Anda di halaman 1dari 20

KELOMPOK III

MAISIR, GHARAR, RIBA (MAGHRIB)


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah : FIKIH MUAMALAT

Dosen Pengampu: MUHAMMAD AMIN, S.Hi, M.H

Disusun Oleh

ALI MUKSIN
NIM.1904140053
INDAH RISKA RAHMADHA
NIM.1904140039
NOVY SAPITRI
NIM.1904140080

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH
TAHUN 2020 M/ 1441 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wa rahmatullahi wa barakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala . atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul “Maisir, Gharar, Riba (MaGhRib)” dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.

Pada kesempatan kali ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa


terimakasih kepada bapak MUHAMMAD AMIN, S.Hi, M.H selaku dosen
pembimbing mata kuliah “Fikih Muamalat” dan semua pihak yang membantu
kami dalam penyelesaian makalah ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini
bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua, khususnya para
mahasiswa/mahasiswi “Akuntansi Syariah” dan semua pihak pada umumnya.

Penulis mengakui makalah ini masih banyak kekurangan karena


pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi teman-teman pembaca dan menjadikan amal
sholeh bagi penulis. Aamiin Yaa Robbal A’lamin.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Palangka Raya, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Metode Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Maghrib.......................................................................................3
B. Konsep Dan Macam-Macam Maghrib..........................................................5
C. Landasan Hukum Pelarangan Maghrib.........................................................8
D. Hikmah Pelarangan Maghrib......................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I PENDAHULUAN

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek
ekoomi (mua’malah, iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup
banyak dan ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi
sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Qur’an justru berisi tetang
masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat
yang terpanjang itu ialah ayat 282 dalam surah Al-Baqarah, yang menurut
Ibnu Arabi ayat ini megandung 52 hukum / masalah ekonomi.
Sejak jaman Rasulullah shallalahu wa alaihi wa sallam semua bentuk
perdagangan yang tidak pasti (uncertaity) telah dilarang. Berkaitan dengan
jumlah yang tidak ditentukan secara khusus atas barang-barang yang akan
ditukarkan atau dikirimkan. Bahkan disempurnkan pada zaman kejayaan
Islam (bani Umayyah dan Abbasiyah) dimana kontribusi Islam adalah
mengidentifikasi praktik bisnis yang telah dilakukan harus sesuai dengan
Islam, selain itu mengkodifikasikan, mensistematis dan memformalisasikan
praktik bisnis dan keuangan ke standar legal yang didasarkan pada hukum
Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Pelarangan gharar, maisir, dan riba semakin relavan untuk era modern ini
karena banyak pasar keuangan modern banyak mengandung usaha
memindahakan risiko (bahaya) pada pihak lain (dalam asuransi konvensional,
pasar modal dan berbagai transaksi keuangan yang mengandung unsur
perjudian). Dimana setiap usaha bisnis pasti memiliki resiko dan tidak dapat
dihindari.sistem inilah yang dihapus oleh Islam agar proses transaksi tetap
terjaga dengan baik dan persaudaraan tetap terjalin dan tidak menimbulkan
permusuhan bagi yang melakukan transaksi dalam pasar keuangan.

1
2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian MaGhRib ?
2. Bagaimana konsep dan macam-macam MaGhRib ?
3. Apa landasan hukum pelarangan MaGhRib ?
4. Apa hikmah pelarangan MaGhRib ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun rumusan tujua peulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa pengertian
MaGhRib?
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana konsep dan
macam-macam MaGhRib ?
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa landasan hukum
pelarangan MaGhRib ?
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa hikmah pelarangan
MaGhRib ?

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode library
research dan internet research, penulisan karya ilmiah yang dilakukan
dengan jasa perpustakaan dan internet sebagai sumber data. Dengan demikian
penulis mengumpulkan informasi dari berbagai buku dan internet.
BAB II PEMBAHASAN

PEMAHASAN

A. Pengertian MaGhRib
1. Pengertian Maisir
Maisir adalah tarnsaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan
yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Identik dengan kata maisir
adalah qimar. Menurut Muhammad Ayub, baik maisir maupun qimar
dimaksudkan sebagai permainan untung-untungan (game of chance).
Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan maisir adalah perjudian.1
Kata maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh
sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan
tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Judi dalam terminologi
agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak
untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak
dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut
dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.
Agar bisa dikategorikan judi maka harus ada tiga unsur untuk
dipenuhi yaitu :
a. Adanya taruhan harta / materi yang berasal dari kedua pihak yang
berjudi
b. Adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pemenang
dan yang kalah
c. Pihak yang menang mengambil harta (sebagian / seluruhnya) yang
menjadi taruhan sedangkan pihak yang kalah kehilangan hartanya.
Contoh maisir adalah ketika sejumlah orang masing-masing membeli
kupon togel dengan “harga” tertentu dengan menembak empat angka. Lalu
diadakan undian dengan cara tertentu untuk menentukan empat angka
yang akan keluar. Maka ini adalah undian haram, sebab undian ini telah
Sutan Remy Sjahdein. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta:
1

Kencana Prenamedia Group. 2014). hlm.171


4

menjadi bagian aktivitas judi. Didalamnya ada unsur taruhan dan ada
pihak yang menang dan yang kalah dimana yang menang mengambil
materi yang berasal dari pihak yang kalah.
2. Pengertian Gharar
Gharar menurut bahasa adalah khida’ yang artinya penipuan. Dari
segi terminologi gharar adalah penipuan dan tidak mengetahui sesuatu
yang diakadkan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
Gahrar menagcu pada ketidakpastian yang disebabkan karena
ketidakjelasan berkaitan dengan objek perjanjian atau harga objek yang
diperjanjiakn dalam akad. Sedangkan definisi menurut beberapa ulama
adalah sebagai berikut.
a. Imam Syafi’i : Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi
dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti (tidak
dikehendaki).
b. Wahbah al-Zuhaili : Gharar adalah penampilan yang menimbulkan
kerusakan atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi
hakikatnya menimbulkan kebencian.
c. Ibnu Qayyim : Gharar adalah yang tidak bisa diukur penerimaannya,
baik barang itu ada, seperti menjual hamba yang melarikan diri dan unta
yang liar.
d. Imam Malik mendefinisikan gharar sebagai jual beli objek yang belum
ada dan dengan demikian belum dapat diketahui kualitasnya oleh
pembeli. Contohnya jual beli budak yang melarikan diri, jual beli
binatang yang telah lepas dari tangan pemiliknya, atau jual beli anak
binatang yang masih dalam kandungan induknya. Menurut Imam
Malik, jual beli tersebut adalah jual beli yang haram karena
mengandung unsur untung-untungan.
3. Pengertian Riba
Secara etimologi riba berarti Az-Ziyadah artinya tamaha.
Sedangkan menurut terminologi adalah kelebihan / tambahan pembayaran
tanpa ada ganti / imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua
5

orang yang membuat akad (transaksi). Diantara akad jual beli yang
dilarang keras antaralain adalah Riba. Riba secara bahasa berarti
penambahan, pertumbuhan, kenaikan, dan ketinggian. Sedangkan menurut
syara’, riba berarti akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui
perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama
dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.2
Dengan demikian riba menurut istilah ahli fikih adalah
penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti
dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan
terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba
didalamnya hanya saja tambahan yang diistilahkan dengan nama ‘riba’ dan
Al-qur’an datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang
diambil sebagai ganti rugi dari tempo yang ditentukan. Qatadah berkata :
“Seseungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang menjual satu jualan
sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berhutang
tidak bisa membayarnya dia menambahkan hutangnya dan melambatkan
tempo.

E. Konsep Dan Macam-Macam MaGhRib


1. Konsep dan Macam-macam Maisir
Akad judi menurut Dr. Husain Hamid Hisan merupakan akad
gharar, karena masing-masing pihak yang berjudi dan bertaruh tidak
menentukan pada waktu akad, jumlah yang diambil atau jumlah yang
diberikan, itu bisa ditentukan nanti, tergantung pada suatu peristiwa yang
tidak pasti, yaitu jika menang maka ia mengetahui jumlah yang diambil,
dan jika kalah maka ia mengetahui jumlah yang ia berikan.
a. Undian dapat dipandang sebagai perjudian dimana aturan mainnya
adalah dengan cara menentukan suatu keputusan dengan pemilihan
acak. Undian biasanya diadakan unuk menentukan pemenang suatu
hadiah.

2
Ibid, hlm. 171
6

b. Judi, baik kecil ataupun besar, merupakan faktor yang dominan atau
faktor kecil dari sebuah transaksi hukumnya adalah haram. Biasanya
judi adalah merupakan untuk mendatangka uang yang diperoleh dari
untung-untungan. Dan pada jaman jahiliah, maisir terdapat dalam dua
hal yaitu :
1) Dalam permainan dan atau perlombaan
2) Dalam tarnsaksi bisnis / muamalat
c. Mohd Fadzli Yusof, menjelaskan unsur maisir dalam ansurasi
konvensional terjadi karena didalamnya terdapat faktor gharar, beliau
mengatakan : “adanya unsur al-maisir (perjudian) akibat adanya unsur
gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Sedangkan maisir (untung-
untungan) dalam ansuransi konvensional terjadi dalam tiga hal :
1) Ketika seorang pemegang polis mendadak kena musibah sehingga
memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien
ansuransi dan baru sedikit membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah
diuntungkan.
2) Sebaliknya, jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu,
sementara ia sudah membayar premi secara lunas. Maka
perusahaanlah yang diuntungkan.
3) Apabila seorang pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu
membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, maka
yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah
dibayarkan (cash value) kecuali sebagian kecil saja, ahkan uangnya
dianggap hangus.
2. Konsep dan Macam-macam Gharar
Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar yang diharamkan bisa
ditinjau dari tiga sisi yaitu :
a. Jual-beli barang yang belum ada (Ma’dum), seperti jual beli habal al-
habalah (janin dari hewan ternak)
b. Jual-beli barang yang tidak jela (majhu) baik mutlak, seperti peryataan
seseorang : “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah”, tetapi
7

barangnya tidak diketahui secara jelas, seperti ucapan seseorang : “Aku


jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis
dan sifat-sifatnya tidak jelas, seperti ucapan seseorang : “aku jual taah
kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak
diketahui.
c. Jual-beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual beli
budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini
juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual-belinya.3
3. Konsep dan Macam-macam Riba
a. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
kualitas berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh: tukar-menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras
dengan beras, dan sebagainya.
b. Riba Yadd, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia
menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada
orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh sebab jual beli masih dalam
ikatan dengan pihak pertama.
c. Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh:
‘Aisyah meminja cincin 10 gram pada Amina. Oleh Amina disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan
apabila terlambat 1 tahun maka, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14
gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
d. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan bagi orang yang meminjami atau yang memberi hutang.
Contoh: Muhammad meminjam uang sebesar Rp 25.000 kepada kepada
Ali. Ali mengharuskan dan mensyaratkan agar Muhammad

3
Azzam Abdul, Aziz Muhammad, Fiqh Muamalat System Transaksi dalam Islam (Jakarta :
Amzah. 2010) hlm. 215
8

mengembalikan hutangnya kepada Ali sebesar Rp. 30.000 maka


tambahan Rp. 5.000.

F. Landasan Hukum Pelarangan MaGhRib


1. Ladasan Hukum Pelarangan Maysir
Istilah maysir pada awalnya dipakai untuk permainan anak panah
pada jaman sebelum Islam, ketika tujuh peserta bertaruh untuk
mendapatkan hadiah yang telah ditentukan (Al-Omar dan Abdel-Haq,
1996). Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat
mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam
Islam, maysir yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang
mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berrisiko. Judi dalam
segala bentuknya dilarang dalam syariat Islam secara bertahap. Tahap
pertama, judi merupakan kejahatan yang memiliki mudharat (dosa) lebih
besar dari pada manfaatnya (QS 2: 219). Tahap berikutnya, judi dan
taruhan dengan segala bentuknya dilarang dan dianggap sebagai perbuatan
zalim dan sangat dibenci (QS 5: 90-91). Selain mengharamkan bentuk-
bentuk judi dan taruhan yang jelas, hukum Islam juga mengharamkan
setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi (Shiddiqi, 1985).
Al-Maysir (perjudian) terlarang dalam syariat Islam, dengan dasar
al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Dalam al-Qur’an terdapat firman Allah
yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah:90)
Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa
yang menyatakan kepada saudaranya, ‘mari aku bertaruh denganmu’
maka hendaklah dia bersedekah” (HR. Bukhari- Muslim). Dalam hadis ini
Nabi Muhammad SAW menjadikan ajakan bertaruh baik dalam pertaruhan
atau muamalah sebagai sebab membayar kafarat dengan sedekah, ini
menunjukkan keharaman pertaruhan.
9

2. Landasan Hukum Pelarangan Gharar


Gharar secara harfiah berarti akibat, bencana, bahaya, risiko, dan
sebagainya. Dalam Islam, yang termasuk gharar adalah semua transaksi
ekonomi yang melibatkan unsur ketidakjelasan, penipuan atau kejahatan.
Hal itu dikutuk oleh Islam dalam Al-Qur’an (QS 6: 152; 83: 1-5; dan 4:
29) dan Hadits. Dalam dunia bisnis, gharar artinya menjalankan suatu
usaha secara buta tanpa memiliki pengetahuan yang cukup, atau
menjalankan suatu transaksi yang risikonya berlebihan tanpa mengetahui
dengan pasti apa akibatnya atau memasuki kancah risiko tanpa
memikirkan konsekuensinya, meskipun unsur ketidakpastian, yang tidak
besar, boleh saja ada kalau memang tidak bisa ditinggalkan.
Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang. Dengan dasar
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam hadis Abu Hurairah
yang artinya: “Rasulullah melarang jual-beli al-hashah dan jual beli
gharar.”
Berdasarkan hukumnya gharar terbagi menjadi tiga:4
a. Gharar yang diharamkan secara ijma ulama, yaitu gharar yang
menyolok (al-gharar al-Katsir) yang sebenarnya dapat dihindari dan
tidak perlu dilakukan. Contoh jual-beli mulamasah, munabadzah, bai’
al-hashah, bai’ al-malaqih, bai’ al-madhamin, dan jenisnya. Tidak ada
perbedaan pendapat ulama tentang keharaman dan kebatilan akad
seperti ini.

b. Gharar yang dibolehkan secara ijma ulama, yaitu gharar ringan


(algharar al-yasir). para ulama sepakat, jka suatu gharar sedikit maka
ia tidak berpengaruh untuk membatalkan akad. Contoh seseorang
membeli rumah dengan tanahnya.
c. Gharar yang masih diperselisihkan, apakah diikutkan pada bagian
pertama atau kedua? Misalnya ada keinginan menjual sesuatu yang

4
Ash-Shawi, Muhammad Shalah Muhammad, Problematika Investasi pada Bank Islam Solusi
Ekonomi; Penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin (Jakarta: Migunani. 2008) hlm. 289
10

terpendam ditanah, seperti wartel, kacang tanah, bawang dan yang


lainlainnya. Para ulama sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual
beli tersebut, namun masih berbeda dalam menghukuminya. Adanya
perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka diantaranya Imam Malik
memandang ghararnya ringan, atau tidak mungkin dilepas darinya
dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga memperbolehkannya.
Karena nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan sikap
permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa menimbulkan
kerugian yang besar pada pihak lain. Oleh karena itu dapat dilihat
adanya hikmah larangan jual beli tanpa kepastian yang jelas (gharar).
Dimana dalam larangan ini mengandung maksud untuk menjaga harta
agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi
pada orang akibat dari jenis jual beli ini.
3. Landasan Hukum Pelarangan Riba
Ayat yang melarang riba:
a) Surah Ali-Imran: 130

Iۖ Iً‫ ة‬Iَ‫ ف‬I‫ َع‬I‫ ا‬I‫ض‬ Iْ Iَ‫ أ‬I‫ ا‬Iَ‫ ب‬I‫ ِّر‬I‫ل‬I‫ ا‬I‫ا‬I‫و‬Iُ‫ ل‬I‫ ُك‬Iْ‫أ‬Iَ‫ اَل ت‬I‫ا‬I‫و‬Iُ‫ ن‬I‫ َم‬I‫ آ‬I‫ن‬Iَ I‫ ي‬I‫ ِذ‬Iَّ‫ل‬I‫ ا‬I‫ا‬Iَ‫ ه‬I‫ ُّي‬Iَ‫أ‬
َ I‫ ُم‬I‫ا‬Iً‫ف‬I‫ ا‬I‫ َع‬I‫ض‬
I‫ن‬Iَ I‫ و‬I‫ ُح‬Iِ‫ ل‬I‫ ْف‬Iُ‫ ت‬I‫ ْم‬I‫ ُك‬Iَّ‫ ل‬I‫ َع‬Iَ‫ ل‬Iَ ‫ هَّللا‬I‫ا‬I‫و‬Iُ‫ق‬Iَّ‫ت‬I‫ ا‬I‫و‬Iَ
Terjemahannya : “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

b) Al-Baqarah: 275

....... .....
Terjemahannya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”

c) Hadis
11

“Dari Jabir, Rasulullah melaknat riba, yang mewakilkannya,


penulisnya dan yang menyaksikannya.” (HR. Muslim)

“Ubadah berkata: saya mendengar Rasulullah SAW melarang jual


beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
kurma dengan kurma dan garam dengan garam, kecuali sama (dalam
timbangan/ takaran dan kontan). Barangsiapa melebihkan salah
satunya, ia termasuk dalam praktek riba” (Ubadah bin Al-Shamit)

Larangan riba yang terdapat dalam al-Qur’an tidak diturunkan


sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap:

Tahap pertama, menolak amggapan bahwa pinjaman riba yang pada


zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu
perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah. Sebagaimana Surat Ar-
Ruum: 39. Artinya: “Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, (maka yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah


mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang
memakan riba. Seperti tertera dalam al-Qur’an yaitu: “Maka disebabkan
kezhaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka yang
(memakan makanan)” yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka stelah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-
orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisa:160-161).

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu


tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa
12

pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan penomena


yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut, Allah berfirman yang
terjemahannya:“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).

Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharam-kan apapun


jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang
diturunkan menyangkut riba. Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah:278 dan
279.

Terjemahannya: “Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada


Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-
orang beriman,” (Q.S al-Baqarah :278)

Terjemahannya: maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan


sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka
bagimu pokok hartamu;kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya,”
(Q.S al-Baqarah :279)

G. Hikmah Pelarangan MaGrib


Adapun hikmah dari pelarangan maysir sebagai berikut :

1. Terhindar dari dua kerusakan besar yakni memakan harta haram dan
terjerumus dalam permainan yang dilarang dalam agama islam.
2. Terhindarnya dari permusuhan dengan lawannya yang bermain judi
3. Menjadikan seseorang dari rasa ingin saling membunuh dari kalahnya
permainan judi.
4. Terhidarnya dari perilaku kejahatan seperti mencuri, merampok, menipu
dan sejenisnya. Karena ketika seseorang gemar berjudi maka ia akan
melakukan berbagai perbuatan tercela itu.
13

Allah dalam menjadikan setiap peraturan ciptaannya penuh dengan hikmah,


begitu juga dengan kegitan jual beli. Adapun hikmah dari kegiatan Gharar adalah
sebagai berikut :

1. Mendapat ridho dari Allah SWT.


2. Mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Allah SWT dengan mengikuti
apa yang telah disyariatkan.
3. Dapat bertransaksi dengan aman tanpa adanya sikap saling mengkhianati
antara satu sama lain.
4. Menjadikan ihsan sebagai pedoman dalam bermuamalah.
5. Merasa puas dengan kegiatan jual beli yang dijalankan sesuai syariat
islam.
6. Terhindar dari siksaan api neraka.5

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari adanya pelarangan prilaku riba, yang
tentunya akan menjadikan manusia jauh lebih baik. Beberapa hikmah pelarangan
riba tersebut antara lain :

1. Menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka saling menolong satu sama


lain.
2. Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang
semakin kuat. Sehingga menutup pintu pada tindakan memutus hubungan
silaturrahmi baik antara sesama manusia.
3. Menjadikan kerja sebagai sebuah kemuliaan karena pekerjaan tersebut
sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan, karena dengan bekerja
seseorang dapat meningkatkan keterampilan dan semangat besar dalam
hidupnya.
4. Tidak merugikan orang-orang yang sedang kesusahan, karena dengan
adanya riba seseorang yang mengalami kesulitan justru semakin susah dan
lain sebagainya.6
5
Syeikh Hassan Ayob, Fiqh Muamalah …,Hlm. 262
6
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah…,Hlm. 106
14
BAB III PENUTUP

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kaniakan, dan
ketinggian. Sedangkan menurut syara’, riba berarti akad untuk satu ganti
khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika
berakad atau bersama dengan mengahirkan kedua ganti atau salah satunya.
Hukum Riba adalah haram. Dalil dari al-Qur’an: “Hai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
(QS.Ali-Imran:130).
2. Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita
dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti
(tidak dikehendaki). Dalam syari’at Islam, jual-beli gharar ini terlarang.
Dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama dalam hadits
Abu Hurairah yang artinya: “Rasulullah melarang jual-beli al-hashah dan
jual beli gharar”.
3. Maisir adalah transaksi yang digantungkan pada suatu keadaan yang tidak
pasti dan bersifat untung-untungan. Al-Maysir (perjudian) terlarang dalam
syariat Islam, dengan dasar al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Dalam al-
Qur’an terdapat firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung”.
(QS. Al-Maidah:90). Dari as-Sunnah, terdapat sabda Rasulullah SAW
“Barang siapa yang menyatakan kepada saudaranya, ‘mari aku bertaruh
denganmu’ maka hendaklah dia bersedekah”. (HR. Bukhari-Muslim).
16

H. Saran
Kami harap pembaca dapat mengetahui tentang maisir, gharar dan
riba, walaupun kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan
kekurangan dari makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, sehingga dalam pembuatan makalah kedepannya dapat menjadi
lebih baik seperti yang kita harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Sjahdein, Sutan Remy. 2014. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek


Hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group)

Abdul, Azzam dan Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalat System Transaksi
dalam Islam (Jakarta: Amzah)

Ayob, Syeikh Hasan. Fiqh Muamalah. Cetakan Pertama 2008. (Puchon, Sel :
Berlian Publications SDN. BHD)

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Cetakan Pertama 2013. (Jakarta: Tinta Abadi
Gemilang)

Muhammad, Shalah Muhammad. 2008. Problematika Investasi pada Bank Islam


Solusi Ekonomi; Penerjemah: Rafiqah Ahmad, Alimin (Jakarta: Migunani

Anda mungkin juga menyukai