Menurut Losch terdapat tiga jenis wilayah ekonomi, yaitu wilayah pasar
sederhana, jaringan wilayah pasar dan sitem wilayah pasar. Wilayah pasar
individual tersebut nampaknya sangat sederhana dan sangat tergantung pada
perdagangan, sedangkan system wilayah pasar sangat kompelks, walapun
merupakan bentuk ideal yang menekankan pada swasembada, akan tetapi sulit
dijumpai dalam kenyataan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak komoditas
diproduksikan dan di perdagangkan mencapai diluar lingkup system, maka
terjadilah wilayah-wilayah yang saling tumpah tindih. Wilayah ekonomi lebih
mencerminkan peristiwa-peristiwa yang berlangsung seperti apa adanya dari pada
sekedar pembagian alamiah wilayah-wilayah suatu negara.
Antara wilayah sederhana dan sistem regional lengkap terdapat jaringan
trayek transpor menghubungkan kota-kota dalam pengertian pusat sentral.
Walaupun jaringan dan daerah-daerah produksi dan konsumsi sudah nyata, akan
tetapi perlu dibedakan dengan sistem wilayah. Sistem wilayah merupakan
kesatuan dari banyak wilayah, merupakan suatu organisme dari pada sebagai
suatu organ.
Walaupun teori Losch dalam beberapa segi tidak memuaskan, akan tetapi
Losch telah merintis analisis tata ruang, oleh karena itu tidak dapat disangkal
bahwa tidak ada ahli-ahli teori lokasi dan ahli-ahli Ekonomi Regional melalaikan
hasil pekerjaan Losch.
Sumbangan teori Losch dalam pengembangan wilayah dapat disebutkan
yaitu wilayah-wilayah yang membentuk sistem jaringan wilayah pasar
diasosiasikan sebagai wilayah ekonomi, pusat-pusat wilayah pasar yang
mempunyai kedudukan sebagai unit-unit produksi dapat diinterpretasikan sebagai
pusat-pusat urban dan perumusan tentang hirarki dan hubungan fungsional antar
pusat-pusat urban.
Myrdal menggunakan istilah backwash effect dan spread effect yang artinya persis
serupa dengan dampak polarisasi dan dampak trickling-down. Namun demikian,
dalam hal penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan tedapat perbedaan
yang cukup besar.
Analisis Myrdal memberikan kesan yang persimistis, ia berpendapat bahwa
polarisasi akan muncul lebih kuat dari penyebaran pembangunan, perpindahan
faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerah-daerah perkotaan yang
memberikan manfaat-manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah-daerah
pedesaan yang tidak menguntungkan akan menipis. Pesimisme tersebut dapat
dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa timbulnya titik-titik
pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan merupakan syarat bagi
perkembangan selanjutnya di mana-mana. Selain dari pada itu pusat pemikiran
Myrdal pada mekanisme kausasi kumulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat
dengan jelas timbulnya kekuatan-kekuatan yang menimbulkan suatu titik balik
apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung
untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler kumulatif selalu menghasilkan
penyebaran pembangunan yang lemah dan ketidakmerataan, atau dapat dikatakan
bahwa migrasi akan memperbesar ketimpangan regional.
Berdasarkan pada perbedaan pandangan di atas, maka kebijaksanaan perspektif
yang di anjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula. Hirschman
menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat
menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembangunan yang efektif,
sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan untuk
melemahkan backwash effects dan memperkuat speread effects agar proses
kausasi sirkuler kumulatif mengarah keatas, dengan demikian semakin
memperkecil ketimpangan regional.
E.M. Hoover (1948) menekankan pula pentingnya peranan biaya transport dalam
pemilihan lokasi indutri. Hoover membedakan biaya transport yaitu biaya
transport bahan baku yang selanjutnya disebut procurement cost dan biaya
transport produk akhir yang disebut sebagai distribution cost. Jumlah procurement
cost ditambah distribution cost sama dengan total transfer cost. Disamping itu
Hoover mengintroduksikan modelnya tentang korelasi tingkat biaya transport dan
jarak yang ditempuh menurut bebarapa moda (sarana) transport truk, kereta api
dan kapal laut (lihat gambar 10.1).
Kereta Api
Truk
Kapal Laut
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tingkat biaya transport untuk sarana truk
(angkutan jalan raya) menunjukkan bahwa untuk jarak pendek, tingkat biaya
traspornya adalah terendah tetapi untuk jaraj jauh adalah tertinggi dibandingkan
dengan kedua jenis sarana transport lainnya yaitu kapal laut dan kereta api.
Sedangkan tingkat biaya transport untuk jarak dekat tetapi rendah untuk jarak jauh
dibandingkan sarana transport truk dan kereta api.
Selanjutnya mengenai pemilihan lokasi industri, Hoover membedakan antara
transportasi bahan baku dan produk akhir yang yang dilakukan oleh (i) satu jenis
sarana angkutan dan (ii) yang dilakukan oleh lebih dari satu jenis sarana angkutan.
Jika bahan baku dan produk akhir di angkut oleh satu jenis sarana angkutan
(misalnya truk) maka lokasi industri optimum yang menguntungkan berada di
sumber bahan baku atau mendekati pasar.
Jika bahan baku dan produk akhir diangkut oleh lebih dari satu jenis sarana
angkutan (misaklnya truk dan kapal laut), maka maka lokasi industri optimum
yang menguntungkan terletak pada lokasi di antara sumber bahan baku dan pasar
yaitu pada titik pindah muat atau transshipment point. Lokasi pada sumber bahan
baku dan lokasi pasar ternyata kurang menguntungkan. Pada umumnya titik
pindah muat itu merupakan pusat-pusat jasa distribusi yang berbentuk kota-kota
besar yang merupakan pusat perdagangan dimana terdapat fasilitas angkutan jalan
raya yang menghubungkan ke/dari daerah belakangnya (hinterland) dan memiliki
pula fasilitas transportasi laut yang menghubungkan ke pelabuhan-pelabuhan yang
terletak di lain daerah.
Pemilihan lokasi yang menguntungkan di titik pindah muat ataupun mendekati
pasar (konsumen) akan mendorong berkelompoknya industri dan berbagai
kegiatan usaha di daerah-daerah perkotaan atau pusat-pusat jasa distribusi atau
simpul-simpul jasa distribusi (menurut istilah Poernomosidi Hadjisarosa yang
mengintroduksikan teori simpul jasa distribusi) akan menikmati berbagai
kemudahan yang diartikan sebagai kesempatan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha. Semakin tinggi tingkat kemudahan
pada suatu tempat, berarti semakin kuat daya tariknya mengundang berbagai
kegiatan industri untuk datang ke tempat tersebut, atau terjadi kecenderungan
aglomerasi (istilah Weber).
11. TEORI DAERAH/WILAYAH INTI (JOHN FRIEDMANN)
John Friedmann (1964) menganilisis aspek-aspek tata ruang, lokasi, serta
persoalan-persoalan kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan wilayah
dalam ruang lingkup yang lebih general, Friedmann menampilkan teori daerah inti
yang berjudul “A General Theory of Polarized Development”, dalam N.M. Hasen
(ed), 1972, h. 83-101.
Daerah Inti
Teori simpul jasa distribusi berpijak pada hasil pengenalan atas faktor penentu
lokasi “kemudahan”. Dalam pengertian ini kemudahan menempati kedudukan
yang sentral karena:
a. Merupakan sumber dorongan bagi pengembangan kegiatan usaha yang
bersifat multi sektoral.
b. Disamping memberikan arti pada pendapatan dianggap pula sebagai sumver
ransangang bagi tumbuhnya dinamika masyarakat yang memungkinkan
terwujudnya daya pengembangan wilayah yang universal sifatnya.
Salah satu fenomena ekonomi wilayah adalah masalah “simpul” yang rumit, tetapi
mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Banyak ahli ekonomi regional
menghindarkan diri untuk mengupasnya (H.W. Richardson, 1972, 223), tetapi
justru Poernomosidi dan Rahardjo Adisasmita tertarik dan berminat mengkajinya.
Dalam pembahasan sebelumnya dikemukakan bahwa Poernomosidi Hadjisarosa
telah memformulasikan teori “simpul jasa distribusi” menggunakan pendekatan
arus barang. Arus barang merupakan salah satu gejala ekonoi yang paling
menonjol, arus barang didukung oleh jasa distribusi yaitu perdagangan dan jasa
angkutan. Tingkat kepadatan arus barang dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat interaksi antara simpul (jasa distribusi) besar dengan simpul-simpul kecil
dan daerah-daerah lainnya yang berada dalam wilayah pengaruhnya, hal ini
meripakan unsur yang penting dalam konsepsi Poernomosidi. Meskipun teori
simpul jasa distribusi memiliki beberapa kelebihan di bandingkan dengan teori-
teori lokasi dan pengembangan wilayah sebelumnya, namun masih terdapat
peluang untuk melengkapi dan memperkuat teori simpul jasa distribusi yaitu dari
pendekatan yang digunakan.
Pembahasan teori simpul dengan menggunakan arus barang sebagai variable
ternyata belum sampai menjangkau pengenalan gejala karakteristik simpul sampai
dengan tingkat efisiensi masing-masing simpul. Jika ditinjau dari proses
distribusi, maka arus barang hanyalah berstatus sebagai produk. Segala
pertimbangan, baik yang menyangkut jenis, asal dan tujuan maupun jumlah dan
harga barang, terjadi pada proses distribusinya. Bahkan, dalam rangka proses
distribusi itu sendiri, angkutan barang telah dapat dikategorikan pada tingkat
pelaksanaan suatu keputusan. Pengambilan keputusan, dengan segala
peetimbangannya, telah berlansung pada kegiatan perdagangan. Oleh karena itu,
dalam rangka upaya melengkapi serta memperkuat teori “simpul jasa distribusi”
pengkajian Rahardjo Adisasmita dilakukan melalui jalur perdagangan yakni
dengan mendekati para pedagang guna memperoleh data primer terutama yang
berkaitan dengan “orientasi” pedagang. Hingga terjadinya arus barang, segala
pertimbangan berada di tangan kaum pedagang.
Setelah dapat mengenai gejala karakterisitk terbentuknya simpul-simpul berikut
struktur hirarkis yang berlaku, Rahardjo Adisasmita berusaha lebih lanjut untuk
mengkaitkannya dengan fungsi-fungsi kota lainnya, sehingga dapat diperleh
gambaran tentang fungsi kota seutuhnya.
Variable yang dipilih adalah yang dapat digunakan untuk menyatakan : (1)
besaran simpul, dan (2) kaitan fungsional antar simpul serta besarnya pengaruh
simpul yang satu terhadap yang lain. Besaran simpul yang dimaksudkan haruslah
yang identic dengan ukuran tingkat “kemudahan” bagi masyarakat, khususnya
dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan berupa barang. Dalam hal in, sebagai
ukuran tingkat “kemudahan” dapat digunakan “kepadatan” jasa distribusi,
disamping “efisiensi-nya”. Dan kaitan fungsional yang dimaksudkan adalah
dalam hal distribusi dan merupakan bagian dari kelengkapan fungsi simpul,
sebagai akibat dari penerapan azas efisiensi dalam pelaksanaan system distribusi,
sedangkan yang dimaksudkan dengan besarnya pengaruh simpul yang satu
terhadap yang lain pada hakekatnya adalah besarnya kontribusi suatu simpul
dalam rangka penambahan ataupun pengurangan kepadatan jasa distribusi
sewaktu menuju simpul yang lain