ABSTRAKS
Salah satu masalah perkotaan adalah gejala UHI atau pulau panas perkotaan. Kondisi ini ditandai dengan
meningkatnya suhu udara perkotaan dibandingkan daerah pinggiran sekitarnya. Hal ini dipicu oleh perubahan
fungsi lahan dari area hijau menjadi area terbangun. Fungsi lahan sebagai area hijau di Kota Kendari tercatat
seluas 8.732,1 Ha, atau 32,54% dari luas wilayah Kota Kendari. Luas area hijau yang tergolong RTH (Ruang
Terbuka Hijau) publik non permukiman mencapai 4.863,65 Ha atau 18,13% dari luas wilayah Kota Kendari.
Berdasarkan analisis LST (Land Surface Temperature) citra Landsat 8 tahun 2014, temperatur rata-rata Kota
Kendari mencapai 30,81oC, dengan suhu tertinggi berada pada wilayah Kecamatan Kadia, yakni suhu rata-rata
34,05 oC; minimum 28,65 oC; dan maksimum 39,94 oC. Salah satu penyebab tingginya suhu udara di kecamatan
tersebut karena minimnya daerah yang bervegetasi. Berdasarkan analisa kondisi aktual RTH, kebutuhan RTH baik
berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen, Kecamatan Kadia memiliki luas RTH paling
sedikit dibandingkan kecamatan lainnya di Kota Kendari, luasannya jauh dibawah kebutuhan RTH yang
seharusnya.
Kata Kunci: vegetasi, ruang terbuka hijau, land surface temperature, kebutuhan RTH
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai ibukota provinsi, kota Kendari mengalami peningkatan yang cukup pesat dibandingkan kota dan
kabupaten lainnya di Sulawesi Tenggara. Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara (2017)
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun 2016 yakni 359.371 jiwa atau 14% dari total
penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah ini bertambah dua kali lipat dari jumlah penduduk Kota Kendari
tahun 1999 yakni 173.040 jiwa. Kota Kendari hadir sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi yakni
1.215 jiwa/km2. Selain itu terjadi perubahan fungsi lahan yang pesat dari lahan hijau menjadi lahan terbangun.
Lahan terbangun tersebut dapat berupa bangunan dan jalan raya. Luas lahan dengan fungsi permukiman,
perkantoran dan jalan di Kota Kendari pada tahun 2016 mencapai 13.969 Ha (BPS Kendari, 2017).
Perubahan area hijau menjadi area terbangun memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu
dampak tersebut adalah meningkatnya suhu perkotaan. Fenomena ini kerap terjadi pada kota-kota besar. Fenomena
ini dinamakan fenomena Urban Heat Island (UHI), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan fenomena pulau panas
perkotaan atau pulau bahang kota.
Temperatur permukaan tanah atau Land Surface Temperature (LST) merupakan keadaan yang dikendalikan oleh
keseimbangan energi permukaan, atmosfer, sifat termal dari permukaan dan media bawah permukaan tanah.
Temperatur permukaan suatu wilayah dapat diidentifikasi dari citra satelit Landsat yang diekstrak dari band thermal.
Dalam penginderaan jauh, temperatur permukaan tanah dapat didefinisikan sebagai suatu permukaan rata-rata dari
suatu permukaan, yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan yang berbeda
(USGS, 2015 dalam Delarizka, 2016).
SNT2BKL-ST-4 26
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Tekstur permukaan mempengaruhi penyerapan langsung radiasi matahari. Permukaan yang lebih halus memiliki
suhu yang lebih, sedangkan permukaan kasar cenderung lebih hangat karena memiliki luas permukaan yang lebih
banyak terkena sinar matahari langsung selama satu hari (Doulos et al., 2004). Berdasarkan penelitian Guan (2011),
dijelaskan bagaimana menentukan perbedaan suhu permukaan beberapa material perkerasan dan pengaruh suhu
permukaan terhadap suhu ambient. Elemen permukaan yang berbeda juga akan memiliki suhu permukaan yang
berbeda pula. (Michelle,2015)
SNT2BKL-ST-4 27
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
05/PRT/M/2008, jenis RTH dapat dibedakan atas RTH publik dan RTH privat, dengan proporsi 20% untuk
RTH publik dan 10% untuk RTH privat.
b) Kebutuhan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk
Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk diperoleh dengan mengalikan jumlah penduduk dengan
standar yang berlaku. Berdasarkan Permen PU No; 05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan
pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan diaktakan bahwa agar dapat melakukan aktifitas dengan nyaman,
setiap penduduk membutuhkan RTH seluas 20 m2. Pada RTH skala kecamatan, yakni suatu lingkungan
dengan jumlah jiwa 120.000 jiwa, dianjurkan memiliki RTH dalam bentuk Taman Kecamatan dengan luas
minimal 24.000 m2 atau dengan luas 0,2 m2 per jiwa. Sedangkan pada tipe RTH yang lebih luas, yakni suatu
wilayah kota dengan jumlah penduduk minimum 480.000 dianjurkan memiliki RTH dengan luas minimal 4,0
m2 per penduduk dalam bentuk hutan kota dan 0,3 m2 per penduduk dalam bentuk Taman Kota.
c) Kebutuhan luas RTH berdasarkan konsumsi oksigen
Luas minimum RTH untuk memenuhi kebutuhan oksigen suatu wilayah kota dihitung dengan persamaan
Gerarkis (Fahutan IPB, 1987) yang dikembangkan oleh Wisesa (1988) di dalam Wijayanti (2003), Septriana
et al.( 2004), dan Lestari & Jaya (2005).
(2)
Dimana :
L : luas RTH kota pada tahun ke-t (m2)
P : jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t (gram)
K : jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke-t (gram).
T : jumlah kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke-t (gram)
54 : tetapan yang menunjukkan bahwa 1m luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per
hari
0,9375: tetapan yang menyatakan bahwa satu gram berat kering tanaman adalah setara produksi oksigen
0,9375.
SNT2BKL-ST-4 28
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Kebutuhan oksigen
Konsumen Kategori
(kg/hari)
Ternak Sapi & kerbau 1,702
Kambing 0,314
Babi 1,24
Keterangan:
1
Kendaraan sepeda motor adalah sepeda motor biasa dan sepeda motor automatic
2
Kendaraan penumpang terdiri dari mobil sedan, jeep, ambulan, minibus, dan sebagainya
3
Kendaraan beban ringan seperti pickup
4
Kendaraan beban berat terdiri dari truk dan mobil pemadam kebakaran
5
Kendaraan bus terdiri dari bus
2. PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Aktual RTH Kota Kendari
Data pola ruang non permukiman RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Kendari tahun 2010-2030,
menunjukkan bahwa luas untuk keseluruhan area hijau Kota Kendari yang terdiri atas RTH, lahan pertanian, dan
hutan lindung adalah 8732,1 Ha atau sekitar 32,54% dari luas wilayah Kota Kendari, sedangkan untuk fungsi khusus
RTH publik seluas 4863,65 Ha atau 18,13% yang tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan di Kota Kendari. Luasan RTH
ini terdiri atas hutan kota, kebun raya, dan taman. Jenis RTH publik yang mudah dan sering dimanfaatkan oleh
penduduk Kota Kendari adalah taman dan kebun raya. Kedua fungsi ini memiliki luas 429,09 Ha.
Tabel 2 Luas area hijau dan RTH non permukiman Kota Kendari
Luas Area hijau
Kecamatan Luas RTH (Ha)
(Ha)
Mandonga 961,17 204,41
Baruga 1093,87 898,7
Puuwatu 1085,32 309,4
Kadia 9,09 9,09
Wua-Wua 29,81 29,81
Poasia 1985,8 1985,8
Abeli 1238,94 1238,94
Kambu 96,33 96,33
Kendari 733,73 82,59
Kendari Barat 1498,04 8,58
Total (Ha) 8732,1 4863,65
Sumber: Analisa RTRW Kota Kendari 2010-2030
Berdasarkan Tabel 2, luas area hijau terbesar berada pada kecamatan Poasia, yakni 1.985,8 Ha, jumlah yang
sama dengan luas wilayah untuk fungsi RTH. Kecamatan Kendari Barat memiliki luas fungsi RTH yang paling
sedikit yakni, 8,58 Ha, akan tetapi pada kecamatan tersebut terdapat kawasan Hutan Lindung yakni Hutan Lindung
Tahura Murhum yang menjadikannya berada pada urutan kedua luas area hijau terbanyak setelah kecamatan Poasia
yakni 1.498,04 Ha. Sedangkan kecamatan Kadia merupakan kecamatan dengan luas area hijau dan RTH publik non
permukiman yang sama yakni 9,09 Ha atau hanya 1,27% dari luas kecamatan. Luasan ini menjadikannya sebagai
kecamatan dengan luas area hijau paling sedikit di Kota Kendari.
SNT2BKL-ST-4 29
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Gambar 1 Peta LST (land surface temperature) Kota Kendari tahun 2014
Gambar 1 merupakan gambaran sebaran suhu udara di Kota Kendari pada tahun 2014. Pemilihan citra tahun
2014 karena minimnya citra satelit Kota Kendari dengan tingkat kecerahan citra yang memadai untuk dilakukan
analisa LST. Beberapa citra tahun terakhir memiliki area yang tertutup awan sehingga tidak memungkinkan analisa
LST menggunakan citra terbaru. Suhu permukaan dibagi berdasarkan 5 tingkatan warna. Area yang berwarna hitam
menujukkan suhu yang rendah, berkisar antara 26oC, sedangkan area yang berwarna kuning muda menunjukkan
suhu 36oC.
Tabel 3 LST Per kecamatan di Kota Kendari tahun 2014
Rata-rata
Kecamatan Minimum (C) Maksimum (C)
(C)
Mandonga 30,86 26,98 38,95
Baruga 30,96 27,08 49,36
Puuwatu 30,55 27,37 39,94
Kadia 34,05 28,65 39,21
Wua-Wua 32,43 27,81 37,46
Poasia 29,39 25,92 37,1
Abeli 28,71 25,9 36,64
Kambu 31,2 27,28 37,8
Kendari 29,91 26,51 37,17
Kendari Barat 30,04 26,09 38,64
SNT2BKL-ST-4 30
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Gambar 2 Keterkaitan LST, luas wilayah, luas area hijau dan RTH per kecamatan
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa rata-rata temperatur tertinggi berada pada Kecamatan Kadia dengan
hasil dari analisa LST menunjukkan suhu 34,05oC, hal ini diakibatkan karena luasan wilayah dan luasan RTH pada
kecamatan tersebut terendah diantara kecamatan lainnya di Kota Kendari. Rata-rata LST terendah tercatat pada
Kecamatan Abeli, yakni 28,71 oC. Rendahnya suhu permukaan pada kecamatan ini karena luasan wilayah
kecamatan dan RTH pada kecamatan Abeli cukup luas.
SNT2BKL-ST-4 31
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
SNT2BKL-ST-4 32
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi RTH aktual dapat disimpulkan bahwa secara umum, jumlah RTH
kota Kendari masih belum memenuhi standar 30% dari luas wilayah karena jumlah RTH publik baru mencapai
18,13% dari 20% yang dipersyaratkan. Akan tetapi fungsi ketersediaan vegetasi telah diakomodir oleh luas area
hijau Kota Kendari yang mencapai 32,54%. Area hijau tersebut salah satunya berupa hutan lindung yang sangat luas
ditemukan pada Kecamatan Kendari Barat. Selanjutnya, hasil analisa kebutuhan RTH Kota Kendari berdasarkan
jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen secara umum telah memenuhi jumlah luasan yang dipersyaratkan yakni
sebesar 697,1 Ha dan 847,95 Ha. Kecamatan yang masih memungkinkan untuk pengembangan kedepannya adalah
kecamatan Poasia, karena ketersediaan luasan RTH pada kecamatan tersebut sangatlah banyak. Hasil tersebut
bertolak belakang dengan kondisi pada Kecamatan Kadia, yakni kecamatan dengan luasan RTH paling minim yakni
hanya sekitar 1,13% dari luas kecamatan. Kurangnya RTH pada kecamatan Kadia sejalan dengan temuan pada
analisa Land Surface Temperature (LST) yang menunjukkan rata-rata suhu tertinggi terjadi kecamatan tersebut
yakni sebesar 34,05oC.
Rekomendasi
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil analisa LST dan kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah
penduduk, dan kebutuhan oksigen terdapat dua kecamatan yang membutuhkan penambahan RTH secara signifikan
yakni Kecamatan Kadia dan Kecamatan Wua-Wua. Pada dasarnya akan sulit bagi pemerintah Kota Kendari untuk
menciptakan RTH dengan metode pembebasan lahan pada kedua kecamatan ini, karena pada keduanya terdapat
banyak pusat-pusat kegiatan perdagangan dan jasa, selain itu merupakan daerah dengan kepadatan penduduk
tertinggi sehingga harga lahan pun pasti akan sangat tinggi. Salah satu metode untuk menyeimbangkan luasan RTH
pada kedua kecamatan ini yakni dengan menerapkan metode green roof atau green fasad pada bangunan-bangunan,
khususnya pada bangunan komersil dan bangunan milik pemerintah. Dengan metode ini diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan fungsi vegetasi yakni menurunkan suhu udara dan memenuhi kebutuhan oksigen pada kedua
kecamatan tersebut.
PUSTAKA
Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California:
Sage Publications, Inc.
Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc.
Ilmiah, T (2007). Ideologi dalam Pengembangan Pengetahuan. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1, 01-12.
Michelle, Winnie. 2015. Thermal Mapping Pada Permukaan Koridor Jalan Bussiness District yang Memancang
Utara Selatan di Kota Yogyakarta. e-journal.uajy.ac.id/8888/. on-line diakses tanggal 15 November 2018.
SNT2BKL-ST-4 33