Anda di halaman 1dari 14

LOKASI DAN POLA RUANG

Dosen pengampu: Ir. Lutfi, S.T., M.Si

Dibuat Oleh:

RIFQI CYRIL AZH-ZHAHIRI


F 231 21 061

PROGRAM STUDI S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
BAB 1. TEORI LOKASI DAN KEDUDUKANNYA DALAM
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

a. Pengantar Teori Lokasi

Lokasi dapat diartikan sebagai berikut:

− Lokasi sebagai tempat, posisi, site, tapak, ruang.

− Lokasi absolut: posisi yg dikaitkan dengan sistem grid


konvensional, contoh: Washington D.C. posisinya 38°50’ LU dan
77°00’ BB.

− Lokasi relatif: posisi yg dikaitan dengan lokasi lainnya, contoh:


malang terletak 90 km di sebelah Selatan Surabaya.

− Lokasi dapat dinyatakan dalam bentuk node (simpul), network


(jejaring), area.

Adapun Konteks dari Lokasi Relatif meliputi:

− social space: jumlah kontak sosial yg terjadi dalam waktu tertentu (jumlah
kontak per minggu).

− cost space: biaya yg dikeluarkan untuk interaksi antar simpul (rupiah).

− time space: waktu yg dibutuhkan untuk interaksi antar simpul (jam,


menit).

− absolute space: jarak fisik antar dua simpul (kilometer).

b. Persoalan Lokasional dan Spasial

Distribusi spasial meliputi karakteristik ruang/ lokasi, frekuensi kegiatan


(harian, mingguan, bulanan), pola lokasional (terpusat, tersebar), keterkaitan
antar kegiatan. Sedangkan dalam Struktur spasial dan proses spasial dalam
menentukan distribusi spasial yaitu struktur spasial bersifat static
phenomena, proses spasial bersifat dynamic phenomena, struktur spasial
dan proses spasial merupakan circularly causal (hubungan sebab akibat).
Adapun Sifat-Sifat Distribusi yaitu:

a. Discrete distribution terdiri dari kumpulan kejadian yang berbeda

− rumah, pabrik, pompa bensin ketika dinyatakan secara


terpisah dalam suatu area

b. Continuous distribution bila ada kejadian yang terkait

− temperatur udara dan air bersifat kontinyu dalam suatu area


tergantung pada sirkulasi udara.

c. Contingent distribution bila besaran distribusi dinyatakan dalam


bentuk area atau waktu

− produksi dinyatakan dalam ton, rupiah per hektar, atau jarak


tempuh per jam.

Selain sifat-sifat distribusi terdapat pula Pola Distribusi yang digunakan:

a. Pola Statis: pola distribusi yg menggambarkan waktu tertentu


dengan mengukur lokasi, susunan, dan besaran yg dapat
diuraikan untuk kurun waktu tertentu

− distribusi pusat perbelanjaan atau rumah sakit di area


metropolitan

b. Pola Dinamis: pola distribusi menggambarkan perubahan yang


terjadi pada periode waktu yg berbeda

− persebaran permukiman dapat dilihat untuk waktu yg


berbeda dan diperbandingkan

c. Pola Jejaring: pola didefinisikan oleh garis batas atau


penghubung (link) antar simpul dalam suatu sistem transportasi

− sirkuler, heksagonal, linier digunakan untuk menggambarkan


jaringan transportasi
d. Pola Normatif: pola yang “ seharusnya” dengan pemberian
asumsi tertentu

− mengindikasikan suatu pola yg diuraikan dari prinsip teoritis


yg dapat diperbandingkan dengan pola dunia nyata.

C. Implikasi Lokasi

Implikais lokasi membahas tentang:

a. Biaya transportasi: aktivitas memilih lokasi yg dapat meminimalkan


ongkos angkut

b. Jangkauan pelayanan: aktivitas memilih lokasi yg dapat memaksimalkan


pelayanan

c. Agglomerasi: keuntuntungan/ keunggulan lokasional yg diperoleh


beberapa aktivitas bila mengelompok pada suatu area tertentu

d. Struktur Kota: tatanan berbagai aktivitas kota yg dicirikan dari pola


penggunaan lahannya

Adapun Distribusi Spasialnya Berdasarkan Aktivitas yaitu:

− Aktivitas Primer, adalah aktivitas yang mengandalkan hasil hutan,


tambang, perikanan, pertanian yang nonkomersial.

− Aktivitas Sekunder, adalah aktivitas yang melibatkan produksi


massal seperti mekanisasi pertanian, buruh pabrik.

− Aktivitas Tertier, adalah aktivitas pemenuhan dan distribusi


kegiatan jasa.

− Aktivitas Kuarter, adalah aktivitas yang menggunakan pemrosesan


informasi untuk pekerjaan (Information & Communication
Technology).
D. Teori Lokasi

Teori Lokasi membahas pertanyaan penting tentang Siapa (Perusahaan,


Individu, Pemerintah) yang memproduksi barang atau jasa tertentu pada
Lokasi yang mana, dan mengapa memilih lokasi tersebut. Banyak kebijakan
pemerintah yang melibatkan upaya untuk mengalihkan/ mengarahkan
kegiatan produksi, yang pertama harus diteliti adalah dasar keputusan-
keputusan lokasi awal untuk memahami dampak insentif yang dapat
mengubah pola lokasi.

E. Locational Analysis

Analisis lokasi awalnya merupakan pertanyaan sentral ekonomi


regional. Berdasarkan karya Von Thiinen, Weber, Losch, Christaller dan lain-
lain sebelumnya, locational analisis telah berhasil mengembangkan
serangkaian kontribusi teoretis yang mengesankan dan analisis empiris untuk
memberikan jawaban yang memadai atas pertanyaan di mana (dan mengapa)
kegiatan ekonomi tertentu berlangsung dalam sistem spasial tertentu.
(P.NIJKAM P dan E.S.M ILLS (1986).

Faktor-Faktor Penentu Lokasi terdiri dari:

− Faktor Teknologi: terkait dengan penyediaan infrastruktur (jalan raya,


pelabuhan, bandara, irigasi, etc.)

− Faktor Ekonomi dan Geografi: kenyamanan lingkungan, kemampuan


membayar (willingness to pay), akses terhadap pasar, etc.

− Faktor Politis: terkait kewenangan Pemerintah dan Pemerintah


Daerah, Zoning, Kemudahan Fiskal, etc.

− Faktor Sosial: terkait perilaku masyarakat, sosial-budaya, privasi, etc


TEORI LOKASI KLASIK YANG M ENJADI DASAR PERKEM BANGAN
PENDEKATAN ANALISIS LOKASI MUTAKHIR

A. Teori Von Thunen

Teori Von Thunen merupakan teori dasar atau teori klasik dalam teori
lokasi. Teori ini mengawali perkembangan teori lokasi berikutnya. Analogi
yang digunakan masih sangat sederhana yaitu terkait analisis lokasi wilayah
perdesaan dengan sistem lokasi yang sederhana.

Adapun Perkembangan-perkembangan dari Teori Lokasi yaitu:

• Analisis Lokasi

Analisis lokasional merupakan pertanyaan initi dari ilmu ekonomi


wilayah. Analisis-analisis lokasional pada dasarnya berupaya mencari
jawaban-jawaban tentang “ dimana” dan “ mengapa” aktivitas
ekonomi memilih lokasi (Rustiadi, 2009). 10

• Teori-teori lokasi klasik

Pada awalnya (hingga 1950-an), teori lokasi hanya didominasi oleh


pendekatanpendekatan geografis-lokasional atau disebut sebagai
karya-karya teori lokasi klasik (Von Thunen, Weber, Palander,
Hotteling, Predhol, Losch, dan lainnya)

• Teori-teori lokasi neoklasik

Setelah tahun 1950-an, teori lokasi berkembang dengan analogi-


analogi ilmu ekonomi umum, dan diperkaya oleh analisis-analisis
kuantitatif standar ilmu ekonomi, khususnya ekonometrika, dynamic
model dan model-model optimasi seiring berkembangnya cabang ilmu
regional science.

• Perkembangan mutakhir teori lokasi

Sejak akhir 1980-an mulai tumbuh pendekatan-pendekatan


metodologis kuantitatif yang mempertimbangkan aspek spasial,
terkait dengan perkembangan metode-metode statistika spasial,
ekonometrika spasial dan SIG.

B. Teori Weber : Industrial Location Theory

Pada tahun 1909 ekonom lokasi Jerman Alfred Weber merumuskan


teori industri lokasi dalam bukunya yang berjudul Über den Standort der
Industrien (Teori Lokasi Industri, 1929). Teori Weber, yang disebut segitiga
lokasi, mencari lokasi yang optimal produksi barang berdasarkan lokasi tetap
pasar dan dua bahan baku sumber, yang secara geografis membentuk segitiga.
Dia berusaha untuk menentukan biaya produksi yang paling rendah lokasi
dalam segitiga dengan mencari total biaya pengangkutan bahan mentah dari
keduanya situs ke situs produksi dan produk dari situs produksi ke pasar.
Berat dari bahan baku dan komoditas akhir merupakan penentu penting dari
biaya transportasi dan lokasi produksi. Komoditas yang kehilangan massa
selama produksi bisa jadi diangkut lebih murah dari lokasi produksi ke pasar
daripada dari bahan mentah lokasi ke lokasi produksi. Oleh karena itu, lokasi
produksi akan berlokasi di dekat bahan baku sumber. Jika tidak ada
kehilangan massa yang besar selama produksi, total biaya transportasi akan
terjadi menjadi lebih rendah bila terletak di dekat pasar.

C. Teori Lösch dan Christaller : Central Place Theory Teori

Christaller (1933) model Christaller menjelaskan model area


perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari
setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.

Teori Central Place diperkenalkan pertama kali pada tahin 1933 oleh
seorang Geographer Walter Christaller yang menjelaskan distribusi spasial
kota dalam suatu ruang. Pada suatu pusat kotadi Selatan Jerman, Crhristaller
berpendapat bahwa tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar adalah
menyediakan barang dan jasa untuk populasi di lingkungan sekitarnya. Teori
Central place menggunakan konsep dasar threshold dan range. Lokasi atas
suatu tempat ditentukan oleh threshold-nya, atau kebutuhan area pasar
minimum atas suatu barang maupun jasa untuk dapat ditawarkan secara
ekonomis, contohnya membawa sebuah perusahaan dapat mengadakan
barang dan jasa dan menjaganya menjadi sebuah bisnis. Christaller
menyarankan bahwa setiap lokasi mengembangkan pasarnya sampai
rangenya atau ukuran maksimum/ jarak maksimum dimana konsumen
mampu melakukan perjalanan untuk menjangkau suatu komoditi atau jasa.
Dalam kondisi ideal pusat pasar dengan ukuran dan fungsi yang sama akan
memiliki jarak yang sama satu sama lain.

Teori Christaller mengasumsikan kondisi ideal dimana sebuah dataran


homogen yang sama dengan kepadatan populasi dan daya beli yang sama.
Dalam hal ini, teori central place mirip dengan teor lokasi Weber dan Von
Thunen, dimana lokasi diasumsikan euclidean, dataran isotropic dengan
kemampuan daya beli konsumen yang sama besar ke segala arah. Christaller
menyarankan bahwa barang dan jasa dapat dikategorikan menjadi rangkaian
tingkatan dari kekhususan rendah atau orde dasar (seperti produk pangan)
sampai orde tinggi atau memiliki kekhususan tinggi (seperti sebuah tingkatan
layanan kesehatan atau tingkatan alat-alat rumah tangga maupun kendaraan).
Misal: dilakukan kategorisasi atau pengelompokan produk.

− Kelompok 1: diperlukan sehari-hari: produk pangan.

− Kelompok 2: diperlukan setiap 3 bulan sekali: sandang, peralatan


rumah tangga, dll.

− Kelompok 3: diperlukan setahun sekali: furniture.

− Kelompok 4: barang mewah, kendaraan.

Semakin tinggi kelompok barang, range dan threshold nya semakin


luas. Dalam konsep ruang, makin luas wilayah pemasaran suatu barang,
ordenya semakin tinggi. Pada contoh diatas, barang kelompok 4 22 termasuk
pada orde I, barang kelompok 3 sebagai orde II, dst. M asing-masing item
atau jasa memiliki optimal market areanya masing-masing dan dapat
digambarkan sebagai sebuah radius lingkaran. Untuk memastikan bahwa
seluruh bagian dataran terlayani, maka seluruh lingkaran market area harus
tumpang tindih. Hasil polanya dapat digambarkan menggunakan bentuk
geometrik lingkaran, segi enam, dan segitiga.

Teori Lösch (1940) Ahli ekonomi dari Jerman, August Losch,


memodifikasi dan melengkapi teori central place Christaller. Dalam bukunya,
The Spatial Organization of the Economy (1940), Losch memulainya dengan
skala aktivitas ekonomi terkecil yaitu pertanian, dimana secara reguler lahan
pertanian terdistribusi di seluruh dataran dengan pola kisi-kisi segitiga.

Losch mengusulkan sebuah model konsumen berdasarkan stuktur


administratif dan industri yang berseberangan dengan pusat layanan
Christaller. Didasarkan pada asumsi yang tidak realistik, teori pusat layanan
merupakan sebuah titik awal yang membantu untuk membangun sebuah
pemikiran mengenai perbedaan perkembangan komunitas dan meskipun
demikian juga berguna dalam pertimbangan untuk lokasi perdagangan dan
layanan serta ketentuan untuk lokasi barang dan jasa khusus. Konsep dari
sebuah penataan suatu hirarki juga mempertimbangkan dampak jaringan
sosial terhadapa aktivitas ekonomi dan pergerakan orang yang termodifikasi
berdasarkan tingkatan hirarki atas layanan yang tersedia. Teori pusat layanan
memberikan sebuah pondasi untuk sebuah bangunan besar penelitian empiris
atas kerangka pembangunan kota dan hal ini berguna untuk pembangunan
ekonomi kota dan wilayah yang memiliki isu mengenai lokasi dan
kelangsungan hidup aktivitas ekonomi.

D. Teori Hotelling: Spatial Competition and Competitive Differentiation

Muncul sebagai kelemahan teori lokasi yang mengasumsikan bahwa


karakter demand dalam suatu ruang (space) adalah seragam. Pengembangan
dari konsep “least-cost location” dengan mempertimbangkan “ketergantungan
lokasi” Produsen dalam memilih lokasi industri berprilaku untuk menguasai
market area seluas-luasnya yang dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan
keputusan berlokasi produsen lainnya Kontributor pemikiran: Fetter (1942),
Hotteling (1929).

Locational Interdependence, Pada kondisi inelastic demand yaitu

− Industri A pertama kali memasuki market, kemudian industri B


berkompetisi dengan A.

− Jika keduanya berlokasi di tengah, maka market area terbagi sama dari
kedua industri.

− Jika B berpindah ke kanan, harga di kanan lebih rendah dibandingkan


dengan harga di tengah.

− Jika, demand-nya inelastic (membeli produk pada harga berapa pun)


maka B tidak mendapat keuntungan dari perubahan lokasi ini.

Locational Interdependence, Pada kondisi elastic demand

− Dua industri A dan B berkolusi memonopoli pasar dan berlokasi pada


posisi kuartil.

− Keduanya membagi market area sama luasnya Perbandingan dengan


lokasi di tengah, biaya angkut di lokasi kuartil lebih besar
dibadingkan dengan lokasi yang di tengah.

− Keuntungan berlokasi di kuartil melebihi berbagai kemungkinan


alternatif lainnya.

− Pemikiran Hotteling dikritik oleh Devletoglou (1965) bahwa market


area yang dipisahkan oleh garis indiferen adalah tidak realistis.

E. Teori Alonso Faktor-faktor Dasar Lokasi

William Alonso memperluas model Von Thünen dalam bukunya


Location and Land Use (1964) dan meletakkannya dalam konteks
perkotaan. Kota pasar sentral dalam model Von Thünen diinterpretasikan
oleh Alonso sebagai kota dengan Central Business District (CBD) di pusat
kota. Rumah tangga harus bolak-balik ke sana untuk bekerja di CBD. Sekali
lagi biaya transportasi dianggap sebagai faktor penjelas utama dalam
keputusan lokasi rumah tangga dan perusahaan. Ini disebut pendekatan
fungsi tawaran-sewa sekarang membentuk dasar dari semua teori
kontemporer tentang penggunaan lahan dan nilai lahan.

Bid rent theory adalah teori ekonomi geografis yang mengacu pada
bagaimana harga dan permintaan real estat berubah seiring dengan
bertambahnya jarak dari Central Business District (CBD). Itu menyatakan
bahwa pengguna lahan yang berbeda akan bersaing satu sama lain untuk
mendapatkan lahan yang dekat dengan pusat kota. Ini didasarkan atas
gagasan bahwa perusahaan ritel ingin memaksimalkan keuntungan mereka,
jadi mereka jauh lebih banyak bersedia membayar lebih banyak uang untuk
tanah yang dekat dengan CBD dan lebih sedikit untuk tanah yang jauh dari
daerah ini. Teori ini didasarkan pada alasan bahwa semakin mudah diakses
suatu daerah (yaitu, semakin besar konsentrasi pelanggan), semakin
menguntungkan.

PENDEKATAN DALAM ANALISIS LOKASI

A. Dasar-dasar dan Analisis lokasi kegiatan industri

a) Faktor Lokasi Untuk Kegiatan Industri

• Faktor Lokasi Dari Sisi Makro

− Transportasi meliputi, Jarak terhadap pemasok, konsumen,


Ketersediaan komunikasi (pos, bank, telkom, etc), Posisi
terhadap jaringan jalan (arteri, kolektor, tol), Posisi terhadap
jaringan kereta api & terminal container, Posisi terhadap
kanal, angkutan sungai & penyeberangan, Posisi terhadap
bandara, pelabuhan.
− Tenaga kerja meliputi, Ketersediaan tenaga kerja,
Kemampuan/ keterampilan (profesional, tukang, buruh),
Upah tenaga kerja, Tempat pelatihan tenaga kerja (blk),
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

− Iklim (temperatur, kelembaban, curah hujan, etc.)

− Pajak, retribusi, pungutan, insentif

• FAktor Lokasi Dari Sisi Mikro

− Lahan

− Layanan transportasi

− Penyediaan energi meliputi, Kelistrikan (tegangan, kinerja,


gardu induk, biaya samb.), Gas (jenis pelayanan, jaring
distribusi, harga, biaya samb.), Batubara

− Penyediaan air bersih meliputi, Layanan jaringan pdam


(sambungan, kinerja, sumber air, harga jual), Penggunaan air
tanah (kualitas, kuantitas)

− Pengolahan limbah cair

− Pengelolaan limbah padat

− Kegiatan usaha yg berdekatan

TEKNIK ANALISIS YANG SESUAI UNTUK M ENGKAJI ASPEK

LOKASIONAL KOM PONEN KEGIATAN WILAYAH DAN KOTA

A. Aplikasi M ulticriteria Analysis untuk menentukan pemilihan lokasi

Multi Criteria Decision M aking (M CDM ) atau pengambilan


keputusan yang didasarkan banyak criteria merupakan sebuah metode atau
prosedur yang memproses banyak criteria yang bertentangan untuk dapat
digabungkan menjadi sebuah proses perencanaan. Atau dengan kata lain
dapat juga didefinisikan menjadi mengukur dan mengintegrasikan atribut
yang bervariasi untuk menjawab suatu tujuan.

B. Analisis sistem pusat permukiman dan komposisi keruangan

Teori Perkem Bangan Kota

Seiring dengan perjalanan waktu, kota akan mengalami perkembangan


sebagai akibat dari pertambahan penduduk, perubahan sosial-ekonomi dan
budayanya serta interaksinya dengan kotakota lain dan daerah sekitarnya.
Secara fisik, perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang
semakin bertambah padat, bangunan-bangunan semakin rapat dan wilayah
tebangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin
lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi kota.
Dinamika perkembangan kota pada dasarnya adalah baik dan alamiah karena
perkembangan tersebut merupakan ekspresi dari masyarakat di dalam kota
tersebut.

Pola penggunaan lahan kota sifatnya tidak statis, tergantung pada


perkembangan dan pertumbuhan kota. Penambahan dan pengurangan
bangunan, pengubahan fungsi, pertambahan jumlah penduduk, perubahan
struktur penduduk, komposisi penduduk, tuntutan masyarakat, serta
perubahan nilai-nilai kehidupan, dan aspek-aspek kehidupan (politik, sosial,
ekonomi dan budaya teknologi, psikologi, religius) dari waktu ke waktu telah
menjadikan kota menjadi dinamis dalam artian selalu berubah dari waktu ke
waktu demikian juga pola penggunaan lahannya.

Struktur Perkotaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Sistem Pusat Pelayanan terdiri atas:

− Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
− Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/ kota.

− Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/ kota atau beberapa kecamatan.

− Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN


adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong
pengembangan kawasan perbatasan negara.

C. Aplikasi SIG untuk Analisis interaksi keruangan

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem komputer yang


memiliki kemampuan untuk menangkap, mengumpulkan, menyimpan,
mengambil, mengubah, menganalisis, dan menampilkan data geospasial dari
dunia nyata untuk tujuan tertentu (Chang, 2008; Burrough et.al, 1998).

Beberapa software SIG yang tersedia di pasar yaitu ArcGIS, GeoM


edia, M apInfo, ERDAS, IDRISI dan Autocad M ap. Dari sekian banyak
software, ArcGIS dari Enviromental Systems Research Institute (ESRI)
adalah yang paling populer (Dong, 2008).

Anda mungkin juga menyukai