Dosen Pembimbing :
Ns.M.Syikir,S.Kep
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan judul
“Sistem Endokrin”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pembimbing Bapak Ns.M.Syikir,S.Kep yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah
ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Dan apabila terdapat tutr kata yang kurang baik pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Tujuan ............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................5
A. Tinjauan Umum Tentang Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin..............5-11
B. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Diabetes Mellitus II...............................11-18
BAB III TINJAUAN KASUS.........................................................................................19-32
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................33-45
BAB V PENUTUP..........................................................................................................46
A. Kesimpulan ...................................................................................................46
B. Saran ............................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi
dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja
melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
B. Tujuan
1. untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem endokrin!
2. untuk mengetahui penyakit diabeten mellitus tipe II!
BAB II
TINJAUAN TEORI
Sistem Endokrin disebut juga kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak
mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin
dinamakan hormon. Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam
tubuh hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan,
dan integrasi serta koordinasi tubuh.
Sistem endokrin hampir selalu bekerja sama dengan sistem saraf, namun cara
kerjanya dalam mengendalikan aktivitas tubuh berbeda dari sistem saraf. Ada dua
perbedaaan cara kerja antara kedua sistem tersebut. Kedua perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Dibandingkan dengan sistem saraf, sistem endokrin lebih nanyak bekerja melalui
transmisi kimia.
b. Sistem endokrin memperhatikan waktu respons lebih lambat daripada sistem saraf.
Pada sistem saraf, potensial aksi akan bekerja sempurna hanya dalam waktu 1-5
milidetik, tetapi kerja endokrin melalui hormon baru akan sempurna dalam waktu
yang sangat bervariasi, berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam. Hormon
adrenalin bekerja hanya dalam waktu singkat, namun hormon pertumbuhan bekerja
dalam waktu yang sangat lama. Di bawah kendali sistem endokrin (menggunakan
hormon pertumbuhan), proses pertumbuhan memerlukan waktu hingga puluhan
tahun untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang sempurna.
Dasar dari sistem endokrin adalah hormon dan kelenjar (glandula), sebagai
senyawa kimia perantara, hormon akan memberikan informasi dan instruksi dari sel satu
ke sel lainnya. Banyak hormon yang berbeda-beda masuk ke aliran darah, tetapi masing-
masing tipe hormon tersebut bekerja dan memberikan pengaruhnya hanya untuk sel
tertentu.
Sel-sel penyusun organ endokrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut.
a. Sel Neusekretori, adalah sel yang berbentuk seperti sel saraf, tetapi berfungsi sebagai
penghasil hormon. Contoh sel neusekretori ialah sel saraf pada hipotalamus. Sel
tersebut memperhatikan fungsi endokrin sehingga dapat juga disebut sebagai sel
neuroendokrin. Sesungguhnya, semua sel yang dapat menghasilkan sekret disebut
sebagai sel sekretori. Oleh karena itu, sel saraf seperti yang terdapat pada hipotalamus
disebut sel neusekretori.
b. Sel endokrin sejati, disebut juag sel endokrin kelasik yaitu sel endokrin yang benar-
benar berfungsi sebagai penghasil hormon, tidak memiliki bentuk seperti sel saraf.
Kelenjat endokrin sejati melepaskan hormon yang dihasilkannya secara langsung ke
dalam darah (cairan tubuh). Kelenjar endokrin sejati dapat ditemukan pada hewan
yang memepunyai sistem sirkulasi, baik vertebrata maupun invertebrata. Hewan
invertebrata yang sering menjadi objek studi sistem endokrin yaitu Insekta,
Crustaceae, Cephalopoda, dan Moluska. Kelenjar ensokrin dapat berupa sel tunggal
atau berupa organ multisel.
a. Kelenjar Pituitari
kelenjar ini terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan penting dalam
sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin. Kelenjar pituitari ini dikenal sebagai
master of glands (raja dari semua kelenjar) karena pituitari itu dapat mengkontrol
kelenjar endokrin lainnya. Sekresi hormon dari kelenjar pituitari ini dipengaruhi oleh
faktor emosi dan perubahan iklim. Pituitari dibagi 2 bagian, yaitu anterior dan
posterior.
1). Hipofisis anterior:
b. Kelenjar Tiroid
Terletak dan menempel pada trakea di bagian depan. Kelenjar tiroid adalah
salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat
ditemui di leher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar
energi, membuat protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya.
Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih besar oleh epoprostenol. Fungsi
tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH) hipofisis, dibawah kendali hormon
pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisis-
hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah
kadar hormon tiroid yang bersirkulasi dan laju metabolik tubuh.
c. Kelenjar Paratiroid
kelenjar ini terletak di setiap sisi kelnjar tiroid yang terdapat di dalam leher.
Kelenjar ini berjumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang mengahasilkan hormon
paratiroksin. Ada 2 jenis sel dalam kelejar paratiroid, ada sel utama yang mensekresi
hormon paratiroid (PTH) yang berfungsi sebagai pengendali keseimbangan kalsium
dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penuurunan
kadar fosfat darah dan sel oksifilik yang merupakan tahap perkembangan sel chief.
d. Adrenal
Merupakan kelenjar ini berbentuk bola, yang menempel pada bagian atas ginjal.
Kelenjar ini disebut juga kelenjar adrenal atau kelenjar supra renal. Kelenjar adrenal
dapat dibagi menjadi dua bagia, yaitu bagian luar yang berwarna kekuningan yang
bernama korteks, menghasilkan hormone kortisol, dan bagian tengah (medula),
menghasilkan hormon Adrenalin (epinefrin) dan nor adrenalin (norepinefrin).
e. Pankreas
f. Kelenjar Timus
Kelenjar timus menhasilkan suatu sel imun yang membantu dalam pertahanan
tubuh, selain itu hormon kelenjar timus berperan dalam membatu pertumbuhan badan.
g. Hormon Kelamin
1) Testis
Testis terdapat pada pria, terletak pada skortum. Di dalam testis terdapat
sel-sel leydig yang akan menghasilkan hormon testoteron. Hormon testoteron
akan menentukan sifat kejantanan misalnya adanya jenggot, kumis, jakun dan
lain-lain, dan mengasilkan sel mani (spermatozoid).
2) Ovarika
5. Sifat Hormon
Semua hormon umunya memperlihatkan adanya kesamaan sifat. Beberapa sifat yang
umum diperlihatkan oleh hormon ialah sebagai berikut:
a. Hormon Polipeptida biasanya disintesis dalam bentuk precursor yang belum aktif
(disebut sebagai prohormon), contohnya proinsulin. Prohormon memiliki rantai yang
panjang daripada bentuk aktifnya.
b. Sejumlah hormon dapat berfungsi dalam konsentrasi yang sangat rendah dan sebagian
hormon berumur pendek.
c. Beberapa jenis hormon (misalnya adrenalin) dapat segera beraksi dengan sel sasaran
dalam waktu beberapa detik, sedangkan hormon yang lain (contohnya esterogen dan
tiroksin) bereaksi secara lambat dalam waktu beberapa jam samapai beberapa hari.
Reseptor untuk hormon pada suatu sel dapat terletak pada membrane atau
sitoplasma biasanya merupakan reseptor untuk hormon protein atau peptida. Apabila
sudah sampai di dekat sel sasaran, hormon akan segera berikatan dengan reseptornya
dan memebentuk komplekss hormon-reseptor. Pembentukan hormon-reseptor terjadi
melalui mekanisme yang serupa dengan penggabungan antara anak kunci dan
gemboknya. Kompleks hormon-reseptor akan memicu serangkaian reaksi biokimia
yang menimbulkan tanggapan hayati.
Berikut adalah contoh beberapa peristiwa yang dapat diubah oleh hormon dengan
cara kerja seperti di atas :
Pengaktifan mekanisme transport aktif : proses transport aktif sangat penting bagi
sel untuk memasukkan tau mengeluarkan suatu zat.
Merupakan hormon yang terdapat dalam sitoplasma sel sasaran. Hormon yang
menggunakan reseptor sitosolik adalah hormon steroid dan hormon turunan asam
amino. Hormon tersebut sangat musah larutdalam lipid sehingga mudah melewati
membrane sel sasaran.
Selama dalam peredaran darah ke seluruh tubuh, hormon selalu berkaitan dengan
pengembannnya. Hormon akan terlepas dari molekul pengemban dan masuk ke sel
sasaran. Dalam sitoplasma sel sasaran, hormon berkombinasi dengan reseptor khusus
sehingga menghasilkan kompleks hormon-reseptor yang aktif. Kompleks tersebut
memiliki daya gabung yang sanagt tinggi terhadap DNA sehingga setelah masuk ke
inti, akan segera berkombinasi dengan DNA. Hal ini yang mengawali transkrip DNA.
Pengikatan kompleks hormon-reseptor pada daerah promoter akan merangsang gen
tertentu untuk aktif atau pasif.
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik kronis dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya (World Health Organization, 2016) (American Diabetes Association,
2014) (Harrison, 2012).
Menurut ADA tahun 2014 diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 tipe
(American Diabetes Association, 2014):
a) Diabetes melitus tipe 1
b) Diabetes melitus tipe 2
c) Diabetes melitus tipe lain
d) Diabetes kehamilan atau diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai NonInsulin-Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM akibat dari insensitivitas sel
terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan
hiperglikemia. DM tipe ini memiliki prevalensi paling banyak diantara tipe-tipe lainnya
yakni melingkupi 90-95% dari kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014).
Berikut ini adalah pengertian Deabetes Melitus Tipe II menurut beberapa ahli,
diantaranya:
c. Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar insulin
tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa
glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang
dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi. (FKUI, 2011)
2. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain:
1) Glukotoksisitas
2) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang
toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis
3) Penumpukan amiloid
4) Efek inkretin
5) Umur
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia
lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses
menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut
pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
glukosa.
6) Genetik
b. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
5) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress
menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah (FKUI, 2011)
4. Patofisiologi
DM tipe 2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang tidak adekuat, resistensi
insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan metabolisme lemak yang tidak
normal (Harrison, 2012).
Pada tahap awal, toleransi glukosa akan terlihat normal, walaupun sebenarnya telah
terjadi resistensi insulin. Hal ini terjadi karena kompensasi oleh sel beta pankreas berupa
peningkatan pengeluaran insulin. Proses resistensi insulin dan kompensasi
hiperinsulinemia yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan sel beta pankreas tidak
lagi mampu berkompensasi (Harrison, 2012).
Apabila sel beta pankreas tidak mampu mengkompensasi peningkatan kebutuhan
insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Keadaaan yang menyerupai
DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang
sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga
menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011).
5. Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Harrison,
2012; Ndraha, 12 12 2014; Purnamasari, 2009). Di Amerika Serikat, DM merupakan
penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering amputation,
dan adult blindness (Powers, 2008).
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal
(<50mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dialami 1-2 kali per minggu. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi
bahkan dapat mengalami kerusakan (Fatimah, 2015).
b) Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah apabila kadar glukosa darah meningkat secara tiba-tiba
yang dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, yakni
ketoasidosis diabetik, hiperosmoler hiperglikemik (Fatimah, 2015). Ketoasidosis
diabetik terjadi akibat tubuh yang memecah lemak menjadi tenaga, hal ini terjadi
karena tubuh kekurangan glukosa (sumber tenaga) akibat insulin yang kurang.
Hiperosmoler hiperglikemik ditandai dengan kadar glukosa darah lebih dari 600
mg/dl (American Diabetes Association, 2014).
2) Komplikasi kronik
a) Kerusakan saraf (Neuropati)
Neuropati biasanya terjadi karena kadar glukosa darah yang terus menerus
tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih.
Neuropati dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-
pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari
berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
b) Kerusakan ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah
dari racun yang masuk dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila terdapat nefropati atau
kerusakan ginjal, racun didalam tubuh tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein
yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Gangguan ginjal pada
penderita diabetes juga terkait dengan neuropati atau kerusakan saraf.
c) Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab
utama kebutaan. Ada 3 penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu: retinopati, katarak, dan glukoma.
d) Gangguan saluran cerna
Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena
kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang
mengenai saluran pencernaan. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga
bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus.
Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan
yang diminum.
e) Infeksi
Glukosa darah yang tinggi menggangu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-
paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang
tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita
terhadap adanya infeksi (Ndraha, 2014).
6. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:
b) Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat memanfaatkan potensi atau
sumber yang ada guna menyembuhkan anggota keluarga yang sakit dan
menyelesaikan masalah penyakit diabetes dan resikonya.
c) Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam pengobatan dan
pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
d) Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih, menghindari alkohol,
penggunaaan waktu luang yang positif untuk kesehatan, menghilangkan stress dalam
rutinitas kehidupan atau pekerjaan, pola makan yang baik
f) Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan jasmani atau
kebugaran yang sesuai.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Y.L., seorang wanita Asia berusia 34 tahun, datang ke klinik dengan keluhan kelelahan
kronis, rasa haus yang meningkat, rasa lapar yang terus-menerus, dan sering buang air
kecil. Dia menyangkal rasa sakit, terbakar, atau sakit punggung saat buang air kecil. Ia
memberi tahu Anda bahwa ia memiliki infeksi jamur vagina yang telah ia obati berkali-
kali dengan obat yang dijual bebas. Dia bekerja penuh waktu sebagai pegawai di sebuah
perusahaan pinjaman dan menyatakan dia mengalami kesulitan membaca angka dan
laporan, sehingga dia sering melakukan kesalahan. Dia berkata, "Pada saat saya pulang
dan membuat makan malam untuk keluarga saya, kemudian menidurkan anak saya,
saya terlalu lelah untuk berolahraga." Dia melaporkan kakinya sakit; mereka sering
"terbakar atau merasa seperti ada pin di dalamnya." Dia memiliki riwayat diabetes
gestasional dan melaporkan bahwa, setelah melahirkan, dia kembali ke pola makan
tradisionalnya, yang tinggi karbohidrat.
Dalam meninjau bagan Y.L., Anda perhatikan bahwa dia belum terlihat sejak
melahirkan anaknya 6 tahun yang lalu. Berat badannya bertambah; berat badannya saat
ini adalah 173 pound. Saat ini, TD-nya adalah 152/97 mm Hg, dan glukosa plasma acak
adalah 291 mg / dL. Penyedia perawatan primer mencurigai bahwa Y.L. telah
mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 (DM) dan memerintahkan penelitian
laboratorium berikut:
Fuzzy Logic pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada
tahun 1965. Dasar fuzzy logic adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan
fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam
suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau
membership function menjadi cirri utama dari penalaran dengan fuzzy logic
tersebut (Kusumadewi dan Purnomo, 2010).
Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
himpunan.
Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu
himpunan
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:
a. Varibel Fuzzy
b. Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.
c. Semesta Pembicaraan
d. Domain
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu pertama, tahap pre-
processing data dan kedua, tahap penyusunan decision tree J48. Tahap pre-
processing data meliputi identifikasi dan pemilihan atribut (attribute
identification and selection), penanganan nilai atribut yang tidak lengkap
(handling missing values), dan proses diskritisasi nilai. Sedangkan proses
penyusunan decision tree J48 meliputi penyusunan informasi dalam bentuk tree
menggunakan aplikasi data mining Weka
6. Apa alasan untuk memulai Y.L. pada metformin (Glucophage) dan glipizide
(Glucotrol)?
Jawaban :
a. metformin merupakan terapi awal pada pasien obesitas dan kelebihan berat
badan dan direkomendasikan pula bagi pasien yang pasien yang tidak obesitas
pada beberapa negara. Metformin tidak direkomendasikan pada orang yang
sudah tua (usia >80 tahun) dan bagi seseorang yang mengalami disfungsi ginjal
dimana nilai kreatinin >1,5mg/dL pada pria dan 1,4mg/dL pada wanita (Lacy,
Armstrong, Goldman, Lance, 2006). Metformin dieliminasi melalui sekresi
tubular ginjal dan filtrasi glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam.
b. Glipizide adalah obat anti diabetes mellitus tipe 2 yang termasuk ke dalam
golongan sulfonilurea generasi kedua. Obat-obat sulfonilurea generasi kedua
memiliki efek lebih kuat dan memiliki waktu paruh lebih pendek dari
sulfonilurea generasi pertama. Oleh karena itu glipizide disebut juga rapid and
short acting anti diabetic drug.Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan
cara memblokir sebagian potassium chanels antara sel-sel beta dari pulau
langerhans pada organ pankreas.
7. Pengajaran apa yang perlu Anda berikan kepada Y.L. tentang terapi hipoglikemik
oral?
Jawaban :
- Bila terjadi hipoglikemia, segera bertindak lalu kemudian hubungi dokter. Orang
lanjut usia akan lebih mudah mengalami hipoglikemia, terutama bila mereka tidak
akan atau bila fungsi hati dan fungsi ginjal teganggu, atau memakai obat lalin
yang berinteraksi dengan OHO
- Menyampaikan kepada dokter mengenai obat lain yang diminum selain OHO
8. Apa manfaat potensial yang bisa Y.L. terima dari dorongan untuk berolahraga?
Jawaban :
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa
(Anonim, 2005). Dianjurkan olah raga teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhythmical, Interval, Progressive,
Endurance training) (Anonim, 2001).
9. Manakah dari gejala yang Y.L. dilaporkan hari ini membuat Anda percaya bahwa
dia memiliki beberapa bentuk neuropati?
Jawaban :
Dia melaporkan kakinya sakit seperti terbakar atau merasa seperti ada pin di
dalamnya, dia memiliki riwayat diabetes gestasional, dan kelelahan.
10. Temuan apa dalam sejarah Y.L yang menempatkannya pada peningkatan risiko
untuk pengembangan bentuk neuropati lainnya?
Jawaban :
12. Karena Y.L. sudah memiliki gejala neuropati, menempatkannya pada risiko
komplikasi kaki, Anda menyadari bahwa Anda perlu mengajarinya perawatan kaki
yang tepat. Buat garis besar apa yang akan Anda sertakan saat mengajarinya
tentang perawatan kaki diabetes yang tepat
Jawaban :
Kaki penderita diabetes perlu diperiksa sekali sehari untuk melihat adanya
kelainan, misalnya kemerahan, lecet, kulit retak, atau bengkak. Jika sulit
menjangkau kaki, gunakan cermin untuk melihat seluruh bagian kaki hingga ke
telapak. Letakkan cermin di lantai jika terlalu sulit untuk dipegang, atau mintalah
bantuan orang lain.
Cucilah kaki Anda dengan air hangat (jangan terlalu panas) sekali sehari,
lalu keringkan kaki, terutama sela-sela jari kaki, dengan handuk atau kain yang
lembut. Setelah itu, gunakan krim pelembab untuk menjaga agar kulit kaki tetap
lembut.
Untuk menghindari cedera pada kulit, jangan gunakan kikir kuku, gunting
kuku, atau cairan obat untuk menghilangkan kutil atau kapalan di kaki. Agar aman,
konsultasikan dulu dengan dokter.
Untuk mencegah cedera pada kaki, jangan bertelanjang kaki, bahkan saat
beraktivitas di dalam rumah. Selain itu, jangan memotong kuku terlalu dalam atau
mintalah bantuan orang lain jika tidak bisa memotong kuku sendiri.
Gunakan sepatu yang nyaman serta memiliki bantalan untuk tumit dan
lengkungan kaki. Hindari menggunakan sepatu yang sempit atau sepatu hak tinggi.
Jika salah satu kaki lebih besar dari yang lain, jangan memaksa untuk mengenakan
sepatu yang ukurannya sama kanan dan kiri. Pilihlah sepatu yang ukurannya sesuai
untuk tiap kaki.
13. Apa saja perubahan yang Y.L. dapat lakukan untuk mengurangi risiko atau
memperlambat perkembangan penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler?
Jawaban :
- Komplikasi Makrovaskuler
- Komplikasi Mikrovaskuler
Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari DMT2
yang sering ditemui.UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan
karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan
pembuluh darah tungkai. UKD merupakan salah satu penyebab utama penderita
diabetes dirawat di rumah sakit. Ulkus, infeksi, gangren, amputasi, dan
kematian merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit dan perawatan yang lebih lama. Amputasi merupakan konsekuensi yang
serius dari UKD. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun setelah
amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Bila
dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi
kejadian tindakan amputasi. Perhatian yang lebih pada kaki penderita DM dan
pemeriksaan secara reguler diharapkan akan mengurangi kejadian komplikasi
berupa ulkus diabetik, yang pada akhirnya akan mengurangi biaya rawat dan
kecacatan.Oleh karena itu perlu peningkatan pemahanan mengenai diagnosis
UKD yang kemudian dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang optimal.
Penatalaksanaan UKD yang optimal memerlukan pendekatan multidisiplin,
seperti ahli bedah, ahli endokrin, ahli patologi klinik, ahli mikrobiologi, ahli
gizi, ahli rehabilitasi medik dan perawat mahir khaki.
15. Pemantauan apa yang dibutuhkan untuk Y.L. dalam hal nefropati dan retinopati?
Jawaban :
2. Pemantauan Retinopati
Untuk mencegah retinopati, perlu dilakukan pemantauan kadar glukosa
darah dan tekanan darah yang optimal. Pada penderta diabetes tipe 1 diatas umur
10 tahun, pemeriksaan mata harus dilakukan dalam waktu 5 tahun setelah
diketahui penyakitnya. Sedangkan penderita diabetes tipe 2 harus diperiksa oleh
dokter spesialis mata segera setelah diagnosis ditegakkan. Sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang setiap tahun, atau apabila pemeriksaan terdahulu tidak
ditemukan kelainan retinopati, pemeriksaan bisa diulang setelah setiap 2-3 tahun.
Pemeriksaan ulang dilakukan lebih singkat bila ditemukan kelainan.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istrahat.
Tanda :
1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
b. Sirkulasi
Tanda :
1) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia.
2) Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.
c. Neurosensori
Gejala :
Gejala :
Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi :
tampak sangat berhati – hati.
e. Keamanan
Gejala :
3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Gejala :
2. Diagnosa Keperawatan
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
3. Perencanaan / Intervensi
Tujuan :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji pengeluaran urine 1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebelumnya, adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang menigkatkan kehilangan
cairan
Tujuan :
Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau nutrisi yang
di programkan dengan kriteria :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Timbang berat badan. 1. Penurunan berat badan menunjukkan tidak
ada kuatnya nutrisi klien.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan terhindar dari inteksi dengan
kriteria :
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda – tanda infeksi 1. Kemerahan, edema, luka drainase, cairan
dari luka menunjukkan adanya infeksi.
Tujuan :
a. Luka sembuh
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keadaan kulit yangrusak 1. Mengetahui keadaan peradangan untuk
membantu
dalam menanggulangi atau dapat dilakukan
pencegahan.
2. Bersihkan luka dengan teknik septic dan
antiseptic 2. Mencegah terjadinya inteksi sekunder pada
anggota tubuh yang lain.
3. Kompres luka dengan larutan Nacl 3. Selain untuk membersihkan luka dan juga
untuk
mempercepat pertumbuhan jaringan
4. Anjurkan pada klien agarmenjaga
predisposisi terjadinya lesi. 4. Kelembaban dan kulit kotorsebagai
predisposisi
5. Pemberian obat antibiotic. terjadinya lesi.
Tujuan :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat dan tipe kerusakan 1. Mengidentifikasi derajat kerusakan
penglihatan
2. Latih klien untuk membaca.
2. Mempertahankan aktivitas visual klien.
3. Orientasi klien dengan lingkungan.
3. Mengurangi cedera akibat disorientasi
4. Gunakan alat bantu penglihatan.
4. Melatih aktifitas visual secara bertahap.
5. Panggil klien dengan nama, orientasikan
kembali sesuai dengan kebutuhannya 5. Menurunkan kebingungan dan membantu
tempat, orang dan waktu. untuk mempertahankan kontak dengan realita.
6. Pelihara aktifitas rutin.
6. Membantu memelihara panen tetap
berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientalasi pada
7. Lindungi klien dari cedera. lingkungannya.
f. NDX : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia
darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik
Tujuan :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan 1. Pendidikan dapat memberikan motivasi
aktivitas untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah
Tujuan :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji tingkat nyeri 1. Nyeri disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan atau karena peningkatan asam laktat
sebagai akibat deficit insulin
Tujuan :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan 1. Mengidentifikasi tingkat toleransi aktivitas
rawat diri klien
Tujuan :
Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pilih berbagai strategi belajar 1. Penggunaan cara yang berbeda tentang
mengakses
informasi, meningkatkan penerapan pada
individu yang belajar
2. Diskusikan tentang rencana diet
2. Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet
akan membantu pasien dalam merencanakan
makan/mentaati program, serat dapat
memperlambat absorbsi glukosa yang akan
menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah
3. Diskusikan tentang faktorfaktor yang
memegang 3. Diskusikan faktor-faktor yang memegang
peranan dalam kontrol DM peranan dalam kontrol DM yang dapat
menurunkan berulangnya kejadian
ketoasidosis.
5. Implementasi
Merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan
dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem endokrin dan sistem saraf bekerja secara kooperatif untuk mengatur seluruh
aktivitas dalam tubuh hewan, dengan cara menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi
sel sasaran. Hormon dapat dihasilkan oleh organ endokrin sejati ataupun oleh sel
neurosekretori. Hormon dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu hormon steroid, hormon
peptide dan hormon turunan tirosin.
Hormon mempengaruhi sel target secara spesifik. Pengaruh tersebut berkaitan erat
dengan adanya reseptor hormon pada sel target yang sesuai dengan hormon tertentu. Reseptor
hormon ada yang terdapat di membran sel juga terdapat di sitoplasma sel.
B. Saran
c. Hindari makanan siap saji dengan kandungan karbohidrat dan lemak tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Annahl, R. 2017. Penerapan Metode Certainty Factor Untuk Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Diabetes Melitus Pada Rsud Bumi Panua Kabupaten Pohuwato. Ilkom Jurnal Ilmiah
Work Is Licensed, 9(3), 309-316.
Lang Florian Silbernagl Stefan. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta. ECG
Decroli Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe II. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas