Anda di halaman 1dari 24

Makalah Ekonomi Regional

Aplikasi Central Place Theory

Dosen Pengampu:
Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP.
Maal Naylah, SE, M.Si

Disusun Oleh:

Dina Dwi Wulandari 12020117120046

Sarah Whiena K 12020117120049

Atri Cahyaningtyas 12020117120052

Amanda Mufida 12020117130059

Nur Innayah 12020117130089

Muhammad Ibrahim Y 12020117130097

Erich Dewantara 12020117130106

Erika Triutami 12020117130108

Alisia Qotrunnada 12020117140119

Devina Amelia 12020117140137

ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lokasi berarti tempat . Di dalam perencanaan
wilayah dan kota pemilihan lokasi yang tepat untuk guna lahan tertentu sangatlah penting.
Oleh karena itu, adanya teori-teori lokasi berguna untuk menentukan lokasi yang strategis
bagi guna lahan tertentu. Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial
order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber
yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai
macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2005).

Pelayanan publik merupakan unsur yang sangat penting dalam sistem masyarakat
modern. Semakin berkembangnya kompleksitas sebuah masyarakat menuntut adanya
keragaman kebutuhan pelayanan publik: pertama, masyarakat semakin membutuhkan
pelayanan publik tertentu, seperti pendidikan dan kesehatan sebagai kebutuhan pokok yang
harus dipenuhi; kedua, masyarakat juga membutuhkan pelayanan publik jenis lain seperti
perijinan untuk mendorong aktivitas-aktivitas yang lain; dan ketiga, masyarakat atau
daerah tertentu membutuhkan pelayanan khusus seperti sektor pertanian karena dianggap
penting untuk mendapatkan perhatian dan penanganan khusus dari pemerintah guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang bekerja di sektor tersebut.

Tujuan pelayanan publik adalah untuk menyediakan pelayanan yang terbaik bagi publik
atau masyarakat. Pelayanan yang terbaik adalah pelayanan yang memenuhi apa yang
dijanjikan atau apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Pelayanan terbaik
akan membawa implikasi terhadap kepuasan publik atas pelayanan yang diterima.

Untuk mencapai tujuan tersebut, suatu pelayanan publik harus diletakkan pada lokasi
yang optimal.Dalam penentuan lokasi optimal suatu pelayanan publik salah satu teori yang
digunakan adalah teori Christaller. Christaller mencoba menjelaskan bagaimana susunan
dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Dalam teori
Christaller pelayanan public itu kemudian disusun berdasarkan hierarki yang saling
berhubungan satu sama lain. Pusat pelayanan public serta hierarkinya disusun berdasarkan
bentuk segienam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah ada relevansi terhadap penentuan lokasi pusat pelayanan kesehatan di
kota Semarang dengan teori lokasi milik Christaller?
2. Apakah pelayanan kesehatan telah menjangkau seluruh wilayah Kota Semarang
serta seluruh penduduknya?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui adanya relevansi penentuan lokasi pusat pelayanan kesehatan di kota
Semarang dengan teori lokasi milik Christaller.
2. Mengetahui apakah pelayanan kesehatan telah menjangkau seluruh wilayah kota
Semarang serta seluruh penduduknya.
1.4 Ruang Lingkup
Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km2. Secara administratif Kota
Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16 Kecamatan yang
ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen,
dengan luas wilayah 57,55 Km2 dan Kecamatan Gunungpati, dengan luas wilayah
54,11 Km2. Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan
wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi pertanian
dan perkebunan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah
Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas wilayah 5,93 Km2 diikuti oleh Kecamatan
Semarang Tengah, dengan luas wilayah 6,14 Km2

Gambar 1. Peta Kota Semarang Tahun 2018 per-Kecamatan


BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Variabel Penelitian


Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Luas wilayah, jumlah
penduduk, dan standart pelayanan umum.
a. Luas wilayah adalah daerah yang tercakup dalam kekuasaan teritorial sebuah
Negara baik itu wilayah daratan maupun lautan yang di dalamnya diberlakukan
yurisdiksi Negara tersebut. Luas wilayah berakhir pada batas batas wilayah dengan
kondisi fisik seperti sungai, gunung dan lain lain. Batas batas wilayah ini bisa
berupa daratan maupun lautan dan yang disepakati secara hukum oleh Negara
Negara dan masyarakat dunia.
b. Jumlah penduduk adalah jumlah kumpulan manusia yang menempati
wilayah geografi dan ruang tertentu.
c. Standar Pelayanan Minimal atau disingkat dengan SPM merupakan ketentuan
mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan
Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. Pelayanan
dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga
negara.
2.2. Jenis Data yang Diperlukan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Data yang
diperoleh berasal dari lembaga pengumpul data seperti BPS dan Disependukcapil Kota
Semarang .Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
jurnal dan literatur yang terkait dengan penelitian.
2.3. Metode Pengumpulan Data
Metode Literatur (Studi Pustaka) merupakan metode pengumpulan data dengan
cara mempelajari literatur-literatur dan penerbitan seperti jurnal, buku-buku, dan artikel
dari internet yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian kami menggunakan metode
literatur yang diambil dari buku yang terkait dan jurnal penelitian terdahulu.
2.4. Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian kami yaitu, menggunakan metode
analisis deskriptif kuantitatif. Melalui penelitian deskriptif kuantitatif analisis
mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana
adanya saat penelitian dilaksanakan, menghitung jumlah penduduk dan luas wilayah
kemudian hasil penelitian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.
BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Teori Ekonomi Regional


3.1.1 Central Place Theory
Walter Christaller (1933) menulis buku berjudul Central Places In
Southern Germany. Dalam buku ini Christaller mencoba menjelaskan bagaimana
susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah.
Model Christaller ini merupakan suatu sistem geometri dimana angka 3 yang
diterapkan secara arbiter memiliki peran yang sangat berarti. Itulah sebabnya
disebut sistem K=3 dari Christaller (Tarigan, 2005).
Christaller mengembangkan modelnya untuk suatu wilayah abstrak
dengan ciri berikut:
1. Wilayahnya adalah daratan tanpa roman, semua adalah datar dan sama.
2. Gerakan dapat dilaksanakan ke segala arah (isotropic surface).
3. Penduduk memiliki daya beli yang sama dan tersebar secara merata pada
seluruh wilayah.
4. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak atau
biaya.

Luas pemasaran minimal sangat tergantung pada tingkat kepadatan


penduduk pada wilayah asumsi.Makin tinggi kepadatan penduduk makin kecil
wilayah pemasaran minimal, begitu sebaliknya.Wilayah pemasaran minimal
disebut thereshold. Tidak boleh ada produsen untuk komoditas yang sama dalam
ruang threshold. Apabila ada, salah satu akan gulung tikar atau kedua-duanya
akan gulung tikar dan kemudian muncul pengusaha baru.

Model Chistaller tentang terjadinya model area perdagangan heksagonal


sebagai berikut:

1. Mula-mula terbentuk Areal perdagangan suatu komoditas berbentuk


lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memiliki pusat dan menggambarkan
threshold dari komoditas tersebut.
2. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditas
tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih.
3. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan
sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan
yang tidak lagi tumpang tindih.
4. Tiap barang berdasarkan tingkat ordenya memiliki heksagonal sendiri-
sendiri

Gambar 2. Central Place Theory

Secara hierarki Central Place Theory dibagi menjadi 3 (tiga) menurut


jenis-jenis pusat/ tingkatan pelayanan, yaitu:
1. Hierarki K 3
Tempat sentral yang berhierarkhi 3 adalah pusat pelayanan berupa pasar
yang senantiasa menyediakan barang-barang konsumsi bagi penduduk yang
tinggal di daerah sekitarnya.Hierarki 3 sering disebut sebagai kasus pasar
optimal yang memiliki pengaruh 1/3 bagian dari wilayah tetangga di
sekitarnya yang berbentuk heksagonal, selain memengaruhi itu sendiri.
2. Hierarki K 4
Tempat sentral yang berhierarki 4 dinamakan situasi lalu lintas yang
optimum, artinya di daerah tersebut dan daerah-daerah di sekitarnya yang
terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan rute lalu
lintas yang paling efisien.Situasi lalu lintas optimum ini memiliki pengaruh
½ bagian dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya yang berbentuk segi enam
selain mempegaruhi wilayah itu sendiri.
3. Hierarki K 7
Tempat sentral yang berhierarki 7 dinamakan situasi administratif yang
optimum.Tempat sentral ini mempengaruhi seluruh baian (satu bagian)
wilayah-wilayah tetangganya, selain mempengaruhi wilayah itu sendiri.
Gambar 3. Hiearki K7

Berdasarkan model k=3, pusat dari hierarki yang lebih rendah berada
pada sudut dari hierarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih rendah berada
pada pengaruh dari tiga hierarki yang lebih tinggi darinya. Christaller menyatakan
bahwa produsen berbagai jenis barang untuk orde yang sama cenderung berlokasi
pada titik sentral di wilayahnya dan hal ini mendorong terciptannya kota.

Asumsi Teori Tempat Sentral :


a. Wilayah adalah daratan yang datar
b. Penduduk tersebar merata. Kota-kota yang tersebar di daratan itu disebut
sebagai “tempat sentral” yang menyajikan berbagai barang & jasa untuk
wilayah sekelilingnya, dengan membenttuk suatu hirarki (Christaller).

Kegunaan Teori Tempat Sentral :


a. Menganalisis pusat-pusat pelayanan yang sudah ada terhadap daerah
sekitarnya.
b. Untuk merencanakan lokasi suatu pusat kegiatan atau pusat pelayanan tertentu
di masa datang.

Kelemahan Teori Tempat Sentral :


a. Hanya berhubungan dengan aktivitas jasa
b. Asumsi distribusi penduduk yang merata sulit ditemui dalam praktek
c. Asumsi rasionalitas konsumen dalam praktek sulit ditemui sehingga muncul
pusat-pusat dengan pasar yang tumpang tindih (overlapping)
d. Dalam praktek, tempat sentral tidak statik melainkan selalu berubah
kondisinya
e. Penyimpangan hirarki mungkin terjadi akibat dominasi pusat-pusat besar
f. Faktor penduduk saja tidak cukup untuk mengukur sentralisasi.
3.1.2 Pelayanan Kesehatan
Defenisi Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam UndangUndang
Kesehatan tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.
Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Kesehatan, pelayanan kesehatan secara
umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service) Pelayanan kesehatan
ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan
keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada
institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin,
praktik mandiri.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) Pelayanan
kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat
yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
mengacu pada tindakan promotif dan preventif. Upaya pelayanan
masyarakat tersebut dilaksanakan pada pusat-pusat kesehatan masyarakat
tertentu seperti puskesmas, rumah sakit .

3.1.2.1 Puskesmas
Puskesmas Menurut Azwar yang dikutip Effendy (1998:160)
mengartikan puskesmas adalah “Suatu kesatuan organisasi fungsional yang
langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam
suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok”.
Berdasarkan Pusdiklat Pegawai Depkes RI (1986:1), pengertian
puskesmas adalah : 1. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan yang
berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan
masyarakat dalam bentuk kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di
wilayah kerjanya. 2. Puskesmas sebagai pusat pembangunan merupakan suatu
kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang langsung memberikan
pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat dalam berbagai
kegiatan pokok serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

3.1.2.2 Rumah Sakit


Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 yang dimaksud dengan
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat. Di dalam KMK (Keputusan Menteri
Kesehatan) No.340 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, dijelaskan rumah sakit
dibedakan menjadi 2 yakni rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Yang
dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat. Rumah sakit
umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit. Sedangkan yang disebut rumah sakit khusus adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis
penyakit.

3.1.2.3 Standar Pelayanan Minimal


Standar Pelayanan Minimal atau disingkat dengan SPM merupakan ketentuan
mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan
Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara
minimal. Pelayanan dasar dimaksud adalah pelayanan publik untuk memenuhi
kebutuhan dasar warga negara.
Menurut peraturan kementerian kesehatan no 75 tahun 2014 tentang puskesmas
pada bab 1 pasal 1 menerangkan bahwa :
 Standar pelayanan minimal puskesmas pembantu adalah 1500 m2
 Standar pelayanan minimal puskesmas induk adalah 3000 m2
 Standar pelayanan minimal rumah sakit adalah 5000 m2
3.2. Penelitian Terdahulu

No Judul & Tahun Latar Belakang Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian

1. ANALISIS Pelayanan publik Untuk mencapai Metode penelitian Penempatan skala


RELEVANSI merupakan unsur yang tujuan tersebut, yang di gunakan pelayanan kesehatan di
TEORI sangat penting dalam lo suatu pelayanan adalah metode
WALTER Bandarlampung menjadi
sistem masyarakat publik harus deskriptif kuntitatif
CHRISTALLER
modern. Semakin diletakkan pada karena ada studi contoh nyata mengapa
PADA
PELAYANAN berkembangnya lokasi yang literatur dan teori christaller tidak
KESEHATAN kompleksitas sebuah optimal. Dalam perhitungan mengenai
relevan lagi. Penempatan
KOTA masyarakat menuntut penentuan lokasi cakupan wilayah yang
BANDARLAMP adanya keragaman optimal suatu terpengaruh pelayanan skala pelayanan kesehatan
UNG Tahun kebutuhan pelayanan pelayanan publik puskesmas di di Bandarlampung tidak
:2013
publik: pertama, salah satu teori Bandarlampung
berhierarki dan berbentuk
masyarakat semakin yang digunakan
membutuhkan adalah teori segienam yang dikatakan
pelayanan publik Christaller. Christaller. Penempatan
tertentu, seperti sarana kesehatan di
pendidikan dan
kesehatan sebagai Bandarlampung memusat
kebutuhan pokok yang di wilayah dengan
harus dipenuhi; kedua, perkembangan
masyarakat juga
membutuhkan ekonominya cepat dan
pelayanan publik jenis pendapatan penduduk rata-
lain seperti perijinan
rata tinggi. Sehingga range
untuk mendorong
aktivitas-aktivitas yang pelayanan kesehatan di
lain; dan ketiga, Bandarlampung membuat
masyarakat atau daerah
sebagian wilayah tidak
tertentu membutuhkan
pelayanan khusus terlayani pelayanan
seperti sektor pertanian kesehatan, seperti di
karena dianggap penting
kecamatan Teluk Betung.
untuk mendapatkan
perhatian dan
penanganan khusus dari
pemerintah guna
meningkatkan
kesejahteraan rakyat
yang bekerja di sektor
tersebut.

2 POLA Pertumbuhan ritel Untuk Pengambilan data Perkembangan ritel


DISTRIBUSI modern yang cukup mengamati pola dilakukan melalui modern di kota-kota kecil
SPASIAL pesat terjadi setelah persebaran survei sekunder dan memiliki karakteristiknya
MINIMARKET
dicanangkannya era minimarket primer. Survei data tersendiri. Jika dikaitkan
DI KOTA–
KOTA KECIL otonomi daerah. tersebut di kota- sekunder meliputi dengan fungsi kotanya,
Tahun 2009 Pendirian ritel modern kota kecil dan data-data persebaran pengecer
yang berkapasitas besar menjelaskan kependudukan, jumlah modern di 3 kawasan
(supermarket dan secara deskriptif pengecer modern dan perkotaan tersebut
hypermarket) pola persebaran tradisional, (Soreang, Tanjungsari, dan
merupakan salah satu minimarket peraturanperaturan Lembang) cenderung
sumber bagi pemerintah khususnya di terkait dan studi-studi berada di kawasan yang
Kabupaten dan Kota kota-kota kecil yang sudah dilakukan sesuai dengan fungsi
untuk meningkatkan mengeksplorasi sebelumnya. kotanya kecuali Kota
pendapatan asli teori central Pengambilan data Soreang yang fungsi
daerahnya. Pada place yang primer dilakukan utama kotanya sebagai
perkembangan diperkenalkan untuk melengkapi pemerintahan. Hal ini
selanjutnya, persebaran pertama kali oleh data-data sekunder dikarenakan pergerakan
minimarket tersebut Christaller yang sudah kegiatan di kawasan pusat
sudah sampai ke kota- (1933), yang dikumpulkan yaitu kota lebih tinggi dari
kota kecil di Indonesia. didukung oleh pemetaan lokasi kawasan Namun lokasi
teori ekonomi persebaran pengecer minimarket di 3 kawasan
aglomerasi ritel modern dan perkotaan tersebut ada
dalam tradisional serta guna yang beraglomerasi di
menjelaskan lahan sekitarnya. Data suatu lokasi yang
keberadaan jumlah dan persebaran berdekatan dengan ritel
minimarket yang pengecer modern tradisional yang berpotensi
kebanyakan dioverlay dengan menimbulkan persaingan
beraglomersi di persebaran pengecer antara ritel tersebut.
satu lokasi. tradisional dan guna
lahan sekitar sehingga
hasil overlay akan
menghasilkan bauran
pemasaran pengecer
modern serta
jangkauan
pelayanannya secara
umum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk per Kecamatan


di Kota Semarang

Kecamatan/ Luas Wilayah/ Area ( Jumlah Penduduk


Km² ) (Jiwa)

010. Mijen 57,55 73,479

020. Gunungpati 54,11 93,866

030. Banyumanik 25,69 139,927

040. Gajah Mungkur 9,07 60,146

050. Smg. Selatan 5,928 69,375

060. Candisari 6,54 80,49

070. Tembalang 44,2 178,83

080. Pedurungan 20,72 192,798

090. Genuk 27,39 114,252

100. Gayamsari 6,177 73,954

110. Smg. Timur 7,7 73,491

120. Smg. Utara 10,97 125,795

130. Smg. Tengah 6,14 61,073

140. Smg. Barat 21,74 159,018

150. Tugu 31,78 33,466

160. Ngaliyan 37,99 138,618

Kota Semarang 373,7 1,668,578


Jumlah penduduk terbesar di Kota Semarang berdasarkan tabel diatas yaitu berada di
Kecamatan Pedurungan sebesar 192,798 ribu jiwa hal ini disebabkan karena lokasi perumahan
yang mendekati kawasan perkotaan. Mayoritas penduduk banyak yang bermata pencaharian
sebagai pegawai negeri sipil. Sehingga akses menuju tempat kerja di perkotaan lebih mudah.
letak kecamatan pedurungan Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa asumsi Christaller dimana
jumlah penduduk di suatu daerah tersebar merata itu tidak relevan lagi dimasa sekarang. Ini
dikarenakan beberapa alasan yang mendasar diantaranya topografi pada satu daerah beragam
dan terdapat lahan yang tidak bisa dijadikan hunian, kemudahan aksesibilitas dan mobilitas
disetiap daerah di kota ini yang berbeda sehingga penduduk memilih bermukim ditempat yang
mempunyai moilitas dan aksesibilitas tinggi serta adanya perbedaan dalam hal pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan pendapatan masyarakat di suatu
daerah berbeda-beda tergantug pada sumberdaya yang ada pada wilayah tersebut. Selain
bergantung kepada sumber daya,investasi adalah hal yang paling penting dan kembali lagi nilai
investasi di suatu daerah berbanding lurus dengan aksesibilitas, mobilitas, serta tersedianya
prasarana yang mendukung inventasi tersebut.

