Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi
bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat
secara bersama-sama seperti diamanatkan dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyatakan juga
bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang
pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat, dalam undang-
undang tersebut juga disebutkan Pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan,
sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan
penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai
konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam
jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau
oleh daya beli mereka. Kecukupan pangan yang baik mendukung
tercapainya status gizi yang baik sehingga akan menghasilkan
generasi muda yang berkualitas.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan
dilakukan diversivikasi pangan dengan memperhatikan
sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan
teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan
kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi anekaragam pangan
dengan gizi seimbang. Peraturan Pemerintah tentang ketahanan
pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan
pangan dilakukan pengembangan sumberdaya manusia yang
meliputi pendidikan dan pelatihan dibidang pangan,
penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pangan.
Disamping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang
1
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan,
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan
teknologi pangan. Dari uraian diatas terlihat ketahanan pangan
berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor
pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan
sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja
tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor,
sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha)
merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang
mendasari seluruh kehidupan dan pembangunan bangsa.
Ketahanan pangan dan gizi bukan hanya mengenai jumlah bahan
makanan yang tersedia, tapi juga kandungan gizi di dalamnya.
Memperhatikan ketahanan pangan artinya mengubah pola pikir
dalam melihat definisi hidup yang sehat dan seimbang. Hal ini
senada dengan pendapat banyak ahli bahwa nutrisi perlu
diposisikan dalam sisi demand, dan ketahanan pangan dalam sisi
supply, agar kekurangan gizi dapat diatasi secara komprehensif.
Gizi merupakan pondasi yang sangat penting dan memiliki
peran besar dalam bebagai aspek yang pada akhirnya
memberikan kontribusi terhadap pembangunan suatu bangsa,
diantaranya: 1) Investasi gizi pada remaja perempuan dapat
meningkatkan statusnya kelak saat menjadi ibu dan bermanfaat
bagi keluarga kecilnya sebagai cikal bakal pencetakan sumber
daya manusia; 2) Perhatian khusus pada gizi berdampak langsung
pada keuntungan di bidang pertanian dengan peningkatan
produksi untuk penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat,
dan menjaga keseimbangan lingkungan dengan mempertahankan
makan berbasis pangan lokal; 3) Perbaikan gizi merupakan langkah
awal dalam pengembangan SDM dan penurunan kemiskinan;
4) Gizi yang cukup dapat memperbaiki kondisi pasca konflik;

2
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
5) Program perbaikan gizi merupakan sebuah proses partisipasi
yang mengedepankan HAM; dan 6) Gizi yang cukup meningkatkan
imunitas dan berperan pada pencegahan penyakit tidak menular
(Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2015).
Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor,
diantaranya kemiskinan, kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih,
keluarga berencana, sanitasi dan faktor lainnya. Oleh karena itu
permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari
berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi.
Rencana Aksi Pangan dan Gizi Kabupaten Simeulue Tahun 2016-
2022 disusun dengan mengedepankan partisipasi multisektor dan
diharapkan integrasi yang baik antar program, keleluasaan dalam
penganggaran, dan kapasitas kelembagaan yang kuat dapat
menjawab tantangan dalam upaya pencapaian ketahanan
pangan dan nutrisi. Penyusunan dokumen Rencana Aksi Pangan
dan Gizi Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022 melibatkan
berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun instansi
yaitu Dinas Kesehatan; Dinas Pendidikan; Dinas Pekerjaan Umum;
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan ; Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan; Dinas Kelautan dan Perikanan; Badan
Ketahanan Pangan dan Penyuluhan; Kantor Pemberdayaan
Perempuan dan Keluarga Sejahtera; Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi; Badan Pemberdayaan Masyarakat; Dinas Kehutanan
dan Perkebunan; Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
UKM; Dinas Syariat Islam, Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi
dan Telekomunikasi serta Majelis Pernusyawaratan Ulama
Kabupaten perlu terus memastikan agar pembangunan gizi tetap
menjadi titik sentral dalam program-program pembangunan
mendatang baik dalam Agenda Pembangunan Global Pasca-2015
(SDG’s) maupun dalam agenda pembangunan nasional.
Kekurangan gizi yang tidak ditangani secara mendasar dan

3
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
komprehensif lambat laun akan menggerus capaian pembangunan
yang diperoleh dengan susah payah. Demikian pula, upaya kita
untuk dapat bersaing dengan bangsa -bangsa yang maju akan sulit
diwujudkan tanpa menjadikan gizi sebagai fokus sentral dalam
pembangunan kita (Kemenkes, 2015). Apabila semua penduduk
suatu bangsa memperoleh gizi yang cukup sehingga dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal maka akan terlahir penduduk
yang memiliki kualitas yang baik, dan sumber daya manusia yang
berkualitas merupakan unsur utama dalam pembangunan suatu
bangsa.

1.2 Tujuan
Tujuan umum RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
adalah untuk menjadi panduan dan arahan serta acuan bagi
institusi pemerintah, organisasi non pemerintah, institusi
masyarakat dan pelaku lainnya baik pada tataran provinsi
maupun kabupaten dan kota untuk berperan serta
meningkatkan kontribusi yang optimal dalam upaya mewujudkan
ketahanan pangan dan gizi di Kabupaten Simeulue. Sedangkan
tujuan khususnya antara lain:
1. Menjadi panduan dan arahan bagi institusi pemerintah, Dewan
Perwakilan Rakyat Kabupaten, organisasi non pemerintah,
institusi swasta, masyarakat dan pelaku lainnya pada tingkat
Pemerintahan kabupaten Simeulue agar memahami
pentingnya pangan dan gizi sebagai investasi penting
pembangunan Sumber Daya Manusia Kabupaten SImeulue
2. Meningkatkan pemahaman seluruh stakeholder’s terkait dan
masyarakat dalam peran sertanya untuk mewujudkan
ketahanan pangan dan gizi.
3. Meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi
pangan dan gizi di setiap wilayah agar: (a) mampu menetapkan

4
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
prioritas penanganan masalah pangan dan gizi; (b) mampu
memilih intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lokal; (c)
mampu membangun dan memfungsikan lembaga pangan dan
gizi; dan (d) mampu memantau dan mengevaluasi
pembangunan pangan dan gizi.
4. Meningkatkan koordinasi pembangunan ketahanan pangan
dan gizi secara terpadu untuk diimplementasikan secara terinci
dengan jelas untuk membangun sinergi, integrasi dan koordinasi
yang baik mulai dari perencanaan, implementasi dan evaluasi
atas pelaksanaan bidang tugas masing-masing dalam rangka
mencapai tujuan yaitu mewujudkan ketahanan pangan dan gizi
yang berkelanjutan yang berlandaskan kedaulatan pangan
dan kemandirian pangan di Kabupaten Simeulue.
5. Meningkatkan kontribusi yang optimal dalam upaya
mewujudkan ketahanan pangan dan perbaikan gizi multi sektor
di Kabupaten Simeulue.

1.3 Dasar Hukum


Dasar hukum yang mendasari di susunnya pedoman Rencana Aksi
Daerah Pangan dan Gizi Kabupaten Simeulue adalah:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
khususnya Pasal 142 ayat (5) yang menyebutkan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan upaya untuk
mencapai status gizi yang baik;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
khususnya Pasal 63 (ayat 3) yang menyebutkan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi
setiap 5 (lima) tahun.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan

5
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Pangan dan Gizi, khususnya pasal 1 ayat (1) yang mengatur
ketahanan pangan dan gizi serta Pasal 37 (ayat 1) yang
mengatur tentang perbaikan Status Gizi masyarakat.
5. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi;
6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
7. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
8. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2015-2019
9. Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Aceh Tahun 2016-2022
10. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten
Simeulue 2012-2017.

6
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
BAB II
PANGAN DAN GIZI SEBAGAI
INTERVENSI PEMBANGUNAN
2.1. Situasi Pangan dan Gizi
Pencapaian pembangunan bidang pangan dan gizi di
Kabupaten Simeulue dapat dilihat dari indikator-indikator baik
indikator gizi maupun pangan. Permasalahan gizi meliputi gizi buruk
dan kurang pada balita, prevalensi anak pendek (stunting) dan
permasalahan kesehatan ibu dan wanita yang ditandai dengan
prevalensi kurang energi kronis (KEK) dan prevalensi anemia pada
balita dan ibu hamil. Dari beberapa permasalahan gizi yang ada
sebagian sudah menunjukkan perbaikan antara lain terjadi
penurunan prevalensi gizi buruk dan kurang, penurunan prevalensi
anak kurus (wasting) dan prevalensi anak pendek.
Sementara itu derajat kesehatan masyarakat masih
memerlukan perhatian, hal ini dapat dilihat masih tingginya Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi
salah satu indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI
menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil)
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per
100.000 kelahiran hidup. Kabupaten Simeulue dengan jumlah
penduduk sebesar 89.117 jiwa terdapat jumlah AKI pada tahun 2011
sebanyak 7 kematian ibu, pada tahun 2012 sebanyak 7 kematian
ibu, tahun 2013 jumlah kematian ibu tidak ada atau nihil (Akino),
tahun 2014 sebanyak 2 kematian ibu dan tahun 2015 di Kabupaten
Simeulue jumlah angka kematian ibu sebanyak 7 kematian ibu.

7
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Dalam bidang pangan secara produksi/ketersediaan pangan
di Kabupaten Simeulue memperlihatkan peningkatan yang signifikan
dari tahun ke tahun. Defisit produksi padi terus mengalami
perbaikan, pada Tahun 2010 kemampuan produksi padi khususnya
padi lokal mencapai 8.282.80 yang terus meningkat sehingga pada
tahun 2014 telah mencapai 16.909.00. Di samping padi/beras, di
Kabupaten Simeulue juga terdapat sumber karbohidrat/pangan
pengganti beras seperti Sagu yang saat ini luas areal tanamannya
mencapai 1.999 Ha.
Sektor Pertanian mempunyai peranan besar (36,17%) dalam
struktur ekonomi Kabupaten Simeulue. Sektor ini ditopang oleh
sumberdaya lahan baku sawah seluas 10.927 Ha dan 17.955 Ha
lahan tegalan/kebun/ladang dan lahan pekarangan sebagai
pendukung pada subsektor tanaman bahan makanan.
Pada sub sektor perkebunanan terdapat 2.386 Ha perkebunan
karet rakyat, 7.715 Ha perkebunan kelapa dalam, 7.708 Ha
perkebunan kelapa sawit yang terdiri atas 3.202 Ha perkebunan
kelapa sawit rakyat dan 4.506 Ha perkebunan kelapa sawit PDKS,
14.238 Ha perkebunan cengkeh rakyat, 1.806 Ha perkebunan kakao
rakyat, 1.540 Ha perkebunan pala rakyat, dan 1.942 Ha perkebunan
pinang rakyat.
Pada sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya terdapat 35.364
ekor kerbau, 2.205 ekor sapi. Produksi daging (ternak besar) yang
terdiri dari Kerbau 216.535.22 kg, Sapi 9.200.40 kg, Kambing 17.001.60
kg, unggas yang berasal dari Ayam Buras 8.507.73 kg, Ayam Ras
98.695.30 kg, produksi telur mencapai 133.869.96 kg dan ikan
mencapai 12.696.00 ton pada tahun 2014 (Dinkeswannak
Kabupaten Simeulue dan DKP Kabupaten Simeulue, 2014).
Penduduk Simeulue mayoritas bekerja pada sektor pertanian
dalam arti luas, perikanan, perdagangan dan jasa.Penduduk pada
Kabupaten Simeulue memiliki kecenderungan subsistensi pekerjaan,

8
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
sampai saat ini belum bisa dipastikan berapa penduduk yang
bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Dilihat dari
kondisi geogarafis Simeulue yang merupakan kepulauan maka
mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan,
namun nelayan tersebut juga melakukan pekerjaan sebagai petani
sawah dan kebun ketika musim badai datang.
Situasi pangan dan gizi kabupaten Simeulue menunjukkan
kearah yang positif ini dapat dilihat dari pencapaian pembangunan
bidang pangan dan gizi di Kabupaten Simeulue yang juga dapat
dilihat dari indikator-indikator baik indikator gizi maupun pangan.
Permasalahan gizi meliputi gizi buruk dan kurang pada balita,
prevalensi anak pendek (stunting), prevalensi anak kurus (wasting),
kegemukan (obesitas) dan permasalahan kesehatan ibu dan
wanita yang ditandai dengan prevalensi kurang energi kronis (KEK)
dan prevalensi anemia pada balita dan ibu hamil dan wanita. Dari
beberapa permasalahan gizi yang ada sebagian sudah
menunjukkan perbaikan antara lain terjadi penurunan prevalensi gizi
buruk dan kurang, penurunan prevalensi anak kurus (wasting) dan
prevalensi anak pendek

2.1.1 Ketersediaan Pangan Kabupaten Simeulue


a. Produksi Padi

Produksi padi
Kabupaten Simeulue,
selama 5 tahun
terakhir, menunjukkan
hasil yang relatif
menurun ini disebabkan karena sistim pengairan di Kabupaten
Simeuleu yang masih menggunakan tadah hujan, sarana prasarana
yang dibangun seperti irigasi dan linning belum dapat berfungsi
secara maksimal serta sudut pandang masyarakat tentang
bersawah yang hanya untuk kebutuhan makan saja, tidak untuk
9
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
penambahan penghasilan. Dapat dilihat dari tahun 2011 produksi
padi sebesar 27.078,64 Ton, terus mengalami pengurangan produksi
hingga tahun 2015 hanya sebesar 21.913,10 Ton. Upaya yang
dilakukan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan produksi antara
lain melalui pengoptimalan dan penambahan sarana prasarana
yang sudah tersedia, peningkatan pendampingan teknis dan
diseminasi teknologi budidaya untuk meminimalkan dampak
perubahan iklim ekstrim. Produksi padi secara rinci dapat dilihat
pada grafik berikut :
Grafik 2.1
Produksi padi unggul

30.000

25.000

20.000
LOKAL

15.000 UNGGUL
JML TOTAL
10.000

5.000

Sumber Data: Data Diolah (Bappeda P2EK) Th. 2015

b. Produksi Jagung

Produksi jagung selama periode 2011–


2015 mengalami penurunan dari produksi
awal ditahun 2011 sebesar 395.500 Kg
menurun signifikan hingga 0 Kg pada
tahun 2015 hal ini disebabkan karena
animo masyarakat yang berkurang
dalam penanaman jagung dikarenakan kurangnya minat pembeli
dan alih fungsi lahan. Produksi jagung dapat dilihat pada grafik
berikut:

10
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.2
Produksi jagung

395.000 kg

8.750 kg 28.000 kg
0 kg 00 kg

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber Data : Buku Statistik Kabupaten SImeulue Tahun 2016

c. Produksi Ubi Kayu dan Ubi Jalar

Ubi kayu dan ubi jalar masih sangat di minati di Kabupaten


simeulue, hal ini dapat dilihat pada grafik peningkatan produksi
padi dan ubi jalar yang terus meningkat dar awal tahun 2011
terus meningkat hingga tahun 2014 walaupun mengalami
penurunan pada tahun 2015 dikarenakan kawasan tanaman ubi
jalar dan ubi kayu mengalami perbaikan/pengolahan tanah.

