Pusat pertumbuhan dapat terbentuk di suatu wilayah. Terbentuknya pusat pertumbuhan dapat
terjadi secara alami atau dengan perencanaan. Berikut teori mengenai pusat pertumbuhan.
A. Teori Polarisasi Ekonomi
Gunnar Myrdal dan Aschman dalam Nurhadi mengemukakan sebuah teori, bahwa setiap
daerah memiliki pusat pertumbuhan yang dijadikan sebagai daya tarik bagi tenaga buruh di
daerah pinggiran. Teori ini disebut dengan teori polarisasi ekonomi. Selain menjadi daya tarik
para tenaga terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang dapat menunjang
pertumbuhan suatu lokasi. Dari waktu ke waktu, wilayah tersebut akan terbentuk
pertumbuhan yang semakin pesat atau disebut juga dengan polarisasi pertumbuhan ekonomi.
Teori yang dikemukakan oleh Myrdal dan Aschman menggunakan konsep pusat-pinggiran
(core periphery). Namun, dalam konsep ini merugikan daerah pinggiran. Hal ini perlu diatasi
melalui cara seperti membatasi migrasi, mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran,
dan melakukan pembangunan di daerah pinggiran.
B. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori kutub pertumbuhan merupakan teori yang dikemukakan pertama kali oleh seorang ahli
ekonomi asal Prancis yang bernama Perroux. Di dalam teori ini beliau menegaskan bahwa
pembangunan suatu wilayah merupakan proses yang tidak terjadi secara bersamaan, tetapi
terjadi di beberapa tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda satu dengan
lainnya. Kutub pertumbuhan merupakan tempat atau kawasan yang terjadi pembangunan.
Proses pembangunan akan menyebar menuju wilayah-wilayah sekitarnya dari kutub
pertumbuhan. Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan
ekonomi yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di
antara sektor-sektor ekonomi.
Terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan dapat memengaruhi kehidupan terutama dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk. Selain itu, dengan adanya pusat-pusat
pertumbuhan dapat memengaruhi berbagai bidang, seperti bidang sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat.
C. Teori Pusat Pertumbuhan
Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli ekonomi
Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan
yang ada di permukaan bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri
populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Industri populasi
merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar (baik langsung maupun tidak
langsung) terhadap kegiatan lainnya.
Pengertian Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu wilayah atau kawasan yang
pertumbuhannya sangat pesat sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang
memengaruhi atau memberikan imbas terhadap kawasan-kawasan lain di sekitarnya. Melalui
pengembangan kawasan pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan terjadi proses interaksi
dengan wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Sebagai contoh, kota Jakarta sebagai ibukota
negara Indonesia yang memiliki akselerasi perkembangan dan pembangunan sangat cepat,
secara langsung maupun tidak telah memengaruhi kota-kota satelit yang ada di sekitarnya,
yaitu Bogor, Bekasi, dan Tangerang.
Teori Tempat yang Sentral (Central Place Theory) kali pertama dikemukakan oleh tokoh
geografi berkebangsaan Jerman, Walter Christaller (1933). Christaller mengadakan studi pola
persebaran permukiman, desa, dan kota-kota yang berbeda ukuran serta luasnya. Teori
Christaller ini kemudian diperkuat oleh seorang ahli ekonomi berkebangsaan Jerman, August
Losch (1945).
Christaller mengemukakan Teori Tempat yang Sentral ini didasari oleh keinginannya untuk
menjawab tiga pertanyaan yang berhubungan dengan kota atau wilayah, yaitu sebagai
berikut.
1) Apakah yang menentukan banyaknya kota?
2) Apakah yang menentukan besarnya kota?
3) Apakah yang menentukan persebaran kota?
Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, penduduk harus pergi ke tempat-tempat yang
dapat menyediakan barang dan jasa tersebut. Oleh karena itu, perlu menempuh jarak tertentu
dari tempat tinggalnya ke pusat pelayanan yang memenuhi kebutuhan tersebut. Jarak dikenal
dengan istilah range. Di lain pihak, pusatpusat pertokoan atau pelayanan jasa (produsen) yang
menyediakan kebutuhan masyarakat sudah barang tentu tidak memiliki keinginan untuk
merugi. Mereka harus benar-benar paham, berapa banyak jumlah minimal penduduk
(konsumen) yang dibutuhkan bagi kelancaran dan kesinambungan suplai barang atau jasa
sehingga tidak mengalami kerugian apalagi sampai mengalami kebangkrutan. Jumlah
minimal penduduk ini dikenal dengan istilah threshold.
Pusat pelayanan yang ber-threshold kecil, seperti toko makanan dan minuman tidak
memerlukan konsumen terlalu banyak untuk menjual beraneka barang dagangannya karena
penduduk senantiasa memer lukan barang-barang konsumsi tersebut setiap hari. Oleh karena
itu, lokasinya dapat ditempatkan sampai ke kotakota atau wilayah kecil. Sebaliknya pusat
pelayanan masyarakat yang ber-threshold tinggi seperti pertokoan yang menjual barang-
barang mewah, seperti kendaraan bermotor, barang-barang lux, dan perhiasan. Oleh karena
barang-barang tersebut relatif lebih sulit terjual maka agar barang-barang tersebut dapat laku
dalam jumlah yang cukup banyak perlu dilokasikan di tempat-tempat atau kawasan (wilayah)
yang cukup sentral. Lokasinya di kota besar yang jaraknya relatif terjangkau penduduk di
wilayah sekitarnya dan juga terpenuhi batas minimal jumlah penduduk untuk menjaga
kesinambungan suplai barang.
Dari pemikirannya itu muncullah istilah tempat-tempat yang sentral (central place). Menurut
teori Christaller ini, suatu pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan
penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang sentral, yaitu suatu tempat atau wilayah
(kawasan) yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah yang maksimum, baik
mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-
barang dan jasa tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa tempat yang sentral merupakan suatu
titik simpul dari suatu bentuk heksagonal (segi enam). Wilayah yang terletak di dalam segi
enam itu merupakan daerah-daerah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang
sentral tersebut.
Dalam kenyataan sehari-hari, suatu tempat yang sentral dapat berupa kota-kota besar, rumah
sakit, pusat perbelanjaan (pasar), ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten, kecamatan, dan
sarana pendidikan. Setiap tempat yang sentral tersebut memiliki kekuatan pengaruh untuk
menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Sebagai
contoh, ibu kota provinsi mampu menarik wilayah-wilayah kabupaten dan kota, sedangkan
ibu kota kabupaten mampu menarik wilayah-wilayah kecamatan yang ada di sekelilingnya.
Demikian pula ibu kota kecamatan mampu menarik wilayah-wilayah yang lebih kecil. Hal
yang sama juga berlaku bagi pusat pelayanan masyarakat lainnya.
Keberadaan setiap tempat yang sentral tersebut memiliki pengaruh yang berbeda sesuai
dengan besar-kecilnya suatu wilayah, sehingga terjadilah hierarki atau tingkatan tempat yang
sentral. Sebagai contoh, hierarki kota sebagai pusat pelayanan masyarakat meliputi ibu kota
negara, provinsi, kabupaten atau kota, kecamatan, dan desa (kelurahan).
Selain berdasarkan besar-kecilnya wilayah atau pusat pelayanan masyarakat, hierarki tempat
yang sentral juga dapat didasarkan atas jenis-jenis pusat pelayanan.
Hierarki tempat yang sentral dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) sering pula dinamakan sebagai Teori
Pusat-Pusat Pertumbuhan (Growth Centres Theory). Teori ini kali pertama dikembangkan
oleh Perroux sekitar tahun 1955. Ia melakukan pengamatan terhadap proses-proses
pembangunan. Menurut Perroux, pada kenyataannya proses pembangunan di mana pun
adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi muncul di
tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda satu sama lain. Tempat-
tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan ini disebut sebagai pusat atau kutub
pertumbuhan. Dari wilayah kutub pertumbuhan ini, proses pembangunan akan menyebar ke
wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Dengan kata lain, kutub pertumbuhan dapat memberikan
imbas (trickling down effect) bagi
wilayah atau daerah di sekitarnya.
Sosiologi Saya
Versi materi oleh Eni A dan Tri H
Teori polarisasi ekonomi dikemukakan oleh Gunar Myrdal. Menurut Myrdal, setiap daerah
mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran.
Pusat pertumbuhan tersebut juga mempunyai daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan
barang-barang dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Demikian terus-
menerus akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau akan terjadi polarisasi
pertumbuhan ekonomi (polarization of economic growth).
Konsep kutub pertumbuhan (growth pole concept) dikemukakan oleh Perroux, seorang ahli
ekonomi Prancis (1950). Menurut Perroux, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti
keruangan yang abstrak, sebagai tempat memancarnya kekuatankekuatan sentrifugal dan
tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pembangunan tidak terjadi secara serentak,
melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda.
Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang
dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara sektor-
sektor ekonomi.
Contoh: industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik
kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan
bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu
rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industry baja.
Teori pusat pertumbuhan dikemukakan oleh Boudeville. Menurut Boudeville (ahli ekonomi
Prancis), pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan
yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri
populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan. Industri populasi
merupakan industri yang mempunyai pengaruh yang besar (baik langsung maupun tidak
langsung) terhadap kegiatan lainnya.
Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari
Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang.
Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang
berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh pendapat
August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman.
Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan
aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki permukiman
yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan heksagonal. Lokasi
ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah
maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi
konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya.
Tempat-tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik
berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu
tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan sarang
lebah seperti yang kamu lihat pada gambar samping.
Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang
melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang
komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada
pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).
Konsep dasar dari teori tempat sentral sebagai berikut.
1) Population threshold,
yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk melancarkan dan kesinambungan dari
unit pelayanan.
2) Range (jangkauan),
yaitu jarak maksimum yang perlu ditempuh penduduk untuk mendapatkan barang atau jasa
yang dibutuhkannya dari tempat pusat. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) Range selalu lebih besar dibanding daerah tempat population threshold.
b) Inner limit (batas dalam) adalah batas wilayah yang didiami population threshold.
c) Outer limit (batas luar) adalah batas wilayah yang mendapatkan pelayanan terbaik,
sehingga di luar batas itu penduduk akan mencari atau pergi ke pusat lain.
Teori Walter Christaller dapat diterapkan secara baik di suatu wilayah dengan syarat-
syarat sebagai berikut.
1) Topografi dari wilayah tersebut relatif seragam, sehingga tidak ada bagian yang mendapat
pengaruh lereng atau pengaruh alam lainnya dalam hubungannya dengan jalur angkutan.
2) Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogeny dan tidak memungkinkan
adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu, atau batu bara.