Anda di halaman 1dari 6

TOPIK

TEORI LOSCH (1940)

MATA KULIAH:
PEMBANGUNAN EKONOMI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

NAMA KELOMPOK:
PUTU BAYU AJI KRISNA (1591861006)
GEDE SURYA PRAMANA (1591861024)

DOSEN PENGAJAR:
Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP.

JURUSAN PERENCANAAN & MANAJEMEN PEMBANGUNAN DESA KOTA


UNIVERSITAS UDAYANA
2016
A. PENDAHULUAN

Losch atau yang memiliki nama panjang August Losch (1906 – 1945) adalah seorang ahli
ekonomi berkebangsaan Jerman yang menekuni sains wilayah dan ekonomi perkotaan.Lahir
di Ohrigen, Wurttemberg, dia menyelesaikan program doktornya diUniversitas Bonn pada
tahun 1932. Losch mengemukkan tentang teori yang terkait dengan lokasi industri, yang
kemudian juga dikenal dengan Teori Losch. August Losch menerbitkan sebuah buku dalam
bahasa Jerman pada tahun 1939. Bukunya kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris
pada tahun 1954 dengan judul The Economics of Location.
Losch merupakan orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan segi
permintaan sebagai variabel utama dengan memperhitungkan baik harga produk dan berapa
biaya untuk memproduksinya. Berbeda dengan Weber yang mengungkapkan terori lokasinya
berdasarkan letak bahan baku, Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh
terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual,
konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual
semakin mahal.
Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat
pasar. Teori ini bertujuan untuk menemukan pola lokasi industri sehingga diketemukan
keseimbangan spasial antar lokasi. Menurut pendapat Losch, dalam lokasi industri yang
tampak tidak teratur dapat ditemukan pola keberaturan. Oleh karena itu Losch merupakan
pendahulu dalam mengatur kegiatan ekonomi secara spasial dan merupakan pelopor dalam
teori ekonomi regional modern.

B. TEORI BOUDEVILLE

Boudeville (1961) telah menampilkan teori kutub pembangunan yang terlokalisasikan


(localized poles of development). Boudeville (dalam Glasson,1978) mendefinisikan wilayah
perencanan (planningregion atau programming region) sebagai wilayah yang memperlihatkan
koherensiatau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapt dilihat
sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan
penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namuncukup kecil untuk
memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapatdipandang sebagai satu kesatuan
(Oktovianey, 2014).
Mengikuti pendapat Perroux, ia mengidentifikasikan kutub pertumbuhan wilayah sebagai
seperangkat industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan
dan mendorong pertumbuhan lebih lanjut perkembangan ekonomi melalui wilayah
pengaruhnya (H. W. Richardon, 1972, 85). Ia mengemukaan aspek kutub fungsional, tetapi
dalam bukunya The Problem of Regional Economic Planning, ia memberikan pula perhatian
pada aspek geografis. Teori Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap teori-teori
tempat sentral, yang diketengahkan oleh Crhristaller (1933) dan kemudian diperluas oleh
Losch (1940), atau dapat dikatakan bahwa teori Boudeville telah menjembatani terhadap
teori-teori spasial yang terdahulu, yang menekuni persoalan-persoalan organisasi kegiatan-
kegiatan manusia pada tata ruang. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan mengenai aspek-
aspek geografis dan regional serta hubungan komplementer antara teori Boudeville dengan
teori-teori tempat sentral dan teori kutub pertumbuhan (Pamungkas, 2014).
Teori Boudeville berusaha menjelaskan mengenai impak pembangunan dari adanya
kutub-kutub pembangunan yang terlokalisasikan pada tata ruang geografis, sedangkan teori
lokasi berusaha untuk menerangkan dimana kutub-kutub pembagunan fungsional berada atau
dimana kutub-kutub dilokalisasikan pada waktu yang akan datang. Jadi untuk menjelaskan
persoalan-persoalan kutub pembangunan harus ditunjang oleh teori-teori lokasi. Di antara
teori lokasi, teori tempat sentral di anggap sebagai teori global yang menjelaskan mengenai
ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan jasa sebagai akibat dari adanya pembagian kerja
sacara spatial.
Teori Boudeville merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan tidak hanya mengenai
pengelompokan geografis semata-mata, akan tetapi juga mengenai peristiwa-peristiwa
geografis dan transmisi pembangunan di antara pengelompokan-pengelompokan yang
bersangkutan.
Dalam aplikasi teori dan konsep kutub pertumbuhan dalam konteks geografis dan
regional, nampaknya pendapat Boudeville dan konsep Perroux tidak searah. Perroux
menganggap tata ruang secara abstrak, yang menekankan karakteristik-karakteristik regional
tata ruang ekonomi. Menurut Boudeville, tata ruang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tata
ruang geografis, dalam mengembangkan pemikirannya lebih lanjut, Boudeville menekankan
pada tata ruang polarisasi. Tata ruang polarisasi dikaji dalam pengertian ketergantungan
antara berbagai elemen yang terdapat didalamnya. Konsep ini erat berkaitan dengan
pengertian hirarki, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan untuk studi pusat-
pusat kota dan saling ketergantungannya.
Klassen (dalam Glasson, 1978) mempunyai pendapat yang hampir sama dengan
Boudeville, yaitu bahwa wilayah perencanaan harus mempunyai cirri-ciri:

1) Cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi;


2) Mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada;
3) Mempunyai struktur ekonomi yang homogen;
4) Mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (growthpoint);
5) Menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan;
6) Masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-
persoalannya.

C. HUBUNGAN TEORI SENTRAL DAN TEORI BOUDEVILLE

Teori tempat sentral dan khususnya mengenai saling ketergantungan fungsional yang
diformulasikan oleh Christaller tanpa memperhitungkan adanya hambatan-hambatan
geografis-spasial, adalah merupakan titik permulaan untuk menganalisis lebih lanjut
mengenai impak pembangunan pada suatu pusat tertentu atau pada pusat-pusat lainnya dan
mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pusat-pusat serta pengendalian
pertumbuhan kota. Ditinjau dari segi lain terdapat kekurangan-kekurangan yaitu tempat
sentral tidak menjelaskan gejala-gejala pembangunan. Teori tempat sentral dikategorisasikan
sebagai teori statis, yang hanya menjelaskan adanya pola pusat-pusat tertentu dan tidak
membahas adanya perubahan-perubahan pola tertentu. Teori Boudeville merupakan teori
kutub pertumbuhan yang telah dimodifikasikan dan dapat digunakan untuk menganalisis
gejala-gejala dinamis tersebut.

Untuk memahami komplementaris hubungan-hubungan antara teori tempat sentral dan


teori Boudeville dijumpai beberapa kesulitan. Teori tempat sentral (Christaller dan Losch)
bersifat deduktif dan merupakan teori keseimbangan statis yang berkenaan dengan prinsip-
prinsip pada tingkat perusahaan dan hubungan-hubungan antar perusahaan. Sedangkan teori
Boudeville adalah berdasarkan teori pembangunan dinamis yang menggunakan cara induktif
dan berkenan dengan tingkat industri-industri dan besaran makro. Teori tempat sentral hanya
menjelaskan mengenai pengelompokan pada tata ruang geografis, di lain pihak teori
Boudeville berusaha menjelaskan secara simultan mengenai tata ruang fungsional (secara
abstrak) dan tata ruang geografis (secara rill), yaitu menjelaskan perubahan-perubahan pada
tata ruang fungsional ke dalam tata ruang geografis. Sedangkan teori kutub pertumbuhan
Perroux merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan pembangunan industri dan
perubahan-perubahan pada tata ruang industri dan tata ruang yang terorganisasikan, akan
tetapi teori ini kurang ampuh bila diterapkan untuk pembahasan mengenai pengelompokan
pada tata ruang geografis, teori ini lebih berkenan dengan pembahasan mengenai perubahan-
perubahan struktural dari pada menganalisis aspek-aspek pembangunan.

Pengelompokan pada tata ruang geografis telah diperlihatkan dalam model tempat sentral.
Selanjutnya oleh Boudeville pengelompokan ini diterapkan pada pembangunan dalam arti
fungsional, sedangkan difusi (penghamburan) pembangunan pada tata ruang geografis
diterapkan pada pembangunan dalam tata ruang melalui tipe transformasi.

Implikasi penting dari hubungan antara teori Boudeville dan teori tempat sentral dalam
konteks perencanaan dan pengawasan pembangunan yang dihadapi oleh banyak negara dan
dapat dikemukakan dua persoalan yang relevan yaitu:

1) bagaimana merintis proses pembangunan di wilayah-wilayah yang terbelakang secara


terus menerus;
2) bagaimana mengarahkan proses urbanisasi sedemikian rupa dapat diciptakan distribusi
pusat-pusat kota secara geografis yang mampu mendorong pembangunan selanjutnya.

Persoalan pertama merupakan salah satu usaha mengarahkan pengaruh-pengaruh


pembangunan dari instalasi-instalasi yang didirikan pada unit-unit diwilayah terbelakang
tersebut ketempat tertentu disekitarnya. Unit-unit inti yang dimaksud merupakan merupakan
mata rantai dalam tata ruang fungsional dan tata ruang geografis, yang menunjang masuknya
inovasi dari luar dan perubahan-perubahan pembangunan melalui (dampak berantai ke
belakang dan dampak berantai ke depan atau backward linkage and forward linkage sehingga
difusi internal dapat dipercepat.
Persoalan kedua pada dasarnya merupakan usaha pemilihan lokasi yang tepat atau cocok
untuk pendirian perusahaan-perusaan industri dan jasa. Lokasi-lokasi tersebut merupakan
bagian-bagian dari kurub-kutub pembangunan. Pengaruh-pengaruhnya didistribusikan pada
sistem pusat-pusat dalam tata ruang geografis. Peristiwa-peristiwa geografis semacam ini
memberikan sumbangan pada usaha-usaha untuk memperbaiki susunan geografis secara
efisien.
Anonim, 2016. “Teori Pembangunan Wilayah”. Available from :
http://ecodevzone.blogspot.co.id/2015/09/teori-pembangunan-wilayah.html. Access : 8
Maret 2016.

Pamungkas, Triyanto. “Teori Perencanaan Wilayah”. Available at :


http://triyantopamungkas0.blogspot.co.id/2014/05/teori-perencanaan-wilayah.html. Access
: 8 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai