laboratorium dan mengidentifikasi ciri-ciri spesies yang mengacu pada panduan identifikasi filum
Coelenterata (Suginyo, Widigdo, Wardianto, Krisanti,. 2005)
Suginyo.S., Widigdo,B., Wardianto,Y., dan Krisanti,M. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Penebar Swadaya.
Jakarta
Pengamatan morfologi juga di lakukan di laboratorium dan yang dilakukan adalah dengan
menggambarkan bentuk, tubuh, ciri-ciri spesifik, yang mengacu kepada morfologi dalam bahan ajar
avertebrata air filum Echinodermata oleh Irawan, 2012.
Pengamatan anatomi juga dilakukan di laboratorium dan yang dilakukan adalah dengan membedah
tubuh hewan-hewan filum Echinodermata tersebut untuk melihat organ-organ dalamnya lalu
menggambarkannya, yang mengacu kepada anatomi dalam bahan ajar avertebrata air filum
Echinodermata oleh Irawan, 2012
Irawan, H. 2012. Filum Echinodermata. Bahan Ajar-Hand Out. Fakultas Ilmu Kelautan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang
Satria, (2014), bahwa kisaran suhu yang layak untuk pertumbuhan dan reproduksi Gastropoda pada
umumnya adalah 25-320C. Suhu juga mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman, keseragaman
dan dominansi hewan gastropoda. Gastropoda umumnya membutuhkan pH air antara 6,5-8,5 untuk
kelangsungan hidup dan reproduksi
Satria, M. 2014. Keanekaragaman dan Distribusi Gastropoda di Perairan Desa Berakit Kabupaten
Bintan, (skripsi). Fakultas Kelautan dan Perikanan. UMRAH. Tanjungpinang.
penelitian yang dilakukan oleh Dibyowati, (2009), diperoleh kesimpulan bahwa variasi substrat akan
berkorelasi positif terhadap kehadiran dari Mollusca yakni semakin variatif substrat penyusun suatu
komunitas maka semakin banyak pula komposisi jenis penyusunnya.
Taqwa (2010), bahwa besarnya persentase Gastropoda disebabkan karena jenisnya yang paling banyak
dan umumnya epifauna dengan pergerakan yang lambat, sehingga sangat mudah untuk ditemukan.
Taqwa, (2010) mengungkapkan bahwa lebih rendahnya persentase Bivalvia dibandingkan dengan
Gastropoda disebabkan karena cara hidup Bivalvia yang infauna sehingga tidak mudah ditemukan, selain
itu juga disebabkan beberapa jenis Bivalvia dijadikan sebagai bahan makanan oleh penduduk setempat.
Taqwa, (2010) mengungkapkan bahwa Sipuncula ditemukan lebih berlimpah diduga karena tekstur
substrat dengan kandungan pasir lebih tinggi. Selain itu juga, cara hidup Sipunculidea yang lebih banyak
membenamkan diri pada substrat pasir. Filum ini secara khusus belum dipelajari dengan baik, dilaporkan
baru sekitar 300 jenis yang telah dideskripsi secara formal, semua di laut dan umumnyaperairan dangkal
Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur Komunitas Fauna
Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan
Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Tesis (Tidak dipublikasikan). Semarang. Program Pascasarjana.
Universitas Diponegoro Semarang.
Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
jumlah jenis atau individu yang didapat dan adanya beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang
melimpah dan kondisi ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun, terumbu karang dan hutan
mangrove) sebagai habitat dari fauna perairan (Supono dan Ucu, 2010).
Ucu, Y. A. (2011). Struktur Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara.
Oseanologi dan limnology di Indonesia Vol.37 (1): 71 – 89.
Faktor lain yang diduga memicu sedikitnya spesis yang ditemukan di lokasi ini adalah kondisi substrat
yang tidak digenangi air, sehingga spesis yang ditemukan pada stasiun ini hanya merupakan jenis
gastropoda asli mangrove saja yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap perubahan lingkungan
(Budiman & Dwiono, 1986 dalam Ayunda, 2011). Hal ini sesuai dengan pernyataan Plaziat (1984) dalam
Rangan (2010) bahwa hanya hewan-hewan yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan
ekstrim dari faktor-faktor fisik yang dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove.
Rangan, J. K. 2010. Inventarisasi Gastropoda di Lantai Hutan Mangrove Desa Rap – Rap Kabupaten
Minahasa Selatan Sulawesi Utara. Journal Perikanan dan Kelautan. Vol VI. Nomor 1.
Amfibi adalah hewan yang hidup dengan dua bentuk kehidupan. Mula-mula hidup didalam air tawar
kemudian dilanjutkan didarat. Fase kehidupan didalam air berlangsung sebelum alat reproduksinya
masak(Waluyo. 2010 : 101).
Klasifikasi adalah penggolongan aneka jenis hewan atau tumbuhan kedalam golongan-golongan
tertentu. Golongan-golongan ini disusun runtut sesuai dengan tingkatannya (hierarkinya), yaitu dimulai
dari tingkatan yang lebih kecil hingga ketingkatan yang lebih besar. Ilmu yang mempelajari prinsip dan
cara mengelompokkan mahluk hidup kedalam golongannya disebut taksonomi atau sistematik
(Sulistyorini, 2009).