Skala pelayanan yang mempunyai hierarki serta mempunyani bentuk segi enam pun
otomatis tidak konkrit lagi karena terdapat banyak asumsi yang tidak relevan dengan keadaan
di Kota Semarang. Bentuk segi enam di Kota Semarang tidak dapat di aplikasikan karena
perbedaan topografi yang erat hubungannya dengan persebaran penduduk yang ingin dilayani
oleh suatu fasilitas.

Untuk melakukan perhitungan jumlah sarana kesehatan yang dapat menjangkau seluruh
wilayah dikota semarang agar dapat menjadikan pelayanan yang maksimal menggunakan
rumus sebagai berikut:

Jangkauan pelayanan = luas wilayah (m2)/standart pelayanan (radius pencapaian dalam m2)

A. JANGKAUAN PELAYANAN PUSKESMAS PEMBANTU


= jumlah luas wilayah / π × r^2
= 373700000 / (3,14 × 1500 × 1500)
= 52,894550602
= 53 Puskesmas Pembantu
B. JANGKAUAN PELAYANAN PUSKESMAS INDUK
= jumlah luas wilayah / π × r^2
= 373700000 / (3,14 × 3000 × 3000)
= 13,22363765
= 13 Puskesmas Induk
C. JANGKAUAN PELAYANAN RUMAH SAKIT
= jumlah luas wilayah / π × r^2
= 373700000 / (3,14 × 5000 × 5000)
= 4,760509554
= 5 Rumah Sakit
Perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui jumlah fasilitas minimum puskesmas
pembantu, puskesmas induk, dan rumah sakit yang ada di Kota Semarang agar dapat
melayani seluruh penduduk dilakukan perhitungan dengan rumus berikut :

Jumlah fasilitas = jumlah penduduk / jumlah standart penduduk

A. JUMLAH PUSKESMAS PEMBATU


= 1,668,578 / 30.000
= 55,61792667
= 56 Puskesmas Pambantu
B. JUMLAH PUSKESMAS INDUK
= 1,668,578 / 120.000
= 13,90481667
= 14 Puskesmas Induk
C. JUMLAH RUMAH SAKIT
= 1,668,578 / 240.000
= 6,952240833
= 7 Rumah Sakit

Jumlah Pusat Pelayanan Kesehatan di Kota Semarang Secara Pertumbuhan Minimum


(Range dan Threshold)

No Jenis Pelayanan Perhitungan Perhitungan Rata -


Jangkauan Fasilitas rata

1. Rumah Sakit 5 7 6

2. Puskesmas 13 14 14
induk

3. Puskesmas 53 56 55
pembantu

Perhitungan minimum pelayanan di atas agar setiap kebutuhan pelayanan kesehatan


melayani masyarakat serta memiliki hierarki yang memberikan masyarakat pilihan untuk
menikmati setiap hierarki dari pusat pelayanan kesehatan itu. Berdasarkan perhitungan
minumum pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk menjangkau seluruh wilayah di Kota
Semarang adalah sebanyak 5 buah rumah sakit, 13 puskesmas induk dan 53 puskesmas
pembantu. Sedangkan untuk melayani semua penduduk Kota Semarang adalah sebanyak 7
rumah sakit umum, 14 puskesmas induk dan 56 puskesmas pembantu. Dari keduanya maka
didapatkan nilai rata-rata yang berupa jumlah sarana kesehatan minimum yang dihitung
berdasarkan cakupan pelayanan dan jumlah penduduk yaitu 6 rumah sakit, 14 puskesmas
induk dan 55 puskesmas pembantu.

No Puskesmas Puskesmas Rumah Sakit


Pembantu Induk

1. Mijen Mijen Rsup Dr. Kariadi

2. Mijen Karang malang Rs. Telogorejo

3. Mijen Gunung Pati Rs. St. Elizabeth

4. Gunung pati Sekaran Rs. Panti Wilasa Citarum

5. Gunung pati Ngesrep Rs. Panti Wilasa Dr. Cipto

6. Gunung pati Padang sari Rs. Roemani Muhammadiyah

7. Pegandan Pudakpayung Rs. Sultan Agung

8. Candilama Pegandan Rs. Tentara Bhakti Wiratamtama

9. Kagok Pandanaran Rs. K.R.M.T Wongsonegoro

10. Kedung mundu Lemper Tengah Rs. William Booth

11. Kedung mundu Candilama Rs. Tugurejo

12. Kedung mundu Kagok Rs. Banyumanik

13. Telogosari Kulon Kedung Mundu Rs. Hermina Pandanaran

14. Genuk Rowosari Rs. Bayangkara Polda

15. Genuk Tlogosari Kulon Rs. Permata Medika

16. Banget Ayu Tlogosari Wetan Rs. Columbia Asia Semarang

17. Gayam Sari Genuk Rs. Hermina Banyumanik

18. Gayam Sari Banget Ayu Rs. Nasional Diponegoro

19. Bandarharjo Gayam Sari Rs. Jiwa Dr. Amino Gondohutomo

20. Bandarharjo Halmahera Rs. Rehab Medik Bayangkara Akpol

21. Bulu Lor Karang Doro Rsia Gunungsawo


22. Poncol Bugangan Rsia Plamongan Sari

23. Lebdosari Bandarharjo Rsia Kusuma Pradja

24. Manyaran Bulu Lor Rsia Ananda Pasar Ace

25. Mangkang Poncol Rsia Bunda

26. Ngalian Miroto Rsia Anugerah

27. Sekaran Karang Ayu -

28. Rowosari Lebdosari -

29. Rowosari Manyaran -

30. Tlogosari Kulon Krobokan -

31. Tlogosari Wetan Ngemplak -


Simongan

32. Tlogosari Wetan Mangkang -

33. Tlogosari Wetan Karang Anyar -

34. Ngalian Ngalian -

35. Kedung Mundu Tambak Aji -

36. Banget Ayu Purwoyoso -

37. Gayam Sari Srondol -

Jumlah pusat pelayanan kesehatan di kota Semarang secara pertumbuhan minimum


sudah sesuai dengan perhitungan minimum karena di kota Semarang untuk rumah sakit
berjumlah 26 unit, puskesmas induk berjumlah 37 unit. Maka pusat pelayanan kesehatan yang
berada di kota Semarang sudah melebihi perhitungan minimum, tetapi belum bisa mencakup
keseluruhan wilayah kota Semarang. Maka dari itu teori dari Walter Christaller sudah tidak
relevan karena wilayah yang ada bukanlah berbentuk daratan yang rata serta persebaran
penduduk yang tidak rata.
Gambar 4. Peta Puskesmas Kota Semarang Tahun 2018

Gambar 5. Peta Jangakauan Puskesmas Kota Semarang


Gambar 6. Peta Jangkauan Rumah Sakit Kota Semarang

Klasifikasi wilayah dalam analisis pola jangkauan wilayah fasilitas pelayanan kesehatan dapat
di asumsikan sebagai berikut sebagai berikut:

a. Wilayah sangat dekat, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 0-1000 meter dari
fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 0-200 meter dari jalan.
b. Wilayah dekat, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 1001-2000 meter dari fasilitas
pelayanan kesehatan dan jarak 0-200 meter dari jalan, atau jika masuk dalam wilayah
dengan jarak 0-1000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 201-500 meter
dari jalan.
c. Wilayah sedang, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 2001-3000 meter atau lebih
dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 0-200 meter dari jalan, atau jika masuk
dalam wilayah dengan jarak 1001-2000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan
jarak 201-500 meter dari jalan, atau jika masuk dalam wilayah dengan jarak 0-1000
meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 501-1000 meter atau lebih dari jalan.
d. Wilayah jauh, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 2001-3000 meter atau lebih dari
fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 201-500 meter dari jalan, atau jika masuk dalam
wilayah dengan jarak 1001-2000 meter dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak
501-1000 meter atau lebih dari jalan.
e. Wilayah sangat jauh, jika masuk dalam wilayah dengan jarak 2001-3000 meter atau
lebih dari fasilitas pelayanan kesehatan dan jarak 501-1000 meter atau lebih dari jalan.
BAB V

PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Teori Christaller merupakan teori yang menggunakan bentuk heksagonal
sebagai acuan agar pelayanan yang dapat diberikan merata. Namun teori ini memiliki
kelemahan karena asumsi yang digunakan sudah tidak relevan untuk diterapkan di
Indonesia dan pada masa sekarang. Dalam kenyataannya setiap orang memiliki daya
beli yang berbeda, selain itu di Indonesia memiliki bentuk topografi yang tidak sama.
Perbedaan skala pelayanan kesehatan di Kota Semarang contoh nyata mengapa
teori Christaller tidak relevan. Penempatan skala pelayanan kesehatan di Kota
Semarang tidak berhirarki dan berbentuk heksagonal seperti yang di kemukakan oleh
Christaller. Selain itu meskipun pusat pelayanan kesehatan yang berada di kota
Semarang sudah melebihi perhitungan minimum, tetapi belum bisa mencakup
keseluruhan wilayah kota Semarang. Penempatan sarana pelayanan kesehatan memusat
pada wilayah dengan perkembangan ekonominya cepat. Sehingga terdapat beberapa
wilayah yang belum terlayani oleh pelayanan kesehatannya.

1.2. Keterbatasan
Dalam penelitian ini keterbatasan yang ada adalah minimnya sumber data yang
menunjukkan persebaran dari puskesmas pembantu di tiap kecamatan. Karena dari data
yang didapatkan hanya terdapat kuantitas puskesmas pembantu pada tiap-tiap
kecamatan namun tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai penempatan dari tiap-tiap
puskesmas pembantu. Sehingga terdapat ketidak jelasan apakah daerah yang tidak
mencakup dalam jangkauan pelayanan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
benar-benar tidak terlayani. Termasuk dalam hal ini puskesmas pembantu.

1.3. Saran
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa pelayanan kesehatan belum
dapat dikatakan tersebar secara merata pada kota semarang. Masih terdapat daerah yang
belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Untuk itu, penulis memberi saran perlu
adanya pembangunan fasilitas pelayanan pada daerah yang belum terjangkau, baik itu
puskesmas maupun rumah sakit sehingga pelayanan kesehatan di kota semarang
tersebar secara merata serta dapat diakses oleh semua penduduk semarang.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Azwar, Azrul. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakata: Pustaka Sinar Harapan.

Tarigan, Robinson ( 2005) Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (Bab 7). Jakarta: Bumi
Aksara.

Jurnal
Aulia S, Astri, Adisti Madella Elmanisa dan Myra P Gunawan. 2009. Pola Distribusi Spasial
Minimarket di Kota-Kota Kecil. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 20(2): 78-94.

Farchan J, Pandu, dan Aufa Dirgahayu K. 2013. Analisis Relevansi Teori Walter Christaller
Pada Pelayanan Kesehatan Kota Bandarlampung. Semarang: Universitas Diponegoro.

Putri Salamah (2017) Central Place Theory Studi Kasus Jakarta.

Rahayu, Sri. 2013. “Teori Tempat Pusat”, dalam Mata Kuliah Analisis Lokasi dan Pola
Ruang. Semarang: JPWK UNDIP

Referensi yang Diakses dari Internet


http://dinkes.semarangkota.go.id/
https://semarangkota.bps.go.id/publication/2018/08/16/eebfdda3a016d15bd59c4d78/kota-
semarang-dalam-angka-2018.html
http://depkes.go.id

Referensi Lain

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Manajemen Perusahaan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai