperti Kawasan
Industri Kemingking di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.
d) Contoh Penerapan Teori Pusat Pertumbuhan di Indonesia :
Penempatan pusat pertumbuhan yang dilaksanakan oleh negara Indonesia
merupakan peneraoan gabungan teori Christaller dan Perroux. Pembangunan
Indoensia berpusat di wilayah-wilayah tertentu, yang dinilai sebagai kawasan
sentral untuk menarik daerah-daerah di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai