Anda di halaman 1dari 18

1.

Teori Konsentris
Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology,
merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota
Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan
yang konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda.
Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai
dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau
menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang
atau melingkar.
Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur kota menurut teori konsentris.


Sumber: geoenviron.blogspot.com (2014

Zona 1: Daerah Pusat Kegitan atau Central Business District (CBD). Daerah pusat
kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat bangunanbangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik dan budaya.

Contohnya : Daerah pertokoan, perkantoran, gedung kesenian, bank dan lainnya.


Zona 2: Daerah Peralihan. Daerah ini kebanyakan di huni oleh golongan penduduk
kurang mampu dalam kehidupan sosial-ekonominya. Penduduk ini sebagian besar terdiri
dari pendatang-pendatang yang tidak stabil (musiman), terutama ditinjau dari tempat
tinggalnya. Di beberapa tempat pada daerah ini terdapat kegiatan industri ringan, sebagai
perluasan dari KPB.

Zona 3: Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja. Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja
pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah
peralihan, hal ini disebabkan karena kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini

adalah dari golongan pekerja kelas rendah.


Zona 4: Daerah Perumahan yang Lebih Baik Kondisinya. Daerah ini dihuni oleh
penduduk yang lebih stabil keadaannya dibanding dengan penduduk yang menghuni
daerah yang disebut sebelumnya, baik ditinjau dari pemukimannya maupun dari

perekonomiannya.
Zona 5: Daerah Penglaju. Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh
pola hidup daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan,
Kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan merupakan
pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, sebagian penduduk yang lain adalah
penduduk yang bekerja di bidang pertanian.

2. Teori Sektoral (Sector Theory)


Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul berdasarkan penelitiannya
pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan
sektorsektor daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan dalam teori
Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan (Central
Business District) yang terletak di pusat kota.
Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan lahan kota menjulur seperti irisan kue tar.
Mengapa struktur kota menurut teori sektoral dapat terbentuk? Para geograf menghubungkannya
dengan kondisi geografis kota dan rute transportasinya. Pada daerah datar memungkinkan
pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal yang murah, sehingga penggunaan lahan tertentu,
misalnya perindustrian meluas secara memanjang. Kota yang berlereng menyebabkan
pembangunan perumahan cenderung meluas sesuai bujuran lereng.

Gambar 2. Struktur kota menurut teori sektoral


Sumber: geoenviron.blogspot.com (2014)

Zona 1: Daerah Pusat Bisnis. Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori

konsentris, merupakan pusat kota dan pusat bisnis.


Zona 2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan. Terdiri dari kegiatan pabrik ringan,
terletak diujung kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini
dipengaruhi oleh peranan

jalur

transportasi

dan komunikasi

yang berfungsi

menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.


Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah. Dihuni oleh penduduk yang mempunyai
kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang
di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi.
Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah
jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-

industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.


Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah. Kemapanan Ekonomi penghuni yang
berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan
tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan

semakin baik.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi. Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan
yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai status seekers, yaitu orang-orang yang
sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal
ketinggian status sosialnya.

3. Teori Pusat Kegiatan Banyak (multi sector)


Dikemukakan oleh Harris dan Ulman, menurut pendapatnya kota-kota besar tumbuh sebagai
suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah
satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala
spesialisasi dan diferensiasi ruang (Yunus, 2000:45).

Gambar 3. Struktur kota menurut teori pusat kegiatan banyak.


Sumber: geoenviron.blogspot.com (2014)

Zona 1: Daerah pusat bisnis, Zona pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona 2: Daerah industri ringan dan perdagangan. Persebaran pada zona ini banyak

mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah. Zona ini mencerminkan daerah yang kurang

baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.


Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah. Zona ini tergolong lebih baik dari zona 3,
dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari

penduduk pada zoe 3.


Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi. Zona ini mempunyai kondisi paling baik untuk
permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari
pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun

daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona 6: Daerah industri berat. Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak
mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran , kebisingan,
kesmrawutan lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan

berbagai lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat

zona ini.
Zona 7: Daerah bisnis lainnya. Zona ini muncul seiring munculnya daera pemukiman
kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi

kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.


Zona 8: Daerah tempat tinggal di pinggiran. Penduduk di sini sebagian besar bekerja di

pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak husus digunakan untuk tempat tinggal.
Zona 9: Daerah industri di daerah pinggiran

Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan selanjutnya
dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan proses serupa.
4. Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan transportasi
dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Menurut teori ini mobilitas fungsi-fungsi dan
penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang
mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah
bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada.
Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di
antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.Teori poros
ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.

Gambar 4. Struktur kota menurut teori poros.


Sumber: geoenviron.blogspot.com (2014)

5. Urban Sprawl
Urban sprawl, dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang
secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Urban sprawl adalah suatu
proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain
terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Perdesaan yang
selama ini dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu kota dalam
pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian, budidaya, kawasan lindung dan
non-industri, justru mengalami kenaikan tingkat fungsi guna lahan, menjadi kawasan
permukiman padat penduduk, bahkan kawasan industri. Urban sprawl merupakan salah satu
bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara
vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.

Gambar 5. Ilustrasi terjadinya urban sprawl


Sumber: http://debbyrahmi.wordpress.com 2012

Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini. Mulai dari perilaku
masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota, asumsi harga lahan yang
lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti
pusat kota. Selain itu alasan yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea
pinggiran kota adalah karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana, jika dibandingkan

dengan kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki akses yang dekat untuk menuju ke pusat
kota.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan yang terjadi
secara serempak, seperti sebagai berikut:

Single-use zoning
Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan area industri
saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai konsekuensinya, bidang besar tanah
digunakan sebagai penggunaan lahan tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka,
infrastruktur atau hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang
tinggal, bekerja, berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan yang
lainnya, sehingga kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda tidak dapat

digunakan, tetapi lebih membutuhkan mobil.


Low Destiny zoning
Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita dibandingkan
perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan seharusnya menyatakan bahwa
perkembangan kota seharusnya berada dalam kepadatan penduduk yang rendah. Definisi
yang tepat mengenai kepadatan yang rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal,

yang sangat luas, kurang dari sama dengan 4 unit per are.
Car-dependet communities
Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan mobil yang
tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut dengan automobile dependency.
Kebanyakan aktivitas disana, seperti berbelanja dan nglaju (commuting to work),
membutuhkan mobil sebagai akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan
industri dan kawasan komersial. Berjalan kaki dan metode transit lainnya tidak cocok untuk
digunakan, karena banyak dari area ini yang hanya memiliki sedikit bahkan tidak sama sekali
area yang dikhususkan bagi pejalan kaki.
Ada beberapa dampak yang terjadi mengenai fenomena ini. Dampak positifnya adalah:
1) Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan penduduk diwilayah
tersebut.
2) Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak, baik perdesaan
maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak penduduk yang bermukim disana,
semakin banyak aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah.

3) Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai supply dari


pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya.
Namun ternyata, selain memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini juga memiliki
dampak yang negatif. Bahkan dengan jumlah yang lebih banyak, diantaranya adalah :
1) Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai habitat bagi
makhluk hidup, selain manusia.
2) Morfologi kota yang semakin tidak teratur.
3) Meningkatnya biaya pajak.
4) Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta meningkatnya konsumsi
energi oleh manusia.
5) Terjadinya kesenjangan sosial.
6. New Urbanism
Konsep new urbanism adalah konsep yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah urban
sprawl. New urbanism atau dikenal juga dengan neotraditional development (NTD) merupakan
pandangan perancangan kawasan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki (pedestrian
oriented), penggunaan tata guna lahan campuran (mixed land use), atau multi fungsi antar
hunian, fasilitas publik, dan fasilitas komersial.

Konsep-konsep yang mendukung new urbanism yaitu:


Vertical Housing
Gambar 6. Konsep new urbanism
Sumber: geoenviron.blogspot.com (2014)
Compact City
Transit Oriented Development (TOD)
Mixed Land Use
7. Hunian Vertikal (vertical housing)
Hunian vertikal (vertical housing) dirancang untuk ditempati oleh lebih dari satu keluarga
dan di susun secara vertikal. Vertical Housing adalah suatu konsep penghematan lahan yang

digunakan untuk membuat sebuah kompleks perumahan dengan cara membangun secara vertikal
di daerah dimana harga lahan sangat tinggi (pusat kota)
Rusun, apartemen, atau kondominium. Pengertian secara etimologi maupun fungsinya adalah
sama, sebagai hunian manusia yang tertuang dalam konsep vertikal. Perbedaannya hanya karena
strata sosial yang seolah sengaja diciptakan oleh para pengembang, menanamkan doktrin dan
pengertian di mata masyarakat bahwa rusun hanya untuk kalangan strata menengah ke bawah
sementara apartemen dan kondominium diperuntukan bagi kalangan menengah ke atas. Rusun
biasanya diberdayakan oleh pemerintah sebagai langkah pemenuhan kebutuhan hunian yang
terbatas oleh ketersediaan lahan akan pembangunan rumah secara landed. Sementara apartemen
dan kondominium diadakan pembangunannya oleh pihak swasta/pengembang, yang meskipun
bertolak dari alasan yang sama, pada prakteknya lebih banyak digunakan sebagai sarana
pemenuhan standard prestise maupun kebutuhan akan investasi bagi kalangan tertentu.
Berikut adalah pengelompokan hunian vertikal berdasarkan jenis dan besar bangunan:
Garden Apartemen
Bangunan apartemen dua sampai empat lantai. Apartemen memiliki halaman dan taman
disekitar bangunan. Apartemen ini sangat cocok untuk keluarga inti yang memiliki anak
kecil karena anak-anak dapat mudah mencapai taman. Biasanya untuk golongan

menengah keatas.
Walked-Up Apartemen adalah
Bangunan apartemen yang terdiri atas tiga sampai dengan enam lantai. Apartemen ini
kadang-kadang memiliki lift, tetapi bias juga tidak. Jenis apartemen ini disukai oleh
keluarga yang lebih besar (keluarga ini ditambah orang tua). Gedung apartemen hanya

terdiri atas dua atau tiga unit apartemen.


Low Rise Apartemen
Apartemen dengan Ketinggian bangunan kurang dari tujuh lantai dan menggunakan

tangga sebagai alat transportasi vertical. Biasanya untuk golongan menengah kebawah.
Medium Rise Apartemen
Bangunan apartemen yang terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh lantai. Jenis

apartemen ini lebih sering dibangun dikota satelit.


High Rise Apartemen
Bangunan apartemen yang terdiri atas lebih dari sepuluh lantai. Dilengkapi area parker
bawah tanah, system keamanan dan servis penuh. Struktur apartemen lebih kompleks
sehingga desain unit apartemen cenderung standar. Jenis ini banyak dibangun dipusat
kota.

Berikut adalah pengelompokan hunian vertikal berdasarkan jumlah lantai per unit hunian:
Simplex
: Dalam satu unit terdapat satu lantai.
Duplex
: Dalam satu unit hunian terdapat dua lantai
Mezzanine
: Dengan split level yang berbeda

Gambar 7. Pengelompokan apartemen berdasarkan

jumlah lantai unit hunian


Sumber: apartment guidelines (2005)

Klasifikasi apartemen berdasarkan luasan dari kamarnya:


1) Tipe Studio (18m2 - 45m2)
Tipe ini mengutamakan efisiensi penggunaan ruang-ruang. Hanya tersedia ruangan
tanpa sekat.
2) Tipe satu ruang tidur (36m2 54m2)
Apartment ini berkapasitas 2-3 orang, misalnya pasangan yang baru menikah dengan
anak atau tanpa anak.
3) Tipe dua ruang tidur (45m2 90m2)
Apartment ini berkapasitas 3-4 orang, misalnya keluarga dengan satu atau dua anak.
Pada tipe ini biasanya ruang keluarga dan ruang makan dipisah.
4) Tipe tiga ruang tidur (54m2 108m2)
Apartment ini berkapasitas 4-5 orang, misalnya keluarga besar dengan tiga anak atau
lebih.
5) Tipe empat ruang tidur (100m2 135m2)
Apartment ini berkapasitas 5 8 orang, misalnya keluarga besar dengan tiga sampai
enam anak, atau pemakaian tiga generasi (kakek-nenek, ayah-ibu, dan anak-anak).
Secara garis besar apartemen dapat di artikan sebagai tempat yang dapat memuat banyak
kelompok hunian yang di susun secara vertikal dan memiliki fasilitas penunjang dan service.
8. Manejemen Pertumbuhan Kota (Growth Management) dan Pertumbuhan Terkendali
(Smart Growth)
Saat ini perkembangan perumahan permukiman untuk kota-kota Indonesia umumnya
dikembangkan ke wilayah suburban secara konvensional, dengan sistem kluster/kawasan, secara
massal horisonatal ataupun hunian vertikal dengan perbedaan tipe/luas unit rumah dan luas
kapling. Perencanaan perumahan untuk setiap kluster/kawasan yang dikelola oleh berbagai
developer, umumnya dengan hasil blueprint, masing-masing denga pola perencanaan dan luas
lahan yang berbeda, yang direncanakan sesuai dengan luas lahan yang dikuasai. Perencanaan
perumahan dengan pola seperti ini cenderung mennghasilkan pertumbuhan kota yang tidak
terstruktur (urban sprawl).
Sistem manajemen pertumbuhan (GM) kota dan sistem pertumbuhan cerdas (SG) dapat
diterapkan untuk memenuhi jumlah perumahan permukiman dan setiap kawasan pertumbuhan.
Kedua sistem perencanaan kota tersebut juga harus dapat dirancang peraturannya agar dapat
mencegah dan mengendalikan perkembangan kota yang tidak teratur (urban sprawl).

Sistem pertumbuhan pintar dan sistem manajemen kota pada dasarnya adalah konsep
perencanaan yang sangat ramah lingkungan dan berklanjutan, membatasi/limitasi pembangunan,
mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi. Kedua konsep tersebut tidak mempunyai
standar perencanaan yang pasti, tetapi berlawanan dengan konsep perencanaan konvensional
yang tidak terstruktur.
Tabel 1. Prinsip dasar dari beberapa konsep perencanaan kota (dasar pemikiran dari sumber
Knaap, 2004, dan Levy, 2000)
Elemen

Manajemen Pertumbuhan

Perencanaan

(growth management/GM)
Pola perkembangan kota dan luas

Fisik

lahan serta sarana prasaran kota


diproyeksikan, manajemen parker,
jalur pejalan, pesepeda, intermodal.

Lingkungan

Ekonomi

Sosial

Pertumbuhan Terkendali
(smart growth/SG)
Perkembangan kota direncanakan,
kerapatan bangunan tinggi, fungsi
lahan campuran, ramah bagi pejalan
kaki, berbagai moda transportasi

Ditetapkan jumlah terbangun dan

tersedia.
Mengutamakan ruang terbuka hijau,

terbuka direncanakanm menghindari

mereduksi emisi kendaraan, konservasi

bencana banjir dan genangan.


Hemat biaya pembangunan

energi.
Hemat biaya pembangunan

infrastruktur, hemat biaya transportasi. infrastruktur, hemat biaya transportasi.


Menciptakan masyarakat mandiri,
Kekerabatan tinggi, kesehatan
kekerabatan tinggi, meningkatakan
masyrakat meningkat.
kesehatan dan kebugaran secara psikis.

Sumber: Wunas, Kota Humanis, 2011

9) Kota Kompak (Compact City)


Kota kompak adalah konsep perencanaan kota yang sangat mendukung keberlanjutan
lingkungan hidup (sustainability), karena efisiensi penggunaan lahan, dengan guna ruang terbuka
hijau lebih besar, jaringan jalan yang lebih lengkap, layak, dan humanis (complete street), lebih
banyak peruntukan lalu lintas bagi pesepeda dan pejalan kaki.
Kota kompak (compact city) adalah kota yang bertujuan mengintensifkan bentuk perkotaan
pada lahan yang berkepadatan tinggi dan mixed use. Karakteristik utama compact city adalah
sebagai berikut:
Daerah pusat perkotaan.
Bangunan yang padat.
Tempat pengembangan konsep mixed-use
Lengkapnya fasilitas publik
Konsep perencaan ruang secara kompak harus didukung dengan hunian vertikal, dengan sistem
bangunan ramah lingkungan (green building), massa kompak, didukung dengan konsep fungsi
lahan campuran (mixed land use), konsep jalan lengkap dan hidup (complete street), ramah
terhadap pejalan kaki, pesepeda, angkutan umum, akses untuk penyandang cacat, lanjut usia,
anak, dan perempuan.
Tabel 2. Kekuatan dan kelemahan perencanaan ruang dengan konsep kompak dan ramah
transportasi.
Komponen

Penataan ruang dengan konsep

Konsep ramah transportasi

Perencanaan
Penggunaan

ramping
Efisiensi penggunaan lahan,

Jaringan jalan lebih pendek,

ruang/lahan

hunian vertikal, massa bangunan

kapasitas ruang lalu lintas lebih

kompak, fungsi lahan campuran

besar, konsep jaringan jalan

(mixed land use), tutupan fungsi

lengkap (compelte street), tersesia

lahan campuran luas dan tinggi.

ruang untuk pejalan kaki dan

Kepadatan bangunan dan

pesepeda.
Kepadatan lalu lintas pada poros

penduduk tinggi, intensitas lahan

jalan menurun, ketergantungan

tertutup tinggi

kendaraan bermotor pribadi

Prioritas ruang untuk jalur

menurun
Jaringan jalan yang lengkap

pedestrian dan jalur hijau,

(complete street), tersedia ruang

Kepadatan

Transportasi

peruntukan lahan untuk jaringan

lalu lintas untuk pesepeda,

transportasi lengkap adalah sangat

pejalan kaki, angkutan umum,

besar, tutupan lahan material keras

jalan untuk penyandang cacat,

luas, lebih sehat dengan berjalan

dan semua umur, jaringan jalan

kaki.

yang nyaman, aman dan


mendukung keselamatan

Sarana kegiatan

Terkelompok (konsep fungsi lahan

pengguna jalan.
Mudah dijangkau dengan berjalan

sosial dan ekonomi

campuran/mixed land use), saling

kaki, atau bersepeda.

mendukung.
Ruang terbuka hijau lebih besar

Kendaraan pribadi menurun,

(4t2), ruang resapan air lebih

penggunaan angkutan massal

hidup/sustainability

besar, kualitas udara lebih baik.

meningkat, kepadatan lalu lintas

Biaya Masyarakat

Bangunan tinggi resiko gempa.


Lebih nyaman dan aman bagi

rendah, kualitas udara lebih baik.


Efisiensi pengeluaran biaya

penbduduk yang tidak memiliki

transportasi dan biaya BBM

mobil
Interaksi masyarakat kuat oada

Interaksi masyarakat kuat pada

fungsi lahan campuran dan pada

jaringan jalan konsep leng

ruang terbuka, kejahatan

(complete street).

Keberlanjutan
lingkungan

Sosial Masyarakat

berkurang karena fungsi kompak


Sumber: Wunas, Kota Humanis, 2011

10) Transit Oriented Development (TOD)


Transit oriented development (TOD) adalah konsep pengembangan berbasis transit. Konsep
tersebut terintegrasi dengan beberapa elemen ruang perkotaan dan wilayah, mencakup
transportasi publik dan prasarana jalan, serta fungsi lahan campuran.
TOD merupakan salah satu pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi fungsi lahan
campuran dan maksimalisasi penggunaan angkutan massal seperti busway/BRT, kereta api kota
(MRT), kereta api ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan pejalan kaki dan pesepeda.

Gambar 8. Transit Oriented Development


Sumber: transit-oriented.com 2014

Komponen TOD terdiri atas:


1. Jaringan sirkulasi (jalan-jalan, pejalan kaki, dan trotoar).
2. Bus rapid transit dan tempat pemberhentiannya.
3. Fasilitas pejalan kaki dan pesepeda.
4. Fasilitas-fasilitas umum seperti taman, plaza, fitness centre, sekolah, perpustakaan,
tempat penitipan anak, kantor pos, dan sebagainya.

Gambar 9. TOD dengan fasilitas publik dan jalur pejalan kaki dan pesepeda.
Sumber: http://cincinnatitransforum.org, 2014

Keuntungan dari sistem TOD:

Mengurangi kepadatan kendaraan.


Meningkatkan keselamatan berkendara.
Mengurangi polusi akibat asap buangan kendaraan.

Dapat mengurangi biaya sarana/prasarana dalam transportasi.


Mengurangi tingkat pemakaian energi kendaraan (BBM).
Gaya hidup yang lebih sehat dengan berjalan kaki.
Mengurangi peluang terbentuknya sprawl

11) Fungsi Lahan Campuran (mixed land use)


Fungsi lahan campuran (mixed land use) adalah suatu bangunan yang mengakomodasi
beberapa fungsi sekaligus, umumnya fasilitas komersial meliputi mall, perkantoran, perbankan,
perhotelan, kondominium, apartemen, rekreasi, auditorium, cineplex,studio radio/TV, ruang
observasi, restoran dan parkir. Semua fungsi tersebut disusun scara vertikal dalam wujud suatu
bangunan tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, menciptakan citra dan identitas
spesifik integrasi maksimal semua elemen sistem dalam bangunan.
Tujuan utama dalam dari fungsi lahan campuran (mixed land use) ini adalah membangun
bangunan tinggi sebagai sinergi antar multi fungsi, dimana semua fasilitas yang drancang sebagai
sumber pendapatan harus saling mendukung dan melengkapi dengan menghindari kompetisi
antar fasilitas sehingga secara kolaboratif dapat memberikan kontribusi pendapatan yang baik.

Gambar 10. Bangunan Fungsi Campuran


Sumber: geoenviron.blogspot.com (2014)

Manfaat konsep fungsi lahan campuran (mixed land use) yaitu:

Mengurangi jarak antara perumahan, tempat kerja, bisnis ritel, dan tujuan lainnya.
Pembangunan yang lebih kompak.
Karakter lingkungan yang ramah.
Ramah bagi pejalan kaki dan pesepeda.

DAFTAR PUSTAKA
Wunas, S. 2011. Kota Humanis. Brilian Internasional, Surabaya.
Yunus, H.S. 2012. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Hertanto, H. 2014. Teori Struktur Kota. http://geoenviron.blogspot.com/2014/01/teori-strukturtata-ruang-dan.html, 11 September 2014
Heryanto. 2011. Teori-teori perkembanan kota. http://pengembanganperkotaan.wordpress.com/
2011/11/09/teori-teori-perkembangan-kota/, 11 September 2014
Prayudho, 2009. Teori Lokasi, http://prayudho.wordpress.com/2009/11/05/teori-lokasi/, 11
September 2014.
Fuad, Ramadhan, 2014. New Urbanism. http://www.slideshare.net/fuadplanner/permukimandan-real-estate-2, 11 September 2014
Lestriatim Endah. 2013. Konsep Hunian Vertikal, http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/1
7/konsep-hunian-vertikal-antara-lifestyle-dan-keterbatasan-luas-lahan-610301.html, 11
September 2014
Rahmi, Debby. 2012. Urban Sprawl dan Lingkungan. http://debbyrahmi.wordpress.com
/2012/12/11/urban-sprawl-dan-lingkungan/, 11 September 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota, 11 September 2014

Anda mungkin juga menyukai