Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

DIABETES MELITUS TIPE II


Diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II)

Dosen Pembimbing :
Ns.M.Syikir,S.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 1

 Florensa Juniati (P.18.005)


 Ariani Haslina (P.18.001)
 Miftahul Jannah (P.18.010)

STIKES BINA GENERASI POLEWALI MANDAR


PRODI S1 KEPERAWATAN
SEMESTER IV
T.A 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam sejahtera bagi kita semua.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan judul
“Sistem Endokrin”.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pembimbing Bapak Ns.M.Syikir,S.Kep yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah
ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Dan apabila terdapat tutr kata yang kurang baik pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Polewali, 24 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ii

Daftar Isi..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Tujuan ............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................................5
A. Tinjauan Umum Tentang Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin..............5-11
B. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Diabetes Mellitus II...............................11-18
BAB III TINJAUAN KASUS.........................................................................................19-32
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................33-45
BAB V PENUTUP..........................................................................................................46
A. Kesimpulan ...................................................................................................46
B. Saran ............................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................47
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi
dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.

Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja
melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.

Kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah. Kelenjar endokrin


termasuk :1. Pulau Langerhans pada Pankreas, 2. Gonad (ovarium dan testis), 3. Kelenjar
adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, serta timusB. Hormon dan fungsinya Kata hormon
berasal dari bahasa Yunani hormon yang artinya membuat gerakan atau membangkitkan.
Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.

B. Tujuan
1. untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem endokrin!
2. untuk mengetahui penyakit diabeten mellitus tipe II!
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.Tinjauan Umum Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin

1. Pengertian Sistem Endokrin

Sistem Endokrin disebut juga kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak
mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin
dinamakan hormon. Hormon berperan penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam
tubuh hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan,
dan integrasi serta koordinasi tubuh.

Sistem endokrin hampir selalu bekerja sama dengan sistem saraf, namun cara
kerjanya dalam mengendalikan aktivitas tubuh berbeda dari sistem saraf. Ada dua
perbedaaan cara kerja antara kedua sistem tersebut. Kedua perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut.

a. Dibandingkan dengan sistem saraf, sistem endokrin lebih nanyak bekerja melalui
transmisi kimia.

b. Sistem endokrin memperhatikan waktu respons lebih lambat daripada sistem saraf.
Pada sistem saraf, potensial aksi akan bekerja sempurna hanya dalam waktu 1-5
milidetik, tetapi kerja endokrin melalui hormon baru akan sempurna dalam waktu
yang sangat bervariasi, berkisar antara beberapa menit hingga beberapa jam. Hormon
adrenalin bekerja hanya dalam waktu singkat, namun hormon pertumbuhan bekerja
dalam waktu yang sangat lama. Di bawah kendali sistem endokrin (menggunakan
hormon pertumbuhan), proses pertumbuhan memerlukan waktu hingga puluhan
tahun untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang sempurna.

Dasar dari sistem endokrin adalah hormon dan kelenjar (glandula), sebagai
senyawa kimia perantara, hormon akan memberikan informasi dan instruksi dari sel satu
ke sel lainnya. Banyak hormon yang berbeda-beda masuk ke aliran darah, tetapi masing-
masing tipe hormon tersebut bekerja dan memberikan pengaruhnya hanya untuk sel
tertentu.

2. Sel-sel Penyusun Organ Endokrin

Sel-sel penyusun organ endokrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai
berikut.

a. Sel Neusekretori, adalah sel yang berbentuk seperti sel saraf, tetapi berfungsi sebagai
penghasil hormon. Contoh sel neusekretori ialah sel saraf pada hipotalamus. Sel
tersebut memperhatikan fungsi endokrin sehingga dapat juga disebut sebagai sel
neuroendokrin. Sesungguhnya, semua sel yang dapat menghasilkan sekret disebut
sebagai sel sekretori. Oleh karena itu, sel saraf seperti yang terdapat pada hipotalamus
disebut sel neusekretori.

b. Sel endokrin sejati, disebut juag sel endokrin kelasik yaitu sel endokrin yang benar-
benar berfungsi sebagai penghasil hormon, tidak memiliki bentuk seperti sel saraf.
Kelenjat endokrin sejati melepaskan hormon yang dihasilkannya secara langsung ke
dalam darah (cairan tubuh). Kelenjar endokrin sejati dapat ditemukan pada hewan
yang memepunyai sistem sirkulasi, baik vertebrata maupun invertebrata. Hewan
invertebrata yang sering menjadi objek studi sistem endokrin yaitu Insekta,
Crustaceae, Cephalopoda, dan Moluska. Kelenjar ensokrin dapat berupa sel tunggal
atau berupa organ multisel.

3. Jenis Kelenjar Endokrin

a. Kelenjar Pituitari

kelenjar ini terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan penting dalam
sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin. Kelenjar pituitari ini dikenal sebagai
master of glands (raja dari semua kelenjar) karena pituitari itu dapat mengkontrol
kelenjar endokrin lainnya. Sekresi hormon dari kelenjar pituitari ini dipengaruhi oleh
faktor emosi dan perubahan iklim. Pituitari dibagi 2 bagian, yaitu anterior dan
posterior.
1). Hipofisis anterior:

 Hormon Somatotropin(untuk pembelahan sel,pertumbuhan)

 Hormon tirotropin(sintesis hormon tiroksin dan pengambilan unsur yodium)

 Hormon Adrenokortikotropin(merangsang kelenjar korteks membentuk


hormon)

 Hormon Laktogenik(sekresi ASI)

 Hormon Gonadotropin( FSH pada wanita pemasakan folikel, pada pria


pembentukan spermatogonium; LH pada wanita pembentukan korpus
luteum,pada pria merangsang sel interstitial membentuk hormon testosteron)

2). Hipofisis Medula(membentuk hormon pengatur melanosit)

3). Hipofisis posterior

 Hormon oksitosin(merangsang kontraksi kelahiran)

 Hormon Vasopresin( merangsang reabsorpsi air ginjal)

b. Kelenjar Tiroid

Terletak dan menempel pada trakea di bagian depan. Kelenjar tiroid adalah
salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat
ditemui di leher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar
energi, membuat protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya.
Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih besar oleh epoprostenol. Fungsi
tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH) hipofisis, dibawah kendali hormon
pelepas tirotropin (TRH) hipotalamus melalui sistem umpan balik hipofisis-
hipotalamus. Faktor utama yang mempengaruhi laju sekresi TRH dan TSH adalah
kadar hormon tiroid yang bersirkulasi dan laju metabolik tubuh.

c. Kelenjar Paratiroid
kelenjar ini terletak di setiap sisi kelnjar tiroid yang terdapat di dalam leher.
Kelenjar ini berjumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang mengahasilkan hormon
paratiroksin. Ada 2 jenis sel dalam kelejar paratiroid, ada sel utama yang mensekresi
hormon paratiroid (PTH) yang berfungsi sebagai pengendali keseimbangan kalsium
dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan kadar kalsium darah dan penuurunan
kadar fosfat darah dan sel oksifilik yang merupakan tahap perkembangan sel chief.

d. Adrenal

Merupakan kelenjar ini berbentuk bola, yang menempel pada bagian atas ginjal.
Kelenjar ini disebut juga kelenjar adrenal atau kelenjar supra renal. Kelenjar adrenal
dapat dibagi menjadi dua bagia, yaitu bagian luar yang berwarna kekuningan yang
bernama korteks, menghasilkan hormone kortisol, dan bagian tengah (medula),
menghasilkan hormon Adrenalin (epinefrin) dan nor adrenalin (norepinefrin).

e. Pankreas

Pangkreas terletak dibelakang lambung di depan vertebra lumalis I dan II yang


tersusun dari pulau-pulau langerhans yang tersebar di seluruh pangkreas. Di pulau
langerhans inila terdapat sel-sel alfa dan sel-sel beta. Sel alfa menghasilkan hormon
glucagon sedangkan sel-sel beta menghasilkan hormone insulin. Hormon insulin
berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa
ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan.
Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes.

f. Kelenjar Timus

Terletak di dalam midiastinum di belakan tulang sternum, kelenjar timus


dijumpai pada anak-anak di bawah usia 18 tahun. Kelenjar ini terletak di dalam toraks
kira-kira setinggi percabangan trakea, warnanya kemerah-merahan dan terdiri atas 2
lobus. Pa da bayi baru lahir beratnya kira-kira 10 gram, dan ukurannya bertambah
pada masa remaja sekitar 30-40 gram.

Kelenjar timus menhasilkan suatu sel imun yang membantu dalam pertahanan
tubuh, selain itu hormon kelenjar timus berperan dalam membatu pertumbuhan badan.
g. Hormon Kelamin

1) Testis

Testis terdapat pada pria, terletak pada skortum. Di dalam testis terdapat
sel-sel leydig yang akan menghasilkan hormon testoteron. Hormon testoteron
akan menentukan sifat kejantanan misalnya adanya jenggot, kumis, jakun dan
lain-lain, dan mengasilkan sel mani (spermatozoid).

2) Ovarika

kelenjar ovarika terdapat pada wanita, terletak pada ovarium di sebelah


kiri dan kanan rahi m dan menhasilkan hormon estrogen dan progesteron (korpus
luteum). Hormon ini dapat mempengaruhi pekerjaan uterus serta memberikan
sifat kewanitaan, misalnya panggul yang besar, bahu yang sempit dan lain-lain.

5. Sifat Hormon

Semua hormon umunya memperlihatkan adanya kesamaan sifat. Beberapa sifat yang
umum diperlihatkan oleh hormon ialah sebagai berikut:

a. Hormon Polipeptida biasanya disintesis dalam bentuk precursor yang belum aktif
(disebut sebagai prohormon), contohnya proinsulin. Prohormon memiliki rantai yang
panjang daripada bentuk aktifnya.

b. Sejumlah hormon dapat berfungsi dalam konsentrasi yang sangat rendah dan sebagian
hormon berumur pendek.

c. Beberapa jenis hormon (misalnya adrenalin) dapat segera beraksi dengan sel sasaran
dalam waktu beberapa detik, sedangkan hormon yang lain (contohnya esterogen dan
tiroksin) bereaksi secara lambat dalam waktu beberapa jam samapai beberapa hari.

d. Pada sel sasaran, hormon akan berkaitan dengan reseptornya.

e.Hormon kadang-kadang memerlukan pembawa pesan kedua dalam mekanismenya.

6. Mekanisme Aksi Hormon


a. Reseptor Hormon Pada Membran

Reseptor untuk hormon pada suatu sel dapat terletak pada membrane atau
sitoplasma biasanya merupakan reseptor untuk hormon protein atau peptida. Apabila
sudah sampai di dekat sel sasaran, hormon akan segera berikatan dengan reseptornya
dan memebentuk komplekss hormon-reseptor. Pembentukan hormon-reseptor terjadi
melalui mekanisme yang serupa dengan penggabungan antara anak kunci dan
gemboknya. Kompleks hormon-reseptor akan memicu serangkaian reaksi biokimia
yang menimbulkan tanggapan hayati.

Berikut adalah contoh beberapa peristiwa yang dapat diubah oleh hormon dengan
cara kerja seperti di atas :

 Perubahan aktivitas enzim : perubahan aktivitas enzim memungkinkan proses


metabolism tertentu dapat terselenggara atau terhenti.

 Pengaktifan mekanisme transport aktif : proses transport aktif sangat penting bagi
sel untuk memasukkan tau mengeluarkan suatu zat.

 Aktivitas pembentukan mikrotubulus : perubahan aktivitas pembentukan


mikrotubulus dapat mempengaruhi berbagai peristiwa yang tergantung padanya,
antara alin pergerakan ameba dan mitosis sel.

 Pengubahan aktivitas metabolism DNA : pengubahan aktivitas metabolisme DNA


dapat memepengaruhi proses pertumbuhan atau pembelahan sel.

b. Reseptor Hormon Pada Sitoplasma (Reseptor Sitosolik)

Merupakan hormon yang terdapat dalam sitoplasma sel sasaran. Hormon yang
menggunakan reseptor sitosolik adalah hormon steroid dan hormon turunan asam
amino. Hormon tersebut sangat musah larutdalam lipid sehingga mudah melewati
membrane sel sasaran.

Selama dalam peredaran darah ke seluruh tubuh, hormon selalu berkaitan dengan
pengembannnya. Hormon akan terlepas dari molekul pengemban dan masuk ke sel
sasaran. Dalam sitoplasma sel sasaran, hormon berkombinasi dengan reseptor khusus
sehingga menghasilkan kompleks hormon-reseptor yang aktif. Kompleks tersebut
memiliki daya gabung yang sanagt tinggi terhadap DNA sehingga setelah masuk ke
inti, akan segera berkombinasi dengan DNA. Hal ini yang mengawali transkrip DNA.
Pengikatan kompleks hormon-reseptor pada daerah promoter akan merangsang gen
tertentu untuk aktif atau pasif.

B. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Diabetes Melitus Tipe II

1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik kronis dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya (World Health Organization, 2016) (American Diabetes Association,
2014) (Harrison, 2012).
Menurut ADA tahun 2014 diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 tipe
(American Diabetes Association, 2014):
a) Diabetes melitus tipe 1
b) Diabetes melitus tipe 2
c) Diabetes melitus tipe lain
d) Diabetes kehamilan atau diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai NonInsulin-Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe DM akibat dari insensitivitas sel
terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan
hiperglikemia. DM tipe ini memiliki prevalensi paling banyak diantara tipe-tipe lainnya
yakni melingkupi 90-95% dari kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014).
Berikut ini adalah pengertian Deabetes Melitus Tipe II menurut beberapa ahli,
diantaranya:

a.    Diabetes mellitus Tipe 2 atau dikenal dengan istilah Non-insulin Dependent


Millitus (NIDDM) adalah keadaan dimana hormone insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti
kecacatan dalam produksi  insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan
jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di
dalam darah. (Nurul Wahdah, 2011)
b.    Diabetes Mellitus Tipe II adalah defek sekresi insulin, dimana pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang
normal, sehingga terjadi hiperglikemia yang disebabkan insensitifitas seluler akibat
insulin.  (Elizabeth J Corwin, 2009)

c.     Diabetes Mellitus Tipe II adalah keadaan dimana kadar glukosa tinggi, kadar insulin
tinggi atau normal namun kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa
glukosa masuk dalam sel, akibatnya terjadi gangguan transport glukosa yang
dijadikan sebagai bahan bakar metabolisme energi. (FKUI, 2011)

2. Etiologi
Penyebab dari DM Tipe II antara lain:

a.  Penurunan fungsi cell b pankreas

Penurunan fungsi cell b disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1)      Glukotoksisitas

Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebkan peningkatan


stress oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta

2)      Lipotoksisitas

Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
proses lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang
toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis

3)      Penumpukan amiloid

Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar


glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin
dari  sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi jaringan
amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta
dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta
berkurang sampai 50-60%.

4)      Efek inkretin

Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara


meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
apoptosis sel beta.

5)      Umur

Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah  usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia
lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses
menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut
pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar
glukosa.

6)      Genetik

b.      Retensi insulin

Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi
faktor-faktor berikut ini banyak berperan:

1)      Obesitas terutama yang bersifat sentral ( bentuk apel )

Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah


berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot
berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.

2)      Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat


3)      Kurang gerak badan

4)      Faktor keturunan ( herediter )

5)      Stress

Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf
simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress
menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus
mensekresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa
darah (FKUI, 2011)

3. Faktor risiko pada DM


1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti berat badan, obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan seimbang (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
2) Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yakni usia dan jenis kelamin (Depkes,
2008). Menurut Sujaya (2009) risiko terjadinya diabetes meningkat seiring dengan
usia terutama pada kelompok usia lebih dari 40 tahun. Seseorang yang berusia lebih
dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun
(Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan pada kelompok tersebut mulai terjadi proses
aging yang bermakna sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam
memproduksi insulin (Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013). Selain itu terdapat
penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang 10 10 berhubungan
dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu
terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013). Menurut IDF di wilayah Western
Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan
kelompok paling banyak menderita DM tipe 2 dengan distribusi sebanyak 27% laki-
laki dan 21% perempuan (IDF, 2015). Namun data tersebut sedikit berbeda dengan
penelitian oleh Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa angka prevalensi penderita
DM tipe 2 di kelompok usia 40-70 tahun pada perempuan menunjukkan angka yang
lebih tinggi daripada laki-laki (59,1% dan 40,9%), sedangkan pada laki-laki lebih
banyak terjadi pada usia yang lebih muda (Indriyani, 2007). Hal ini dipicu oleh
fluktuasi hormonal yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumuladi
dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak
yang lebih tinggi (20-25% dari berat badan total) dengan kadar LDL yang tinggi
dibandingkan dengan laki-laki (jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total)
(Karinda, 2013; Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi
tersebut mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati
sehingga perempuan memiliki faktor risiko sebanyak 3-7 kali lebih tinggi
dibandingkan laki-laki yaitu 2-3 kali terhadap kejadian DM (Indriyani, 2007; Karinda,
2013; Fatimah, 2015).

4. Patofisiologi
DM tipe 2 memiliki karakteristik sekresi insulin yang tidak adekuat, resistensi
insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan metabolisme lemak yang tidak
normal (Harrison, 2012).
Pada tahap awal, toleransi glukosa akan terlihat normal, walaupun sebenarnya telah
terjadi resistensi insulin. Hal ini terjadi karena kompensasi oleh sel beta pankreas berupa
peningkatan pengeluaran insulin. Proses resistensi insulin dan kompensasi
hiperinsulinemia yang terus menerus terjadi akan mengakibatkan sel beta pankreas tidak
lagi mampu berkompensasi (Harrison, 2012).
Apabila sel beta pankreas tidak mampu mengkompensasi peningkatan kebutuhan
insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Keadaaan yang menyerupai
DM tipe 1 akan terjadi akibat penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang
sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga
menyebabkan kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011).

5. Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati (Harrison,
2012; Ndraha, 12 12 2014; Purnamasari, 2009). Di Amerika Serikat, DM merupakan
penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering amputation,
dan adult blindness (Powers, 2008).
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal
(<50mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dialami 1-2 kali per minggu. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi
bahkan dapat mengalami kerusakan (Fatimah, 2015).
b) Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah apabila kadar glukosa darah meningkat secara tiba-tiba
yang dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, yakni
ketoasidosis diabetik, hiperosmoler hiperglikemik (Fatimah, 2015). Ketoasidosis
diabetik terjadi akibat tubuh yang memecah lemak menjadi tenaga, hal ini terjadi
karena tubuh kekurangan glukosa (sumber tenaga) akibat insulin yang kurang.
Hiperosmoler hiperglikemik ditandai dengan kadar glukosa darah lebih dari 600
mg/dl (American Diabetes Association, 2014).
2) Komplikasi kronik
a) Kerusakan saraf (Neuropati)
Neuropati biasanya terjadi karena kadar glukosa darah yang terus menerus
tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih.
Neuropati dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-
pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari
berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
b) Kerusakan ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah
dari racun yang masuk dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila terdapat nefropati atau
kerusakan ginjal, racun didalam tubuh tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein
yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Gangguan ginjal pada
penderita diabetes juga terkait dengan neuropati atau kerusakan saraf.
c) Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab
utama kebutaan. Ada 3 penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu: retinopati, katarak, dan glukoma.
d) Gangguan saluran cerna
Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena
kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang
mengenai saluran pencernaan. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga
bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus.
Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan
yang diminum.
e) Infeksi
Glukosa darah yang tinggi menggangu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-
paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang
tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita
terhadap adanya infeksi (Ndraha, 2014).

6. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:

a)   Memberikan penyuluhan tentang keadaaan penyakit, symptom, hasil yang ditemukan


dan alternative tindakan yang akan diambil pada pasien maupun keluarga pasien.

b)   Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat memanfaatkan potensi atau
sumber yang ada guna menyembuhkan anggota keluarga yang sakit dan
menyelesaikan masalah penyakit diabetes dan resikonya.

c)   Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam pengobatan dan
pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
d)   Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih, menghindari alkohol,
penggunaaan waktu luang yang positif untuk kesehatan, menghilangkan stress dalam
rutinitas kehidupan atau pekerjaan, pola makan yang baik

e)   Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan keluhan dan


meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang terkena DM atau yang memiliki
resiko

f)   Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan jasmani atau
kebugaran yang sesuai.
BAB III

TINJAUAN KASUS
Y.L., seorang wanita Asia berusia 34 tahun, datang ke klinik dengan keluhan kelelahan
kronis, rasa haus yang meningkat, rasa lapar yang terus-menerus, dan sering buang air
kecil. Dia menyangkal rasa sakit, terbakar, atau sakit punggung saat buang air kecil. Ia
memberi tahu Anda bahwa ia memiliki infeksi jamur vagina yang telah ia obati berkali-
kali dengan obat yang dijual bebas. Dia bekerja penuh waktu sebagai pegawai di sebuah
perusahaan pinjaman dan menyatakan dia mengalami kesulitan membaca angka dan
laporan, sehingga dia sering melakukan kesalahan. Dia berkata, "Pada saat saya pulang
dan membuat makan malam untuk keluarga saya, kemudian menidurkan anak saya,
saya terlalu lelah untuk berolahraga." Dia melaporkan kakinya sakit; mereka sering
"terbakar atau merasa seperti ada pin di dalamnya." Dia memiliki riwayat diabetes
gestasional dan melaporkan bahwa, setelah melahirkan, dia kembali ke pola makan
tradisionalnya, yang tinggi karbohidrat.

Dalam meninjau bagan Y.L., Anda perhatikan bahwa dia belum terlihat sejak
melahirkan anaknya 6 tahun yang lalu. Berat badannya bertambah; berat badannya saat
ini adalah 173 pound. Saat ini, TD-nya adalah 152/97 mm Hg, dan glukosa plasma acak
adalah 291 mg / dL. Penyedia perawatan primer mencurigai bahwa Y.L. telah
mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 (DM) dan memerintahkan penelitian
laboratorium berikut:

1. Jelaskan hasil laboratorium Y.L


Jawaban :
2. Identifikasi tiga metode yang digunakan untuk mendiagnosis DM.
Jawaban :

a. Metode Fuzzy Logic

Fuzzy Logic pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada
tahun 1965. Dasar fuzzy logic adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan
fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam
suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau
membership function menjadi cirri utama dari penalaran dengan fuzzy logic
tersebut (Kusumadewi dan Purnomo, 2010).

Fuzzy Logic dapat diangggap sebagai kotak hitam yang menghubungkan


antara ruang input dengan ruang output. Kotak hitam tersebut berisi cara atau
metode yang dapat digunakan untuk mengolah data input menjadi output dalam
bentuk informasi yang baik. Ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan
Fuzzy Logic, antara lain:

1. Konsep Fuzzy Logic mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari


penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.

2. Fuzzy Logic sangat fleksibel.

3. Fuzzy Logic memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.

4. Fuzzy Logic mampu memodelkan fungsi-fungsi non linear yang sangat


kompleks.

5.Fuzzy Logic dapat membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman


para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.

6. Fuzzy Logic dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara


konvensional.

7. Fuzzy Logic didasarkan pada bahasa alami.


Kalau himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
himpunan A, yang sering ditulis dengan µA(x), memiliki dua kemungkinan, yaitu :

Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
himpunan.

Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu
himpunan

Beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:

a. Varibel Fuzzy

Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu


sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dsb.

b. Himpunan Fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.

c. Semesta Pembicaraan

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk


dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari
kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun
negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas akhirnya.

d. Domain

Domain himpunann fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam


semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy

b.Metode Certainty Factor

Teori Certainty Factor (CF) mengakomodasi ketidakpastian pemikiran


(inexact reasoning) seorang pakar. Seorang pakar (misalnya dokter) seringkali
menganalisis informasi yang ada dengan ungkapan seperti “mungkin”,
“kemungkinanp besar”, “hampir pasti”. Untuk mengakomodasi hal ini kita
menggunakan certainty factor (CF) guna menggambarkan tingkat keyakinan pakar
terhadap masalah yang sedang dihadapi [3]. Metode „Net belief ‟ yang diusulkan
oleh E.H. Shortliffe dan B.G.Buchanan.

MB (H,E) : Measure Of Belief (Ukuran kepercayaan) terhadap hipotesis H, jika


diberikan evidence E (antara 0 dan 1).

MD (H.E) : Measure Of Disbelief (Ukuran ketidakpercayaan) terhadap evidence


H, jika diberikan evidence E (antara 0 dan 1).

P (H) : Probabilitas kebenaran hipotesis H.

P (H|E) : Probabilitas bahwa H benar karena faktor E.

c. Metode decision tree J48.

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu pertama, tahap pre-
processing data dan kedua, tahap penyusunan decision tree J48. Tahap pre-
processing data meliputi identifikasi dan pemilihan atribut (attribute
identification and selection), penanganan nilai atribut yang tidak lengkap
(handling missing values), dan proses diskritisasi nilai. Sedangkan proses
penyusunan decision tree J48 meliputi penyusunan informasi dalam bentuk tree
menggunakan aplikasi data mining Weka

Decision tree J48 merupakan implementasi dari algoritma C4.5 yang


memproduksi decision tree. Ini merupakan standar algoritma yang digunakan
dalam machine learning. Decision tree merupakan salah satu algoritma
klasifikasi dalam data mining. Algoritma klasifikasi merupakan algoritma
yang secara induktif dalam pembelajaran dalam mengkonstruksikan sebuah
model dari dataset yang belum diklasifikasikan (pre classified dataset) . Setiap
data dari item berdasarkan dari nilai dari setiap atribut. Klasifikasi dapat dilihat
sebagai mapping dari sekelompok set dari atribut darikelas tertentu. Decision tree
mengklasifikasikan data yang diberikan menggunakan nilai dari atribut [11].
Dataset dengan atribut pilihan kemudian diklasifikasikan menggunakan decision
tree J48.

Dalam k-fold cross-validation, data pengujian dipisah secara acak ke


dalam k himpunan bagian yang mutually exclusiveatau “folds (lipatan)”, D1,
D2,..., Dk, yang masing – masing kurang lebih berukuran sama. Pelatihan
dan pengujian dilakukan sebanyak k kali. Pada iterasi ke-i, partisi Didigunakan
sebagai data tes, dan partisi sisanya digunakan bersama untuk melatih model.
Dalam iterasi pertama, yaitu himpunan bagian D2, ..., Dk secara bersama
bertindak sebagai data pelatihan untuk memperoleh model pertama, yang diuji
pada D1; iterasi kedua dilatih pada himpunan bagian D1, D3, ..., Dkdan diuji
pada D2; dan seterusnya seperti dicontohkan pada Gambar 1. Dalam
penelitian ini digunakan 10-fold crossvalidation.

3. Identifikasi tiga fungsi insulin.


Jawaban :

Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam


sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif,
menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah
penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

4. Jelaskan perbedaan patofisiologis utama antara DM tipe 1 dan tipe 2.


Jawaban:
a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul
glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera
makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan
sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton
yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis (Corwin, 2000)
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak
dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang
berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)
5. Apa faktor risiko untuk DM tipe 2?
Jawaban :
Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa DM berkaitan
dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputiriwayat keluarga dengan
DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayatmelahirkan bayi dengan
berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional
dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang
dapatdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80
cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemi dan diet tidak sehat.

KEMAJUAN STUDI KASUS


Y.L. didiagnosis dengan DM tipe 2. PCP memulai pemberian metformin (Glucophage)
500 mg dan glipizide (Glucotrol) 5 mg per oral setiap hari saat sarapan dan atorvastatin
(Lipitor) 20 mg per oral pada waktu tidur. Dia dirujuk ke ahli gizi untuk instruksi
memulai diet 1.200 kalori menggunakan sistem pertukaran untuk memfasilitasi
penurunan berat badan dan menurunkan kadar glukosa darah, kolesterol, dan
trigliserida. Anda harus memberikan edukasi tentang farmakoterapi dan olahraga

6. Apa alasan untuk memulai Y.L. pada metformin (Glucophage) dan glipizide
(Glucotrol)?
Jawaban :

a. metformin merupakan terapi awal pada pasien obesitas dan kelebihan berat
badan dan direkomendasikan pula bagi pasien yang pasien yang tidak obesitas
pada beberapa negara. Metformin tidak direkomendasikan pada orang yang
sudah tua (usia >80 tahun) dan bagi seseorang yang mengalami disfungsi ginjal
dimana nilai kreatinin >1,5mg/dL pada pria dan 1,4mg/dL pada wanita (Lacy,
Armstrong, Goldman, Lance, 2006). Metformin dieliminasi melalui sekresi
tubular ginjal dan filtrasi glomerular. Waktu paruh metformin yaitu 6 jam.

b. Glipizide adalah obat anti diabetes mellitus tipe 2 yang termasuk ke dalam
golongan sulfonilurea generasi kedua. Obat-obat sulfonilurea generasi kedua
memiliki efek lebih kuat dan memiliki waktu paruh lebih pendek dari
sulfonilurea generasi pertama. Oleh karena itu glipizide disebut juga rapid and
short acting anti diabetic drug.Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan
cara memblokir sebagian potassium chanels antara sel-sel beta dari pulau
langerhans pada organ pankreas.

7. Pengajaran apa yang perlu Anda berikan kepada Y.L. tentang terapi hipoglikemik
oral?
Jawaban :

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) merupakan obat penurun kadar glukosa


pada darah yang diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesei. Obat Penurun
Glukosa Darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja
melalui beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah. Obat-obatan ini
dapat membantu penyandang diabetes melitus untuk menggunakan insulinnya
sendiri dengan lebih baik dan menurunkan pelepasan glukosa oleh hati.

Penyandang diabetes perlu untuk memperhatikan beberapa hal dalam


kaitannya dengan OHO yang diresepkan oleh dokter:

- Jangan mengubah dosis ataupun merk obat tanpa izin dokter

- Mengikuti jadwal pemakaian obat secara tepat tiap hari

- Jangan menambah obat ekstra bila kadar glukosa darah tinggi

- OHO tetap diperlukan walaupun kadar glukosa darah sudah normal

- Dapat terjadi hipoglikemia, penyandang diabetes harus mengetahui cara


mengatasinya

- Bila terjadi hipoglikemia, segera bertindak lalu kemudian hubungi dokter. Orang
lanjut usia akan lebih mudah mengalami hipoglikemia, terutama bila mereka tidak
akan atau bila fungsi hati dan fungsi ginjal teganggu, atau memakai obat lalin
yang berinteraksi dengan OHO

- Menyampaikan kepada dokter mengenai obat lain yang diminum selain OHO

8. Apa manfaat potensial yang bisa Y.L. terima dari dorongan untuk berolahraga?
Jawaban :
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan
aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa
(Anonim, 2005). Dianjurkan olah raga teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhythmical, Interval, Progressive,
Endurance training) (Anonim, 2001).

KEMAJUAN STUDI KASUS


Y.L. berkomentar, "Saya pernah mendengar banyak orang dengan diabetes dapat
kehilangan jari kaki atau bahkan kaki mereka." Anda memanfaatkan kesempatan ini
untuk mengajarinya tentang neuropati dan perawatan kaki.

9. Manakah dari gejala yang Y.L. dilaporkan hari ini membuat Anda percaya bahwa
dia memiliki beberapa bentuk neuropati?
Jawaban :
Dia melaporkan kakinya sakit seperti terbakar atau merasa seperti ada pin di
dalamnya, dia memiliki riwayat diabetes gestasional, dan kelelahan.

10. Temuan apa dalam sejarah Y.L yang menempatkannya pada peningkatan risiko
untuk pengembangan bentuk neuropati lainnya?
Jawaban :

11. Bagaimana Anda mendidik Y.L. tentang neuropati?


Jawaban :

12. Karena Y.L. sudah memiliki gejala neuropati, menempatkannya pada risiko
komplikasi kaki, Anda menyadari bahwa Anda perlu mengajarinya perawatan kaki
yang tepat. Buat garis besar apa yang akan Anda sertakan saat mengajarinya
tentang perawatan kaki diabetes yang tepat
Jawaban :

Bagi penderita diabetes, merawat kaki sangat penting untuk mencegah


timbulnya borok. Ada beberapa tips perawatan kaki yang perlu diketahui oleh
penderita diabetes, yaitu:

1. Periksa kondisi kaki setiap hari

Kaki penderita diabetes perlu diperiksa sekali sehari untuk melihat adanya
kelainan, misalnya kemerahan, lecet, kulit retak, atau bengkak. Jika sulit
menjangkau kaki, gunakan cermin untuk melihat seluruh bagian kaki hingga ke
telapak. Letakkan cermin di lantai jika terlalu sulit untuk dipegang, atau mintalah
bantuan orang lain.

2. Cuci kaki dengan air hangat dan gunakan krim pelembab

Cucilah kaki Anda dengan air hangat (jangan terlalu panas) sekali sehari,
lalu keringkan kaki, terutama sela-sela jari kaki, dengan handuk atau kain yang
lembut. Setelah itu, gunakan krim pelembab untuk menjaga agar kulit kaki tetap
lembut.

3. Jangan mengobati luka tanpa berkonsultasi dengan dokter

Untuk menghindari cedera pada kulit, jangan gunakan kikir kuku, gunting
kuku, atau cairan obat untuk menghilangkan kutil atau kapalan di kaki. Agar aman,
konsultasikan dulu dengan dokter.

4. Jangan bertelanjang kaki dan potong kuku kaki dengan hati-hati

Untuk mencegah cedera pada kaki, jangan bertelanjang kaki, bahkan saat
beraktivitas di dalam rumah. Selain itu, jangan memotong kuku terlalu dalam atau
mintalah bantuan orang lain jika tidak bisa memotong kuku sendiri.

5. Kenakan kaus kaki yang bersih, kering, dan menyerap keringat

Kenakan kaus kaki dengan bahan-bahan yang mudah menyerap keringat,


misalnya katun. Jangan gunakan kaus kaki berbahan nilon dan kaus kaki dengan
karet yang terlalu ketat, karena bisa mengurangi sirkulasi udara di kaki.

6. Gunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai

Gunakan sepatu yang nyaman serta memiliki bantalan untuk tumit dan
lengkungan kaki. Hindari menggunakan sepatu yang sempit atau sepatu hak tinggi.
Jika salah satu kaki lebih besar dari yang lain, jangan memaksa untuk mengenakan
sepatu yang ukurannya sama kanan dan kiri. Pilihlah sepatu yang ukurannya sesuai
untuk tiap kaki.
13. Apa saja perubahan yang Y.L. dapat lakukan untuk mengurangi risiko atau
memperlambat perkembangan penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler?
Jawaban :

- Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita


diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan
penyakit pembuluh darah perifer 1,2. Komplikasi makrovaskular lebih sering
timbul pada DM tipe 2, yang umumnyamenderita hipertensi, dislipidemia dan
atau kegemukan, walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM
tipe 1. Kombinasi dari penyakit-penyakit tersebut dikenal dengan sebutan
Sindroma Metabolik 9,10. Penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita
diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung sangat penting
dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah.
Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari
130/80 mm Hg 11. Penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya,
termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah
raga secara teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress 12.

- Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi ini terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.


Komplikasi mikrovaskuler yang timbul antara lain retinopati, nefropati, dan
neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga
dipengaruhi oleh faktor genetik. Untuk berkembang kearah komplikasi
mikrovaskular, tergantung lamanya (durasi) sakit dan tingkat keparahan diabetes.
Satu-satunya cara untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan
komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang
ketat. Pengendalian yang paling intensifialah dengan menggunakan suntikan
insulin
14. Mengingat semua informasi dalam skenario sebelumnya, komplikasi apa yang
terkait dengan DM menurut Anda Y.L. paling berisiko untuk, dan mengapa?
Jawaban :
Komplikasi Kronik
a. Ulkus kaki diabetik

Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari DMT2
yang sering ditemui.UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan
karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan
pembuluh darah tungkai. UKD merupakan salah satu penyebab utama penderita
diabetes dirawat di rumah sakit. Ulkus, infeksi, gangren, amputasi, dan
kematian merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan biaya yang tidak
sedikit dan perawatan yang lebih lama. Amputasi merupakan konsekuensi yang
serius dari UKD. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun setelah
amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Bila
dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi
kejadian tindakan amputasi. Perhatian yang lebih pada kaki penderita DM dan
pemeriksaan secara reguler diharapkan akan mengurangi kejadian komplikasi
berupa ulkus diabetik, yang pada akhirnya akan mengurangi biaya rawat dan
kecacatan.Oleh karena itu perlu peningkatan pemahanan mengenai diagnosis
UKD yang kemudian dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang optimal.
Penatalaksanaan UKD yang optimal memerlukan pendekatan multidisiplin,
seperti ahli bedah, ahli endokrin, ahli patologi klinik, ahli mikrobiologi, ahli
gizi, ahli rehabilitasi medik dan perawat mahir khaki.

b. Komplikasi Diabetes Melitus Pada Jantung


Terdapat hubungan erat antara hiperglikemia, resistensi insulin, dan penyakit vaskuler.
Pada DMT2, adanya resistensi insulin dan hiperglikemia kronik dapat mencetuskan
inflamasi, stres oksidatif, dan gangguan availabilitas nitrit oksida endotel vaskuler.
Kerusakan endotel akan menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis koroner yang
kemudian berujung pada penyakit kardiovaskuler (CVD). Komplikasi makrovaskular
yang sering pada penderita DMT2 adalah penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer,
dan penyakit pembuluh arteri karotis. DMT2 merupakan faktor risiko utama dari penyakit
kardiovaskular, yang merupakan penyebab kematian terbanyak pada penderita DMT2.
Hampir 50% total kematian pada DMT2 adalah karena CVD. CVD meningkatkan risiko
kematian hampir tiga kali lipat pada pasien DMT2. Diabetes dan CVD merupakan
kombinasi penyakit yang sering dan merupakan keadaan serius. Dengan demikian,
diagnosis dan penatalaksanaan harus dilakukan dengan tepat.

15. Pemantauan apa yang dibutuhkan untuk Y.L. dalam hal nefropati dan retinopati?
Jawaban :

1. Pemantauan Nefropati Diabetes

Pada penderita diabetes, harus dilakukan pemantauan terhadap penyakit


ginjal kronis (Chronic Kidney Disease = CKD). Albumin urin dan Kreatinin
serum perlu diperiksa. Berikutnya ditentukan besaran Ratio Albumin Kreatinin
(Albumin to Creatinin Ratio = ACR) serta hasil pemeriksaan kreatinin serum
dikonversimenjadi eGFR untuk menentukan derajat penyakit ginjal kronik
(apabila terjadi). Pada penderita diabetes tipe 2, pemeriksaan harus segera
dilakukan begitu diagnosis ditegakkan, sedangkan pada penderita diabetes tipe 1
dilakukan 5 tahun kemudian setelah diagnosis ditegakkan. Pemeriksaan kemudian
diulang setiap tahun. 13,22. Diagnosis penyakit ginjal kronik (CKD) ditegakkan
apabila ACR > 2,0 mg/mmol (30 ug/mg kreatinin), atau eGFR < 60 ml/min., yang
dilakukan 2 – 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3 bulan. Pasien diabetes dengan
CKD harus memperoleh berbagai cara penanganan yang kompre-hensif untuk
mencegah resiko penyakit kardiovaskuler. Terapi yang dianjurkan untuk penderita
diabetes dengan CKD dimana terdapat hipertensi atau albuminuria ialah diberikan
ACE inhibitor atau ARB untuk menghambat progresifitas CKD, namun juga
dianjurkan untuk selalu memantau kadar kreatinin serum dan kadar kalium dalam
1-2 minggu awal terapi dan saat serangan akut 6,22

2. Pemantauan Retinopati
Untuk mencegah retinopati, perlu dilakukan pemantauan kadar glukosa
darah dan tekanan darah yang optimal. Pada penderta diabetes tipe 1 diatas umur
10 tahun, pemeriksaan mata harus dilakukan dalam waktu 5 tahun setelah
diketahui penyakitnya. Sedangkan penderita diabetes tipe 2 harus diperiksa oleh
dokter spesialis mata segera setelah diagnosis ditegakkan. Sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang setiap tahun, atau apabila pemeriksaan terdahulu tidak
ditemukan kelainan retinopati, pemeriksaan bisa diulang setelah setiap 2-3 tahun.
Pemeriksaan ulang dilakukan lebih singkat bila ditemukan kelainan.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istrahat.

Tanda :

1) Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

2) Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.

3) Letargi / disorientasi, koma.

b. Sirkulasi

Tanda :

1) Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia.

2) Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.

3) Disritmia, krekel : DVJ

c. Neurosensori

Gejala :

Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport /


koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam
(RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
d. Nyeri / Kenyamanan

Gejala :

Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi :
tampak sangat berhati – hati.

e. Keamanan

Gejala :

1) Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.

2) Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot termasuk


otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

3) Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat).

4) Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).

f. Pemeriksaan Diagnostik

Gejala :

1) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.

2) Aseton plasma : positif secara menyolok.

3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,


evaporasi.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi


insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau
karena proses luka.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/gangguan sirkulasi.

e. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi


fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.

g. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).

h. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.

i. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)

3. Perencanaan / Intervensi

a. NDX : Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah,


poliuria, evaporasi

Tujuan :

Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan kriteria :

1) Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.

2) Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.

3) Kadar elektrolit dalam batas normal

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji pengeluaran urine 1. Membantu dalam memperkirakan
kekurangan volume total, tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu
sebelumnya, adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang menigkatkan kehilangan
cairan

2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan tanda-tanda vital dapat


diakibatkan oleh rasa nyeri dan merupakan
indikator untuk menilai keadaan
perkembangan penyakit.

3. Monitor pola napas 3. Paru-paru mengeluarkan asam karbonat


melalui pernapasan menghasilkan alkalosis
respiratorik, ketoasidosis pernapasan yang
berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseton dan asetat
4. Koreksi hiperglikemia dan asidosi akan
mempengaruhi pola dan frekuensi
4. Observasi frekuensi dan pernapasan. Pernapasan dangkal, cepat, dan
kualitas pernapasan sianosis merupakan indikasi dari
kelelahan pernapasan, hilangnya kemampuan
untuk melakukan kompensasi pada asidosis.

5. Memberikan perkiraan kebutuhan akan


cairan pengganti fungsi ginjal dan keefektifan
dari terapi yang diberikan.

5. Timbang berat badan 6. Tipe dan jenis cairan tergantung pada


derajat kekurangan cairan dan respon
6. Pemberian cairan sesuai
dengan indikasi

b. NDX: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


defisiensi insulin/penurunan intake oral: anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau
karena proses luka.

Tujuan :

Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau nutrisi yang
di programkan dengan kriteria :

1) Peningkatan barat badan.

2) Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.

3) Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1. Timbang berat badan. 1. Penurunan berat badan menunjukkan tidak
ada kuatnya nutrisi klien.

2. Auskultasi bowel sound. 2. Hiperglikemia dan ketidakseimbangan


cairan dan elektrolit menyebabkan penurunan
motilifas usus. Apabila penurunan motilitas
usus berlangsung lama sebagai akibat
neuropati syaraf otonom yang berhubungan
dengan sistem pencernaan.

3. Berikan makanan lunak / cair. 3. Pemberian makanan oral dan lunak


berfungsi untuk meresforasi fungsi usus dan
diberikan pada klien dgn tingkat kesadaran
baik.

4. Observasi tanda hipoglikemia misalnya : 4. Metabolisme KH akan menurunkan


penurunan tingkat kesadaran, permukaan kadarglukosa
teraba dingin, denyut nadi cepat, lapar, dan bila saat itu diberikan insulin akan
kecemasan dan nyeri kepala. menyebabkan
hipoglikemia.

5. Berikan Insulin. 5. Akan mempercepat pengangkutan glukosa


kedalam sel.

c. NDX : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.

Tujuan :

Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan terhindar dari inteksi dengan
kriteria :

1) Tidak ada tanda – tanda infeksi.

2) Tidak ada luka.

3) Tidak ditemukan adanya perubahan warna kulit.

Intervensi :

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi tanda – tanda infeksi 1. Kemerahan, edema, luka drainase, cairan
dari luka menunjukkan adanya infeksi.

2. Ajarkan klien untuk mencuci tangan 2. Mencegah cross contamination.


dengan baik, untuk mempertahankan
kebersihan tangan pada saat melakukan
prosedur.
3. Gangguan sirkulasi perifer dapat terjadi
3. Pertahankan kebersihan kulit. bila
menempatkan pasien pada kondisi resiko
iritasi kulit.
4. Dorong klien mengkonsumsi diet secara
adekuat dan intake cairan 3000 ml/hari. 4. Peningkatan pengeluaran urine akan
mencegah statis dan mempertahankan PH
urine yang dapat mencegah terjadinya
5. Antibiotik bila ada indikasi perkembangan bakteri.

5. Mencegah terjadinya perkembangan bakteri

d. NDX : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/gangguan sirkulasi

Tujuan :

Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi, dengan kriteria :

a. Luka sembuh

b. Tidak ada edema sekitar luka.

c. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji keadaan kulit yangrusak 1. Mengetahui keadaan peradangan untuk
membantu
dalam menanggulangi atau dapat dilakukan
pencegahan.
2. Bersihkan luka dengan teknik septic dan
antiseptic 2. Mencegah terjadinya inteksi sekunder pada
anggota tubuh yang lain.
3. Kompres luka dengan larutan Nacl 3. Selain untuk membersihkan luka dan juga
untuk
mempercepat pertumbuhan jaringan
4. Anjurkan pada klien agarmenjaga
predisposisi terjadinya lesi. 4. Kelembaban dan kulit kotorsebagai
predisposisi
5. Pemberian obat antibiotic. terjadinya lesi.

5. Antibiotik untuk membunuh kuman.

e. NDX : Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan


fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.

Tujuan :

Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji derajat dan tipe kerusakan 1. Mengidentifikasi derajat kerusakan
penglihatan
2. Latih klien untuk membaca.
2. Mempertahankan aktivitas visual klien.
3. Orientasi klien dengan lingkungan.
3. Mengurangi cedera akibat disorientasi
4. Gunakan alat bantu penglihatan.
4. Melatih aktifitas visual secara bertahap.
5. Panggil klien dengan nama, orientasikan
kembali sesuai dengan kebutuhannya 5. Menurunkan kebingungan dan membantu
tempat, orang dan waktu. untuk mempertahankan kontak dengan realita.
6. Pelihara aktifitas rutin.
6. Membantu memelihara panen tetap
berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientalasi pada
7. Lindungi klien dari cedera. lingkungannya.

7. Pasien mengalami disorientasi merupakan


awal kemungkinan timbulnya cedera,
terutama macam hari dan perlu pencegahan
sesuai indikasi.

f. NDX : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia
darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik

Tujuan :

Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas dengan kriteria :

a. mengungkapkan peningkatan energi

b. mampu melakukan aktivitas rutin biasanya

c. menunjukkan aktivitas yang adekuat

d. melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan

Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan 1. Pendidikan dapat memberikan motivasi
aktivitas untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah

2. Mencegah kelelahan yang berlebihan


2. Berikan aktivitas alternative
3. Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
3. Pantau tanda tanda vital dapat ditoleransi secara fisiologis
4. Pasien akan dapat melakukan lebih banyak
4. Diskusikan cara menghemat kalori selama kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan
mandi, berpindah tempat dan sebagainya energi pada setiap kegiatan

5. Meningkatkan kepercayaan diri yang


5. Tingkatkan partisipasi pasien dalam positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat
melakukan ditoleransi pasien
aktivitas sehari-hari yang dapat ditoleransi

g. NDX: Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).

Tujuan :

Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan kriteria :

a. Klien tidak mengeluh nyeri

b. Ekspresi wajah ceria

Intervensi

INTERVENSI RASIONAL
1.Kaji tingkat nyeri 1. Nyeri disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan atau karena peningkatan asam laktat
sebagai akibat deficit insulin

2. Observasi tanda-tanda vital 2. Pasien dengan nyeri biasanya akan


dimanifestasikan dengan peningkatan vital
sign terutama perubahan denyut nadi dan
pernafasan
3. Ajarkan klien tekhnik relaksasi
3. Nafas dalam dapat meningkatkan
oksigenasi jaringan
4. Ajarkan klien tekhnik Gate Control
4. Memblokir rangsangan nyeri pada serabut
5. Pemberian analgetik saraf

5. Analgetik bekerja langsung pada reseptor


nyeri dan
memblokir rangsangan nyeri sehingga respon
nyeri dapat diminimalkan

h. NDX. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan

Tujuan :

Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri, dengan kriteria :

a. Kuku pendek dan bersih

b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap

c. Mandi sendiri tanpa bantuan

Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan 1. Mengidentifikasi tingkat toleransi aktivitas
rawat diri klien

2. Berikan aktivitas secara bertahap 2. Melatih tingkat kemampuan rawat diri


secara bertahap
3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari 3. Meningkatkan rasa nyaman klien dan
memperbaiki sirkulasi ke perifer
4. Bantu klien (memotong kuku)
4. Kuku panjang dapat digunakan untuk
menggaruk
i. NDx.: Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi

Tujuan :

Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria : Mengungkapkan


pemahaman tentang penyakitnya

Intervensi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pilih berbagai strategi belajar 1. Penggunaan cara yang berbeda tentang
mengakses
informasi, meningkatkan penerapan pada
individu yang belajar
2. Diskusikan tentang rencana diet
2. Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet
akan membantu pasien dalam merencanakan
makan/mentaati program, serat dapat
memperlambat absorbsi glukosa yang akan
menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah
3. Diskusikan tentang faktorfaktor yang
memegang 3. Diskusikan faktor-faktor yang memegang
peranan dalam kontrol DM peranan dalam kontrol DM yang dapat
menurunkan berulangnya kejadian
ketoasidosis.

5. Implementasi

Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi.


Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan
baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
6. Evaluasi

Merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan
dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem endokrin dan sistem saraf bekerja secara kooperatif untuk mengatur seluruh
aktivitas dalam tubuh hewan, dengan cara menghasilkan hormon yang akan mempengaruhi
sel sasaran. Hormon dapat dihasilkan oleh organ endokrin sejati ataupun oleh sel
neurosekretori. Hormon dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu hormon steroid, hormon
peptide dan hormon turunan tirosin.

Hormon mempengaruhi sel target secara spesifik. Pengaruh tersebut berkaitan erat
dengan adanya reseptor hormon pada sel target yang sesuai dengan hormon tertentu. Reseptor
hormon ada yang terdapat di membran sel juga terdapat di sitoplasma sel.

Adapun Asuhan Keperawatan yaitu : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan


evaluasi.

B. Saran

Dari pembahasan diatas penulis memiliki beberapa saran diantaranya:

a.       Biasakan diri untuk hidup sehat.

b.      Biasakan diri berolahraga secara teratur.

c.       Hindari makanan siap saji dengan kandungan karbohidrat dan lemak tinggi.

d.      Konsumsi sayuran dan buah-buahan.

e.       Hindari pemakaian alkohol dan konsumsi makanan yang terlalu manis.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu,

Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.


Adi, Soebagijo Soelistijo.
2015.  Konsensus  Pengelolaan Dan  Pencegahan Diabetes MelitusTipe

2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

Annahl, R. 2017. Penerapan Metode Certainty Factor Untuk Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
Diabetes Melitus Pada Rsud Bumi Panua Kabupaten Pohuwato. Ilkom Jurnal Ilmiah
Work Is Licensed, 9(3), 309-316.

Lang Florian Silbernagl Stefan. 2006. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta. ECG

Decroli Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe II. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai