Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan
menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan
biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk
membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar
kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.
Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya
transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap munculnya pasar
lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi
aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa lahan.
Diagram cincin Von Thunen tersebut biasa dikenal dengan istilah Model Zona Sepusat.
Von Thunen secara umum mengemukakan bahwa :
- pusat kota lahan difungsikan sebagai commercial center, dimana menjadi CBD
(Central Bussines District) dari lahan tersebut, sebagai pusat perdagangan barang
dan jasa.
- lingkaran terluarnya sebagai manufacturing place, yaitu tempat segala industri.
- Lingkaran terluar menjadi residence place, tempat dilokasikannya pemukiman.
Selain memiliki pengaruh terhadap zona lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh
terhadap struktur keruangan kota. Aglomerasi sebagai bentuk implikasi Teori Von Thunen pada
struktur ruang kota yaitu penggunaan tanah di perkotaan tidak lagi berbentuk cincin tetapi
tetap terlihat adanya kecenderungan pengelompokan untuk penggunaan yang sama berupa
kantong-kantong, di samping adanya penggunaan berupa campuran-campuran antara berbagai
kegiatan.