Anda di halaman 1dari 2

Analisis Kasus

Anak perempuannya berusia 14 tahun yang sering bengong sekitar 5 -10 detik. Hal ini
dialami sejak 2 tahun sebelumnya.Frekuensi 1-2 kali per minggu.Pada saat bengong,
penderita tidak dapat diajak bicara dan tatapan matanya kosong. Riwayat trauma kepala tidak
ada. Riwayat kejang demam tidak ada. Riwayat tumbuh kembang normal. Tanda-tanda vital
dalam batas normal dan status neurologis juga normal. Dari kasus ini anak didiagnosis
epilepsi absans atau lena, secara definisi epilepsi absans merupakan salah satu bentuk dari
epilepsi umum (generalized Seizure) berupa serangan terjadi secara tiba-tiba, tanpa di dahului
aura. Kesadaran hilang selama beberapa detik, di tandai dengan terhentinya percakapan untuk
sesaat, pandangan kosong, atau mata berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak,
mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan serangan tonik-klonik.

Pada absence seizure atau lena, terjadi mutasi genetik pada kanal kalsium tipe T,
dimana terjadi peningkatan aktifitas kanal kalsium tipe T itu. Peningkatan aktifitas tersebut
menyebabkan meningkatkan burst-mode firing pada thalamus dan meningkatkan aktifitas
osilasi pada sistem thalamokortikal. Akibatnya, terjadi fase tidur non-REM yang sebenarnya
merupakan aktifitas fisiologis dari sistem thalamokortikal pada saat manusia sedang tidur.
Namun pada kejadian ini, fase non-REM terjadi pada saat pasien sedang sadar penuh. Hal ini
mungkin bisa menjelaskan klinis dari absence seizure dimana pasien menjadi tidak sadar atau
“bengong” pada saat sedang sadar penuh.

Dari alloanamnesis pasien mengeluh gejala sering bengong sekitar 5 -10 detik. Pada
saat bengong, penderita tidak dapat diajak bicara dan tatapan matanya kosong,seperti yang
dijelaskan definisi epilepsi bahwa gejala pasien termasuk dalam epilepsi absans. Riwayat
trauma kepala tidak ada. Riwayat kejang demam tidak ada. Riwayat tumbuh kembang
normal. Tanda-tanda vital dalam batas normal dan status neurologis juga normal. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien tidak ada gangguan dari tumbuh kembang dan gangguan
memusatkan perhatian sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding ADHD. Dari
pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal dan status neurologis juga normal.
Hal ini juga bisa menyingkirkan diagnosis banding epilepsi parsial kompleks yang berasal
dari lobus frontal atau temporal, karena biasanya pada diagnosis ini pasien lebih cenderung
mengalami deviasi mata, kedutan pada wajah, atau komponen lokal lainnya pada saat kejang.
Kejang biasanya berlangsung setidaknya 30 detik. Diagnosis banding Melamun/
daydreaming juga dapat disingkirkan karena pada diagnosis ini lebih mungkin terjadi pada
keadaan yang tenang dan tidak menstimulasi. Tidak ada riwayat penghentian aktivitas.
Sehingga pasien ini bisa di diagnosis epilepsi absans

Untuk menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang berupa EEG,


pada pasien epilepsi absans akan ditemukan gelombang paku 3 Hz yang tergeneralisasi
nampak saat kejang. Pemeriksaan penunjang lain seperti neuroimaging dan laboratorium juga
diperlukan. Pada pemeriksaan neuroimaging untuk menyingkirkan penyebab struktural pada
kejang. Hasil normal pada temuan neuroimaging membantu diagnosa epilepsi idiopatik. Pada
pemeriksaan laboratorium tes untuk mengevaluasi abnormalitas metabolit atau adanya ingesti
obat atau toksik. Etiologi dari epilepsi absans kebanyakan disebabkan oleh idiopatik atau
penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita epilepsi anak dan umumnya
mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun.

Pasien ini ditatalaksana dengan terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non
farmakologis berupa diet ketogenik, diet ini merupakan diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat. Diet ini akan menciptakan keadaan ketosis yang dapat menurunkan bangkitan
epilepsi. Terapi farmakologis untuk pasien ini adalah asam valproat, berdasarkan perdossi
2014 bahwa asam valproat sangat efektif sebagai monoterapi untuk kasus epilepsi lena atau
absans. Berat badan pasien ini 35 kg, dosis asam valproat adalah 15 mg/kg BB/hari dibagi
menjadi 2-4 dosis. Sediaan asam valproat yang ada di indonesia adalah 250 mg dan 500 mg.
Maka pada pasien ini diberikan dosis 2x250 mg. Dosis akan ditingkatkan perminggu sampai
batas dosis maksimum 60 mg/kgBB/hari.

Untuk prognosis pasien epilepsi absans. Kebanyakan pasien berespon positif atau
sembuh total pada medikasi yang tepat, dan kira-kira dua pertiga pasien mengalami
penurunan intensitas kejang pada masa pubertas. Faktor positif untuk kesembuhan termasuk
berkurangnya kejang tonus klonus, tidak ada riwayat pada keluarga, dan tidak ada riwayat
status epileptikus nonkonvulsif general. Pada pasien ini tidak ada riwayat pada keluarga, dan
tidak ada riwayat status epileptikus nonkonvulsif general maka pasien ini berprognosis baik.
Untuk terjadinya rekurensi apabila frekuensi kejang yang tinggi sebelum pengobatan,
abnormalitas neurologis, retardasi mental, dan abnormalitas EEG yang terus menerus. Pada
pasien ini tidak ada maka untuk rekurensi pasien ini dubia ad bonam.

Anda mungkin juga menyukai