BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Teori lokasi sendiri dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata
ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi
geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan
atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan
lain baik ekonomi maupun sosial. (Tarigan, 2006:77). Secara umum,
pemilihan lokasi oleh suatu unit aktivitas ditentukan oleh beberapa faktor
seperti: bahan baku lokal (local input); permintaan lokal (local demand);
bahan baku yang dapat dipindahkan (transferred input),dan permintaan
luar (outside demand). (Hoover dan Giarratani, 2007).
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka sasaran yang ingin dicapai
diantaranya yaitu:
BAB II
KONSEP DASAR TEORI PENENTUAN
LOKASI INDUSTRI
Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan
sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih
dekat kepada pemakai akhir (BPS, 2002). Marpaung dalam Mujiono (1987)
menyebutkan bahwa kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan
kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang
telah memiliki izin usaha kawasan industri.
Teori lokasi adalah Ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order)
kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki lokasi geografis dari sumber-
sumber yang potensial serta hubungan-nya dengan atau pengaruh-nya
terhadap keberadaan berbagai macam usaha / kegiatan lain, baik ekonomi
maupun sosial (Tarigan, 2006:77).
Teori lokasi industri pertama kali diungkapkan oleh ahli ekonom Jerman
pada tahun 1929, yakni Alfred Weber. Menurut teori Weber, pemilihan
lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber
menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya
transportasi dan tenaga kerja, dimana penjumlahan keduanya harus
minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang
minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.
Menurut Weber ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu
biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau
deaglomerasi.
b. Pada suatu tempat yang topografinya datar atau homogen jika disuplai
oleh pusat industri, volume penjualan akan membentuk kerucut. Semakin
jauh dari pusat industri, maka volume penjualan barang akan semakin
berkurang karena harganya semakin tinggi akibat naiknya ongkos
transportasi.
Teori Losch ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga
ditemukan keseimbangan spasial antarlokal. Untuk mencapai
keseimbangan tersebut, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi
penjual maupun pembeli.
c. Terdapat free entry dan tidak ada petani yang memperoleh super
normal profit sehingga tidak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk
masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.
Teori ini dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933 dalam
bukunya yang berjudulCentral Places In Southern Germany. Dalam buku
ini Christaller mencoba menjelaskan bagaimana susunan dari besaran
kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah Tempat
pusat (central place) merupakan suatu tempat dimana produsen cenderung
mengelompok di lokasi tersebut untuk menyediakan barang dan jasa bagi
populasi di sekitarnya. Asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam teori
Christaller antara lain:
Dari komponen range dan threshold maka lahir prinsip optimalisasi pasar
(market optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa
dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk
wilayah tempat pusat (central place). Pusat tersebut menyajikan kebutuhan
barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat
dalam range danthreshold yang membentuk lingkaran, bertemu dengan
pusat yang lain yang juga memiliki rangedan threshold tertentu, maka akan
terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk yang bertempat tinggal di
daerah yang bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama
untuk pergi ke kedua pusat pasar itu.
Teori biaya minimum dan ketergantungan lokasi (Theory Least Cost and
Place Interdependence) dikemukakan oleh Melvin Greenhut pada tahun
1956 dalam bukunya Plant Location in Theory and in
Practice dan Microeconomics and The Space Economy. Greenhut
berusaha menyatukan teori lokasi biaya minimum dengan teori
ketergantungan lokasi yang mana dalam teori tersebut mencakup unsur-
unsur sebagai berikut:
f. Pertimbangan pribadi
BAB III
PEMBAHASAN
Wilayah studi yang digunakan dalam makalah ini adalah kawasan industri
SIER yang terletak di Rungkut. Kawasan industri SIER merupakan
perseroan atau badan usaha milik negara (BUMN) yang didirikan pada
tanggal 28 Februari 1974, dengan proporsi saham 50% dimiliki oleh
Pemerintah Pusat RI, 25% Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur, dan
25% Pemerintah Daerah Tingkat II Surabaya. Kawasan industri ini
merupakan salah satu dari kawasan industri yang dapat menyelesaikan
pembebasan tanahnya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Peta 3.1 Penggunaan Lahan
Kawasan SIER.
Propinsi Jawa Timur terbilang strategis jika ditilik dari lokasi kawasan
industri SIER. Propinsi paling timur di Pulau Jawa ini kerap disebut sebagai
jembatan penghubung dengan Indonesia bagian timur dengan aktivitas
yang tampak di penyeberangan lalu lintas bahari tujuan Bali dan
Kalimantan, yakni di pelabuhan Ketapang.
Pada tahun 1974, perkembangan Kota Surabaya masih ke arah utara dan
selatan, Kawasan Rungkut yang berada pada Surabaya Timur merupakan
kawasan pinggiran yang belum berkembang. Hal inilah yang menjadi
pertimbangan awal pemilihan Kawasan Rungkut sebagai kawasan industri
oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Suatu kegiatan yang produktif akan memilih lokasi yang dapat memperoleh
input secara efisien. Input tersebut tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga
berbentuk jasa, seperti jasa prasarana dan sarana, institusi pendukung,
maupun kualitas sumberdaya manusia (Maryunani, 2003). Adapun faktor-
faktor yang diperhatikan dalam memilih lokasi industri menurut Weber
dalam Tarigan (2005) adalah:
1. Biaya Transportasi
2. Biaya Upah
1. Faktor Endowment
5. Kebijakan Pemerintah
2. Bahan Baku
Bahan baku sangat erat kaitannya dengan faktor biaya produksi. Lokasi
perusahaan haruslah di tempat yang biaya bahan baku relatif paling
murah.
3. Tenaga Kerja
4. Transportasi
5. Pelayanan Bisnis
6. Inducement
7. Sifat Perusahaan
8. Kemungkinan Lain
6. Pertimbangan pribadi
Kawasan industri SIER tidak serta merta berdiri begitu saja. Tentunya,
pihak pengembang dalam hal ini pemerintah memiliki alasan dalam
mengembangkan kawasan industri SIER. Adapun faktor-faktor penentu
kawasan industri SIER diantaranya yaitu:
e. Memiliki nilai lahan yang tinggi; suatu kawasan yang memiliki nilai
lahan yang tinggi akan sangat menguntungkan pemerintah daerah tersebut
karena apabila suatu kawasan yang memiliki nilai lahan yang tinggi tidak
menutup kemungkinan peminat dari lahan tersebut akan banyak dengan
pertimbangan dari masing-masing peminatnya. Hal ini dapat
memberikan income kepada pemerintah setempat yang lebih tinggi.
Kawasan Industri SIER memiliki karakteristik dari penjabaran diatas,
terlebih dengan adanya jalan tol lingkar timur.
h. Tenaga kerja semi skilled atau female labour yang mudah didapat
“Lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga
kerja, dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total
biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan
tingkat keuntungan yang maksimum.”
Dalam studi kasus kawasan industri SIER, terlihat bahwa faktor utama
yang menjadi pendorong dikembangkannya kawasan industri di daerah ini
adalah aksesibilitas kawasan SIER yang tinggi untuk pasar dikarenakan
terealisasinya jalan tol lingkar timur. Adanya jalan tol lingkar timur ini dapat
membantu dalam pengangkutan bahan baku, sehingga dapat
meminimumkan biaya pengangkutan. Selain itu, tersedianya permukiman
buruh yang letaknya dekat dengan lokasi industri dapat meminimalisasi
biaya tenaga kerja. Berdasarkan penjelasan tersebut keberadaan kawasan
industri SIER peletakkannya mengacu pada teori lokasi industri yang
dikemukakan oleh Weber, dimana teori ini berprinsip pada penggunaan
biaya minimum.
Pasar yang dimaksud dalam tabel di atas adalah adanya permintaan akan
jenis barang yang diproduksi baik dari segi kuantitas dan kualitas.
Kawasan industri SIER sendiri merupakan kawasan sebagai pusat
kegiatan ekonomi wilayah Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Timur. (RTRW
Surabaya 2013: III-1), sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa permintaan
akan barang-barang industri dari kawasan SIER ini cukup tinggi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Adriand, Indra Jaya. 2008. Review Literatur Teori Lokasi dan Pola Ruang
(Teori Aglomerasi). Diunduh dari
http://indrajayaadriand.wordpress.com/ pada tanggal 4 April 2012 Pukul
21.15 WIB.
Laporan Akhir Rencana Teknik Ruang Kota Kawasan SIER. 2011. Dinas
Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang. Surabaya.
Robinson, Tarigan. 2005. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. PT. Bumi
Aksara. Jakarta.
RTRW Kota Surabaya 2013. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata
Ruang. Surabaya.
Saraswati, Ratna. 2010. Teori, Konsep, Metode Dan Teknik Analisis Dasar
Geografi Ekonomi (1). Diunduh pada tanggal 5 April 2012 Pukul 17.40
WIB.
SUMBER :
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/29/implikasi-teori-lokasi-terhadap-penentuan-lokasi-
industri-di-kompleks-sier-surabaya/