Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)


ISSBN : 978-602-71928-1-2

IDENTIFIKASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN RTH SERTA PENGARUHNYA


TERHADAP LAND SURFACE TEMPERATURE KOTA KENDARI
Santi, Siti Belinda Amri, Aspin, Syafrianto Amsyar
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo
E_mail: santi_ft@uho.ac.id, linda.amri@gmail.com, amsyar.sa@gmail.com

ABSTRAKS
Salah satu masalah perkotaan adalah gejala UHI atau pulau panas perkotaan. Kondisi ini ditandai dengan
meningkatnya suhu udara perkotaan dibandingkan daerah pinggiran sekitarnya. Hal ini dipicu oleh perubahan
fungsi lahan dari area hijau menjadi area terbangun. Fungsi lahan sebagai area hijau di Kota Kendari tercatat
seluas 8.732,1 Ha, atau 32,54% dari luas wilayah Kota Kendari. Luas area hijau yang tergolong RTH (Ruang
Terbuka Hijau) publik non permukiman mencapai 4.863,65 Ha atau 18,13% dari luas wilayah Kota Kendari.
Berdasarkan analisis LST (Land Surface Temperature) citra Landsat 8 tahun 2014, temperatur rata-rata Kota
Kendari mencapai 30,81oC, dengan suhu tertinggi berada pada wilayah Kecamatan Kadia, yakni suhu rata-rata
34,05 oC; minimum 28,65 oC; dan maksimum 39,94 oC. Salah satu penyebab tingginya suhu udara di kecamatan
tersebut karena minimnya daerah yang bervegetasi. Berdasarkan analisa kondisi aktual RTH, kebutuhan RTH baik
berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen, Kecamatan Kadia memiliki luas RTH paling
sedikit dibandingkan kecamatan lainnya di Kota Kendari, luasannya jauh dibawah kebutuhan RTH yang
seharusnya.

Kata Kunci: vegetasi, ruang terbuka hijau, land surface temperature, kebutuhan RTH

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai ibukota provinsi, kota Kendari mengalami peningkatan yang cukup pesat dibandingkan kota dan
kabupaten lainnya di Sulawesi Tenggara. Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara (2017)
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun 2016 yakni 359.371 jiwa atau 14% dari total
penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah ini bertambah dua kali lipat dari jumlah penduduk Kota Kendari
tahun 1999 yakni 173.040 jiwa. Kota Kendari hadir sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi yakni
1.215 jiwa/km2. Selain itu terjadi perubahan fungsi lahan yang pesat dari lahan hijau menjadi lahan terbangun.
Lahan terbangun tersebut dapat berupa bangunan dan jalan raya. Luas lahan dengan fungsi permukiman,
perkantoran dan jalan di Kota Kendari pada tahun 2016 mencapai 13.969 Ha (BPS Kendari, 2017).
Perubahan area hijau menjadi area terbangun memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu
dampak tersebut adalah meningkatnya suhu perkotaan. Fenomena ini kerap terjadi pada kota-kota besar. Fenomena
ini dinamakan fenomena Urban Heat Island (UHI), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan fenomena pulau panas
perkotaan atau pulau bahang kota.
Temperatur permukaan tanah atau Land Surface Temperature (LST) merupakan keadaan yang dikendalikan oleh
keseimbangan energi permukaan, atmosfer, sifat termal dari permukaan dan media bawah permukaan tanah.
Temperatur permukaan suatu wilayah dapat diidentifikasi dari citra satelit Landsat yang diekstrak dari band thermal.
Dalam penginderaan jauh, temperatur permukaan tanah dapat didefinisikan sebagai suatu permukaan rata-rata dari
suatu permukaan, yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan yang berbeda
(USGS, 2015 dalam Delarizka, 2016).

1.2 Tinjauan Pustaka


Menurut Sailor (1995) dalam Michelle (2015), warna permukaan mempengaruhi permukaan suhu dan albedo
material. Permukaan yang lebih gelap akan menyerap lebih banyak radiasi matahari dan memiliki albedo yang
rendah, sedangkan permukaan yang ringan memantulkan lebih banyak cahaya dan memiliki albedo tinggi.
Umumnya, aspal hitam menyerap beban panas yang tinggi. Semua material menyerap radiasi matahari pada siang
hari, selanjutnya material-material tersebut melepaskan kembali panas yang disimpan pada malam hari dan
menghangatkan suhu udara ambient (Svensson & Eliasson, 2002). Suhu permukaan yang demikian sebagian besar
dipengaruhi jenis bahan yang digunakan di permukaan urban.

SNT2BKL-ST-4 26
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Tekstur permukaan mempengaruhi penyerapan langsung radiasi matahari. Permukaan yang lebih halus memiliki
suhu yang lebih, sedangkan permukaan kasar cenderung lebih hangat karena memiliki luas permukaan yang lebih
banyak terkena sinar matahari langsung selama satu hari (Doulos et al., 2004). Berdasarkan penelitian Guan (2011),
dijelaskan bagaimana menentukan perbedaan suhu permukaan beberapa material perkerasan dan pengaruh suhu
permukaan terhadap suhu ambient. Elemen permukaan yang berbeda juga akan memiliki suhu permukaan yang
berbeda pula. (Michelle,2015)

1.3 Metode Penelitian


a. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data biofisik berupa luas wilayah, data jumlah penduduk,
jumlah kendaraan, dan jumlah ternak di Kota Kendari yang diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) Kota Kendari
tahun terakhir, yakni 2016. Sementara itu, data luasan area hijau dan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Kendari
diperoleh dari dokumen RTRW Kota Kendari 2010-2030. Pada analisis LST (land surface temperature), data yang
digunakan adalah peta administrasi Kota Kendari dan citra Landsat 8 Kota Kendari tahun 2014.

b. Teknik Analisis Data


Berdasarkan rumusan masalah, terdapat tiga hal yang akan dianalisa lebih lanjut, yakni kondisi aktual RTH, LST
(Land Surface Temperature), dan kebutuhan RTH Kota Kendari.
1) Analisa Kondisi RTH
Kondisi aktual RTH Kota Kendari diperoleh melalui analisis dokumen RTRW yang memuat data jumlah area
hijau dan RTH pada kawasan non permukiman.
2) Analisa Suhu Permukaan
Suhu permukaan atau lebih dikenal dengan Land Surface Temperature (LST) dianalisa menggunakan software
SAGA GIS, yaitu opensource software untuk mengolah data spasial. Untuk memulai analisis LST diperlukan
citra Landsat band 10 dan band 11 serta NDVI. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan
salah satu perhitungan kerapatan vegetasi yang umum dipakai dan efektif untuk mengidentifikasi aspek
kerapatan dan kondisi kehijauan vegetasi di suatu wilayah. Setelah nilai NDVI diperoleh, tahapan selanjutnya
yakni:
a) Konversi Digital Number (DN) ke Top of Atmospheric Radiance
b) Konversi Band Radiance ke Satellite Brightness Temperature
c) Penentuan Land Surface Emissivity (LSE)
d) Penentuan Land Surface Temperature (LST)
Penentuan LST menggunakan persamaan:
LST= (BT / 1 + w (BT/p) x ln (e)) (1)
Dimana:
BT : Satellite Temperature (Calculated Brightness Temperature)
w : Wavelength of emmited radiance (11.5 µm)
p : h * c / s (1.438 * 10^-2 m K) ------->>> p = 14380
h = Planck’s constant (6.626 * 10^-34 Js)
s = Boltzmann constant (1.38 * 10^-23 J/K)
c = velocity of light (2.998 * 10^8 m/s)
ln (e) : Land Surface Emissivity

3) Analisa Kebutuhan RTH


Analisa kebutuhan RTH (Ruang Terbuka Hijau) perkotaan mengacu pada Peraturan Pemerintah yakni Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008. Terdapat beberapa ketetapan untuk menentukan luasan RTH di
kawasan perkotaan, diantaranya:
a) Kebutuhan luas RTH berdasarkan luas wilayah
Luas RTH yang harus dipenuhi oleh sebuah kota berkaitan dengan tata ruang wilayah, UU No 26 tahun 2007
tentang penataan ruang minimal, adalah 30% dari luas wilayah kota. Hal ini berarti minimal sepertiga luas
wilayah kota harus diperuntukan penggunaannya sebagai RTH. Berdasarkan Permen PU No.

SNT2BKL-ST-4 27
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

05/PRT/M/2008, jenis RTH dapat dibedakan atas RTH publik dan RTH privat, dengan proporsi 20% untuk
RTH publik dan 10% untuk RTH privat.
b) Kebutuhan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk
Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk diperoleh dengan mengalikan jumlah penduduk dengan
standar yang berlaku. Berdasarkan Permen PU No; 05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan
pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan diaktakan bahwa agar dapat melakukan aktifitas dengan nyaman,
setiap penduduk membutuhkan RTH seluas 20 m2. Pada RTH skala kecamatan, yakni suatu lingkungan
dengan jumlah jiwa 120.000 jiwa, dianjurkan memiliki RTH dalam bentuk Taman Kecamatan dengan luas
minimal 24.000 m2 atau dengan luas 0,2 m2 per jiwa. Sedangkan pada tipe RTH yang lebih luas, yakni suatu
wilayah kota dengan jumlah penduduk minimum 480.000 dianjurkan memiliki RTH dengan luas minimal 4,0
m2 per penduduk dalam bentuk hutan kota dan 0,3 m2 per penduduk dalam bentuk Taman Kota.
c) Kebutuhan luas RTH berdasarkan konsumsi oksigen
Luas minimum RTH untuk memenuhi kebutuhan oksigen suatu wilayah kota dihitung dengan persamaan
Gerarkis (Fahutan IPB, 1987) yang dikembangkan oleh Wisesa (1988) di dalam Wijayanti (2003), Septriana
et al.( 2004), dan Lestari & Jaya (2005).

(2)
Dimana :
L : luas RTH kota pada tahun ke-t (m2)
P : jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t (gram)
K : jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke-t (gram).
T : jumlah kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke-t (gram)
54 : tetapan yang menunjukkan bahwa 1m luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per
hari
0,9375: tetapan yang menyatakan bahwa satu gram berat kering tanaman adalah setara produksi oksigen
0,9375.

Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut:


• Standar kebutuhan oksigen per orang adalah 600 liter per hari atau 0,840 kg/hari;
• Jumlah kendaraan yang beredar di wilayah Kendari setiap harinya sebanding dengan jumlah kepemilikan
kendaraan yang tercatat di BPS Kota Kendari.
• Kebutuhan oksigen untuk kendaran bermotor jenis sepeda motor, kendaraan penumpang, kendaraan
beban ringan, kendaraan beban berat, dan kendaraan bus, , serta waktu operasionalnya masing-masing
adalah: 0,58 kg/jam & 1 jam/hari; 11,63 kg/jam & 3 jam/hari; 22,88 kg/jam & 2 jam/hari; 91,52 kg/jam &
2 jam/hari; dan 44,32 kg/jam & 3 jam/hari.
• Jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di setiap kecamatan sulit ditentukan, maka diasumsikan
jumlah kendaraan yang beroperasi di setiap kecamatan adalah sama.
• Pasokan oksigen hanya disediakan oleh tumbuhan;
• Jumlah ternak yang dihitung adalah sapi potong, kerbau, kambing, dan babi,
• Pasokan oksigen dari wilayah sekitar Kota Kendari diabaikan.

Tabel 1 Kebutuhan O2/hari berdasarkan jenis konsumen


Kebutuhan oksigen
Konsumen Kategori
(kg/hari)
Manusia 0,864
Kendaraan bermotor Sepeda motor1 0,58
Kendaraan penumpang2 34,90
Kendaraan beban ringan3 45,76
Kendaraan beban berat4 183,04
Kendaraan bus5 132,96

SNT2BKL-ST-4 28
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Kebutuhan oksigen
Konsumen Kategori
(kg/hari)
Ternak Sapi & kerbau 1,702
Kambing 0,314
Babi 1,24
Keterangan:
1
Kendaraan sepeda motor adalah sepeda motor biasa dan sepeda motor automatic
2
Kendaraan penumpang terdiri dari mobil sedan, jeep, ambulan, minibus, dan sebagainya
3
Kendaraan beban ringan seperti pickup
4
Kendaraan beban berat terdiri dari truk dan mobil pemadam kebakaran
5
Kendaraan bus terdiri dari bus

2. PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Aktual RTH Kota Kendari
Data pola ruang non permukiman RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Kendari tahun 2010-2030,
menunjukkan bahwa luas untuk keseluruhan area hijau Kota Kendari yang terdiri atas RTH, lahan pertanian, dan
hutan lindung adalah 8732,1 Ha atau sekitar 32,54% dari luas wilayah Kota Kendari, sedangkan untuk fungsi khusus
RTH publik seluas 4863,65 Ha atau 18,13% yang tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan di Kota Kendari. Luasan RTH
ini terdiri atas hutan kota, kebun raya, dan taman. Jenis RTH publik yang mudah dan sering dimanfaatkan oleh
penduduk Kota Kendari adalah taman dan kebun raya. Kedua fungsi ini memiliki luas 429,09 Ha.

Tabel 2 Luas area hijau dan RTH non permukiman Kota Kendari
Luas Area hijau
Kecamatan Luas RTH (Ha)
(Ha)
Mandonga 961,17 204,41
Baruga 1093,87 898,7
Puuwatu 1085,32 309,4
Kadia 9,09 9,09
Wua-Wua 29,81 29,81
Poasia 1985,8 1985,8
Abeli 1238,94 1238,94
Kambu 96,33 96,33
Kendari 733,73 82,59
Kendari Barat 1498,04 8,58
Total (Ha) 8732,1 4863,65
Sumber: Analisa RTRW Kota Kendari 2010-2030

Berdasarkan Tabel 2, luas area hijau terbesar berada pada kecamatan Poasia, yakni 1.985,8 Ha, jumlah yang
sama dengan luas wilayah untuk fungsi RTH. Kecamatan Kendari Barat memiliki luas fungsi RTH yang paling
sedikit yakni, 8,58 Ha, akan tetapi pada kecamatan tersebut terdapat kawasan Hutan Lindung yakni Hutan Lindung
Tahura Murhum yang menjadikannya berada pada urutan kedua luas area hijau terbanyak setelah kecamatan Poasia
yakni 1.498,04 Ha. Sedangkan kecamatan Kadia merupakan kecamatan dengan luas area hijau dan RTH publik non
permukiman yang sama yakni 9,09 Ha atau hanya 1,27% dari luas kecamatan. Luasan ini menjadikannya sebagai
kecamatan dengan luas area hijau paling sedikit di Kota Kendari.

SNT2BKL-ST-4 29
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

2.2 Land Surface Temperature Kota Kendari

Gambar 1 Peta LST (land surface temperature) Kota Kendari tahun 2014

Gambar 1 merupakan gambaran sebaran suhu udara di Kota Kendari pada tahun 2014. Pemilihan citra tahun
2014 karena minimnya citra satelit Kota Kendari dengan tingkat kecerahan citra yang memadai untuk dilakukan
analisa LST. Beberapa citra tahun terakhir memiliki area yang tertutup awan sehingga tidak memungkinkan analisa
LST menggunakan citra terbaru. Suhu permukaan dibagi berdasarkan 5 tingkatan warna. Area yang berwarna hitam
menujukkan suhu yang rendah, berkisar antara 26oC, sedangkan area yang berwarna kuning muda menunjukkan
suhu 36oC.
Tabel 3 LST Per kecamatan di Kota Kendari tahun 2014
Rata-rata
Kecamatan Minimum (C) Maksimum (C)
(C)
Mandonga 30,86 26,98 38,95
Baruga 30,96 27,08 49,36
Puuwatu 30,55 27,37 39,94
Kadia 34,05 28,65 39,21
Wua-Wua 32,43 27,81 37,46
Poasia 29,39 25,92 37,1
Abeli 28,71 25,9 36,64
Kambu 31,2 27,28 37,8
Kendari 29,91 26,51 37,17
Kendari Barat 30,04 26,09 38,64

SNT2BKL-ST-4 30
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Gambar 2 Keterkaitan LST, luas wilayah, luas area hijau dan RTH per kecamatan

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa rata-rata temperatur tertinggi berada pada Kecamatan Kadia dengan
hasil dari analisa LST menunjukkan suhu 34,05oC, hal ini diakibatkan karena luasan wilayah dan luasan RTH pada
kecamatan tersebut terendah diantara kecamatan lainnya di Kota Kendari. Rata-rata LST terendah tercatat pada
Kecamatan Abeli, yakni 28,71 oC. Rendahnya suhu permukaan pada kecamatan ini karena luasan wilayah
kecamatan dan RTH pada kecamatan Abeli cukup luas.

2.3 Kebutuhan RTH Kota Kendari


a. Berdasarkan luas wilayah
Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi ketersediaan RTH pada wilayah perkotaan
sekurang-kurangnya 30 % dari luas wilayah kota, luasan ini terdiri dari 20 % ruang terbuka hijau publik dan 10 %
ruang terbuka hijau privat. Oleh karena itu pemerintah kota berkewajiban untuk menyediakan RTH publik sebesar
20 % dari luas wilayah kota dan menjamin ketersediaan 10 % ruang terbuka hijau privat. Jika hasil perhitungan
dengan menggunakan metode sesuai dengan karakteristik kota menyatakan lebih kecil dari 30 %, maka kebutuhan
RTH yang digunakan tetap mengacu pada nilai 30 %, sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari 30 % maka
angka tersebut yang digunakan sebagai target pemenuhan luas RTH perkotaan.
Target luas RTH publik kota Kendari sebesar 20% dari luas kota yakni seharusnya mencapai 5.366,30 Ha. Akan
tetapi berdasarkan data RTRW Kota Kendari 2010-2030, jumlah RTH di lapangan masih belum mencukupi, yakni
masih terdapat selisih 502,65 Ha. Luas tersebut adalah yang harus diupayakan penyediaannya oleh pemerintah Kota
Kendari.
Pada dasarnya, daerah yang membutuhkan RTH publik terbesar adalah Kecamatan Baruga, disusul Kecamatan
Kendari Barat. Akan tetapi pada kedua kecamatan tersebut telah memiliki fungsi area hijau dari hutan lindung,
pertanian, dan perkebunan yang tidak tegolong ke dalam kategori RTH berdasarkan Permen PU No.
05/PRT/M/2008, sehingga kebutuhan akan RTH masih tidak terlalu mendesak jika dibandingkan kecamatan lainnya.
Adapun kecamatan yang membutuhkan penambahan RTH terbesar, khususnya RTH publik adalah Kecamatan
Kambu, dengan luas wilayah 2.154,94 Ha memiliki luas RTH publik (non permukiman) aktual seluas 96,33 Ha
(4,47% dari luas wilayah kecamatan) atau kekurangan luasan RTH publik sebesar 334,26 Ha dari luas total 20%
yang dipersyaratkan yakni 430,59 Ha.
Terdapat dua kecamatan yang berdasarkan perbandingan luas wilayah membutuhkan persentase luas RTH publik
yang cukup besar dari kondisi RTH aktual, yakni diatas 17% dari luas wilayah. Kedua kecamatan ini yakni
Kecamatan Kadia sebesar 134,01 Ha (18,73%) dan Kecamatan Wua-wua sebesar 196,03 Ha (17,36%).

Tabel 4 Kebutuhan RTH Kota Kendari


Luas Jumlah Kebutuhan RTH Berdasarkan:
Kecamatan Kecamatan penduduk Luas Wilayah Jumlah penduduk Kebutuhan
(Ha) (jiwa) (Ha) (Ha) oksigen (Ha)
Mandonga 2.021,89 44.819 404,38 89,638 98,95
Baruga 4.727,33 24.004 945,47 48,008 69,26

SNT2BKL-ST-4 31
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Luas Jumlah Kebutuhan RTH Berdasarkan:


Kecamatan Kecamatan penduduk Luas Wilayah Jumlah penduduk Kebutuhan
(Ha) (jiwa) (Ha) (Ha) oksigen (Ha)
Puuwatu 4.280,73 34.390 856,15 68,78 84,99
Kadia 715,5 48.638 143,10 97,276 104,27
Wua-Wua 1.129,19 30.249 225,84 60,498 77,29
Poasia 4.119,98 30.955 824,00 61,91 80,38
Abeli 4.105,79 16.988 821,16 33,976 60,29
Kambu 2.152,94 33.630 430,59 67,26 82,96
Kendari 1.595,18 31.674 319,04 63,348 79,20
Kendari Barat 1.982,98 53.203 396,60 106,406 110,36
Jumlah 26.831,51 348.550 5.366,30 697,1 847,95

b. Berdasarkan jumlah penduduk


Menurut Permen PU No. 5 tahun 2008, agar dapat melakukan aktifitas dengan nyaman setiap penduduk
membutuhkan RTH seluas 20 m2. Berdasarkan data BPS Kota Kendari, jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun
2016 mencapai 348.550 jiwa. Jika perhitungan luas RTH menggunakan jumlah penduduk sebagai dasar penentuan,
maka kebutuhan RTH Kota Kendari pada tahun 2016 sebaiknya seluas 697,1 Ha. Luas ini telah dipenuhi oleh luas
kondisi aktual RTH publik di Kota Kendari, yakni 4863,65 Ha, masih terdapat selisih 4.166,55 Ha dari luas RTH
yang ideal berdasarkan jumlah penduduk. Dengan jumlah ini, kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk masih
akan berlebih hingga beberapa tahun ke depan.
Meskipun secara dalam perhitungan luas kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk mengalami surplus.
Akan tetapi karena tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata, maka beberapa kecamatan memiliki selisih nilai
dibawah kondisi aktual dan ideal. Kecamatan tersebut yakni Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua-wua dan
Kecamatan Kendari Barat. Ketiga kecamatan tersebut adalah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi.
Kecamatan Kadia dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kota Kendari yakni 6.391 jiwa/km2 selayaknya
memiliki RTH seluas 97,276 Ha, hal ini berarti Kecamatan Kadia masih membutuhkan RTH seluas 88,168 Ha atau
seluas 12,33% dari luas wilayahnya.

c. Berdasarkan kebutuhan oksigen


Terdapat tiga faktor pengguna oksigen yang diperhitungkan dalam model perhitungan kebutuhan RTH ini, yakni
jumlah penduduk, jumlah kendaraan, dan jumlah ternak. Jumlah industri dapat dimasukkan ke dalam pengguna
oksigen dalam suatu kota. Akan tetapi di Kota Kendari tidak terdapat industri dalam skala besar, sehingga kelompok
industri tidak dimasukkan ke dalam komponen persamaan. Secara umum luasan RTH yang dibutuhkan berdasarkan
kebutuhan oksigen di Kota Kendari sebesar 847,95 Ha. Luas ini masih tercukupi dengan luasan RTH yang ada saat
ini.
Berdasarkan hasil analisa kebutuhan oksigen per kecamatan, Kecamatan Kendari Barat merupakan kecamatan
yang membutuhkan RTH terbesar, yakni 110,36 Ha. Disusul Kecamatan Kadia yakni sebesar 104,72 Ha. Pada
Kecamatan Kendari Barat, kondisi RTH yang ada cukup sedikit sehingga membutuhkan penambahan, akan tetapi
jika didasari oleh luasan area hijau, maka kebutuhan RTH daerah ini tidak begitu penting jika dibandingkan dengan
Kecamatan Kadia. Kecamatan Kadia membutuhkan setidaknya 95,18 Ha RTH atau area hijau untuk menjamin
ketersediaan oksigen di kecamatan tersebut. Kecamatan yang juga membutuhkan penambahan RTH atau area hijau
berdasarkan kebutuhan oksigen adalah Kecamatan Wua-Wua yakni RTH/area hijau seluas 47,48 Ha. Kondisi kedua
kecamatan ini, Kadia dan Wua-Wua memiliki kemiripan, yakni luas RTH eksisting sangat kurang, tidak ada fungsi
area hijau lainnya pada kedua kecamatan tersebut. Kecamatan dengan pemenuhan oksigen terbaik dari luas RTH
adalah kecamatan Poasia dan Kecamatan Abeli.

Tabel 5 Selisih kebutuhan RTH


berdasarkan
fungsi RTH berdasarkan luas berdasarkan jumlah
Kecamatan kebutuhan oksigen
(Ha) wilayah (Ha) penduduk (Ha)
(Ha)
Mandonga 204,41 -199,97 114,772 105,46
Baruga 898,7 -46,77 850,692 829,44
Puuwatu 309,4 -546,75 240,62 224,41

SNT2BKL-ST-4 32
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Kadia 9,09 -134,01 -88,186 -95,18


Wua-Wua 29,81 -196,03 -30,688 -47,48
Poasia 1985,8 1161,80 1923,89 1905,42
Abeli 1238,94 417,78 1204,964 1178,65
Kambu 96,33 -334,26 29,07 13,37
Kendari 82,59 -236,45 19,242 3,39
Kendari Barat 8,58 -388,02 -97,826 -101,78
Jumlah 4863,65 -502,65 4166,55 4015,70
Keterangan: tanda minus (-) menunjukkan nilai kurang dari kondisi aktual;
tanpa tanda menujukkan nilai lebih dari kondisi aktual

3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi RTH aktual dapat disimpulkan bahwa secara umum, jumlah RTH
kota Kendari masih belum memenuhi standar 30% dari luas wilayah karena jumlah RTH publik baru mencapai
18,13% dari 20% yang dipersyaratkan. Akan tetapi fungsi ketersediaan vegetasi telah diakomodir oleh luas area
hijau Kota Kendari yang mencapai 32,54%. Area hijau tersebut salah satunya berupa hutan lindung yang sangat luas
ditemukan pada Kecamatan Kendari Barat. Selanjutnya, hasil analisa kebutuhan RTH Kota Kendari berdasarkan
jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen secara umum telah memenuhi jumlah luasan yang dipersyaratkan yakni
sebesar 697,1 Ha dan 847,95 Ha. Kecamatan yang masih memungkinkan untuk pengembangan kedepannya adalah
kecamatan Poasia, karena ketersediaan luasan RTH pada kecamatan tersebut sangatlah banyak. Hasil tersebut
bertolak belakang dengan kondisi pada Kecamatan Kadia, yakni kecamatan dengan luasan RTH paling minim yakni
hanya sekitar 1,13% dari luas kecamatan. Kurangnya RTH pada kecamatan Kadia sejalan dengan temuan pada
analisa Land Surface Temperature (LST) yang menunjukkan rata-rata suhu tertinggi terjadi kecamatan tersebut
yakni sebesar 34,05oC.

Rekomendasi
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil analisa LST dan kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kebutuhan oksigen terdapat dua kecamatan yang membutuhkan penambahan RTH secara signifikan
yakni Kecamatan Kadia dan Kecamatan Wua-Wua. Pada dasarnya akan sulit bagi pemerintah Kota Kendari untuk
menciptakan RTH dengan metode pembebasan lahan pada kedua kecamatan ini, karena pada keduanya terdapat
banyak pusat-pusat kegiatan perdagangan dan jasa, selain itu merupakan daerah dengan kepadatan penduduk
tertinggi sehingga harga lahan pun pasti akan sangat tinggi. Salah satu metode untuk menyeimbangkan luasan RTH
pada kedua kecamatan ini yakni dengan menerapkan metode green roof atau green fasad pada bangunan-bangunan,
khususnya pada bangunan komersil dan bangunan milik pemerintah. Dengan metode ini diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan fungsi vegetasi yakni menurunkan suhu udara dan memenuhi kebutuhan oksigen pada kedua
kecamatan tersebut.

PUSTAKA

Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California:
Sage Publications, Inc.
Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc.
Ilmiah, T (2007). Ideologi dalam Pengembangan Pengetahuan. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1, 01-12.
Michelle, Winnie. 2015. Thermal Mapping Pada Permukaan Koridor Jalan Bussiness District yang Memancang
Utara Selatan di Kota Yogyakarta. e-journal.uajy.ac.id/8888/. on-line diakses tanggal 15 November 2018.

SNT2BKL-ST-4 33

Anda mungkin juga menyukai