Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ternak unggas secara tradisional mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Di satu pihak ternak unggas memiliki arti sebagai sumber pendapatan dan di lain pihak
sebagai sumber bahan pangan bermutu tinggi untuk masyarakat. Sebagai sumber pendapatan, ternak
unggas dipelihara oleh hampir 21 juta rumah tangga Indonesia dan sebagai sumber protein hewani
kontribusi unggas untuk penyediaan daging nasional lebih dari 60%. Di masa mendatang ternak unggas
merupakan harapan untuk penyediaan daging dan telur yang relatif murah, cepat dihasilkan dan
terjangkau dibandingkan komoditas ternak lainnya (Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan,
2010).

. Salah satu ternak unggas yang banyak dikenali masyarakat adalah ayam, yang merupakan salah
satu sumber protein hewani yang sangat dinikmati oleh masyarakat. Beberapa jenis ayam yang dikenal
di Indonesia antara lain ayam kampung, ayam negeri, dan ayam broiler. Salah satu jenis ayam yang
banyak dibudidayakan adalah ayam negeri. Ayam negeri dipilih karena bibit mudah didapat, memiliki
daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai situasi lingkungan dan iklim yang ada, pemeliharaannya
sangat mudah serta dapat dipanen dalam waktu yang singkat. Pembudidayaan ayam negeri saat ini
sangat menguntungkan. Selain beberapa keunggulan yang telah disebutkan di atas, ayam negeri juga
memiliki keunggulan bereproduksi yang lebih tinggi dalam waktu yang relatif pendek. Selain itu,
pembudidayaan ayam negeri juga merupakan salah satu upaya penanganan untuk mengimbangi
kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam yang semakin meningkat akibat pertambahan penduduk
yang sangat pesat. Sehingga, pengembangan ayam negeri sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat tersebut (Cahyono, 2004).

Berdasarkan data statistik jumlah unggas di Kabupaten Sleman adalah ayam potong sebanyak
2.713.870 ekor, ayam kampung 122.312 ekor dan ayam petelur 1.668.820 ekor (Dody, 2012). Salah satu
desa di Kabupaten Sleman yang membudidayakan ayam negeri yaitu Desa Sardonoharjo yang terdiri dari
beberapa dusun yaitu Pencarsari, Prumpung, dan Plumbon. Perternakan ayam di daerah Sardonoharjo
dapat dikatakan berkembang dengan baik. Selama masa pemeliharaan, seluruh ayam dimasukkan ke
dalam kandang. Sejak anakan sampai dewasa ayam tidak dibebaskan berkeliaran di alam bebas, dan bila
dilihat dari kebersihannya kandang ayam lebih terawat. Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak
ayam di Desa Sardonoharjo, pada tahun 2010 diperoleh data bahwa rata-rata kematian ayam adalah
10% selama masa budidaya ayam . Namun pada tahun 2012 terjadi kematian mencapai 30,75% ayam
karena terinfeksi penyakit. Menurut Suratman (2009), sistem pemeliharaan ayam sekarang ini sudah
mengalami perkembangan yang lebih baik, namun kondisi lingkungan yang bersifat tropis sangat
menunjang perkembangan bibit penyakit. Oleh karena itu, masih dapat ditemukan infeksi oleh berbagai
jenis agen penyakit, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, maupun cacing.

Protozoa adalah organisme satu sel dengan bagian-bagian sel yang lengkap. Beberapa protozoa juga
dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan termasuk unggas. Sejumlah penyakit yang
ditemukan pada unggas antara lain disebabkan oleh protozoa parasitik (Charles, 2002). Kehadiran
protozoa dalam tubuh ayam merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan ayam dan
lebih lanjut dalam menentukan kelayakan ayam tersebut untuk dikonsumsi. Cara makan ayam yang
besifat omnivora menyebabkan ayam mempunyai parasit sangat banyak. Protozoa yang bersifat parasit
dapat menimbulkan penyakit pada ayam. Salah satu contoh protozoa parasit pada ayam adalah
Histomonas meleagridis dan beberapa spesies dari genus Eimeria seperti Eimeria tenella yang sangat
terkenal menyerang ayam. Penyakit pada ayam ada kalanya menyebar dan menular dengan sangat
cepat dengan tingkat kematian yang tinggi. Dampak penyakit yang ditimbulkan merupakan kendala
utama bagi para peternak ayam. Menurut Triakosos (2009), serangan parasit pada ayam merupakan
penyakit yang banyak menimbulkan kerugian terutama berpengaruh terhadap produktivitas dan berat
badan, mengakibatkan kelumpuhan serta gangguan fungsi organ lainnya, bahkan menyebabkan
kematian ayam.

Salah satu penyakit yang sering ditemukan pada ayam yang disebabkan oleh protozoa parasitik adalah
koksidiosis (berak darah). