Anda di halaman 1dari 16

TUJUAN PRINSIP DAN FUNGSI IBADAH DALAM MEMBANGUN

KARAKTER

Oleh:

Wirackhul Ikhsan Satya Nugraha(1811413009)

Ricky Chandra Harahap (1811411013)

Ditulis dalam Rangka Mengikuti Perkuliahan Agama pada Semester Genap

Tahun Ajaran 2018/2019

PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS ANDALAS

2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pembuktian
ada (wujud) Tuhan dengan baik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini, terutama kepada Bapak Dr. H. Syar’I Sumin, MA selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Agama Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Pembuktian ada (wujud) Tuhan ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 1

A. Ibadah Mahdhah Dab Ghairu Mahdhah................................................... 4


B. Ibadah Kaffah(Ritual Integratif).............................................................. 8
C. Fungsi Shalat Dalam Membangun Karakter............................................ 9
D. Fungsi Zakat Dalam Membangun Karakter.............................................
E. Fungsi Puasa Dalam Membangun Karakter……………………………..
F. Fungsi Haji Dalam Membangun Karakte................................................
PENUTUP..................................................................................................................
KESIMPULAN...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

3
A.IBADAH MAHDHAH DAN GHAIRU MAHDHAH

1. Pengertian Ibadah 
Secara etomologis diambil dari kata ‘abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid,berarti
hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik
tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh
keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya. 
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan
Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk  ibadah atau
menghamba kepada-Nya:

56 ‫ الذريات‬      ‫ليعبدون‬
ِ ‫وما خلقت الجن واالنس اال‬
Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS. 51(al-
Dzariyat ): 56).

2. Jenis ‘Ibadah 
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah,  artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara
hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,baik dari al-Quran maupun al-
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh:

64 ‫وماارسلنا من رسول اال ليطاع باذن هللا … النسآء‬


Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
7 ‫وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر‬

4
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

‫ خذوا عنى مناسككم‬.   ‫رواه البخاري‬. ‫صلوا كما رايتمونى اصلى‬  .


Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu

Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul
saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer
disebut bid’ah:  Sabda Nabi saw.:
‫ تمسكوا‬، ‫ عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى‬ . ‫ متفق عليه‬. ‫من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬
‫ رواه احمد وابوداود والترمذي‬.  ‫ وكل بدعة ضاللة‬،‫ فان كل محدثة بدعة‬،‫ واياكم ومحدثات االمور‬، ‫بها وعضوا بها بالنواجذ‬
‫ وشر االمور محدثاتها وكل محدثة بدعة‬.‫ ص‬ ‫ وخير الهدي هدي محمد‬، ‫ فان خير الحديث كتاب هللا‬،‫ اما بعد‬ ، ‫وابن ماجه‬
‫ رواه مسلم‬. ‫وكل بدعة ضاللة‬
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah
karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
‫ فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا‬،‫ فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختالفهم على انبيآئهم‬،‫ذرونى ما تركتكم‬
‫ اخرجه مسلم‬. ‫نهيتكم عن شيئ فدعوه‬
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami
rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’.Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah
mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak.Atas dasar ini, maka ditetapkan
oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-
mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu,

5
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4.Adzan
5.Iqamat
6.Shalat
7.Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11.Umrah
12. Tajhiz al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah

“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di
samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi
antara hamba dengan makhluk lainnya .  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-
Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk
ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak
dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam
ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat
atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat,
buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

6
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah
“BB + KA”
(Berbuat Baik +  Karena Allah)

3. Hikmah Ibadah Mahdhah


Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah
mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga
dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah
ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula
memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana  untuk menyatukan arah
pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah
sanalah kiblatnya  (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama,
terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya
ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang
diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati)
itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan
shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa,
demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-
Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.

7
B.IBADAH KAFFAH

Kaffahsecara bahasa artinya keseluruhan. Makna secara bahasa tersebut bisa memberikan
gambaran kepada kita mengenai makna dari Muslim yang Kaffah, yakni menjadi muslim yang
tidak “setengah-setengah” atau menjadi muslim yang “sungguhan,” bukan “muslim-musliman.”

Muslim yang sungguhan (baca: kaffah) adalah Muslim yang mengamalkan ajaran-ajaran Islam di
setiap aspek kehidupan. Seorang Muslim belum bisa disebut Muslim yang kaffah jika ia belum
menjalankan ajaran Islam di segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, Muslim yang kaffah
tidak berhenti pada ucapan kalimat syahadat saja.Muslim yang kaffah tidak berhenti pada
ritual-ritual keagamaan saja, tetapi sudah menjajaki substansi dari ritual-ritual tersebut.

Seringkali kita melihat di dalam keseharian kita yakni seorang Muslim yang rajin sholat
berjamaah di Masjid, rajin I’tikaf,rajin berpuasa sunnah, rajin “memutar” tasbih, tetapi
perilakunya terhadap sesama manusia kurang baik, misalnya, sering menggunjing, melalaikan
―secara sengaja― hutang di warung, dan semacamnya. Itu terjadi karena ibadah ritual yang ia
lakukan tidak sampai pada substansinya. Ia hanya berhenti pada ritual-ritual kosong tanpa
makna.

Ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zikir, i’tikaf, dan lain sebagainya, adalah sebuah simbol dari
nilai-nilai Islam. Sholat berjamaah menjadi simbol dari persatuan dan kebersamaan dalam
menuju kepada Allah Swt, puasa menjadi simbol bagi sama rasa di antara sesama Muslim
sehingga bisa memunculkan rasa ingin menolong terhadap saudara kita yang kekurangan. Oleh
karena ibadah ritual itu adalah sebuah simbol, maka alangkah meruginya jika seorang Muslim
berhenti pada simbol-simbol tanpa bisa menggapai nilai-nilai di balik simbol tersebut.Alangkah
tidak bermaknanya ritual-ritual yang dilakukan setiap hari jika kita tidak mampu mengamalkan
nilai-nilai di balik ritual itu.

8
Nilai yang ada di balik ritual-ritual tersebut berkaitan dengan kehidupan manusia di
dunia.Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri (zoon politicon).Oleh karena itu,
manusia harus mampu untuk saling berinteraksi dengan baik.Nilai di balik ritual keagamaan itu
adalah untuk menjadikan manusia bisa menjalin hubungan baik dengan manusia lainnya.Ajaran
persatuan di dalam ritual sholat berjamaah adalah sangat penting dalam kehidupan manusia.Itu
adalah salah satu contoh betapa pentingnya nilai-nilai yang ada di balik ritual keagamaan.

Hendaknya seorang Muslim tidak terjebak pada ritual-ritual yang tanpa makna, tetapi harus
bisa mengaplikasikan nilai di balik ritual-ritual yang ia lakukan setiap hari. Dengan begitu, peran
agama Islam dalam kehidupan manusia akan sangat terasa. Islam tidak lagi menjadi sesuatu
yang jauh (transenden) tetapi sudah menjadi sesuatu yang melingkupi kehidupan manusia
sehari-hari (imanen).Kesimpulannya, Muslim yang kaffah adalah Muslim yang mampu
menjalankan ibadah ritualsekaligus mampu menangkap dan mengamalkan makna dari ibadah
ritual tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

C. FUNGSI SHALAT DALAM MEMBANGUN KARAKTER

Khutbah Jum’at, Dr. H. Badrul Munir, LC, MA (D.E.S.A.), Staf Pengajar Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Ar-Raniry

Shalat adalah sarana koneksi kita dengan Allah swt.Sarana kita untuk membangun hubungan
transedental dengan Tuhan kita. Dapat kita bayangkan jika komunikasi dan pertemuan dengan
Allah swt ini rutin kita lakukan dengan baik, maka akan terwujud hubungan yang harmonis
antara kita sebagai makhluk dengan Allah swt sebagai khalik. Allah akan mencintai dan
menyukai kita sebagai hamba-Nya. Jika Allah swt telah menyukai hamba-Nya, maka Dia akan
menjadi penolong, pelindung dan pemberi kekuatan kepada hamba-Nya tersebut. Dengan
merasakan kedekatan dengan Allah, maka kita akan semakin waspada dalam beraktifitas dan
termotivasi untuk beribadah dengan penuh semangat. Hal positif semacam inilah yang dapat
mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar.

9
Shalat yang memenuhi kriteria pencegah perbuatan Fahsya dan Mungkar, akan membentuk
karakter positif yang terefleksikan dalam setiap tindakan kita, antara lain:

1. Shalat mengajarkan kita untuk membersihkan hati, pikiran, tubuh dan panca indra kita dari
hal-hal yang dapat mengotorinya. Sebelum shalat kita diwajibkan berwudhu, membersihkan
tangan kita, mulut, hidung, muka, telinga, kepala dan kaki kita. Semua itu bermakna kita harus
membersihkan semua panca indra kita dari kotoran noda dan dosa yang dapat merusaknya,
karena semua anggota tubuh kita itu akan menjadi saksi di hari kiamat. Ketika dilupakan oleh
kesibukan dunia, maka datanglah shalat untuk mengingatkannya.Ketika diliputi oleh dosa-dosa
atau hatinya penuh kelalaian, maka datanglah shalat untuk membersihkannya.Shalat ibarat
kolam renang rohani yang dapat membersihkan ruh dan menyucikan hati 5 kali dalam setiap
hari, sehingga tidak tersisa kotoran sedikit pun.

Ulama besar Maqashid Syariah, Tahir Ibnu ‘Asyur menegaskan bahwa Shalat berfungsi
membersihkan jiwa Mushalli dari dosa dan kotoran (karakter negatif). (Maqashid Syariah:
2/148).

2. Shalat mendidik kita untuk berkarakter disiplin dan menghargai waktu dan memanfaatkan
waktu dengan baik. Shalat memiliki waktu-waktu tertentu 5 kali dalam sehari semalam.Waktu-
waktu shalat adalah waktu-waktu yang strategis dan penting bagi kita dalam kehidupan.

3. Takbiratul Ihram mem¬ben¬tuk karakter seseorang agar tidak sombong (angkuh, takabur).
Bahkan dalam sehari semalam, shalat lima waktu, terdiri dari 17 rakaat, tidak kurang dari 89 kali
mengucapkan takbir, Allah Akbar, Allah Maha Besar. Hal ini menunjukkan bah¬wa manusia
memang ber¬potensi untuk menyombongkan dirinya.Dengan banyaknya takbir yang diucapkan
diharap¬kan mampu meredam rasa sombong tersebut.Sifat sombong ini pula yang menjadi

10
dosa pertama yang dialami oleh Iblis. Maka de¬ngan takbir dalam shalat sesungguhnya akan
terbentuk karakter yang rendah hati.

4. Thuma’ninah, mengajarkan agar setiap muslim tenang, tidak tergesagesa dalam setiap
aktivitas kehidupan. Thu¬ma’ninah juga mengajarkan agar manusia perlu bersantai, tidak
tegang dalam melakukan kegia¬tan yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.

5. Ruku’ merupakan simbol ketaatan dan kepatuhan kepada Allah.Orang yang melak¬sanakan
shalat, mesti tunduk dan patuh terhadap segala perintah Allah.

6. Salam mendoakan keselamatan pada orang lain, terutama sesama muslim. Sungguh tidak
patut jika se¬orang muslim membaca salam, tetapi ia masih berkarakter negatif menyimpan
rasa iri, benci, dendam atau sakit hati pada sesama saudaranya, apalagi dengan sengaja
menzalimi atau menyakiti orang lain.

