Teori Konsentris
Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology,
merupakan hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota
Chicago ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan
yang konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda.
Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai
dari pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau
menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang
atau melingkar.
Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.
Zona 1: Daerah Pusat Kegitan atau Central Business District (CBD). Daerah pusat
kegiatan ini sering disebut sebagai pusat kota. Dalam daerah ini terdapat bangunanbangunan utama untuk melakukan kegiatan baik sosial, ekonomi, poitik dan budaya.
Zona 3: Daerah Pabrik dan Perumahan Pekerja. Daerah ini di huni oleh pekerja-pekerja
pabrik yang ada di daerah ini. Kondisi perumahannya sedikit lebih buruk daripada daerah
peralihan, hal ini disebabkan karena kebanyakan pekerja-pekerja yang tinggal di sini
perekonomiannya.
Zona 5: Daerah Penglaju. Daerah ini mempunyai tipe kehidupan yang dipengaruhi oleh
pola hidup daerah pedesaan disekitarnya. Sebagian menunjukkan ciri-ciri kehidupan
perkotaan dan sebagian yang lain menunjukkan ciri-ciri kehidupan pedesaan,
Kebanyakan penduduknya mempunyai lapangan pekerjaan nonagraris dan merupakan
pekerja-pekerja penglaju yang bekerja di dalam kota, sebagian penduduk yang lain adalah
penduduk yang bekerja di bidang pertanian.
Zona 1: Daerah Pusat Bisnis. Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori
jalur
transportasi
dan komunikasi
yang berfungsi
semakin baik.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi. Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan
yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai status seekers, yaitu orang-orang yang
sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal
ketinggian status sosialnya.
Zona 1: Daerah pusat bisnis, Zona pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona 2: Daerah industri ringan dan perdagangan. Persebaran pada zona ini banyak
mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah. Zona ini mencerminkan daerah yang kurang
daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona 6: Daerah industri berat. Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak
mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran , kebisingan,
kesmrawutan lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan
zona ini.
Zona 7: Daerah bisnis lainnya. Zona ini muncul seiring munculnya daera pemukiman
kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi
pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak husus digunakan untuk tempat tinggal.
Zona 9: Daerah industri di daerah pinggiran
Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan selanjutnya
dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan proses serupa.
4. Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan transportasi
dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Menurut teori ini mobilitas fungsi-fungsi dan
penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang
mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah
bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada.
Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di
antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.Teori poros
ditunjukkan pada gambar sebagai berikut.
5. Urban Sprawl
Urban sprawl, dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang
secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Urban sprawl adalah suatu
proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain
terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Perdesaan yang
selama ini dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu kota dalam
pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian, budidaya, kawasan lindung dan
non-industri, justru mengalami kenaikan tingkat fungsi guna lahan, menjadi kawasan
permukiman padat penduduk, bahkan kawasan industri. Urban sprawl merupakan salah satu
bentuk perkembangan kota yang dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara
vertikal maupun horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.
Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini. Mulai dari perilaku
masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran kota, asumsi harga lahan yang
lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti
pusat kota. Selain itu alasan yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea
pinggiran kota adalah karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana, jika dibandingkan
dengan kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki akses yang dekat untuk menuju ke pusat
kota.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna lahan yang terjadi
secara serempak, seperti sebagai berikut:
Single-use zoning
Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan area industri
saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai konsekuensinya, bidang besar tanah
digunakan sebagai penggunaan lahan tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka,
infrastruktur atau hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang
tinggal, bekerja, berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan yang
lainnya, sehingga kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda tidak dapat
yang sangat luas, kurang dari sama dengan 4 unit per are.
Car-dependet communities
Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan mobil yang
tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut dengan automobile dependency.
Kebanyakan aktivitas disana, seperti berbelanja dan nglaju (commuting to work),
membutuhkan mobil sebagai akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan
industri dan kawasan komersial. Berjalan kaki dan metode transit lainnya tidak cocok untuk
digunakan, karena banyak dari area ini yang hanya memiliki sedikit bahkan tidak sama sekali
area yang dikhususkan bagi pejalan kaki.
Ada beberapa dampak yang terjadi mengenai fenomena ini. Dampak positifnya adalah:
1) Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan penduduk diwilayah
tersebut.
2) Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak, baik perdesaan
maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak penduduk yang bermukim disana,
semakin banyak aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah.
digunakan untuk membuat sebuah kompleks perumahan dengan cara membangun secara vertikal
di daerah dimana harga lahan sangat tinggi (pusat kota)
Rusun, apartemen, atau kondominium. Pengertian secara etimologi maupun fungsinya adalah
sama, sebagai hunian manusia yang tertuang dalam konsep vertikal. Perbedaannya hanya karena
strata sosial yang seolah sengaja diciptakan oleh para pengembang, menanamkan doktrin dan
pengertian di mata masyarakat bahwa rusun hanya untuk kalangan strata menengah ke bawah
sementara apartemen dan kondominium diperuntukan bagi kalangan menengah ke atas. Rusun
biasanya diberdayakan oleh pemerintah sebagai langkah pemenuhan kebutuhan hunian yang
terbatas oleh ketersediaan lahan akan pembangunan rumah secara landed. Sementara apartemen
dan kondominium diadakan pembangunannya oleh pihak swasta/pengembang, yang meskipun
bertolak dari alasan yang sama, pada prakteknya lebih banyak digunakan sebagai sarana
pemenuhan standard prestise maupun kebutuhan akan investasi bagi kalangan tertentu.
Berikut adalah pengelompokan hunian vertikal berdasarkan jenis dan besar bangunan:
Garden Apartemen
Bangunan apartemen dua sampai empat lantai. Apartemen memiliki halaman dan taman
disekitar bangunan. Apartemen ini sangat cocok untuk keluarga inti yang memiliki anak
kecil karena anak-anak dapat mudah mencapai taman. Biasanya untuk golongan
menengah keatas.
Walked-Up Apartemen adalah
Bangunan apartemen yang terdiri atas tiga sampai dengan enam lantai. Apartemen ini
kadang-kadang memiliki lift, tetapi bias juga tidak. Jenis apartemen ini disukai oleh
keluarga yang lebih besar (keluarga ini ditambah orang tua). Gedung apartemen hanya
tangga sebagai alat transportasi vertical. Biasanya untuk golongan menengah kebawah.
Medium Rise Apartemen
Bangunan apartemen yang terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh lantai. Jenis
Berikut adalah pengelompokan hunian vertikal berdasarkan jumlah lantai per unit hunian:
Simplex
: Dalam satu unit terdapat satu lantai.
Duplex
: Dalam satu unit hunian terdapat dua lantai
Mezzanine
: Dengan split level yang berbeda
Sistem pertumbuhan pintar dan sistem manajemen kota pada dasarnya adalah konsep
perencanaan yang sangat ramah lingkungan dan berklanjutan, membatasi/limitasi pembangunan,
mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi. Kedua konsep tersebut tidak mempunyai
standar perencanaan yang pasti, tetapi berlawanan dengan konsep perencanaan konvensional
yang tidak terstruktur.
Tabel 1. Prinsip dasar dari beberapa konsep perencanaan kota (dasar pemikiran dari sumber
Knaap, 2004, dan Levy, 2000)
Elemen
Manajemen Pertumbuhan
Perencanaan
(growth management/GM)
Pola perkembangan kota dan luas
Fisik
Lingkungan
Ekonomi
Sosial
Pertumbuhan Terkendali
(smart growth/SG)
Perkembangan kota direncanakan,
kerapatan bangunan tinggi, fungsi
lahan campuran, ramah bagi pejalan
kaki, berbagai moda transportasi
tersedia.
Mengutamakan ruang terbuka hijau,
energi.
Hemat biaya pembangunan
Perencanaan
Penggunaan
ramping
Efisiensi penggunaan lahan,
ruang/lahan
pesepeda.
Kepadatan lalu lintas pada poros
tertutup tinggi
menurun
Jaringan jalan yang lengkap
Kepadatan
Transportasi
kaki.
Sarana kegiatan
pengguna jalan.
Mudah dijangkau dengan berjalan
mendukung.
Ruang terbuka hijau lebih besar
hidup/sustainability
Biaya Masyarakat
mobil
Interaksi masyarakat kuat oada
(complete street).
Keberlanjutan
lingkungan
Sosial Masyarakat
Gambar 9. TOD dengan fasilitas publik dan jalur pejalan kaki dan pesepeda.
Sumber: http://cincinnatitransforum.org, 2014
Mengurangi jarak antara perumahan, tempat kerja, bisnis ritel, dan tujuan lainnya.
Pembangunan yang lebih kompak.
Karakter lingkungan yang ramah.
Ramah bagi pejalan kaki dan pesepeda.
DAFTAR PUSTAKA
Wunas, S. 2011. Kota Humanis. Brilian Internasional, Surabaya.
Yunus, H.S. 2012. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Hertanto, H. 2014. Teori Struktur Kota. http://geoenviron.blogspot.com/2014/01/teori-strukturtata-ruang-dan.html, 11 September 2014
Heryanto. 2011. Teori-teori perkembanan kota. http://pengembanganperkotaan.wordpress.com/
2011/11/09/teori-teori-perkembangan-kota/, 11 September 2014
Prayudho, 2009. Teori Lokasi, http://prayudho.wordpress.com/2009/11/05/teori-lokasi/, 11
September 2014.
Fuad, Ramadhan, 2014. New Urbanism. http://www.slideshare.net/fuadplanner/permukimandan-real-estate-2, 11 September 2014
Lestriatim Endah. 2013. Konsep Hunian Vertikal, http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/1
7/konsep-hunian-vertikal-antara-lifestyle-dan-keterbatasan-luas-lahan-610301.html, 11
September 2014
Rahmi, Debby. 2012. Urban Sprawl dan Lingkungan. http://debbyrahmi.wordpress.com
/2012/12/11/urban-sprawl-dan-lingkungan/, 11 September 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota, 11 September 2014