Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ANALISIS LOKASI DAN POLA RUANG

ANALISIS LOKASI CENTRAL PLACE, ANALISIS LOKASI VON THUNEN,


ANALISIS LOKASI WEBER

NAMA: ISFA ASTUTIK


NIM: 105851100220

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


DAFTAR ISI

BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................1
C. TUJUAN................................................................................................................................1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. ANALISIS LOKASI CENTRAL PLACE.........................................................................................2
B. ANALISIS LOKASI VON THUNEN.............................................................................................3
C. ANALISIS LOKASI WEBER......................................................................................................5
BAB III 9
PENUTUP 9
A. KESIMPULAN.........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA 10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perencanaan wilayah maupun kota tidak lepas dari penentuan lokasi dari masing-
masing komponen wilayah ataupun kota itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan teori
lokasi untuk menentukan tata letak setiap komponen seperti lokasi pasar, industri,
perdagangan dan jasa, fasilitas umum, permukiman, dan lain sebagainya yang
mencangkup komponen lokasi. Teori lokasi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang tata ruang kegiatanekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis
dari sumber-sumberyang potensial, serta hubungannya dengan atau
pengaruhya terhadapkeberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik
ekonomi maupun sosial Pokok pembahasan dalam teori lokasi adalah bagaimana
pengaruh jarakterhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Dan objek utama kajian dari seorang plannel adalah spatial (ruang) uang adalah
wadah atau tempat yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,termasuk
ruang di bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusiaatau makhluk lain
hidup, yang dapat melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidup
mahkluk hidup.

B. Rumusan Masalah
1. Analisis Lokasi Central Place
2. Analisis Von Thunen
3. Analisis Lokasi Weber

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Analisis Lokasi Central Place
2. Untuk Mengetahui Analisis Von Thunen
3. Untuk mengetahui Analisis Lokasi Weber
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANALISIS LOKASI CENTRAL PLACE

Central Place theory dikemukakan oleh Walter Christaller pada 1933. Teori
ini menyatakan bahwa suatu lokasi dapat melayani berbagai kebutuhan yang
terletak pada suatu tempat yang disebutnya sebagai tempat sentral. Tempat
sentral ini memiliki tingkatan-tingkatan tertentu sesuai kemampuannya melayani
kebutuhan wilayah tersebut. Bentuk pelayananny digambarkan dalam segi
enam/heksagonal. Teori ini dapat berlaku apabila memiliki karakteristik sebagai
berikut

1. wilayahnya datar dan tidak berbukit


2. tingkat ekonomi dan daya beli penduduk relatif sama
3. penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk bergerak ke berbagai arah

Secara hierarki Central Place Theory dibagi menjadi 3 tingkatan pelayanan,


sebagai berikut

1. Herarkri K 3

Merupakan pusat pelayanan pasar optimum dimana tempat sentral tersebut


selalu menyediakan kebutuhan barang-barang pasar untuk daerah disekitarnya.

2. Hierarki K 4

Merupakan pusat lalu lintas/transportasi maksimum dimana tempat sentral


tersebut menyediakan sarana dan prasarana lalu-lintas yang optimal.

3. Hierarki K 7

Merupakan pusat pemerintahan optimum dimana tempat sentral tersebut


merupakan sebuah pusat pemerintahan.
a. Pengertian Central Place Theory

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Walter Cristaller seorang ahli
geografi berkebangsaan Jerman pada tahun 1933. Menurut teori ini terdapat tiga
pertanyaan yang harus dijawab tentang kota atau wilayah. Pertama, apakah
yang menentukan banyaknya kota; kedua, apakah yang menentukan besarnya
kota; dan ketiga, apakah yang menentukan persebaran kota. Menurut Christaller
terdapat konsep yang disebut jangkauan (range) dan ambang(treshold).

Range adalah jarak yang perlu ditempuh manusia untuk mendapatkan


barang kebutuhannya pada suatu waktu tertentu saja. Adapun treshold adalah
jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan
suplai barang. Dalam teori ini diasumsikan pada suatu wilayah datar yang luas
dihuni oleh sejumlah penduduk dengan kondisi yang merata. Dalam memenuhi
kebutuhannya, penduduk memerlukan berbagai jenis barang dan jasa, seperti
makanan, minuman, perlengkapan rumah tangga, pelayanan pendidikan, dan
pelayanan kesehatan. Untuk memperoleh kebutuhan tersebut penduduk harus
menempuh jarak tertentu dari rumahnya. Jarak tempuh tersebut disebut range.
Ilustrasi Range dan Threshold

b. Teori Christaller (Central Place Theory)

Pengertian teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order)
kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-
sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap
keberadaan berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun
sosial (Tarigan, 2006:77).

Alfred Weber adalah seorang ahli yang mengemukakan teori lokasi dengan
pendekatan ekonomi. Namun ia merupakan penerus Wilhem Lounhart (1882-
1885) yang menunjukkan bagaimana mengoptimalkan lokasi dengan
menyerderhanakan hanya dua sumber material dan satu pasar yang disajikan
dalam bentuk locational triangle.

Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,


jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-
pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk
heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah
yang mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak
ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam
lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi
yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang
menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.

Christaller mengasumsikan bahwa ada kaitan langsung antara hirarki level


pusat kota dan jangkauan pasar, artinya : “Semakin tinggi level kota yang
dijadikan posisi memproduksi barang, maka semakin luas jangkauan pasarnya”.
Kontribusi utama karya Christaller adalah menunjukkan suatu hirarki system
perkotaan dapat muncul secara otomatis dengan keragaman ukuran area spasial
market yang berbeda-beda.

c. Asumsi Teori Christaller

Cristaller mengasumsikan teori tersebut yang berdasar pada sebuah asumsi


dimana model tersebut tidak dapat diterapkan pada situasi yang realistis. Asumsi
yang digunakan Teori ini adalah:
1. Permukaan bumi datar, tak terbatas, dan memiliki sumber daya homogeny
dimana terserbar secara meratan atau dengan kata lain tidak terdapat
perbedaan kondisi geografis.
2. Tidak terdapat batasan administrasi dan politis yang dapat menyimpan
perkembangan pemukiman.
3. Tidak terdapat eksternal ekonomiyang mengganggu pasar.
4. Populasi tersebar secara merata di seluruh area dan tidak terdapat pusat
pemukiman.
5. Banyak pedagang kecil menawarkan produk yang sama dan tidak ada
keragaman produk.
6. Semua pembeli memiliki daya beli yang sama.
7. Biaya transportasi kesemua arah dan ragamnya sebanding dengan
jarak.
8. Pembeli membayar, biaya transportasi produk dan layanan.
9. Tidak ada akomodasi untuk inovasi atau kewirausahaan.

d. Keterbatasan Teori Christaller

Ada beberapa asumsi teori Christaller yang kurang relevan dengan kondisi
saat ini, yaitu diantaranya:

 Asumsi yang menyatakan bahwa wilayahnya adalah suatu daratan yang


rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis sama dan penduduknya juga tersebar
secara merata tidak bisa digunakan bagi setiap wilayah karena pada
kenyataannya atau kondisi eksistingnya setiap wilayah memiliki topografi
yang berbeda-beda yang tentunya akan berpengaruh pada biaya
transportasi, persebaran penduduk, dan juga ciri-ciri ekonomis.
 Kurang diperhatikannya faktor lain seperti teknologi. Jangkauan suatu
barang dan jasa tidak ditentukan lagi oleh biaya dan waktu. Lalu dengan
kemajuan teknologi yang semakin canggih, konsumen tidak selalu tidak
memilih tempat pusat yang paling dekat. Hal ini bisa disebabkan oleh daya
tarik atau fasilitas sarana dan prasarana tempat pusat yang lebih jauh
tersebut lebih besar dibandingan dengan tempat pusat yang terdekat.

e. Teori Losch
Teori Losch merupakan teori yang dikemukakan oleh Losch, seorang ahli
ekonomi berkebangsaan Jerman. Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori
tempat sentral. Disini kita juga mengenal dua istilah ambang dan jangkauan. Ia
menjelaskan bentuk atau pola seperti di bawah ini.

Gambar: Perbedaan pokok masing-masing prinsip optimal (Sumber: Danang


Endarto)

Gambar di atas mencerminkan progresi wilayah pasaran (wilayah disekitar


tempat pusat) untuk berbagai barang dan jasa dengan ambang yang semakin
meningkat. Disini telihat lebih kompleks dimana wilayah pasaran-pasaran yang
berbentuk heksagonal saling bertumpukan. Kita bisa membayangkan bila
wilayah itu membesar, maka yang akan lebih cepat berkembang adalah wilayah
yang penduduknya padat dengan wilayah yang luas. Selain itu, Teori Losch juga
mengenalkan jalur transportasi yang dinamakan sebagai bentang lahan
ekonomi. Jalur transportasi juga memiliki peran dalam memajukan atau
mengembangkan suatu wilayah.

B. ANALISIS LOKASI VON THUNEN

Johan Heinrich von Thunen ialah seorang petani sukses dengan teori lokasi
briliannya dalam wilayah isolasi di Mecklenburg Jerman. Teori ini
melandasi masalah klasik dalam analisa lokasi yaitu lokasi produsen di area
yang melayani konsumen harus berada di tengah.

Meski ada syarat berlakunya namun teori ini menandai awal signifikan dalam
analisis lokasi dan matematika ekonomi. Analisa ini juga tidak hanya diterapkan
untuk lokasi pertanian saja namun dapat diadopsi untuk lokasi manufaktur.

Jika ekonomi modern dimulai dengan Adam Smith, teori lokasi dimulai oleh
von Thunen (1826). Dia adalah peletak dasar model analisa dasar hubungan
antara pasar, produksi dan jarak dengan objek kajiannya adalah lahan
pertanian. Biaya transportasi komoditas pertanian yang berbeda ke pusat kota
ditentukan oleh penggunaan lahan di sekitar kota.

Kegiatan paling produktif akan semakin mendekati pasar dan aktifitas yang
tidak cukup produktif akan semakin menjauhi pasar. Model ini memiliki beberapa
asumsi dasar yang mencerminkan kondisi pertanian di sekitar Jerman pada awal
abad ke 19.

 Isolasi. Ada satu pasar yang terisolasi dan tidak memiliki interaksi dengan
daerah luar.
 Karakter lahan. Tanah di sekitar pasar bertipe datar dan kesuburannya
relatif seragam.
 Angkutan. Pada masa itu tidak ada sarana transportasi untuk
mengangkut komoditas ke pasar kecuali dengan kuda dan gerobak.
Biaya transporatasi tergantung dari jenis komoditas yang diangkut ke
pasar serta jarak tempuhnya.
Semua penggunaan lahan akan memaksimalkan produktifitas (sewa) dalam
kasus ini tergantung pada lokasi lahan ke pasar. Peran petani adalah untuk
memaksimalkan keuntunganya yaitu dengan rumus harga pasar dikurangi biaya
angkut dan produksi. Kegiatan yang paling produktif (berkebun atua memerah
susu) atau yang memiliki biaya angkut tinggi (kayu bakar) akan ditempatkan
dekat pasar. Dalam gambar dapat dilihat model penggunaan lahan von Thunen
yaitu:

 kiri, menunjukkan daerah pertanian yang terisolasi dengan tipe homogen


dan diilustrasikan dengan bentuk lingkaran sempurna.
 kanan, menunjukan potensi dampak dari modifikasi biaya
transportasi (sungai) dan pasar di tengah.

Hubungan antara tata guna lahan pertanian dengan jarak pasar sangat sulit
dijelaskan dalam ekonomi kontemporer saat ini. Namun hubungan yang kuat
antara sistem transportasi dan pola penggunaan lahan dapat ditemukan di
Amerika Utara.

C. ANALISIS LOKASI WEBER


Alfred Weber (1907 – 1933), memiliki teori yang menyebutkan bahwa lokasi
industri sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang paling minimal.
Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi
biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total
biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus
minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang
minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam
menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber
menggunakan konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk
memperoleh lokasi optimum yang menunjukkan apakah lokasi optimum
tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar.
Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri,
yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional
yang bersifat umum serta faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan
khusus. Weber berbasis kepada beberapa asumsi utama, antara lain:
1. Lokasi bahan baku ada di tempat tertentu begitu pula dengan situasi dan
ukuran tempat konsumsi, sehingga terdapat suatu persaingan
sempurna. Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak.
2. Dalam menyusun konsepnya, Weber melakukan penyederhanaan dengan
membayangkan adanya bentang lahan yang homogen dan datar, serta
mengesampingkan upah buruh dan jangkauan pasaran.

Dengan menggunakan ketiga asumsi di atas, maka biaya transportasi akan


tergantung dari dua hal, yaitu bobot barang dan jarak pengangkutan. Apabila
yang menjadi dasar penentu bukan bobot melainkan volume, maka yang
menentukan biaya pengangkutan adalah volume barang dan jarak
pengangkutan. Pada prinsipnya, yang harus diketahui adalah unit yang
merupakan hubungan fungsional dengan biaya serta jarak yang harus ditempuh
dalam pengangkutan itu (memiliki tarif sama). Di sini dapat diasumsikan bahwa
harga satuan angkutan sama, sehingga perbedaan biaya angkutan hanya
disebabkan oleh perbedaan berat benda yang diangkut dan jarak yang
ditempuh.

Apabila IM>1, perusahaan akan berlokasi dekat ke bahan baku dan apabila
IM<1 perusahaan akan berlokasi dekat dengan pasar. Weber mengelompokkan
industri menjadi dua, yaitu industri yang weight losing (industri yang hasil
produksinya memiliki berat yang lebih ringan daripada bahan bakunya, misalnya
industri kertas. Industri ini memiliki indeks material
<> 1). Dengan indeks material > 1, maka biaya transportasi bahan baku menuju
pabrik akan lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya transportasi produk jadi
menuju pasaran (market). Oleh karena itu, lokasi pabrik seharusnya diletakkan di
dekat sumber bahan baku (resources oriented). Sebaliknya, bagi industri yang
berjenis weight gaining, maka lokasi industri lebih baik diletakkan di dekat pasar.
Penggunaan kedua prinsip untuk menentukan lokasi industri di atas akan mengalami
kesulitan apabila berat benda yang masuk ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.
Pada intinya, lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral, karena
biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut berkaitan dengan dua
hal, yaitu transportasi bahan mentah yang didatangkan dari luar serta transportasi
hasil produksi yang menuju ke pasaran.
Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri. Gejala
aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi
ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang
mengusahakan berbagai produk. Gejala ini menarik industri dari lokasi biaya
angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern
yang disebut Aglomeration Economies. Tentu saja perpindahan ini akan
mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi
optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang
dibawa oleh Aglomeration
Economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan
kepindahan tersebut.
Perkembangan suatu kawasan (region) berasal dari satu titik, yaitu pusat
kota yang dalam tahap selanjutya bersifat menyebar. Setiap perkembangan yang
terjadi pada suatu kawasan, terutama dalam kaitannya dengan sektor industri, akan
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mendorong perkembangan sektor-
sektor lainnya. Maka, dapat dikatakan pula bahwa perkembangan suatu kawasan
mempunyai dampak terhadap perkembangan kota yang berada di sekitarnya.
Salah satu faktor yang juga mempengaruhi perkembangan kawasan industri
tersebut adalah terdapatnya sarana transportasi yang memadai. Peranan sarana
transportasi ini sangat penting bagi suatu kawasan untuk menyediakan aksesibilitas
bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari akan barang dan jasa,
serta untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Semakin kecil biaya
transportasi antara lokasi bahan baku menuju pabrik dan dari pabrik menuju pasaran
(market), maka jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan baku
maupun hasil produksi juga akan semakin rendah.
Dengan memperhitungkan berat bahan baku = w (S1) ton yang akan
ditawarkan di pasar M, w (S1) dan w (S2) ton material yang berasal dari masing-
masing S1 dan S2 yang diperlukan, masalahnya berada dalam mencari lokasi pabrik
yang optimal P terletak di masing-masing jarak d (M), d (S1) dan d (S2). Beberapa
metodologi dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah seperti menggambarkan
sebuah analogi ke dalam sistem bobot dan pulleys (Varignon's solusi) atau
menggunakan trigonometri. Cara lain yang biasanya dipilih oleh para ahli geografi
adalah dengan SIG.
Teori Lokasi Weber ini bisa menjelaskan dengan sangat baik mengenai
indutri berat mulai revolusi industri sampai dengan pertengahan abad dua puluh.
Bahwa kegiatan yang lebih banyak menggunakan bahan baku cenderung untuk
mencari lokasi dekat dengan lokasi bahan baku, seperti pabrik alumunium
lokasinya harus dekat lokasi tambang dan dekat dengan sumber energi (listrik).
Kegiatan yang menggunakan bahan baku yang mudah ditemukan dimana saja
seperti air, cenderung dekat dengan lokasi pasar. Untuk menilai masalah ini,
Weber mengembangkan material index yang diperoleh dari berat input
dibagi berat dari produk akhir (output). Jika material indexnya lebih dari 1 maka
lokasi cenderung kearah dekat dengan bahan baku, jika kurang dari 1 maka
penentuan lokasi industri cenderung mendekati pasar. Industri primer adalah
Industri yang menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga
bentuk dari bahan baku/mentah masih tampak. Contohnya
industri pengasinan ikan, penggilingan padi,
anyaman. Jadi industri primer ini aktivitasnya lebih banyak menggunakan bahan
baku, sehingga menurut teori webber lokasi industrinya yang tepat
adalah dekat dengan bahan baku.
Location Triangle (Segita Lokasi) Weber

Weber menggunakan istilah Triangle Location (Segita Lokasi) untuk menentukan


lokasi terbaik untuk industri atau pabrik yang dianalisis. Berikut ini bentuk Segitiga
Lokasinya:
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori Central Place diperkenalkan oleh George Walter Christaller pada tahun 1933
Pengertian teori central place ini adalah menjelaskan tentang distribusi spasial kota
dalam ruang. Christaller berpendapat bahwa sebuah pusat permukiman atau pasar
adalah menyediakan barang dan jasa untuk populasi lingkungan sekitarnya. Teori ini
menggunakan 2 prinsip dasar yaitu range dan threshold.
Von Thunen Mengidentifikasi perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan atas dasar
perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). perbedaan biaya tempat produksi
ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada disuatu daerah.
Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan
dengan pola tata guna lahan diwilayah sekitar pusat pasar atau kota. transportasi
tiap komoditas pertanian dari Asumsi Model Von Thunen.
Seperti halnya pada aspek-aspek lain dari geografi manusia, kajian lokasi industri telah
bergeser dari tata kerjanya yang deskriptif ke yang ilmiah (deduktif). Berbagai teori
dan modelnya telah dirumuskan dengan maksud menjelaskan lokasi-lokasi yang
terdapat dalam lapangan (kenyataannya).
Teori ini tujuannya untuk menemukan atau menjelaskan lokasi optimal (lokasi terbaik
secara ekonomis). Dan kebanyakan ekonom sependapat bahwa lokasi optimal
adalah memberikan keuntungan maksimal, artinya keuntungan tertinggi yang diroleh
dengan cara mengeluarkan biaya paling rendah. Dan kenyataannnya yang ada di
lapangan sulit ditemukan lokasi yang dapat mengakomodasikan keinginan untuk
memperoleh keuntungan yang maksimal, karena lokasi industri dibagi ke dalam least
cost location dan maksimum revenue location.
DARTAR PUSTAKA
CENTRAL PLACE THEORY (STUDI KASUS : KOTA JAKARTA) – Pola Lokasi dan
Struktur
Ruang (wordpress.com)
Teori Lokasi Pertanian Von Thunen - Guru Geografi

Blog Of Ria: Analisis Teori Lokasi Weber, Losch, dan Maksimum Laba
Smith Pada Lokasi Sentral Oleh-oleh Khas Lampung Toko Manisan Lampung Yen
Yen (riapujianti.blogspot.com)
Teori Lokasi Industri menurut Alfred Weber - Ilmu Manajemen Industri

Anda mungkin juga menyukai