7. Shalat mendidik kita untuk menjadi pribadi yang khusyuk dan kekhusyukan itu yang akan
mengantarkan kita meraih kesuksesan. Shalat yang dilaksanakan dengan khusyuk dan sungguh-
sungguh dapat mencegah kita dari kemunafikan.Shalat adalah pembeda antara orang beriman
dan munafiq.Kemunafiqan adalah penyakit yang dapat menggagalkan manusia dunia dan
akhirat.Orangorang munafiq memiliki sifat suka ingkar janji, berdusta dan berkhianat.

8. Shalat mendidik kita menjadi pribadi yang sabar. Allah swt menggandengkan sabar dan shalat
sebagai penolong manusia. Firman Allah: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,
(QS. Al Baqarah: 45).

11
9. Salah satu karakter penting yang dibentuk oleh Shalat, yaitu menumbuhkan sifat kejujuran
dalam diri seseorang dengan senantiasa menghadiri perasaan bahwa setiap tindakannya selalu
diawasi oleh Allah (muraqabatullah). Karena ketika dia akan melakukan sesuatu yang
menyeleweng, dia sadar bahwa Allah selalu melihat apa yang dikerjakannya kapanpun dan
dimanapun dia berada, walau tidak ada orang lain yang melihatnya. Inilah grade paling tinggi
bentuk ketaqwaan yang disebut Ihsan, engkau menyembah Allah, seolah-olah engkau melihat
Allah, dan jika engkau tidak melihat Allah, Allah pasti melihat segala gerak-gerik engkau.

Beruntung dan Celaka dengan Shalat

Ketika seorang muslim mampu mendirikan shalat dengan memenuhi kriteria shalat yang
mencegah fahsya dan mungkar yang diwujudkan melalui karakter positif baik secara vertikal
dan horizontal, maka Allah menjamin golongan ini sebagai golongan yang benar-benar
beruntung. Firman Allah Ta’ala: “Sungguh benar-benar beruntung orang-orang yang beriman,
yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya” (QS. al Mu’minuun: 1-2).

Allah juga memuji orang-orang yang mampu mempertahankan karakter positif dalam berbagai
kondisi: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali
orangorang yang mendirikan shalat, yang mereka itu tetap mendirikan shalatnya”. (QS. Al-
Ma’arij: 19-23).

Sebaliknya, terdapat muslim mengerjakan shalat namun tidak memenuhi kriteria shalat yang
mencegah dari perbuatan fahsya dan mungkar dan belum mampu mengubah karakter negatif

12
menjadi karakter positif, maka kelompok ini termasuk kelompok yang celaka dan yang dicela
oleh Allah dan Rasulullah.

Firman Allah: “Maka kecelakaanlah bagi orangorang yang shalat, orangorang yang lalai dari
shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan melarang melakukan sesuatu yang berguna”.
(QS. Al-Ma’un: 4-7).

Allah mencela orang yang lalai dari shalatnya.Mereka melaksanakan shalat melakukan gerakan
demi gerakan, tetapi tidak berpengaruh dan berbekas dalam perilakunya. Hatinya kosong, tidak
meng¬hayati apa yang diucapkan dan apa makna yang terkandung dari gerakannya itu. Ia
memang ruku’, tetapi masih lebih taat kepada perintah manusia dan ata¬sannya yang
melanggar aturan dari pada perintah Allah; ia bertakbir dan sujud tetapi hatinya masih
menyimpan rasa sombong/takabur; ia sama kedudukannya dengan makmum lain ketika shalat,
tetapi di luar shalat masih menilai manusia dengan hanya melihat pangkat, jabatan dan harta,
padahal harta, pangkat dan jabatan itu hanyalah amanah Allah yang sangat singkat dan kapan
saja akan diambil kembali; ia mengu¬capkan salam tetapi sifat dendam dan permusuhan tetap
dipeliharanya. Tegasnya, ia melaksanakan shalat, tetapi perilakunya menampilkan sikap seperti
orang yang tidak pernah shalat, masih gemar bermaksiat, ko¬rupsi, manipulasi, menggunjing,
hingga menindas antar sesama justru menjadi bagian dari gaya hidup. Padahal inti tujuan shalat
mengajarkan dan membentuk perilaku positif dalam setiap aktivitasnya.

Dalam hadist shahih, Abu Hurairah berkata: seorang mengatakan kepada Rasulullah, wahai
Rasulullah, sesungguhnya seorang perempuan disebutkan banyak mengerjakan ibadah shalat,
puasa dan shadaqah, akan tetapi ia sering menyakiti tetangganya dengan perkataannya.
Rasulullah bersabda: “ia tempatnya di neraka”. Lalu orang tersebut melanjutkan, wahai
Rasulullah, sesungguhnya seorang perempuan disebutkan sedikit mengerjakan ibadah shalat,
puasa (mengerjakan yang wajib dan sedikit yang sunnah), dan bershadaqah hanya dengan
sesuatu yang sangat murah, hanya sepotong keju yang dikeringkan, tetapi ia tidak menyakiti

13
tetangganya dengan perkataannya. Rasulullah bersabda: “ia tempatnya di syurga”. (HR. Ahmad,
Hasan).

Bila seorang muslim mengerjakan Shalat, lalu dia juga melakukan keji dan mungkar, maka dia
telah mencampurkan amal shalih dengan keburukan, jika dosanya lebih banyak daripada
pahalanya, maka dia akan mendapatkan penyesalan pada hari kiamat, apabila dia tidak
mendapatkan rahmat dan ampunan Allah.

Perlu digarisbawahi, bahwa maksiat yang dilakukan oleh seseorang tidak boleh dijadikan
sebagai alasan untuk meninggalkan shalat 5 waktu, apapun maksiat yang dilakukan.Dia harus
tetap shalat dan tidak boleh meninggalkannya hanya karena dia melakukan maksiat, semoga
shalatnya mencegahnya dari melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Al Baidhawi
berkata: “Shalatnya akan menjadi sebab untuk menghentikan maksiat-maksiat, ketika dia sibuk
dengan shalatnya atau sibuk dengan selainnya dari amalan yang mengingatkan kepada Allah
dan mewariskan kepada dirinya perasaan takut kepada-Nya. (Tafsir Al Baidhawi: 4/196).

Keberhasilan muslim melakukan shalat yang mencegah perbuatan keji dan mungkar serta
membentuk karakter positif erat kaitannya dengan nilai ketaqwaan dan terorbitnya muslim
yang melaksanakan agama secara kaffah, firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah:
208).

14
PENUTUP

KESIMPULAN

Evaluasi dalam pendidikan karakter adalah penilaian untuk mengetahui proses pendidikan dan
komponen-komponennya dengan instrumen yang terukur dan berlandaskan ketercapaian
karakter yang diinginkan.Tujuan evaluasi pendidikan adalah mengetahui kadar pemahaman
anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan. Program evaluasi bertujuan mengetahui siapa
di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat.
Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh
mana pendidik bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam evaluasi pendidikan
Islam, yaitu: prinsip kontinuitas, prinsip menyeluruh, prinsip obyektivitas, dan prinsip mengacu
pada tujuan. Dalam implementasi evaluasi dalam pendidikan karakter memang tidak semudah
membalik tangan, namun itu semua adalah tantangan bagi dunia pendidikan sekarang dan
masa mendatang. Jika dalam pembelajaran guru belum mampu mengevaluasi siswa dalam
evaluasi pendidikan karakter maka harus ada korelasi positif dengan lingkungan sekitar misal
keluarga dan masyarakat.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/

https://muslim.or.id/2067-kaffah-dalam-beragama.html

https://baiturrahmanonline.com/khutbah-jumat/shalat-membentuk-karakter-positi/

16

Anda mungkin juga menyukai