Grafik 2.3
Produksi Ubi Kayu dan Ubi Jalar Tahun 2011-2015

170.000 kg
110.000 kg
85.500 kg
63.600 kg
56.000 kg
22.800 kg 30.000 kg
1.400 kg 3.000 kg 20.000 kg

2011 2012* 2013* 2014 2015


Ubi Kayu Ubi Jalar

Sumber Data: Buku Statistik Kabupaten SImeulue Tahun 2016

11
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
d. Produksi Daging
1. Kerbau

Dalam rangka meningkatkan


ketersediaan sumber protein,
berbagai upaya telah dilakukan
untuk meningkatkan produksi daging
terutama daging kerbau. Untuk
jumlah pemotongan kerbau tahun
2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya,
penurunannya sebesar 21,86 % atau sebanyak 274 ekor. Hal ini
disebabkan Undang-undang no 18 tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa ternak ruminansia
betina produktif dilarang disembelih. Selain itu, ada juga Surat
Edaran Bupati Simuelue no 524/1821/2014 tanggal 23 April 2014
perihal larangan penyembelihan dan pengeluaran ternak sapi/
kerbau betina produktif dan jantan bibit ke luar daerah.
Pada tahun terakhir yaitu pada tahun 2014 produksi daging
kerbau yaitu sebanyak 216.535.22 kg, tahun 2013 sebanyak
277.138.56 kg, tahun 2012 sebanyak 179.400.00 kg, tahun 2011
sebanyak 87.750 Kg. Produksi daging kerbau dapat dilihat pada
grafik berikut:
Grafik 2.4
Produksi Daging Kerbau

Produksi Daging Kerbau


250.777,50 kg
216.535,22 kg
277.138,56 kg
179.400 kg
87.750 kg

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber Data: Buku Statistik Kabupaten SImeulue Tahun 2016


12
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
2. Sapi

Produksi daging sapi di Kabupaten


Simeulue pada tahun 2015 sebesar
7.578,75 kg, menurun dibandingkan tahun
2014 sebesar 9.200,40 Kg, Namun pada
tahun-tahun sebelumnya mengalami
peningkatan, hal ini dikarenakan daging untuk konsumsi rumah
tangga maupun usaha kecil dan menegah lebih mengarah ke
daging kerbau, daging sapi belum diminati di dalam daerah
namun sapi-sapi tersebut diminati diluar Kabupaten Simeulue,
untuk produksi daging sapi dapat di lihat dalam grafik berikut:

Grafik 2.5
Produksi Daging Sapi

Produksi Daging Sapi


7.578,75 kg
9.200,40 kg
7.405 kg
6.768 kg
900 kg

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber Data: Buku Statistik Kabupaten SImeulue Tahun 2016

3. Kambing
Produksi kambing tercatat 242.737,22 kg daging ternak (kerbau,
sapi, kambing dan domba) Untuk produksi daging kambing di
Kabupaten Simeulue pada tahun 2014 sebanyak 17.001.60 kg,
tahun 2013 sebanyak 13.446.95 kg, tahun 2012 sebanyak 9.130.00
kg, tahun 2011 5.352.00 kg dan tahun 2010 sebanyak 15.996.00 kg
seperti terlihat dalam grafik berikut :

13
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.6
Produksi Daging Kambing

Produksi Daging Kambing


18.537,50 kg
17.001,60
13.446,95 kg

9.130 kg
5.352 kg

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber Data: Buku Statistik Kabupaten SImeulue Tahun 2016

4. Ayam Buras dan Ayam Ras


Untuk Produksi daging ayam buras pada tahun 2014 sebanyak
8.507.73 kg, tahun 2013 sebanyak 26.293.19 kg, tahun 2012
sebanyak 40.021.00 kg, tahun 2011 sebanyak 16.288.00 kg dan
tahun 2010 sebanyak 107.058.00 seperti terlihat dalam grafik
berikut :

Grafik 2.7
Produksi Daging Ayam Buras dan Ayam Ras

37.320 71.140
87.854
98.695
113.616

16.288 40.021
26.293
8.508
8.074
Ayam Buras Ayam Ras

Sumber Data: Buku Statistik Kabupaten SImeulue Tahun 2016

14
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
2.1.2 Konsumsi Energi dan Protein Kabupaten Simeulue
Dari penjabaran hasil produksi diatas menunjukkan sumber daya
pangan pada Kabupaten Simeulue sekaligus menggambarkan
kemampuan masyarakat dalam menghasilkan pangan untuk
dikonsumsi sehari-hari, berikut grafik konsumsi energi masyarakat:

Grafik 2.8
Konsumsi Energi 2009 – 2014

Sumber data: Susenas 2009-2014, BPS, diolah oleh BKP

Di sektor konsumsi energi masyarakat pada tahun 2009 jauh


dibawah standar konsumsi energy pada umumnya namun terjadi
kenaikan pada tahun 2010 dan 2011, ini terjadi karena sudah ada
peningkatan produksi pangan masyaraka, pada tahun 2012 hingga
tahun 2014 masyarakat kembali dihadapkan pada penurunan
angka produksi komoditi pangan hal tersebut berdampak pada
turunnya standar konsumsi energi pada masyarakat.
Untuk konsumsi protein pada Kabupaten Simeulue angkanya
diatas angka standar dalam konsumsi daging pada umumnya,
dapat dilihat pada grafik dibawah sejak tahun 2009 hingga 2014
naik secara positif dan selalu di atas standar konsumsi protein pada
umumnya.

15
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.9
Konsumsi Protein 2009 – 2014

Sumber data: Susenas 2009-2014, BPS, diolah oleh BKP

Konsumsi protein terdapat pada jenis makanan seperti: Tempe, telur


ayam ras, tahu, daging broiler, ikan, dan yang paling mahal adalah
protein yang berasal dari daging kerbau dan sapi.
Pemenuhan konsumsi pangan secara kualitas ditunjukkan
dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang merupakan
gambaran keragaman dan keseimbangan gizi. Perkembangan
kualitas konsumsi pangan (skor PPH) selama tahun 2009-2014,
berfluktuatif. Hal ini, mengindikasikan adanya perubahan pola
konsumsi pangan masyarakat ke arah pola konsumsi yang beragam.
Skor PPH tahun 2014, baru mencapai skor 83,4 dari target skor tahun
2014 sebesar 93,3. Belum tercapainya kualitas konsumsi pangan ke
arah ideal ini disebabkan oleh pola konsumsi pangan masyarakat
yang didominasi oleh konsumsi kelompok pangan sumber
karbohidrat terutama padi-padian, serta masih kurangnya konsumsi
pangan sumber protein (kacang-kacangan serta pangan hewani).
Hal ini dapat dilihat pada grafik dibawah:

16
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.10
Konsumsi Pangan 2009 – 2014

Sumber data: Susenas 2009-2014, BPS, diolah oleh BKP

2.2 Status Kesehatan Masyarakat


2.2.1 Status Gizi Balita
Berbagai upaya untuk mengatasi masalah gizi telah dilakukan
pemerintah antara lain melalui program Upaya Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK), pemberian Kapsul vitamin A untuk anak 1-4 tahun.
Distribusi Kapsul Yodium untuk penduduk pada daerah rawan
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY).
Pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dan upaya pemantauan
tingkat konsumsi gizi penduduk secara berkala (SKG), serta
pemantauan status gizi (PSG) anak balita. Disamping upaya yang
lain yang berhubungan dengan peningkatan produksi pangan dan
pendapatan masyarakat pada dasarnya upaya tersebut dilakukan
secara terpadu antar lintas sektor dan lintas program.
Peningkatan status gizi masyarakat merupakan salah satu
upaya penting untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil,
menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak balita,
meningkatkan kemampuan tumbuh kembang fisik, mental dan sosial
anak, untuk meningkatkan produktivitas kerja serta prestasi
akademik maupun prestasi olah raga. Oleh karena keadaan gizi
17
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
masyarakat merupakan salah satu indikator penting dari kualitas
sumber daya manusia, upaya perbaikan gizi masyarakat tidak
mungkin dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, tetapi harus
ditanggulangi secara bersama dengan sektor yang terkait.
Program PSG pada anak Balita yang dilakukan melalui
Posyandu merupakan suatu upaya penyediaan data, informasi serta
pemantauan status gizi anak balita. Kegiatan ini dilakukan setiap
tahun untuk pemantauan perkembangan perubahan status gizi
balita di Kabupaten Simeulue.
Gambar 2.1
Negara dengan Beban Masalah Gizi Tertinggi

Sumber: The Lancet, Executive summary of Maternal and Children Nutrition


Series. 2013

2.2.2 KEP Balita


Untuk mengukur keadaan gizi anak balita saat ini digunakan
standar NCHS-WHO untuk indeks BB menurut umur, sedangkan
Kekurangan Energi Protein (KEP) pada balita dibagi menjadi dua
kategori yaitu Kategori I yang disebut dengan KEP nayata (BB/U
<70% terhadap median baku WHO-NCHS) dan ketgori II (BB/U 70-79%
terhadap median baku WHO-NCHS) sedangkan KEP total adalah
kategori I dan kategori II.
18
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Persentase tertinggi gizi buruk berada di Kecamatan Simeulue
Timur sebanyak 3 kasus dan mendapat perawatan semuanya
pada tahun 2015 sedangkan Kecamatan Alafan tidak ada kasus Gizi
buruk. Secara rinci Pesentase gizi buruk, gizi kurang dan gizi baik
pada balita dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:

GRAFIK 2.11
STATUS GIZI ANAK BALITA MENURUT PUSKESMAS TAHUN 2015

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2015

Dari Grafik di atas status gizi buruk yang paling banyak di wilayah
Kecamatan Simeulue Timur yang merupakan Ibu Kota Kabupaten
yakni sebanyak 3 orang, dimana tingkat pendapatan ekonomi
masyarakatnya lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lain,
dan tertinggi kedua Puskemas Teupah Barat sebanyak 2 kasus,
sedangkan Puskesmas Teluk Dalam dan Salang sebanyak 1 kasus. Ini
disebabkan antara lain pola asuh orang tua, sosial budaya serta
faktor pengetahuan.
Gambaran keadaan gizi masyarakat Kabupaten Simeulue
pada tahun 2015 adalah masih tingginya prevalensi balita kurang
gizi yaitu sebesar 6.4% (KEP total), walau terjadi peningkatan
dibanding tahun 2014 sebesar 3.64.%. Prevalensi balita kurang gizi di
19
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Kabupaten Simeulue ini sudah berada di bawah 10%, yang artinya
sudah di bawah ambang batas universal masalah kesehatan
masyarakat. Sedangkan prevalensi status gizi baik pada balita tahun
2015 sebesar 79.7%. Puskesmas tertinggi berada di Puskesmas
Simeulue Tengah sebesar 97.40% dan Puskesmas terendah adalah
Puskesmas Alafan sebesar 18.14%.
Pada tingkat nasional terlihat angka balita gizi berkurang,
kurus, dan pendek masih tinggi, namun jika dilihat lebih rinci
berdasarkan provinsi, ditemukan bahwa terdapat 20 provinsi
dengan angka balita pendek yang berada di atas 37,2%. Jika
mengacu pada kategorisasi permasalahan stunting yang
ditetapkan WHO, sejumlah 14 provinsi termasuk dalam kategori
berat, yaitu prevalensinya sebesar 30-39% dan 15 provinsi termasuk
dalam kategori serius, yaitu prevalensinya ≥ 40%.
Grafik 2.12
Presentase Anak Balita Pendek Berdasarkan Propinsi

7,2

6,8
NTB
abel Bali

Sumsel

Jambi

Gorontal

Sulsel

Kalsel
DIY DKI

Banten
Sulut

Jateng
Riau
Indonesia

Bengkulu
Papua
Maluku

Malut
Sulteng
Kalteng
Aceh
Sumut
Sultra
Lampung
Kaltim

Jabar
Jatim

Kalbar

o Sumbar

Pabar

Sulbar
NTT
Kep.Riau

Keterangan = 2007; = 2010; dan = 2013

Sumber:Riskesdas 2007, 2010, 2013

Kondisi gizi wanita usia subur (WUS) dan cakupan intervensi gizi
di Indonesia tidak kalah memprihatinkan. Diketahui bahwa angka
prevalensi anemia pada WUS dan Overweight pada usia dewasa

20
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
tergolong tinggi. Indonesia termasuk dalam 47 negara dari 122
negara yang mempunyai masalah stunting pada balita dan
anemia pada WUS. Pada Nutrition Global Report disebutkan bahwa
Indonesia termasuk dalam negara dengan cakupan 5 intervensi gizi
spesifik (inisiasi menyusui dini/IMD, pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan,
meneruskan ASI sampai 12 bulan, suplementasi vitamin A, dan
pemberian tablet tambah darah/TTD untuk ibu hamil) yang rendah.
Di antara 37 negara lainya, Indonesia merupakan 1 dari 3 negara
dengan proporsi IMD terendah.
Diketahui pada tahun 2013 sejumlah 21,7% WUS di Indonesia
menderita anemia dan terjadi peningkatan persentase ibu hamil
yang menderita anemia sejak tahun 2007, yaitu 24,5% menjadi 37,1%
pada tahun 2013 789. Bukan hanya anemia, status gizi WUS, yang
diketahui melalui indeks massa tubuh (IMT) atau lingkar lengan atas
(LiLA), juga memprihatinkan. Data Riskesdas menunjukkan 14% WUS
menderita kurang energi kronis (KEK).
Apabila sebagian besar WUS ini memasuki usia kehamilan
dengan kondisi anemia dan KEK maka janinnya akan mengalami
hambatan pertumbuhan dan 1/3 dari generasi yang dilahirkan
berisiko tumbuh menjadi generasi yang stunting. Tingginya prevalensi
anemia pada ibu hamil dapat menjadi faktor penyebab rendahnya
progres penurunan angka kematian bayi, sebuah studi
menyebutkan 20% kematian neonatal di Indonesia disebabkan oleh
kekurangan suplementasi zat besi dan folat selama dalam
kandungan 10. Terlepas dari potensi adanya 1/3 bayi yang akan
berisiko tumbuh menjadi anak yang stunting, data Riskesdas tahun
2013 menunjukkan terdapat 10,2% kasus BBLR yang berisiko
mengalami stunting pada usia selanjutnya. Kondisi ini diperburuk
dengan cakupan ASI eksklusif yang masih jauh dari target yang
ditetapkan yaitu sebesar 80%, diketahui cakupan ASI eksklusif <6
bulan sejumlah 38%, padahal ASI eksklusif merupakan makanan

21
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
terbaik bagi bayi untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih
buruk pada masa yang akan datang.
Untuk perkembangan angka harapan hidup di Kabupaten
Simeulue pada tahun 2011 sebesar 63,05, pada tahun 2012 UHH
sebesar 63,12 dan pada tahun 2013 UHH sebesar 63,32,. Pada ada
tahun 2014 sebesar 64,24 dan tahun 2015 masih mengacu pada
umur harapan hidup tahun 2014.
Angka kematian ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator
penting dari derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan
jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian
terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak
termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

GRAFIK 2.13
JUMLAH ANGKA KEMATIAN IBU TAHUN 2011 - 2015

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2015

Di Kabupaten Simeulue dengan jumlah penduduk sebesar


89.117 jiwa terdapat jumlah AKI pada tahun 2011 sebanyak 7
kematian ibu, pada tahun 2012 sebanyak 7 kematian ibu, tahun

22
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
2013 jumlah kematian ibu tidak ada atau nihil (Akino), tahun 2014
kematian ibu sebanyak 2 kematian ibu dan tahun 2015 di
Kabupaten Simeulue jumlah angka kematian ibu sebanyak 7
kematian ibu.

Grafik 2.14
PENYEBAB KEMATIAN IBU DI KABUPATEN SIMEULUE TAHUN 2015

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2015

Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa


penyebab kematian ibu di Kabupaten Simeulue pada Tahun 2015
adalah pre eklampsia sebanyak 28.57 % (2 kasus), invertio
uteri/Pendarahan sebesar 28.57% (2 kasus), dan 14 % akibat pre
eklamsi + Kelainan katup jantung + Edema paru (1 kasus), Infeksi +
Steven Jhonson Syndrome sebanyak 14 % (1 kasus) dan infeksi paru +
jantung 14% (1 kasus).

2.2.3 Analisis Kausalitas


Gambar 15 mengilustrasikan konsep terjadinya masalah gizi
secara umum, dengan penekanan pada balita. Kerangka tersebut
memperlihatkan jalur terjadinya suatu keadaan salah
gizi/malnutrition.Dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi
adalah kecukupan konsumsi dan status kesehatan/kejadian infeksi.

23
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Keduanya saling mempengaruhi dan berinteraksi, yaitu pada anak
yang kekurangan gizi maka daya tahannya akan turun sehingga
akan mudah menderita penyakit infeksi, selanjutnya jatuh pada
kondisi malnutrition, sebaliknya seorang anak yang menderita
penyakit infeksi akan mengalami kekurangan asupan karena nafsu
makan yang rendah dan meningkatnya kebutuhan zat gizi akibat
penyakit pada keadaan malnutrition. Tidak ada kuatnya asupan
makanan dan terjadinya penyakit infeksi sangat dipengaruhi oleh
pola asuh yang diberikan ibu atau pengasuh anak. Pola asuh ibu
atau pengasuh sangat dipengaruhi oleh pendidikan ibu karena
menentukan pemahaman ibu terhadap pola asuh anak yang baik.
Dengan demikian ada faktor-faktor lain diluar faktor kesehatan yang
berpengaruh terhadap kedua faktor penyebab langsung salah gizi,
yang dikategorikan sebagai faktor penyebab tidak langsung dan
faktor dasar.

2.2.4 Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam
1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan
kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. AKB
dapat dihitung dari Laporan bulanan Puskesmas Kecamatan dalam
tahun 2015. AKB pada tahun 2010 sebesar 40/1000 KH, 2011 sebesar
41/1000 KH dan pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi sebesar
22/1000 KH. Pada tahun 2013 kembali terjadi peningkatan sebesar
29/1000 KH dan AKB pada tahun 2014 juga terjadi peningkatan
sebesar 32/1000 KH, sedangkan pada tahun 2015 terjadi penurunan
sebesar 22/1000 KH dari jumlah kematian sebanyak 36 Angka
Kematian Bayi.

24
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.15
JUMLAH ANGKA KEMATIAN BAYI TAHUN 2011 - 2015

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2015

2.2.5 Angka Kematian Balita (AKABA)


Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang
meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan
sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. AKABA merepresentasikan
risiko terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum
umur 5 tahun yakni jumlah kematian bayi dan jumlah kematian
anak balita. AKABA 2011 sebanyak 10/1000 Sedangkan Angka
kematian balita pada tahun 2012 yang tercatat sebanyak 3/1000
Balita dan pada tahun 2013 terjadi penurunan kasus yaitu sebanyak
33/1000 KH, Pada tahun 2014 AKABA sebanyak 36/1000 KH,
sedangkan pada tahun 2015 AKABA sebanyak 5/1000 KH.

25
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.16
JUMLAH ANGKA KEMATIAN BALITA TAHUN 2011 - 2015

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2015

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa angka kematian balita


pada tahun 2011 sebanyak 64 kasus, dan tahun 2012 terjadi
penurunan sebanyak 47 kasus. Sedangkan pada tahun 2013
sebanyak 53 kasus dan tahun 2014 sebanyak 59 kasus. Namun pada
tahun 2015 angka kematian balita terjadi penurunan drastis
sebanyak 8 kasus.
Faktor penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status
gizi, adalah: 1) Ketahanan pangan keluarga yang menentukan
kecukupan konsumsi setiap anggota keluarga; 2) pola asuh yang
menentukan kecukupan zat gizi yang antara lain terdiri dari
pemberian ASI eksklusif pada anak 0-6 bulan, pemberian makanan
pendamping ASI pada anak 6 bulan-2 tahun, dan penyiapan
makanan secara higienis; serta 3) pemanfaatan pelayanan
kesehatan saat sakit dan akses terhadap lingkungan yang bersih.
Kecukupan konsumsi dipengaruhi oleh ketahanan pangan di
tingkat keluarga dan pola asuh, sementara itu penyakit infeksi
dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan seperti imunisasi, kualitas

26
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
lingkungan hidup, ketersediaan air bersih, sanitasi, dan perilaku
hidup bersih dan sehat. Sementara itu, faktor yang mendasari faktor
langsung dipengaruhi oleh akar masalah, adalah pendidikan,
kelembagaan, politik dan ideologi, kebijakan ekonomi, sumber daya
lingkungan, teknologi, dan penduduk.

Gambar 2.2
Faktor yang mempengaruhi status gizi.

Sumber: Unicef, 1990

Di Indonesia sanitasi yang buruk merupakan isu penting yang


berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit infeksi yang
dapat mengakibatkan stunting. Hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukkan terdapat 12,9% rumah tangga yang tidak memiliki
fasilitas buang air besar (BAB) dan melakukan BAB sembarangan
dan perilaku ini berhubungan erat dengan indeks kepemilikan,
semakin rendah kuintil indeks kepemilikan proporsi rumah tangga
yang melakukan BAB sembarangan lebih tinggi 13 Spears 14

melakukan perhitungan bahwa BAB di tempat terbuka dapat

27
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
memjelaskan hingga 54% variasi tinggi badan anak dan
menjelaskan variasi GDP hanya sebesar 29%. Pentingnya mencuci
tangan dan perilaku BAB yang benar merupakan bagian dari praktik
pola asuh yang baik yang juga penting.
Analisis lebih lanjut terhadap data Riskesdas disajikan dalam
dokumen background study health sector review (tahun 2014) yang
menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi yang buruk dengan
stunting (Gambar 16). Terdapat kecenderungan bahwa provinsi
yang memiliki proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi yang
lebih baik memiliki persentase stunting yang lebih rendah (R2=66%) 15.

Gambar 2.3
Estimasi Provinsi dengan Persentase Rumah Tangga dengan Akses
Sanitasi yang Baik dan Prevalensi Stunting pada Balita

Sumber: Bappenas, Nutrition Background Study,Health Sector Review, 2014

2.2.6 Pembuangan Kotoran (BAB/Jamban)


Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat
– zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja

28
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
dan air seni. Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus
dikelola dengan baik, pembuangan kotoran harus di suatu tempat
tertentu atau jamban yang sehat. Pembuangan tinja layak sesuai
dengan MDGs adalah penggunaan jamban sendiri/bersama, jenis
kloset leher angsa/latrine dan pembuangan akhir tinjanya adalah
tangki septik atau Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL).
Sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan dan risiko penularan penyakit khususnya
saluran pencernaan. Klasifikasi pembuangan kotoran dilakukan
berdasarkan atas tingkat risiko pencemaran yang mungkin
ditimbulkan.
Dalam hal ini sistem pembuangan air besar digolongkan
menjadi 4 kategori yaitu leher angsa, cemplung, Komunal dan
plengsengan. Adapun jumlah KK dengan tempat BAB/Jamban yang
memiliki jamban sanitasi yang layak sebanyak 28.753 dengan
persentase jamban memenuhi syarat (sehat) sebesar 32.3% dan
selebihnya tidak memenuhi syarat & masih menggunakan sungai,
pantai, kebun/semak-semak dan tempat-tempat lain sebagai
tempat pembuangan kotoran.
Pada tahun 2015 penduduk dengan akses sanitasi jamban
yang layak tertinggi berada di Kecamatan Simeulue Barat yakni
sebanyak 4805 penduduk atau sebesar 71,2%, kemudian disusul
Kecamatan Simeulue Cut sebanyak 1879 penduduk atau sebesar
59.7% dan sanitasi jamban terendah berada di Kecamatan
Sanggiran sebanyak 200 penduduk atau sebesar 5,0 %. Dalam hal
pengadaan tempat pembuangan kotoran (BAB/Jamban), Dinas
Kesehatan dan jajarannya tidak dapat mengadakan
pembangunannya karena terbentur dengan tupoksi yang ada.
Dinas Kesehatan hanya dapat melakukan pemicuan dan
perubahan Mindset masyarakat.

29
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.17
JUMLAH KELUARGA MEMILIKI JAMBAN SEHAT

6.634
7.000

6.000

5.000

4.000 3160
2.595
2658

2.510

3.000
1.734

1772

1610
1.330
2.000 1.295
899
778

597
429

1.000

194
175

53
50

48
35

25
0
0
0
0
0

0
0

0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Leher Angsa Cemplung Komunal Plengsengan

Tp.SELATAN TP.TENGAH SIM.TIMUR TP.BARAT SIM.TENGAH SIM. CUT

TLK.DALAM SALANG SIM.BARAT SANGGIRAN ALAFAN

Selain penyakit infeksi, faktor yang secara langsung


mempengaruhi status gizi adalah kecukupan konsumsi. Pembahasan
lebih lanjut terkait akses pangan dan konsumsi dibahas pada bagian
Sistem Pangan.

2.3 Sistem Pangan (Food System)


Sistem pangan merupakan segala aktivitas yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi pangan
yang mempengaruhi gizi dan kesehatan manusia. Pada tahap
produksi pangan penggunaan tanah, tanur, manajemen tanah,
bibit, dan waktu panen sangat berpengaruh. Pada tahap distribusi
mencakup aktivitas pasca panen yang terdiri dari proses,
transportasi, penyimpanan, pengemasan, serta pemasaran yang
berkaitan dengan daya beli juga tradisi terhadap makanan
(termasuk cara pemberian makan bayi). Aktivitas yang
berhubungan dengan pemanfaatan makanan dan konsumsi
mencakup persiapan, pengolahan dan proses memasak makanan

30
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
pada tingkat rumah tangga dan masyarakat, juga keputusan rumah
tangga dalam memilih makanan serta distribusi hingga tingkat
rumah tangga, pilihan makanan yang ditentukan oleh kebudayaan
atau individu, akses terhadap layanan kesehatan, sanitasi, dan
pengetahuan. Diantara komponen sistem pangan, ditemukan
adanya keterkaitan pada tahap pengolahan, komunikasi dan
edukasi. Seperti keputusan terkait konsumsi rumah tangga
dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, kebudayaan dan
keterjangkauan, yang mencakup akses lokasi, daya beli mayarakat,
dan harga.
Makanan termasuk minuman, merupakan kebutuhan pokok
dan sumber utama bagi kehidupan manusia, namun makanan yang
tidak dikelola dengan baik justru akan menjadi media yang sangat
efektif didalam penularan penyakit saluran pencernaan (Food Borne
Diseases). Terjadi peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut
yang sering membawa kematian bersumber dari makanan yang
berasal dari Tempat Pengolahan Makanan (TPM) khususnya
jasaboga, rumah makan dan makanan jajanan yang
pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi
lingkungan. Sehingga upaya pengawasan terhadap sanitasi
makanan amat penting untuk menjaga kesehatan konsumen atau
masyarakat, akan tetapi di Kabupaten Simeulue belum
dilaksanakan pengawasan secara maksimal terhadap TUPM yang
ada karena kurangnya Sumber daya yang ada. Di Kabupaten
Simeulue pada tahun 2015 yang ada TTU sebanyak 195, sedangkan
jumlah Tempat Pengolahan Makanan yang ada sebanyak 167 atau
sebesar 21.2 % yang memenuhi syarat kesehatan.
Pada tingkat makro, angka konsumsi energi dan protein,
memperlihatkan ketahanan pangan Indonesia termasuk dalam
kondisi cukup atau baik. Namun perlu diingat bahwa gambaran
yang diperlihatkan oleh rata-rata konsumsi energi belum

31
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
memperlihatkan adanya pemerataan untuk mengakses pangan,
hal tersebut ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah penduduk
sangat rawan pangan.
Salah satu target Kementerian Pertanian tahun 2010 – 2014
adalah melakukan peningkatan diversifikasi pangan, terutama untuk
mengurangi konsumsi beras dan terigu. Selama tahun 2010 – 2014,
konsumsi beras ditargetkan turun 1,5% per tahun yang diimbangi
dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani,
buah-buahan dan sayuran. Untuk mengetahui tercapainya pola
konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman digunakan
skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebagai indikator pencapaian. Skor
PPH berkaitan erat dengan upaya penganekaragaman pangan
untuk memenuhi pedoman umum gizi seimbang (PUGS) yang
digalakkan dalam program perbaikan gizi.
Dengan demikian dalam Rencana strategis Kementerian
Pertanian Tahun 2010-2014 ditetapkan target skor PPH dari 86,4 pada
tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun 2014, skor target meningkat
sejumlah 0,7 poin setiap tahunnya. Namun skor PPH yang dicapai
belum memenuhi target yang ditetapkan. Terlihat pada Gambar II.3
bahwa skor PPH dalam lima tahun terakhir cenderung menurun dan
semakin jauh dari target yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan
diperlukan adanya evaluasi dan pengkajian ulang terkait dengan
program penganekaragaman pangan untuk meningkatkan pola
konsumsi gizi seimbang. Berdasarkan Global Hunger Report (2014)
Indonesia termasuk negara yang berhasil menurunkan indeks
kelaparan sejak tahun 1990 (Gambar II.5), namun indeks yang
diperoleh masih menempatkan Indonesia di antara negara-negara
yang memiliki permasalahan kelaparan yang serius (skor 10.0–19.9).
Meski terjadi perkembangan ke arah lebih baik jika melihat
skor indeks kelaparan, jumlah penduduk yang tergolong sangat
rawan pangan dilihat dari konsumsinya yang kurang dari 70% AKG,

32
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
sejak tahun 2009 mengalami fluktuasi. Gambar 19 memperlihatkan
adanya kecenderungan kenaikan jumlah penduduk sangat rawan
pangan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012, persentasenya
menurun sedikit pada tahun 2013 dan kembali mencapai angka
17,4% seperti tahun 2011.
Jumlah penduduk yang rawan pangan serta jumlah daerah rawan
bencana masih cukup tinggi, terutama pada berbagai daerah yang
terisolir dan pada waktu-waktu tertentu terkena musim kering, musim
ombak besar, dan sebagainya 18. Kondisi tersebut perlu ditangani
secara komprehensif melalui upaya antisipatif dan hal ini perlu
diperhatikan saat melihat capaian indikator ketahanan pangan
lainnya.

Gambar 2.4
Indeks Kelaparan Indonesia

Sumber: IFPRI, Global Hunger Index, 2014

33
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Grafik 2.18
Persentase Penduduk Sangat Rawan Pangan Tahun 2009-2014

Sumber: BPS diolah oleh Pusat Ketersedian dan Kerawanan Pangan , BKP.

Kondisi ketahanan pangan dapat dilihat dari berbagai aspek,


bukan hanya dari aspek ketersediaannya, namun juga
ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatannya. Keterbatasan
pemahaman ketahanan pangan sebagai ketersediaan pangan
pada tingkat nasional dan global mendapatkan perhatian ketika
terjadi krisis pangan, yang terjadi di Afrika pada pertengahan tahun
1980an, dimana secara global ketersediaan pangan cukup untuk
memenuhi seluruh penduduk dunia. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi ketersediaan pangan yang cukup pada tingkat nasional dan
global tidak secara otomatis menunjukkan kondisi ketahanan
pangan pada tingkat individu maupun rumah tangga. Para pakar
dan praktisi pembangunan kemudian menyadari bahwa kerawanan
pangan dapat terjadi dalam kondisi dimana ketersediaan pangan
cukup tetapi kemampuan memperoleh pangannya tidak cukup.
Meningkatkan status gizi masyarakat dengan memprioritaskan
pada penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 0,5 persen, dan

34
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 5,37 persen, serta
menurunkan kerawanan pangan masyarakat menjadi 20 persen
pada tahun 2015.
1. Mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis
kemandirian untuk menyediakan ketersedian energi perkapita
minimal 2,200 kilo kalori/hari dan penyediaan protein perkapita
minimal 57 gram/hari.
2. Meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk
mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi minimal
2,000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat
gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan
dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) menjadi 58,2 % pada
tahun 2015.
3. Meningkatkan keamanan, mutu dan higienis pangan yang
dikonsumsi masyarakat dengan menekan dan meminimalkan
pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan menjadi
10 % pada tahun 2015.
4. Tercapainya perilaku hidup sehat dan bersih dengan indikator
persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
mencapai 10 % dari penduduk.
Diketahui terdapat hubungan yang erat antara kemiskinan
dan kerawanan pangan. Gambar 20 memperlihatkan persentase
penduduk miskin pada tahun 2010-2014. BPS menjadikan garis
kemiskinan makanan (GKM) sebagai salah satu kriteria untuk
menentukan garis kemiskinan. GKM merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100
kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar
makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian,
ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-
buahan, minyak dan lemak, dll) konsumsi <2100 kkal/hari. Terlihat
adanya tren penurunan persentase penduduk miskin, namun kondisi

35
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
ini belum mampu menurunkan jumlah penduduk yang sangat rawan
pangan secara signifkan.
Grafik 2.19
Persentase Penduduk Miskin Nasional Tahun 2010 – 2014

Sumber: Susenas, 2015

Perubahan pada pola aktivitas dan konsumsi merupakan


bagian dari “transisi gizi” yang menjadi tantangan dalam
menghadapi beban gizi ganda yang terjadi. Adanya kebijakan
untuk membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak,
mengkampanyekan pedoman gizi seimbang, serta mengedukasi
untuk melakukan aktivitas fisik yang cukup merupakan salah satu
upaya pencegahan yang penting untuk dilakukan.

2.4 Konsekuensi Pangan dan Gizi dalam Pembangunan


a. Pergeseran Tren Penyakit
Pola penyakit berubah selama 2 dekade terakhir, dan
menyebabkan beban kesehatan ganda. Di satu sisi terdapat
permasalahan penyakit menular yang belum tertangani dengan
baik, seperti TB, malaria, dan HIV, kusta, filariasis, dan sindrom

36
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
pernafasan akut. Namun pada saat yang sama terjadi pergeseran
peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung,
diabetes, dan demensia sebagaimana diperlihatkan pada gambar
berikut.

Gambar 2.5
Distribusi Penyakit di Indonesia Berdasarkan Penyebab 1990 – 2010.

Sumber: The Global Burden of Disease, 2012dalam Bappenas, Health Sector


Review, 2014.

Gambar 22 memperlihatkan pergeseran penyebab kematian di


Indonesia pada 15 tahun terakhir. Terlihat adanya pergeseran
peringkat, saat ini ISPA dan penyakit menular lainnya tidak lagi
menduduki peringkat teratas beban penyakit dan digantikan oleh
penyakit tidak menular (PTM). Peningkatan prevalensi PTM yang
berhubungan dengan gizi perlu menjadi perhatian. Risiko penyakit
jantung koroner meningkat 2-3 kali lipat pada orang yang
mengalami "sindrom metabolik" yang meliputi obesitas abdominal,
dislipidemia, hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa.

37
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Gambar 2.6
Pergeseran Penyebab Kematian di Indonesia tahun 1990, 2010 dan
2015

Sumber: The Global Burden of Disease, 2010 dan Health Sector Review, 2014 dalam
Kemenkes, 2015

Sementara itu, prevalensi diabetes, hipertensi, stroke, dan berat


badan lebih/obesitas di Indonesia dari hasil survei Riskesdas tahun
2007 dan 2013 Pengambilan data penyakit dilakukan dengan
metode wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan klinis.

38
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Tabel 2.1
Tren terakhir PTM/Penyakit Kronis dan Kelebihan Gizi di Indonesia
PTM dan Kelebihan Gizi Riskesdas
Metode
(proporsi dan kelompok umur) 2007 2013
Stroke (per mil ≥15 tahun) 8.3 12.1 Wawancara

Hipertensi (≥18 tahun) 7.6 9.5 Wawancara


31.7 25.8 Pengukuran
klinis
Diabetes (% ≥15 tahun) 1.1 2.1 Wawancara
5.7 6.9 Pengukuran
klinis
Pre-diabetes (% ≥15 tahun) 10.2 36.3 Pengukuran
klinis
Kolesterol tinggi(% ≥15 tahun) 35.9 Pengukuran
klinis
Low High Density Lipoproteins (% 22.9 Pengukuran
≥15 tahun) klinis
High Low Density Lipoproteins (% 15.9 Pengukuran
≥15 tahun) klinis
High triglycerides (% ≥15 tahun) 11.9 Pengukuran
klinis
Overweight dan obesitas (%≥18 19.1 26.0 Pengukuran
tahun)
Overweight dan obesitas (%<5 12.2 11.9 Pengukuran
tahun)
Obesitas sentral (%≥18 tahun) 18.8 26.6 Pengukuran

Diabetes merupakan penyakit yang tidak terdiagnosis dan


prevalensinya meningkat pesat. Riskesdas 2007 menyatakan bahwa
5,7% orang Indonesia berusia ≥15 tahun menderita diabetes dan

39
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
pada tahun 2013 angkanya meningkat menjadi 6,9%. Sementara itu,
pada tahun 2007 diketahui10,2% usia ≥15 tahun menderita pra-
diabetes dengan gangguan toleransi glukosa berdasarkan
pengecekan sampel darah pagi hari. Pada tahun 2013 terjadi
peningkatan 259% hingga prevalensinya menjadi 36,6%. Pada survei
yang dilakukan di tahun 2013 sejumlah 1/3 dari orang yang dites
toleransi glukosa gagal tes. Kedua tes tersebut menunjukkan bahwa
sekitar 1/3 dari populasi orang dewasa mengalami pra-diabetes dan
memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi diabetes tipe
2. Risiko kematian dini akibat diabetes meningkat dari 1,8% pada
tahun 1990 menjadi 4,1% dari Year of Life Lost pada tahun 2010,
peningkatannya sejumlah 86%.
Prevalensi hipertensi menurun, meski jumlahnya masih tinggi.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi orang dewasa
yang mengalami hipertensi menurun dari 1/3 pada tahun 2007.
Orang dewasa yang mengetahui menderita hipertensi saat
wawancara meningkat 25% pada tahun 2013 dibandingkan tahun
2007. Namun persentase orang dewasa yang menderita hipertensi
menurun 19%. Dengan demikian persentase hipertensi yang tidak
terdiagnosis menurun dari 76% menjadi 63%, hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang hipertensi dan langkah-langkah yang
diambil untuk mengontrolnya cenderung meningkat. Di sisi lain,
diketahui pula bahwa 2/3 orang dewasa dengan hipertensi tidak
menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut dan masih harus
menjadi perhatian.
Hal ini tidak hanya terkait dengan lemak tubuh pada orang
dewasa yang mengalami obesitas, distribusi lemak dalam tubuh
juga berhubungan dengan risiko kesehatan. Kelainan sindrom
metabolik berhubungan erat dengan peradangan kronik sistemik
tingkat awal yang mengakibatkan timbunan lemak sebagai

40
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
pendorong patologis penting 24. Lingkar pinggang merupakan
pengukuran klinis sederhana untuk mengukur lemak abdominal dan
indikator yang direkomendasikan untuk pengukuran risiko PJK akibat
obesitas.
Grafik 2.20
Prevalensi Penyakit Stroke berdasarkan Status Sosio-ekonomi

Sumber: Riskesdas, 2013

Lebih jauh lagi, ternyata orang dewasa yang bertubuh


pendek saat berusia dua tahun cenderung tumbuh sebagai orang
dewasa yang pendek, dan apabila hal tersebut terjadi pada wanita
yang akan memasuki masa kehamilan, ditambah dengan
lingkungan gizi yang buruk, akan mengulang permasalahan yang
sama. Gambar tersebut juga memperlihatkan penyebab terjadinya
beban gizi ganda (double burden) dimana terjadi kondisi
kekurangan dan kelebihan gizi pada satu populasi, yaitu kurang gizi
pada fase awal kehidupan yang memicu kelebihan gizi pada usia
dewasa.

41
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Gambar 2.7
Dampak Jangka Pendek dan Jangka Panjang Akibat Gangguan Gizi
pada Masa Janin.

Gambar II.7 menunjukkan dampak jangka pendek dan jangka


panjang yang berakibat pada menurunnya kualitas SDM.
Gangguan jangka pendek berupa gangguan tumbuh kembang
pada jangka panjang dapat menurunkan kualitas hidup
dikarenakan penurunan kemampuan kognitif, peningkatan risiko
penyakit degeneratif, hingga malnutrisi antar generasi dikarenakan
stunting. Dampak yang dirasakan tentu dapat mengakibatkan
konsekuensi ekonomi berupa kerugian akibat biaya kesehatan yang
harus ditanggung dan penurunan produktivitas masyarakat.
Penelitian terakhir mengungkapkan adanya hubungan antara
stunting dengan kemampuan kognitif. Disebutkan bahwa anak
yang pendek memiliki IQ yang lebih rendah 5-10 poin dibandingkan
dengan anak dengan status gizi baik. Diketahui pada daerah

42
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
endemis GAKI di Indonesia, anak yang stunting 9 kali lebih berisiko
memiliki IQ dibawah rata-rata.

b. Konteks Kebijakan

Komitmen Indonesia untuk memperbaiki permasalahan pangan


dan gizi dituangkan dalam berbagai kebijakan yang berorientasi
pada ketahanan pangan dan perbaikan gizi. Landasan kebijakan
program pangan dan gizi dalam jangka panjang dirumuskan dalam
UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. Ketahanan pangan dan
kesehatan termasuk dalam prioritas pembangunan di antara
sebelas prioritas pembangunan nasional. Pendekatan multisektor
dalam pembangunan pangan dan gizi meliputi produksi,
pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan, dengan
kandungan gizi yang cukup, seimbang, dan terjamin keamanannya.
Tahapan RPJPN dilaksanakan selama lima tahunan yang
perencanaannya dirumuskan pada RPJMN. RPJMN 2015-2019 yang
ditetapkan dalam Peraturan Presiden No 2 Tahun 2015 telah dapat
menjadi landasan yang kuat untuk melaksanakan program pangan
dan perbaikan gizi. Lebih operasional lagi, RPJMN dituangkangkan
dalam Rencana Strategis Kementerian Lembaga (Renstra K/L) yang
dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan di tingkat
daerah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Pemerintah Daerah berusaha menciptakan proses
pembangunan yang berkeadilan, sebagaimana diamanatkan
dalam Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Simeulue 2012-2017.
RPJMD Kabupaten Simeulue telah meletakkan pembangunan
pangan, kesehatan, dan pendidikan sebagai prioritas seperti terlihat
pada visi dan misi tersebut yang telah dijabarkan dalam rencana

43
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
strategis daerah. Kemudian ditindak lanjuti dengan rencana strategis
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai upaya konkrit
melaksanakan misi daerah untuk mewujudkan visi.
Dalam rangka menjabarkan kebijakan dan langkah terpadu di
bidang pangan dan gizi serta dalam rangka mendukung
pembangunan SDM berkualitas, perlu disusun Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022 yang
responsif gender. RAD-PG yang responsif gender harus dilakukan
untuk menjamin pelaksanaan pembangunan yang lebih fokus,
berkesinambungan, berkeadilan dan mencapai tingkat
kemungkinan keberhasilan yang tinggi (optimal), dengan
mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, aspirasi, dan
permasalahan target sasaran (perempuan dan laki-laki)
Upaya dan tanggung jawab pemerintah dalam perbaikan gizi
dicantumkan pada UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU
tersebut mendasari upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan RI, yang juga berkaitan dengan prioritas
umur, dan dijelaskan diperlukan adanya upaya lintas sektor dalam
upaya penyediaan bahan makanan. Sementara itu, regulasi terkait
pangan terdapat pada UU Pangan No 7 tahun 1996 juga telah
diperbaharui melalui UU No 18 tahun 2012 yang tidak hanya
memperkuat ketahanan pangan, tapi juga berfokus untuk
memenuhi kecukupan dan kedaulatan pangan dalam rangka
mencapai ketahanan pangan dan gizi nasional yang lebih baik
pada tingkat komunitas, rumah tangga, dan individu. Lebih jauh,
operasionalisasi dari UU No 18 tahun 2012 dijelaskan pada Peraturan
Pemerintah No 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.
Sebagai komitmen internasional pada panel tingkat tinggi untuk
agenda pembangunan pasca 2015, pemerintah Indonesian telah
menyepakati beberapa aturan seperti Kebijakan Umum Ketahanan
Pangan (KUKP) serta Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

44
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
yang dapat menjadi acuan atau referensi bagi perumus dan
pelaksana kebijakan pangan.
Selain itu, disusun Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi
Daerah Pangan dan Gizi (RAN/RAD-PG) untuk mewujudkan
outcome dari ketahanan pangan itu sendiri, yaitu status gizi yang
baik.
Indonesia telah bergabung sebagai anggota SUN Movement
sejak Desember 2011, dan gerakan tersebut dikenal dengan istilah
Gerakan Nasional 1000 HPK. Sebagai tindak lanjut untuk
mengoperasionalisasikan gerakan 1000 HPK, diterbitkan Peraturan
Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Perbaikan Gizi yang mencantumkan kementerian lembaga yang
terlibat, kelompok kerja (Pokja), serta mekanisme monitoring dan
evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka percepatan perbaikan
gizi pada 1000 hari pertama kehidupan. Operasionalisasi
pelaksanaan kegiatan Pokja Gernas 1000 HPK dituangkan melalui
Keputusan Monkokesra No 11 tahun 2014 yang anggotanya
ditetapkan melalui SK Deputi bidang Sumber Daya Manusia dan
Kebudayaan Bappenas No 37/DI/06/2014.
Perubahan pemahaman ketahanan pangan yang
menekankan aspek aksesibilitas pada tingkatan rumah tangga
mendapatkan legitimasinya pada Konferensi Pangan Tingkat Tinggi
tahun 1996, yang diselenggarakan oleh badan PBB – FAO, dengan
memberikan pengertian baru tentang ketahanan pangan, yaitu
Keamanan pangan akan terjadi ketika semua orang, pada semua
waktu, memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap makanan yang
bergizi, aman, dan mencukupi kebutuhan gizinya dan preferensi
makanan untuk hidup dengan aktif dan sehat.

45
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
2.5 Kebijakan terkait Akses Pangan

Masalah gizi sangat berkaitan dengan ketahanan pangan.


Ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata
dan terjangkau. Ketahanan pangan mempunyai 3 dimensi yaitu
ketersediaan pangan di daerah, aksesibilitas pangan oleh rumah
tangga, dan pemanfaatan pangan oleh individu. Sedangkan
kerawanan pangan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan minimum. Hasil Susenas 2009 menunjukkan
bahwa angka penduduk rawan pangan di Kabupaten Simeulue
adalah 39,7%persen yang berada di atas angka nasional yaitu 14,47
persen dari jumlah penduduk sebesar 87.143 jiwa.
Dilihat Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Kabupaten
Simeulue 2010 atau hasil dari Food Security and Vulnerability Atlas
(FSVA) 2010) yang merupakan kelanjutan dari Peta Kerawanan
Pangan Indonesia 2005 (Food Insecurity Atlas = FIA 2005) dan Peta
Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2009 (FSVA 2009)
yang menggunakan Indeks Ketahanan Pangan Komposit yang
berdasarkan pada komposit 9 indikator, yaitu: 1) Rasio konsumsi
normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi+jagung+ubi
kayu+ubi jalar, 2) Persentase penduduk hidup di bawah garis
kemiskinan, 3) Persentase desa yang tidak memiliki akses
penghubung yang memadai, 4) Persentase rumah tangga tanpa
akses listrik, 5) Persentase desa yang tinggal lebih dari 5 km dari
fasilitas kesehatan, 6) Persentase rumah tangga tanpa akses ke air
bersih, 7) Persentase perempuan buta huruf, 8) Berat badan balita di
bawah standar (underweight), dan 9) Angka harapan hidup bayi
pada saat lahir. Berdasarkan indikator tersebut, kerawanan pangan
wilayah-wilayah dikelompokkan dalam 6 prioritas, yaitu dari Prioritas
1 sampai Prioritas 6. Prioritas 1 merupakan prioritas utama yang

46
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
menggambarkan tingkat kerentanan paling tinggi, sedangkan
prioritas 6 merupakan prioritas yang lebih tahan pangan.
Sementara itu untuk meningkatkan akses pangan, kebijakan
yang telah diimplementasikan adalah penerapan SKPG, program
penganekaragaman pangan, penanaman tanaman pangan di
pekarangan, serta stimulus bantuan langsung melalui program
keluarga harapan (PKH). Peningkatan akses pangan rumah tangga
dilakukan dengan berbagai kebijakan, yaitu melalui diversifikasi
pangan dengan mempromosikan sumber karbohidrat selain beras,
menanam bahan makanan di pekarangan melalui program
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan pemberlakuan sistem
kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Diperlukan adanya upaya
untuk mendorong pemerintah daerah untuk memperbaharui atlas
ketahanan dan kerawanan pangan di daerahnya, sehingga SKPG
berjalan sebagai sistem yang mampu mencegah terjadinya
kerawanan pangan di masa yang akan datang.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan akses terhdap
pangan adalah pemberian stimulus yang dikenal dengan Program
Keluarga Harapan (PKH). Program perlindungan sosial yang
memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM) dan bagi anggota keluarga RTSM diwajibkan melaksanakan
persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Program ini
secara internasional dikenal sebagai program conditional cash
transfers (CCT) atau Program Bantuan Tunai Bersyarat. Persyaratan
tersebut dapat berupa kehadiran di fasilitas pendidikan (misalnya
bagi anak usia sekolah), ataupun kehadiran di fasilitas kesehatan
(misalnya bagi anak balita, atau bagi ibu hamil). Program ini dapat
meningkatkan akses terhadap makanan dan memaksa masyarakat
untuk melakukan hal yang dapat meningkatkan kualitas
kehidupannya. Diketahui terdapat peningkatan penggunaan fasilitas
kesehatan oleh keluarga yang menerima PKH dibandingkan dengan

47
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
sebelum menerima PKH, namun hal ini tidak serta merta
meningkatkan outcome gizi dan kesehatan, dikarenakan kualitas
pelayanan kesehatan yang masih tidak adekuat dan program ini
tidak berhubungan langsung dengan pilihan makanan yang
dikonsumsi oleh keluarga. Namun PKH dapat dimanfaatkan sebagai
platform untuk menyampaikan pesan gizi dan pangan.

2.6 Kebijakan terkait Pelayanan Kesehatan

Untuk mencegah dan mengatasi penyakit infeksi terdapat


beberapa program untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
dengan peningkatan akses layanan kesehatan melalui program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan peningkatan sanitasi melalui
PHBS dan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Pada tahun 2014
pemerintah Indonesia mulai menerapkan trobosan dalam upaya
pemberian jaminan kesehatan, dimana mulai diimplementasikan
JKN yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Adanya JKN meningkatkan kunjungan ke fasilitas kesehatan secara
signifikan, pasien di rumah sakit pemerintah atau rumah sakit yang
menerima pasien JKN meningkat dibandingkan sebelum
pemberlakukan JKN. Hal ini menunjukkan peningkatan akses
penggunaan fasilitas kesehatan, yang seharusnya dapat
meningkatkan angka pengobatan penyakit infeksi yang
berhubungan langsung dengan status gizi. Namun kesiapan fasilitas
kesehatan dalam memberikan kualitas pelayanan yang adekuat
kembali menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Sementara itu untuk meningkatkan sanitasi terdapat berbagai
48
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
kebijakan yang telah dilakukan, diantaranya adalah edukasi kepada
masyarakat terkait 10 pesan PHBS yang berisi tentang anjuran untuk
menerapkan hidup bersih dan sehat, terdapat sejumlah pesan yang
terkait dengan gizi, yaitu pemberian ASI eksklusif pada 0 -6 bulan
pertama, menimbang balita setiap bulan, serta mengkonsumsi buah
dan sayur. Selain itu terdapat pesan untuk buang air besar di WC,
mencuci tangan, juga tidak merokok di dalam rumah yang terkait
dengan pola hidup bersih. Namun implementasi program PHBS yang
dilaksanakan lebih berfokus pada pengumpulan data, belum terlihat
adanya fokus yang cukup pada implementasi PHBS di tingkat
masyarakat. Upaya lainnya yang telah dimulai untuk meningkatkan
sanitasi adalah program STBM yang merupakan pendekatan untuk
merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan ini
membutuhkan adanya dukungan dari program lainnya untuk
mengadakan sarana air bersih dan WC, dikarenakan pendanaan
pada program ini tidak boleh digunakan untuk membangun sarana
dan prasarana. Partisipasi aktif dari masyarakat khususnya tokoh
masyarakat untuk menggerakkan warganya dan ketersediaan dana
pendamping untuk membangun sarana dan prasarana merupakan
tantangan yang dihadapi.

2.7 Program spesifik Gizi


1. Masalah gizi bersifat antar-generasi dan akibat yang
ditimbulkannya bersifat trans-generasi. Artinya status gizi pada
umur tertentu dipengaruhi oleh pada umur sebelumnya, artinya
status gizi anak berusia 5 tahun dipengaruhi oleh status gizi pada
umur yang lebih muda, yang selanjutnya dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan perkembangannya didalam kandungan.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi didalam kandungan
ibunya dipengaruhi oleh status gizi ibu sebelum dan selama
masa kehamilannya. Dengan demikian status gizi anak berusia 5
49
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
tahun merupakan hasil dari proses pertumbuhan dan
perkembangan sebelumnya, yang dipengaruhi oleh status gizi
ibu pra-hamil, selama hamil dan usia dini bayi pasca lahir. Oleh
karena itu, mengatasi stunting pada anak balita, tidak cukup
pada hanya pada priode stelah periode 1000 HPK, tetapi harus
secara komprehensif, termasuk remaja puteri sebagai calon ibu.
Oleh karena masalah gizi berkesinambungan dan lintas generasi,
maka penanganannya tidak bias terfragmantasi, memerlukan
sinergitas dan koordinasi yang memadai, yang selama ini masih
merupakan masalah di Indonesia.
2. Indonesia sudah dihadapkan pada beban ganda masalah gizi
sebagaimana data yang ditampilkan pada Bab II, yaitu gizi
kurang dan stunting yang prevalensinya masih tinggi, dan gizi
lebih yang prevalensinya semakin tinggi. Beban ganda tersebut
tidak hanya berimplikasi pada status gizi tetapi juga terhadap
beban akibat penyakit. Penyebab kematian utama di Indonesia
telah bergeser dari penyakit infeksi ke panyakit tidak menular
(PTM) seperti Hipertensi, Penyakit Jantung, Stroke dan Diabetes.
Selain itu, masalah PTM tidak hanya tinggi pada kelompok sosial-
ekonomi tinggi tetapi hampir tidak berbeda dengan kelompok
ekonomi rendah. Hal ini mengindifikasikan bahwa masalah ini
tidak hanya akibat dari masalah gaya hidup, tetapi merupakan
akibat dari salah gizi pada usia 1000 HPK dan pra-kehamilan.
Oleh karenanya, penanganannya semakin kompleks.
3. Masih rendahnya pengetahuan, dan kesadaran gizi masyarakat
akan pentingnya gizi, meyebabkan kurang adekuatnya pola
asuh keluarga. Hal ini dikarenakan tidak memadainya cakupan
komunikasi dan edukasi gizi secara berkelanjutan untuk
memperomosikan perilaku gizi dan kesehatan yang benar.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai perawatan bayi dan
anak balita yang baik, tercermin dari masih rendahnya praktik

50
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
pemberian ASI ekslusif untuk bayi 0-6 bulan (38%) dan masih
kurang kuatnya pola pemberian MPASI pada bayi dan anak usia
dini. Dipihak lain, pendidikan dan penyuluhan kesehatan dan gizi
perlu dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan yang
memerlukan peran aktif berbagai pemangku kepentingan.
4. Rendahnya konsumsi buah dan sayur, tingginya konsumsi garam
dan meningkatnya konsumsi makananan yang tinggi lemak serta
berkurangnya aktivitas olah raga pada sebagian masyarakat,
terutama di perkotaan, yang meningkatkan angka berat badan
lebih dan obesitas. Diketahui 93,5% masyarakat Indonesia
kurang mengkonsumsi sayur dan buah. Sementara itu, sebagian
besar masyarakat berperilaku konsumsi berisiko yaitu
mengkonsumsi bumbu penyedap (77,3%), makanan dan
minuman manis (53,1%), dan makanan berlemak (40,7%). Masih
kurang optimalnya akses terhadap sumber air minum dan air
bersih, dan lingkungan yang sehat. Penyakit infeksi merupakan
salah satu penyhebab langsung gizi kurang, selain asupan
makanan yang tidak adekuat. Penyakit infeksi, terutama pada
anak-anak, sangat dipengaruhi oleh pola hidup bersih dan
sehat, antara lain cuci tangan dengan sabun dan air bersih
mengalir, dan tidak buang air besar sembarangan. Rendahnya
sanitasi akibat keterbatasan fasilitas serta sarana prasarana
untuk mengakses air bersih dan perilaku buang air di sungai
mengakibatkan kesehatan lingkungan belum terpenuhi secara
merata terutama di daerah perdesaan. Keadaan ini
menyebabkan masih tingginya prevalensi penyakit infeksi
sehingga mendorong timbulnya masalah gizi. Telah terbukti
bahwa di Indonesia daerah-daerah yang sanitasi dan
lingkungannya kurang baik mempunyai prevalensi stunting pada
balita yang lebih tinggi.

51
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
2.8 Program Sensitif Gizi
1. Kendala dalam diversifikasi konsumsi pangan terutama adalah
masih rendahnya pendapatan dan daya beli sebagian
masyarakat.Selain itu masih terbatasnya ragam komoditas
pangan selain beras ditunjukkan dengan sumber karbohidrat
masyarakat yang masih didominasi oleh beras hingga
Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara dengan
konsumsi beras tertinggi. Akses pangan yang rendah akibat
menurunnya daya beli masyarakat yang disebabkan oleh
kemiskinan dan stabilitas harga pangan yang seringkali
terganggu baik oleh kondisi alam maupun pasar.
Keterjangkauan rumah tangga terhadap pangan
ditentukan oleh daya beli masyarakat, masih cukup besarnya
jumlah penduduk yang tergolong miskin memerlukan adanya
kebijaksanaan harga dan sistem distribusi pangan yang efektif
dan efisien.
2. Kendala lainnya adalah masih melembaganya sikap dan
kebiasaan konsumen, yang belum mengutamakan segi gizi
dalam memilih pangan yang dikonsumsi, yang mungkin
disebabkan oleh rendahnya pendidikan masyarakat
terutama ibu atau pengasuh anak dan usia menikah yang
terlalu muda, diketahui 55 dari 100 remaja kelompok umur 10-
14 tahun ternyata ada yang sudah kawin, 1 dari 100 remaja umur
10 – 14 tahun pernah melahirkan hidup antara 1-2 anak, serta 10
dari 1000 remaja umur 10 – 14 berstatus cerai hidup.

3. Sumber daya alam yang sesuai, terutama di Jawa, semakin


terbatas dan produksi yang bersifat tradisional sehingga
mengancam terpenuhinya ketersediaan pangan dan berpotensi
dilakukannya impor.Data luas baku lahan sawah untuk seluruh
Indonesia menunjukan bahwa sekitar 41% terdapat di Jawa, dan
sekitar 59% terdapat di luar Jawa, terjadi penyusutan

52
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
lahanpertanian dari sekitar 8,3 juta ha pada tahun 1990 menjadi
sekitar 7,8 juta ha pada tahun 2005. Produksi pangan di
Indonesia masih didominasi oleh kelembagaan usaha tani yang
bersifat tradisional dengan skala usaha tani relatif kecil dan
modal terbatas. Kemampuan petani, nelayan, dan pelaku
ekonomi masih terbatas untuk memanfaatkan sumber daya
alam secara optimal. Sumber daya alam tersebut, antara lain
sumber daya alam lahan kering, rawa dan pasang surut, serta
sumber daya pantai dan sumber daya laut. Rendahnya
penguasaan teknologi pemuliaan dan makanan ternak serta
iptek budi daya perikanan laut dan darat menyebabkan biaya
produksi pangan sumber protein masih tinggi. Peningkatan
produksi hortikultura dan kacang-kacangan terhambat oleh
kurang tersedianya bibit unggul dan masih rendahnya pengua-
saan budi daya tanaman kedelai. Hal ini juga disebabkan oleh
masih terbatasnya kemampuan petani untuk mencegah dan
memberantas hama penyakit secara biologis. Ketersediaan
sumber makanan kaya protein lainnya, seperti ikan, belum
dipromosikan secara luas, demikian pula dengan
ketersediannya di tingkat masyarakat belum dilaksanakan
secara sistematis.

4. Kebijakan dan program terkait perbaikan gizi masih


terfragmentasi akibat kurangnya koordinasi dan belum
dilaksanakannya pendekatan multi-sektor. Banyak intervensi
spesifik yang berdampak langsung, serta intervensi sensitif dan
faktor pemungkin di luar sektor gizi yang mendukung
percepatan perbaikan gizi, namun setiap sektor melaksanakan
program masing-masing tanpa adanya pembagian kerja,
tanggung jawab, dan wewenang yang jelas untuktindakangizidi
semua sektoryang relevan. Hal ini salah satunya dikarenakan
sangat terbatasnya forum yang memfasilitasi koordinasi

53
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
berkelanjutan dan terstruktur untuk peningkatan perbaikan gizi.
Didalam the Lancet (2013) ditekankan pentingnya pendekatan
multisektor sebagai pendekatan yang dianggap efektif untuk
mengurangi permasalahan gizi. Pernyataan ini dikemukakan
berdasarkan pada hasil telaah secara mendalam dari
pengalaman pelaksanaan program penangulangan masalah
gizi di banyak negara di dunia, sehingga merupakan pendapat
yang dapat dipertanggungjawabkan. Diketahui bahwa
intervensi gizi spesifik saja tidak dapat menyelesaikan masalah
gizi tanpa adanya intervensi gizi sensitif dan dukungan
lingkungan yang menjadi faktor pemungkin tercapainya
perbaikan gizi.

2.9 Tantangan dan Hambatan Kunci yang terkait dengan


Pelaksanaan Program spesifik dan Sensitif Gizi secara Tidak
Langsung

1. Desentralisasi menuntut peran daerah untuk menyelesaikan


permasalahannya secara mandiri. Kebijakan pemerintah pusat
dalam melaksanakan perbaikan gizi sudah cukup baik, dapat
dilihat dengan adanya kebijakan yang mendukung pencapaian
program tersebut pada tingkat pusat. Namun komitmen di
tingkat pusat belum diterjemahkan di tingkat daerah, khususnya
kabupaten sebagai pelaksana program. Meski seluruh provinsi
(33) telah memiliki RAD-PG (dasar hukum Peraturan Gubernur),
namun hanya 15% kabupaten/kota (60 diantara 511 Kabupaten
dan Kota) yang telah memiliki RAD-PG (dasar hukum Peraturan
Bupati/Walikota) sebagai pedoman pelaksanaan program
percepatan gizi di tingkat daerah. Sebagaimana kita ketahui,
Indonesia telah memasuki masa desentralisasi sejak tahun 1999,
saat ini daerah, khususnya kabupaten dan kota memiliki
kewenangan lebih untuk mengatur rumah tangganya sendiri,
dengan demikian mendaratkan kebijakan yang disusun di
54
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
tingkat pusat ke tingkat daerah merupakan pekerjaan rumah
yang harus diselesaikan.
2. Kesenjangan antar wilayah yang tinggi. Indonesia merupakan
negara yang sangat luas dengan kekhasan dan pencapaian
pembangunan yang sangat beragam. Hasil Riskesdas tahun
2013 memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat jauh
antara capaian gizi di perkotaan dan pedesaan, begitupun
dengan distribusi jumlah penduduk sangat rawan pangan.
Prevalensi permasalahan pangan dan gizi yang ditemukan
antara daerah yang satu dan lainnya dapat berkali-kali lipat
lebih tinggi. Adanya perbedaan karakteristik demografis,
geografis, serta sosio-ekonomi yang berbeda antar wilayah satu
dengan lainnya memerlukan adanya perlakuan atau
penyesuaian implementasi intervensi yang sesuai dengan
karakteristik wilayah, tidak dapat dilakukan penyamarataan
intervensi yang dilakukan di Papua dan di Yogyakarta.
Pendekatan penyelesaian masalah dengan pendekatan ‘lokal’
perlu menjadi perhatian. Adanya RAD PG sampai tingkat
kabupaten memungkinkan adanya pemecahan permasalahan
dengan pendekatan ‘lokal’.
3. Adanya kesenjangan antara kebijakan yang ditetapkan,
implementasi yang dilaksanakan, dan lemahnya monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan program yang telah
direncanakan. Indikator input dalam pelaksanaan perbaikan gizi
di tingkat pusat relatif tercapai, namun outcome yang
ditemukan di lapangan adalah sebaliknya, permasalahan gizi
cenderung meningkat.
4. Struktur wilayah Indonesia yang berupa kepulauan meng-
gambarkan adanya masalah untuk menyalurkan pangan secara
efektif ke seluruh pelosok tanah air dan pemantauan
permasalahan gizi yang terjadi. Biaya yang dikeluarkan untuk

55
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
mendistribusikan barang ke Jakarta dan kota besar lainnya tentu
berbeda dengan biaya ke Papua dan daerah terpencil lainnya,
akses jalan dan transportasi yang sulit merupakan permasalahan
yang kerap ditemui. Di samping permasalahan jarak spasial,
distribusi pangan mencakup juga masalah ketepatan waktu
karena adanya unsur musim dalam produksi pangan. Dengan
demikian meningkatkan ketahanan pangan pada tingkat rumah
tangga sesuai dengan keadaan dan pola pangan setempat
yang berbasis lokal perlu dilakukan.

56
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
BAB III
RENCANA AKSI MULTI SEKTOR

3.1. Outcome Utama dan Output


Intervensi gizi spesifik dan sensitif harus dilaksanakan dengan
baik oleh semua sektor yang terlibat agar mencapai gizi dan
perkembangan optimal pada anak yang dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian bayi, meningkatkan perkembangan
kognitif, sosio-emosional, meningkatkan prestasi dan kapasitas
belajar, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang berkualitas
pada usia dewasa, menurunkan risiko obesitas dan penyakit tidak
menular, serta meningkatkan kapasitas kerja dan produktivitas.
Manfaat yang dicapai pada siklus kehidupan tersebut muaranya
adalah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pemerintah Dearah dalam hal ini SKPK/Instansi terkait
bertanggung jawab untuk mencapai indikator kinerja yang telah
ditetapkan, namun dalam melaksanakan usaha untuk mencapai
target tersebut komponen non pemerintah, yaitu pelaku usaha,
media, mitra pembangunan, dan masyarakat harus turut
mengambil peran. Adanya koordinasi dan kolaborasi yang baik
antara pemerintah dan non pemerintah dengan tujuan yang
sama akan meningkatkan kapasitas dan meningkatkan
efektivitas pekerjaan yang dilakukan.
Untuk mencapai output yang ditetapkan perlu dilakukan
intervensi melalu i program kesehatan maupun non kesehatan
yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan. Intervensi yang
dilakukan mencakup intervensi gizi spesifik dan sensitif yang
didukung oleh faktor pemungkin.
Tujuan utama yang ingin diwujudkan dengan adanya
perbaikan pangan dan gizi dengan pendekatan multi-sektor
57
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
adalah terbentuknya sumber daya manusia yang cerdas, sehat,
produktif secara berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi.
Sedangkan outcome yang ingin dicapai dari upaya perbaikan
pangan dan gizi khususnya dalam bidang pangan dan gizi
tercantum pada tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Indikator Outcome Perbaikan Pangan dan Gizi

No Indikator Status awal Target


( 2015) 2022
1 Produksi padi (ton) 21.240 31.388
2 Produksi jagung (ton) 28 2.640
3 Produksi kedelai (ton) 0 120
4 Produksi daging sapi (ton) 9,2 13,578
5 Produksi daging kerbau (ton) 217 400,778
6 Produksi ikan (ton) diluar rumput laut 13,965,6 25,000
7 Skor PPH 58 100
8 Tingkat konsumsi energi 0,3 0,4
(kkal/kapita/hari)
9 Konsumsi ikan (kg/kap/tahun) 108 144
10 Prevalensi anemia pada ibu hamil 8,7 4,3
11 Persentase bayi dengan berat badan 2,9 1,5
lahir rendah (BBLR) (persen)
12 Persentase bayi dengan usia kurang 89 95
dari 6 bulan yang mendapatkan ASI
eksklusif (persen)
13 Prevalensi kekurangan gizi 4,6 2,3
(underweight) balita (persen)
14 Prevalensi kurus (wasting) pada anak 4,4 2,2
balita (persen)
15 Prevalensi pendek dan sangat pendek 2,7 1,35
(stunting) pada anak baduta (bayi di
bawah 2 tahun) (persen)
16 Prevalensi berat badan lebih dan 0 0
obesitas pada penduduk usia >18
tahun (persen)

Untuk mencapai indikator tersebut tentunya diperlukan


peran aktif dari lintas sektor. Sedangkan penjabaran lebih rinci
terkait peran lintas sektor ditampilkan pada Tabel 3 yang
didalamnya terdapat alur pikir (logical framework) dari peranan

58
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
setiap stakeholder dan tabel ini merupakan modifikasi dari
kegiatan yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis SKPK/Instansi
lingkup Pemerintah Kabupaten Simeulue.

Tabel 3.2 Logical Framework RAD-PG Kabupaten Simeulue


Tahun 2016-2022

Impact
Peningkatan Kualitas SDM
Outcome
1. Produksi padi mencapai 31.388 ton
2. Produksi jagung mencapai 2.640 ton
3. Produksi kedelai mencapai 120 ton
4. Produksi daging sapi 13,578 ton
5. Produksi daging kerbau mencapai 400,778 ton
6. Produksi ikan (diluar rumput laut) mencapai 25.000 ton
7. Skor pola pangan harapan (PPH) mencapai 100
8. Konsumsi energi mencapai 0,4 kkal/kapita/hari
9. Konsumsi ikan mencapai 144 kg/kap/tahun
10. Prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 4,3 %
11. Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mencapai 1,5 %
12. Persentase bayi dengan usiakurang dari 6 bulan yang
mendapat ASI eksklusif mencapai 95 %
13. Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita
mencapai 2,3 %
14. Prevalensi kurus (wasting) pada anak balita mencapai 2,2 %
15. Prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak
baduta (bayi di bawah 2 tahun) mencapai 1,35 %
16. Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada penduduk
usia >18 tahun mencapai 0

59
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
PELAKSANA INPUT OUPUT

DINKES Persentase angka gizi -Peningkatan


buruk pengetahuan gizi
Persentase angka bayi masyarakat
gizi kurang
-Peningkatan
Persentase Angka kesadaran Hidup Sehat
kematian Ibu (AKI)
Persentase Angka -Peningkatan tenaga
Kematian Bayi (AKB) kesehatan yang
Persentase kesakitan handal
penyakit tidak menular

Persentase Desa Siaga

Eliminasi Malaria

Tenaga kesehatan
handal
Persentase indeks
kepuasan masyarakat

Distan Produksi Padi (ton) -Ketersediaan Pangan


dan sarana prasarana
pendukung lainnya
Produksi Jagung (Ton)
-Petani dan Penyuluh
Produksi Ubi Kayu (Ton) handal dalam
peningkatan pangan
Produksi Ubi Jalar (Ton) dan upaya
penanggulangan
Persentase petani rawan pangan
handal
-Akses pangan dan
Persentase penyuluh Ekonomi
handal
Keswannak Populasi Ternak Kerbau -Pemanfaatan Pangan
(ekor)

Populasi Ternak Sapi


(ekor)
Populasi Ternak
Kambing (ekor)

60
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Populasi Ternak Ayam
(ekor)
Produksi Ternak Kerbau
(Ton)
Produksi Ternak Sapi
(Kg)

Produksi Ternak
Kambing (Kg)

Produksi Ternak Ayam


(Kg)

Persentase ternak Sakit

Persentase Keberhasilan
Inseminasi Buatan
Dishutbun Pemanfaatan
Pekarangan

Penanaman tanaman -Pengembangan dan


jangka panjang peningkatan produksi
Penanaman tanaman jenis tanaman jangka
jangka menengah panjang, menengah
Penanaman tanaman dan pendek
jangka pendek
Pengembangan
produksi diversifikasi
makanan
Produksi Kelapa Dalam
(Ton)
Produksi Sagu (Ton)
Produksi Sawit (Ton)

DKP Produksi Perikanan


Tangkap (Ton)
Produksi Perikanan
Budidaya (Ton)

Pengembangan sarana -Peningkatan nilai gizi


prasarana perikanan dan pemanfaatan
tangkap sumber lainnya
Pengembangan Sarana
dan Prasarana
perikanan Budidaya
Nelayan Handal

61
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Persentase illegal Fishing

Persentase Nelayan
Produktif

Produksi Rumput laut


(Ton)
Produksi Kepiting (Ton)

Produksi Lobster (Ton)

Produksi Teripang (Ton)

Disperindagkop Harga Pangan Peningkatan daya


saing pelaku UMKM
Ketersediaan Pasar

Pelatihan Pelaku UMKM

Penegembangan
Koperasi
Pemodalan bagi Pelaku
Usaha
BPM Persentase Desa Meningkatnya Peran
Mandiri PKK di Perdesaan dan
Pemberdayaan Usaha Terbinanya kelompok
Ekonomi Produktif UEPG di kab/kota
Gampong
Dinsos Persentase Keluarga Penurunan Persentase
Miskin Kemiskinan

Persentase Masyarakat Terampilnya wanita


Rawan Sosial rawan sosial dalam
dalam meningkatkan
ekonomi keluarga
Persentase Terciptanya Tenaga
Pengangguran kerja Terampil serta
dapat membuka
lapangan kerja
Peningkatan Kualitas Terdatanya
SDM Kesejahteraan Masyarakat PMKS
Sosial Masyarakat

62
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Peningkatan Terciptanya Tenaga
Profesionalisme Tenaga kerja Terampil dan
Kepelatihan dan instruktur kompeten
Instruktur
Peningkatan Kualitas
SDM Kesejahteraan
Sosial Masyarakat
Padat karya Infrastruktur

PU Jaringan Air Bersih/Air -Tersedianya Air


Minum Bersih/Air Minum dan
Rehabilitasi/Pemelihara air untuk produksi
an Jaringan Air
Bersih/Air Minum -Pengolahan Limbah
Rehabilitasi/Pemelihara Rumah Tangga
an Jaringan Irigasi
Pembangunan -Meningkatkan
Jaringan Air Bersih/Air Produksi Pertanian
Minum (Sanitasi)
Pembangunan Irigasi -Tersedianya MCK dan
(DAK) Sarana Air Bersih
Penataan Lingkungan Lainnya
Pemukiman Penduduk
Pedesaan
Pebangunan Sarana -Tersedianya MCK dan
Dan Prasarana Air Bersih Sarana Air Bersih
Pedesaan Lainnya
PPKS Fasilitasi Tersedianya fasilitas
Pengembangan Pusat P2TP2
Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan
Perempuan ( P2TP2 )
Pelaksanaan Tim Terlaksananya
Keluarga Berencana pelayanan TKBK
Keliling (TKBK ) kepada masyarakat
Pembinaan Organisasi Terlaksananya
Perempuan pelatihan bagi
Organisasi Perempuan
Pelaksanaan Kegiatan Terbinanya kelompok
Pembinaan kelompok Usaha Peningkatan
Usaha Peningkatan Perekonomian
Perekonomian Keluarga Keluarga Sejahtera
Sejahtera (UPPKS) (UPPKS) di Kabupaten
Simeulue

63
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Pembinaan kader Meningkatnya SDM
Kelompok : Bina kader kelompok : Bina
Keluarga Balita (BKB), Keluarga Balita (BKB),
Bina Keluarga Remaja Bina Keluarga Remaja
(BKR), Bina Keluarga (BKR), Bina Kelompok
Remaja (BKR), Bina Lansia (BKL), Bina
Keluarga Lansia (BKL), Lingkunga Keluarga
Bina Lingkungan (BLK)
Keluarga (BLK)
Disdik Wajib belajar 12 Tahun Pengembangan
Persentase Angka Pendidikan anak-anak
Partisipasi Kasar (APK) dan tenaga pengajar
Persentase Guru
Bersertifikasi
Persentase Angka anak
Putus sekolah
Dinas Persentase pengunjung Informasi akurat dan
perhubungan web simeulue ketersediaan
Pembangunan sarana pelayanan transportasi
dan prasarana darat laut dan udara
perhubungan laut,
darat dan udara

3.2. Prinsip dan Pendekatan Kunci


3.2.1. Pendekatan Multi Sektor
Meningkatkan intervensi sensitif gizi melalui beberapa sektor
sangat diperlukan untuk mencapai target RAD-PG. Meskipun
belum ada bukti yang menghitung estimasi secara tepat kontribusi
intervensi gizi sensitif terhadap pengurangan stunting, indikasi
awal menunjukkan bahwa perlindungan sosial, penguatan
pertanian, serta perbaikan air dan sanitasi lingkungan berkontribusi
terhadap percepatan perbaikan gizi (Franzo, 2014).
Dalam rangka mengatasi permasalahan gizi diketahui bahwa
intervensi gizi spesifik yang sebagian besar dilaksanakan oleh sektor
kesehatan dan berpengaruh secara langsung merupakan yang
paling efektif (Bhutta, 2013). Keberlanjutan intervensi ini
bergantung pada pelaksanaan intervensi gizi sensitif, yang
merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi status gizi,

64
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
intervensi sensitif dilaksanakan oleh sektor lain seperti pendidikan,
pertanian, pekerjaan umum/infrastruktur, dan kesejahteraan sosial
(WHO, 2012).
Gambar 3.1 berikut ini mengilustrasikan keterkaitan program
spesifik dan sensitif gizi serta peran masing-masing sektor terkait.
Pada prinsipnya peran setiap sektor dikaitkan dengan upaya untuk
mengatasi penyebab langsung masalah gizi, yaitu konsumsi
makanan yang cukup serta pencegahan dan penanganan infeksi.
Selanjutnya ada tiga faktor yang mempengaruhi kedua faktor
langsung tersebut yaitu akses terhadap pangan, pola asuh serta
akses terhadap air bersih, sanitasi lingkungan yang baik, dan
pelayanan kesehatan. Sementara peran sektor kesehatan terutama
adalah pada penyebab langsung, peran sektor non-kesehatan
muncul pada ketiga faktor langsung tersebut.
Gambar 3.1
Kerangka Pendekatan Multi-Sektor

Sumber : Modifikasi Lancet 2013 “Executive Summary of The Maternal and Child
Nutrition”

65
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Pola asuh. Pola asuh diperlukan peran dari Dinas Pendidikan , Dinas
Kesehatan, Departemen Agama Kabupaten, Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UKM, Kantor Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Sosial, Dinas Kebudayaan,
Pariwisata dan Pemuda dan Olahraga.

Akses terhadap air bersih, sanitasi lingkungan yang baik dan akses
terhadap pelayanan kesehatan. Ketersediaan air bersih dan sanitasi
lingkungan yang baik memerlukan peran Dinas Pekerjaan Umum.
Gambar 3.2 menyajikan logical framework logframe) RAD-PG
dengan peran SKPK terkait secara lebih rinci. Semua SKPK terkait
mempunyai goal atau dampak program multi-sektor yang sama
yaitu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas. Semua kegiatan SKPK ini diharapkan dapat mencapai
semua Outcome yang telah ditentukan. Seluruh outcome akan
dapat dicapai setidaknya apabila 1) terjadi peningkatan
pengetahuan gizi dan kesehatan pada remaja, wanita usia subur
dan ibu; 2) konsumsi makanan yang berpedoman pada gizi
seimbang terutama pada kelompok rentan yaitu kelompok 1000
HPK, remaja perempuan, ibu menyusui, dan balita; 3)
pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang; 4) pencegahan dan
manajemen penyakit infeksi; 5) penanggulangan gizi buruk akut; 6)
ketersediaan pangan, akses ekonomi dan pemanfaatan pangan
yang adekuat; 7) Jaminan terhadap akses kesehatan dan sosial; 8)
Peningkatan sanitasi dan air bersih; 9) Akses terhadap pelayanan
kesehatan dan KB; 10) Pendidikan dan pemberdayaan perempuan,
serta perkembangan anak usia dini; 11) Peningkatan
pemahaman dan pelaksanaan advokasi yang strategis; 12)
koordinasi vertikal dan horizontal; 13) Akuntab ilitas, regulasi insentif,
peraturan perundang-undangan; 14) investasi dan mobilisasi
kapasitas; 15) Monitoring dan evaluasi tepat guna. Peran setiap

66
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
SKPK terkait dapat dijabarkan melalui pencapaian indikator output,
seperti yang dicantumkan pada indikator input didalam logframe
RAD-PG 2016-2022.

Pemihakan Upaya Multi-Sektor Kepada Kelompok Miskin dan Hampir


Miskin. Situasi di Kabupaten Simeulue menunjukkan bahwa
permasalahan gizi dan implikasinya cenderung lebih besar pada
kelompok miskin dan hampir miskin. Prevelensi stunting pada Balita
dan permasalahan gizi lainnya lebih tinggi pada kelompok miskin
dan hampir miskin. Penyakit tidak menular, yang muara utamanya
adalah pada 1000 HPK menunjukkan bahwa masalah pada
kelompok miskin dan hampir miskin sama dengan pada kelompok
kaya, sehingga anggapan bahwa PTM merupakan akibat gaya
hidup semata menjadi gugur. Akibatnya beban masalah gizi da
beban PTM pada kelompok miskin, baik pada tataran individu,
keluarga maupun daerah menjadi lebih kompleks, karena
produktivitas dan penghasilan yang rendah terjadi bersamaan
dengan beban pengeluaran yang tinggi untuk pelayanan
kesehatan.
Penyebab kemiskinan lekat pada kerakteristik lain yang
mempengaruhi status gizi dan kesehatan. Mereka yang miskin
umumnya mempunyai pendidikan yang lebih rendah, kurang
terpapar dan atau kurang tepat memahami pesan - pesan
kesehatan yang baik, pangan yang aman, rendahnya akses
terhadap air bersih dan lingkungan yang sehat, rendahnya akses
terhadap promosi dan pelayanan kesehatan serta keluarga
berencana. Oleh karena itu, agar upaya multi sektor dapat
memberikan hasil yang optimal, upaya-upaya tersebut perlu
difokuskan pada kelompok miskin dan hampir miskin, dengan tidak
melupakan upaya untuk kelompok masyarakat lainnya.

67
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Gambar 3.2
Contoh Peran Multi-sektor dalam Kerangka Perbaikan Gizi

Sumber: Endang L.Achadi, 2015 Keterangan : *) Peran Utama dari setiap


Sektor

Sensitif Gender, Penyelesaian pendidikan hingga tingkat menengah


oleh anak perempuan telah terbukti menjadi salah satu kontributor
terbesar untuk menurunkan stunting di Bangladesh, Indonesia
(Semba, 2008) dan Nepal (Crum, 2012). Produksi pangan lokal
dan pengolahan, terutama oleh petani kecil dan keluarga petani
harus diperkuat dan memberikan perhatian khusus untuk
pemberdayaan perempuan, sesuai dengan rekomendasi ICN2
nomor 9, Usia legal untuk menikah bagi perempuan juga perlu
ditingkatkan menjadi 18 tahun.

Kesetaraan, Dengan menargetkan kegiatan penanggulangan


kemiskinan dan mempertemukan upaya untuk mengkolaborasikan
berbagai sektor di rumah tangga termiskin di kabupaten termiskin
akan berkontribusi untuk mengurangi kesenjangan. Hal ini dapat
68
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
dicapai dengan mengarahkan program-program yang ada untuk
mengurangi jumlah keluarga miskin, seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Generasi, PKH, dan berbagai
program terkait lainnya.

Keberlanjutan, Menerapkan produksi pangan yang berkelanjutan


melalui pengolahan sumber daya alam dengan promosi diversifikasi
tanaman, termasuk tanaman tradisional yang kurang dimanfaatkan,
memproduksi lebih banyak buah dan sayuran, dan memproduksi
produk hewan dengan tepat sesuai dengan yang diperlukan.

Sejalan dengan RPJMN, RAN-PG, RAD-PG dan Regulasi Pemerintah


Lainnya, Berbagai aspek gizi dan komponen sektor lainnya seperti
pertanian, air dan sanitasi, dan kebutuhan perlindungan sosial pada
RAD-PG Kabupaten Simeulue perlu mengacu apa yang telah
ditetapkan dalam RPJMN, RAN-PG, RPJMD Kabupaten Simeulue
dan peraturan pemerintah lainnya. Pelaksanaan peraturan yang
ditetapkan harus fokus pada kelompok yang rentan dan termiskin,
sehingga dapat meningkatkan pencapaian target yang telah
ditetapkan.

Scaling up Rencana Aksi Integrasi Multi-Sektor, Pengembangan


pendekatan multi-sektor yang terintegrasi untuk intervensi diperlukan
melalui pendekatan dari bawah ke atas (bottom up) yang dapat
dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di
provinsi dan kabupaten.

Peningkatan Kapasitas, Melakukan pendekatan desentralisasi


memerlukan kapasitas Pemerintah Kabupaten Simeulue untuk
melaksanakan RAD-PG. Agar hal ini terwujud diperlukan kapasitas
pusat untuk mendukung kapasitas pemerintah Kabupaten Simeulue

69
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
melalui pelatihan di berbagai tingkat untuk memahami dan mampu
melaksanakan intervensi spesifik dan sensitif. Selanjutnya untuk
peningkatan kapasitas juga diperlukan pelaksanaan monitoring dan
evaluasi secara baik termasuk adanya umpan balik.

Umpan Balik dari Hasil Evaluasi, Kegiatan pengumpulan data dan


informasi harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan hasil
yang diperoleh disampaikan kepada perangkat daerah dan
kecamatan di kabupaten tersebut sebagai bahan umpan balik.

Akuntanbilitas di Daerah, Untuk mewujudkan hal ini diperlukan sistem


yang lebih baik untuk menghasilkan, menganalisa, dan
menggunakan data yang diperlukan.

Partisipasi Masyarakat, Partisipasi masyarakat merupakan hal


terpenting untuk memperluas cakupan intervensi gizi baik di
masyarakat, keluarga bahkan mendukung lembaga pangan dan
gizi lain. Hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan peranan
posyandu termasuk dukungan dari PKK. Di samping posyandu, peran
masyarakat seperti pada PAUD dan BKB, sebagai komponen yang
paling dekat dengan masyarakat perlu terus dikembangkan.

Kemitraan, Kemitraan dilakukan dengan satu platform, sehingga


setiap pemangku kepentingan memiliki pemahaman yang sama
terhadap tujuan dari kegiatan yang dilakukan.

Pengurangan risiko bencana, Kegiatan ini dapat dikoordinasikan


Bappeda dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota oleh
perangkat daerah terkait, sehingga pangan dan gizi kelompok
rawan dapat diberikan.

70
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk
perubahan perilaku, Pendekatan sektoral memerlukan perubahan
perilaku oleh individu di tingkat masyarakat, dan ini dapat difasilitasi
dengan berbagai cara antara lain dengan mengendalikan iklan
makanan. Selain itu dapat dilakukan dengan memastikan pelabelan
yang memadai pada semua produk makanan olahan untuk
memberikan pilihan kepada konsumen yang akan dilaksanakan
oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM.
Penggunaan pajak dan/atau penghapusan subsidi juga dapat
digunakan untuk mencegah konsumsi makanan yang tidak sehat.

3.2.2. Kaitan Dengan RPJMD


RAD-PG 2016-2022 merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Simeulue 2012-2017 karena misi RPJMD Kabupaten
Simeulue yang terdiri dari 7 misi merupakan prioritas
pembangunan Kabupaten Simeulue lima tahun ke depan dan
semuanya berkaitan dengan peningkatan pangan dan gizi.
Ketujuh misi tersebut adalah:
1. Meningkatnya kualitas pendidikan untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas, terampil, menguasai teknologi
serta memiliki kepribadian yang terpuji bertakwa kepada Allah
SWT.
2. Mewujutkan pelayanan kesehatan yang baik dan menyeluruh
3. Mewujutkan sarana dan prasarana infrasruktur daerah dalam
rangka pemenuhan layanan umum dengan memperhatikan
aspek lingkungan hidup dan tanggap bencana
4. Mewujutkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan
berwibawa serta mendapat kepercayaan dari masyarakat.
5. Mendorong terlaksananya pembangunan mental spritual
masyarakat melalui kegiatan sosial, keagamaan, pelaksanaan

71
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
syariat islam secara kaffah serta mendorong agar sarana
keagamaan sekaligus berfungsi sebagai tempat pembinaan
umat.
6. Menggali dan mengelola potensi sumber daya alam melalui
hubungan kemitraan dalam berbagai sektor dengan semua
pihak.
7. Melaksanakan pembangunan ekonomi kerakyatan secara
terpadu di bidang pertanian, perdagangan, perindustrian dan
pariwisata dalam rangka memperluas lapangan usaha.

Berdasarkan misi RPJMD Kabupaten Simeulue 2012-2017


tersebut maka strategi pembangunan daerah yang terkait dengan
upaya peningkatan pangan dan gizi adalah:
1. Meningkatkan kesadaran pentingnya pendidikan
2. Meningkatkan akses pendidikan bagi penduduk usia sekolah
dan masyarakat buta huruf
3. Meningkatkan, menggalakkan dan menumbuhkembangkan
pendidikan keislaman di satuan pendidikan dasar dan
menengah
4. Meningkatkan fungsi balai latihan kerja
5. Meningkatkan sarana dan prasarana olahraga di setiap
kecamatan
6. Meningkatkan kesadaran olahraga prestasi masyarakat
7. Meningkatkan penangganan masalah gizi masyarakat
terutama gizi balita dan mengurangi prevalensi gizi buruk
balita dengan memperkuat institusi puskesmas dan posyandu
8. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
pemeliharaankesehatan mandiri masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
9. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas

72
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
10. Meningkatkan tenaga dokter spesialis sesuai standar RS
11. Meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara optimal
12. Meningkatkan upaya promotif dalam penanggulangan
penyakit tidak menular
13. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang memenuhi standar
14. Meningkatkan sarana dan prasarana pemerintahan,
transportasi, energi, sumber daya air dan telekomunikasi
15. Meningkatkan pemahaman sadar lingkungan dan
meminimalisir dampak kerusakan lingkungan
16. Meningkatkan sarana dan prasarana dasar pemukiman yang
memenuhi standar kesehatan
17. Meningkatkan investasi yang mampu mengembangkan
potensi produk unggulan daerah
18. Meningkatkan peran koperasi dan UKM dalam
pembanguanan ekonomi kerakyatan
19. Meningkatkan produksi dan daya saing sektor pertanian dan
perkebunan
20. Meningkatkan ketahanan pangan
21. Meningkatkan produksi dan daya saing peternakan
22. Meningkatkan produksi dan daya saing hasil perikanan
23. Meningkatkan tumbuh dan berkembangnya sektor industri
berbasis pertanian
24. Meningkatkan kinerja perdagangan pemenuhan kebutuhan
pokok Simeulue

Sejalan dengan strategi pembangunan dalam RPJMD


Kabupaten Simeulue 2012-2017 maka disusun arah kebijakan
RPJMD yang mendukung RAD- PG yaitu:
1) Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pendidikan, terutama bagi anak perempuan dan
memperkenalkan sekolah kejuruan

73
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
2) Peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat dan
mengembangkan pendidikan luar sekolah dan
menyelenggarakan pendidikan satu atap
3) Penambahan jam belajar untuk materi keagamaan sesuai
jenjang pendidikan
4) Peningkatan fungsi balai latihan kerja
5) Peningkatan sarana dan prasarana olahraga di setiap
kecamatan
6) Peningkatan kesadaran olah raga prestasi masyarakat melalui
sosialisasi manfaat olah raga
7) Peningkatan kualitas penangganan gizi masyarakat
8) Peningkatan upaya pencegahan, pemberantasan dan
pengendalian penyakit menular
9) Peningkatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat
10) Peningkatan jumlah dokter spesialis definitif
11) Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan secara optimal
12) Peningkatan pola hidup sehat masyarakat
13) Penyusunan standar pelayanan kesehatan
14) Penyediaan sarana dan prasarana perkantoran pemerintah,
transportasi laut, udara dan darat, perluasan cakupan layanan
listrik,penyediaan irigasi, jalan, jembatan dan jaringan
telekomunikasi.
15) Peningkatan kegiatan penghijauan, pemantauan lingkungan
serta perlindungan sumber daya alam.
16) Penyediaan sarana jalan/ jembatan, air bersih, serta
pengelolaan persampahan dan limbah pemukiman yang baik
17) Peningkatan promosi kerjasama dan pelayanan investasi/
penanaman modal
18) Peningkatan pembinaan koperasi dan UKM, terutama yang
berbasis pemberdayaan permepuan

74
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
19) Peningkatan produksi dan daya saing sektor pertanian dan
perkebunan
20) Peningkatan ketahanan pangan
21) Peningkatan produksi dan daya saing peternakan
22) Peningkatan produksi dan daya saing hasil perikanan
23) Peningkatan penumbuhkan dan pengembangkan sektor
industri berbasis pertanian
24) Peningkatan penjagaan stabilitas suplai bahan-bahan
kebutuhan pokok Simeulue

Untuk mengimplementasikan arah kebijakan RPJMD


ditetapkan pula program-program pembangunan yang
dilaksanakan oleh SKPK Multi-Sektor di Kabupaten Simeulue untuk
mendukung tercapainya tujuan RAD-PG 2016-2022 yaitu:
a) Program Pendidikan Anak Usia Dini
b) Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
c) Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
d) Program Upaya Kesehatan Masyarakat
e) Program Perbaikan Gizi Masyarakat
f) Program Sumber daya Kesehatan
g) Program Obat dan Perbekalan
h) Program Pengembangan Lingkungan Sehat
i) Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan
j) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat
k) Program Pengadaan, Peningkatan sarana dan prasarana
Rumah Sakit Umum
l) Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak
m) Program Peningkatan Penerapan Teknologi
Pertanian/Perkebunan
n) Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan
o) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak
p) Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan
75
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
q) Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Peternakan
r) Program Peningkatan Penerapan Teknologi Peternakan
s) Program Pengembangan Bibit Unggul Pertanian /Perkabunan
t) Program Pengembangan Sarana dan Prasana Teknologi
Pertanian dan Perkebunan Tepat Guna
u) Program peningkatan upaya penumbuhan kewirausahaan dan
kecakapan hidup pemuda
v) Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olah Raga
w) Program Peningkatan Peran serta Kepemudaaan
x) Program Penataan Administrasi Kependudukan
y) Program Penguatan Kelembagaaan Pengarustamaan Gender
dan Anak
z) Program Pelayanan Kontrasepsi
aa) Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender
dalam Pembangunan
bb) Pendataan Perempuan dan Anak
cc) Program UPPKS (Usaha Peningkatan Perekonomian Keluarga
Sejahtera)
dd) Program Pembinaan Keluarga
ee) Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigas,i Rawa dan
Pengairan lainnya
ff) Program Pembangunan Infrastruktur Pendesaan
gg) Program Pemberdayaan fakir miskin, Komunitas Adat Terpencil
(KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS
Lainnya)
hh) Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial
ii) Pengembangan SDM Kesejahteraan Sosial
jj) Program Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Kerja
kk) Prog. Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja
ll) program penciptaan iklim usaha kecil menengah yang kondusif

76
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
mm) program pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha
mikro kecil menengah
nn) program peningkatan kapasitas IPTEK sistem produksi
oo) program pengembangan industri kecil menengah
pp) Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan Desa
qq) Program Penanggulangan Kemiskinan
rr) Pogram Peningkatan Pelayanan Angkutan
ss) Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan

Sementara itu, Rancangan RPJMD Kabupaten Simeulue


belum ada mengingat pemilihan Bupati dan wakil Bupati Simeulue
direncanakan tahun 2017, maka dalam hal ini untuk rancangan
RPJMD Kabupaten Simeulue Tahun 2018 – 2022 berpedoman
kepada RPJP Kabupaten Simeulue Tahun 2007 – 2027 didalamnya
dirumuskan visi pembangunan Kabupaten Simeulue yaitu
“Terwujudnya Masyarakat Simeulue Yang Maju, Mandiri, Sejahtera
dan Islami ”. Pencapaian visi tersebut akan diwujudkan melalui 6 Misi
yaitu:
1) Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Syariat Islam
secara benar dan kaffah di seluruh sendi kehidupan
bermasyarakat;
2) Memperkuat perekonomian daerah dan memberdayakan
ekonomi rakyat dengan mengembangkan pertanian berbasis
agribisnis dan agroindustri (industri pengolahan) guna
meningkatkan nilai tambah bagi petani dan mendorong
pengembangan ekonomi di wilayah perdesaan.
3) Mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih dan
berwibawa (good governance), menyediakan prasarana dan
sarana pemerintahan yang layak, dan meningkatkan
profesionalisme aparatur guna mendorong pelayanan publik
yang berkualitas, efektif, dan efisien.

77
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
4) Mewujudkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dan
berdaya saing tinggi melalui pemerataan kualitas layanan
pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan layanan sosial
budaya lainnya serta penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) yang sesuai dengan dinamika dan
perkembangan zaman.
5) Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur di seluruh
sektor pembangunan dalam rangka pemerataan
pembangunan antardesa dan kota, mendorong percepatan
perekonomian wilayah, dan menumbuh kembangkan
kawasan/daerah dari ketertinggalan dan keterisolasian.
6) Mengupayakan kestabilan politik, keamanan dan ketertiban
serta pelaksanaan hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan
kebenaran.

3.2.3. Penguatan RAD-PG


RAD-PG Kabupaten Simeulue merupakan pengejawantahan
RAN- PG yang selanjutnya akan diimplementasikan oleh semua SKPD
di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan pemangku kepentingan
lainnya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota melalui berbagai
program dan kegiatan pembangunan.Penguatan RAD-PG
merupakan langkah-langkah yang ditempuh untuk melaksanakan
RAD- PG. Tahapan pelaksanaan perbaikan gizi dilakukan melalui
beberapa tahapan yang dimulai dari tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota tercantum pada tabel berikut:

78
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Tabel 3.3 Penguatan RAD-PG

Pelaksanaan Kegiatan
di

Kabupaten 1. Memperkuat legal aspek RAD-PG


• Membentuk tim koordinasi di tingkat
Kabupaten yang terdiri dari lintas sektor.
• Menetapkan dasar hukum RAD-PG
melalui Peraturan Daerah atau
Peraturan Bupati.
2. Perencanaan dan penganggaran
Penyusunan RAD-PG di tingkat

Kabupaten
• Sosialisasi RAD-PG kepada pemangku
kepentingan di tingkat Kabupaten.
• Menyertakan program terkait intervensi
gizi sensitif dan spesifik dalam APBK dan
memastikan intervensi tersebut
memperoleh pendanaan yang
memadai setiap tahunnya.
3. Implementasi
• Melaksanakan intervensi gizi sensitif dan
spesifik oleh SKPK dan pemangku
kepentingan lainnya dengan
memperhatikan pendekatan multi
sektor dan pendekatan lain yang tepat.
• Membuat laporan tahunan pelaksanaan
RAD-PG di tingkat kabupaten
4. Monitoring dan Evaluasi
• Melakukan pencatatan atau
pengumpulan data terkait
• Target indikator utama yang harus
dicapai, dapat berupa data rutin
maupun survei.
• Melaksanakan pertemuan atau
forum dalam rangka koordinasi dan
evaluasi rutin lintas sektor.

79
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
BAB IV
KERANGKA PELAKSANAAN
RENCANA AKSI
Kerangka pelaksanaan rencana aksi disusun menyangkut
siapa dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Pada
kerangka pelaksanaan diatur kerangka kelembagaan, manajemen
keuangan dan aliran dana, anggaran indikatif, strategi
pengembangan kapasitas, strategi advokasi dan komunikasi,
dan strategi monitoring dan evaluasi.

4.1. Kerangka Kelembagaan


4.1.1. Struktur organisasi
Struktur organisasi dalam rangka tercapainya Rencana Aksi Daerah
pangan dan Gizi Kabupaten Simeulue yang terintegrasi dengan
SKPD/instansi terkait, untuk itu dibentuk Tim Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi Kabupaten Simeulue yang terdiri dari Tim
Pengarah, Tim Teknis dan Tim Sekretariat dengan susunan
keanggotaan masing-masing sebagai berikut
A. Tim Pengarah
Susunan Tim Pengarah adalah sebagai berikut:
Penanggung Jawab : Bupati Simeulue
Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten Simeulue
Sekretaris : Kepala Bappeda Simeulue
Anggota : (Kepala SKPK terkait)
1. Bidang Perekonomian dan
Sumberdaya Alam
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue
3. Dinas Pertaniagn dan Tanaman
Pangan Kabupaten Simeulue

80
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
4. Dinas Kesehatan Hewan dan
Peternakan Kabupaten Simeulue
5. Badan Ketahanan Pangan Kabupaten
Simeulue
6. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Simeulue
7. Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Simeulue
8. Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi dan UKM Kabupaten
Simeulue
9. Dinas Pendidikan Kabupaten Simeulue
10. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Simeulue
11. Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kabupaten Simeulue
12. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Simeulue
13. Dinas Syariat Islam Kabupaten
Simeulue
14. Majelis Permusyawaratan Ulama
Kabupaten Simeulue
15. Kantor Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Sejahtera Kabupaten
SimeulueDinas Kesehatan Kabupaten
SimeulueKepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Simeulue

81
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
B. Tim Teknis
Tim Teknis terdiri dari;
Ketua : Kepala Bappeda Kabupaten Simeulue
Sekretaris I : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Simeulue
Sekretaris II : Kepala Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Kabupaten Simeulue

Anggota : Kepala Bidang Teknis pada


1. Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue
2. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
Kabupaten Simeulue
3. Dinas Kesehatan Hewan dan
Peternakan Kabupaten Simeulue
4. Badan Ketahanan Pangan Kabupaten
Simeulue
5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Simeulue
6. Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Simeulue
7. Dinas Perindustrian, Perdagangan,
Koperasi dan UKM Kabupaten
Simeulue
8. Dinas Pendidikan Kabupaten Simeulue
9. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Simeulue
10. Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kabupaten Simeulue
11. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Simeulue

82
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
12. Dinas Syariat Islam Kabupaten
Simeulue
13. Majelis Permusyawaratan Ulama
Kabupaten Simeulue
14. Kantor Pemberdayaan Perempuan
dan Keluarga Sejahtera Kabupaten
Simeulue

4.1.2. Tugas dan Tanggung Jawab


Tim Pengarah:
1. Memberikan arahan dalam penyusunan RAD-PG antara
lain koordinasi penyusunan, kebijakan yang perlu dimasukkan
dalam RAD-PG, serta kegiatan prioritas yang diperlukan;
2. Menyampaikan laporan penyusunan RAD-PG kepada
Menteri PPN/Kepala Bappenas;
3. Memberikan arahan dalam pelaksanaan RAD-PG
termasuk kebijakan pelaksanaan dan strategi melaksanakan
kegiatan prioritas.
4. Memberikan arahan kebijakan pemantauan dan evaluasi
5. Menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada
MenteriPPN/Kepala Bappenas.

Tim Teknis:
1. Bertanggung jawab terhadap kegiatan penyusunan RAD-PG;
2. Melakukan penyusunan RAD-PG mulai dari membuat jadwal
dan rencana kerja, mencari dan mengumpulkan bahan yang
diperlukan, melakukan penyusunan sampai menghasilkan draft
untuk disampaikan kepada Tim Pengarah;
3. Menyampaikan draft RAD-PG kepada tim pengarah untuk proses
lebih lanjut;

83
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
4. Mensosialisasi RAD-PG kepada seluruh pemangku
kepentingan di daerah
5. Mengkoordinasikan pelaksanaan RAD-PG;
6. Menjalankan strategi untuk peningkatan efektifitas
pelaksanaan sesuai masukan Tim Pengarah.
7. Mengordinasikan dan melaksanakan pemantauan dan
evaluasi.
8. Menyiapkan laporan hasil pemantauan dan evaluasi

4.1.3. Keterlibatan Pemangku Kepentingan


Dalam Penyusunan RAD-PG Simeulue 2016-2022, semua sektor
yang terkait terlibat secara aktif untuk menentukan program/
kegiatan prioritas yang akan dilaksanakan untuk mencapai target
indikator output dan outcome yang telah ditetapkan. Untuk
mengimplementasikan rencana aksi ini, terdapat pelaksana dari
pihak SKPK Pemerintah Kabupaten Simeulue. Dalam
mempermudah pelaksanaan di lapangan, SKPK dapat
dikelompokkan ke dalam pilar, yaitu;
1. Perbaikan Gizi Masyarakat, melibatkan SKPK Dinas
Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial,Tenaga Kerja dan
Transmigrasi serta Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Sejahtera.
2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam, melibatkan
SKPK Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Badan Ketahanan Pangan
dan Penyuluhan.
3. Peningkatan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan,
melibatkan SKPK Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
UKM, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi
dan Telematika serta Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan.

84
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
4. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, melibatkan
S K P K Dinas Kesehatan, Dinas Syariat Islam serta Dinas Pekerjaan
Umum.
5. Kelembagaan Pangan dan Gizi, melibatkan SKPK Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah serta Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluhan serta dunia usaha (melalui program
Corporate Social Responsibility), Organisasi Masyarakat Sipil,
universitas, ulama, organisasi profesi, mitra pembangunan, dan
sebagainya.

4.2. Manajemen Keuangan dan Pendanaan


Dalam mewujudkan RAD-PG KAbupaten Simeulue ini
diperlukan dukungan dan pengelolaan dana yang dapat
berasal dari berbagai sumber. Sumber pendanaan utama
berasal dari APBN dari pemerintah pusat, APBA dari
P e m e r i n t a h A c e h d a n APBK dari pemerintah daerah. Dana
APBK diatur secara mandiri oleh pemerintah daerah, untuk Dana
APBA pembiayaan diperuntukkan pada program dan kegiatan
yang sinergi dengan skala provinsi sedangkan Dana APBN
pembiayaannya diperuntukkan bagi belanja kegiatan di tingkat
pusat dan dapat digunakan di kabupaten dalam berbagai
skema yang ada.

4.3. Strategi Pengembangan Kapasitas


Untuk melaksanakan program yang telah direncanakan,
diperlukan adanya peningkatan kapasitas organisasi, sumberdaya
manusia, dan panduan pelaksanaan program atau kegiatan.
Strategi pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah
dengan cara berikut:

85
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
1) Pelatihan
Pelatihan merupakan upaya peningkatan kapasitas sumber daya
manusia sehingga program yang direncanakan dapat terlaksana
sesuai dengan yang diharapkan.Pelatihan yang diberikan harus
menunjang kompetensi SDM
2) Pedoman Teknis
Pemerintah sebagai regulator salah satu tugas umumnya
adalah menetapkan standar, termasuk standard untuk
pelaksanaan program perbaikan pangan dan gizi multi sektor.
Informasi mengenai pedoman yang digunakan sangat penting
untuk dijadikan panduan dalam pelaksanaan program merupakan
pedoman teknis yang dimiliki K/L dalam melaksanakan program.
4.4. Strategi Advokasi dan Komunikasi
Advokasi adalah kombinasi dari desain dukungan individu
dan social untuk meningkatkan komitmen politik, dukungan
kebijakan, penerimaan social, dan dukungan sistem untuk tujuan
program kesehatan tertentu (WHO, 1998). Advokasi merupakan
strategi untuk mempengaruhi para pengambil keputusan khususnya
saat mereka menetapkan peraturan, mengatur sumber daya dan
mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut khalayak
masyarakat. Agar mencapai target yang telah ditetapkan,
diperlukan pemenuhan kondisi dan asumsi, sehingga target yang
telah ditetapkan dapat tecapai. Untuk memenuhi asumsi
pengambil kebijakan, dan stakeholder yang terlibat sehingga
diperoleh pendanaan, sumber daya manusia yang cukup,
metode intervensi yang tepat, dan peningkatan cakupan serta
keberlanjutan intervensi yang dilakukan, koordinasi antar
pemerintah pusat dan daerah serta koordinasi lintas sektor
berjalan dengan baik.
RAD-PG harus menjadi pedoman dan mainstream dalam
semua dokumen perencanaan pembangunan, baik jangka

86
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
menengah maupun jangka pendek, seperti; RPJMD, RKPD,
KUA/PPAS, RKA/DPA, RAPBD, dan APBD. Penyusunan RAD-PG saat
ini mendapatkan momen yang sangat penting dimana Pemerintah
Kabupaten Simeulue pada tahun 2017 akan melaksanakan
Pemilihan Kepala Daerah. Pelantikan Kepala Daerah terpilih
nantinya akan menjadi pertanda dimulainya penyusunan dokumen
perencanaan untuk lima tahun mendatang.

4.5. Pendanaan Indikatif


Penting untuk mengetahui anggaran yang tersedia untuk
pelaksanaan program. Dengan demikian dapat diketahui jumlah
dana yang diperlukan dan ketersediaan dana sehingga apabila
terjadi kekurangan dapat diketahui lebih awal dan
direncanakan untuk mencari alternatif pendanaan dari sumber
lainnya. Besar dana indikatif untuk program dan kegiatan terdapat
pada RPJMD dan Renstra SKPD Kabupaten Simeulue.

4.6 Strategi Monitoring dan Evaluasi


Pencapaian RAD-PG dan akan terus dipantau
pencapaiannya dalam kurun waktu tertentu dilaksanakan dengan
dengan monitoring dan evaluasi. Indikator diperoleh dengan
memilih indikator kinerjanya yang berasal dari RPJMD maupun
Renstra SKPD atau kegiatan lainnya yang relevan terhadap upaya
perbaikan gizi dan berkaitan dengan output dan outcome yang
ingin dicapai. Indikator ini akan terus dipantau dan dievaluasi
sehingga dapat mendorong tercapainya output dan outcome dari
RAD-PG 2016-2022.

87
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
BAB V
PELAKSANAAN, PEMANTAUAN
DAN EVALUASI

Dalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG 2016-2022,


maka perlu dilakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi.
Pemantauan difokuskan pada kegiatan yang sedang dilaksanakan
agar kelemahannya diketahui secara cepat dan bisa segera
diantisipasi. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang
dicapai dengan rencana target atau standar yang telah
ditentukan.

Tujuan Monitoring dan Evaluasi Internal adalah:


1. Memberikan masukan terhadap pelaksana untuk mengatasi
hambatan yang dihadapi oleh pelaksana kegiatan;
2. Menyediakan sumber informasi tentang pelaksanaan
pencapaian target pembangunan pangan dan gizi
3. Sebagai salah satu dasar dalam perumusan kebijakan di
bidang pangan dan gizi di Kabupaten Simeulue;

A. Tim Pelaksana
Tim pelaksana, pemantauan, dan evaluasi RAD-PG
Kabupaten Simeulue ditunjuk oleh Bupati melalui Surat Keputusan
Bupati Tim ini mempunyai kewenangan melakukan pemantauan
dan evaluasi di provinsi Kabupaten Simeulue. Susunan Tim Monev
RAD-PG adalah sebagai berikut:

88
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
Penanggung Jawab : Bupati
Ketua : Kepala Bappeda
Anggota :
Pokja I. Gizi Masyarakat (Koordinator
Dinas Kesehatan)
Pokja II. Aksesibilitas Pangan
(Koordinator Badan Ketahanan Pangan
dan Penyuluh, Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan,
Dinas Kehutanan dan Perkebunan)
Pokja III. Mutu dan Keamanan
Pangan (Koordinator Badan Ketahanan
Pangan dan Penyuluh)
Pokja IV. Perilaku Hidup Sehat dan
Bersih (PHBS) (Koordinator Dinas
Kesehatan)
Pokja V. Kelembagaan pangan
dan Gizi (Koordinator Badan Perencanan
Pembangunan Daerah dan Koordinator
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh).

B. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi merupakan suatu kaidah dalam
pelaksanaan suatu program kebijakan. Oleh sebab itu,
pemantauan dan evaluasi mutlak diperlukan sebagai bagian dari
keseluruhan paket program untuk mengendalikan seluruh program
agar tidak menyimpang dari petunjuk dan ketentuan yang ada
Untuk mendukung tercapainya tujuan dan sasaran serta arah
kebijakan ini, maka masing-masing stakeholder agar senantiasa

89
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
melakukan pemantauan/monitoring dan evaluasi terhadap
keseluruhan strategi dan rencana aksi yang telah ditetapkan.
Mekanisme pemantauan dan evaluasi RAD-PG dilakukan dengan
menggunakan indikator berbasiskan pada pencapaian target
berdasarkan pada 5 pilar RAD-PG. Pemantauan dan evaluasi
dilakukan secara berkala, dengan memperhatikan indikator input,
proses, output, serta indikator dampak. Program dan kegiatan yang
dilakukan pada setiap tahun dimonitor dan dievaluasi dengan
mekanisme sebagaiamana Tabel berikut ini:

Tabel 5.1
Pelaksana dan indikator Monotoring dan Evaluasi RAD-PG
KABUPATEN SIMEULUE

Pilar/kegiatan Indikator yang dimonitor Penanggung Frekuensi


Jawab Monev
A. Perbaikan 1) Kegiatan Pencegahan Pokja I. Gizi 6 bln
Gizi gizi buruk dan kurang Masyarakat
Masyarakat Balita (Kord. Dinkes)
2) Penanganan Gizi Buruk
Balita
3) Kegiatan layanan
kelembagaan
penanganan Gizi
4) Kegiatan edukasi
/penyuluhan gizi

90
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
B. Peningkatan 1) Kegiatan Pokja II. 6
Aksesibilitas Pengembangan Aksesibilitas bulanan
Pangan sarana prasarana Pangan
2) Ketersediaan pangan (Koordinator
3) Kegiatan Badan
Pengembangan Ketahanan
sistem distribusi dan Pangan dan
stabilitas harga Penyuluh, Dinas
pangan Pertanian
4) Kegiatan Tanaman
Pengembangan Pangan, Dinas
penganekaraman Peternakan dan
konsumsi pangan Kesehatan
5) Kegiatan Peningkatan Hewan, Dinas
produksi pangan Kelautan dan
6) Pemantauan dan Perikanan, Dinas
analisis akses pangan Kehutanan dan
7) Pengembangan Desa Perkebunan)
Mandiri Pangan
8) Penanganan Daerah
Rawan Pangan
9) Diversivikasi Pangan
10)Peningkatan
Penerapan teknologi
pertanian
11) Peningkatan
Produksi Ternak
12) Pengembangan
Budi Daya Perikanan

91
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
C. Pengawasan 1) Pengembangan Pokja III. Mutu 6
Mutu dan Penganekaragaman dan Keamanan bulanan
Keamanan konsumsi pangan Pangan
Pangan 2) Uji Keamanan Pangan (Koordinator
3) Sosialisasi Mutu dan Badan
Keamanan Pangan Ketahanan
4) Peningkatan Mutu Pangan dan
dan Keamanan Penyuluh)
Pangan
D. Perilaku 1) Pembinaan PHBS Pokja IV. 6
Hidup Sehat 2) Pembentukan dan Perilaku Hidup bulanan
dan Bersih pengembangan Sehat dan
(PHBS) Desa siaga aktif Bersih (PHBS)
3) Pelatihan Dokter Kecil (Kord. Dinkes)
4) Penyuluhan Keliling
5) Promosi Kesehatan
E. Penguatan 1) Pendidikan dan Pokja V. 6
Kelembagaa Pelatihan penyuluh Kelembagaan bulanan
n Pangan 2) Penguatan Pangan dan
dan Gizi Kelembagaan Gizi.(Bappeda
Penyuluh dan BKPP)
3) Penyuluhan Penerapan
Teknologi Pertanian
4) Peningatan
kesejahteraan petani

Di samping pemantauan dan evaluasi terhadap


program/kegiatan, juga dilakukan evaluasi pencapaian target RAD-
PG. Hasil monitoring akan ditindak-lanjuti berupa perbaikan
rencana maupun pelaksanaan.

92
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022
BAB VI
PENUTUP

Dokumen ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan


dalam penyusunan Buku Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi
2016 hingga 2022 agar tujuan memperkuat ketahanan pangan dan
gizi Kabupaten Simeulue sekaligus mendukung tercapainya target
MDGs dan RAN-PG. Dokumen RAD-PG Kabupaten Simeulue ini
digunakan oleh stakeholder (pemangku kepentingan) untuk
meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi,
perencanaan program serta kegiatan pangan dan gizi di
Kabupaten Simeulue agar: (i) mampu menetapkan prioritas
penanganan masalah pangan dan gizi, (ii) mampu memilih
intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lokal, dan (iii) mampu
membangun dan memfungsikan lembaga pangan dan gizi, dan (iv)
mampu memantau dan mengevaluasi pembangunan pangan dan
gizi.
Mengingat masalah pangan dan gizi dalam pembangunan
ketahanan pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam
rencana dan implementasi RAD-PG semangat koordinasi dan
integrasi serta sinergitas antar kegiatan harus diutamakan. Kemitraan
antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta merupakan salah
satu faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan di
Kabupaten Simeulue. Rencana aksi ini merupakan dokumen
operasional yang secara terpadu menyatukan pembangunan
ketahanan pangan dan gizi yang stabil dan merata bagi seluruh
masyarakat Kabupaten Simeulue.

93
RAD-PG Kabupaten Simeulue Tahun 2016-2022

Anda mungkin juga menyukai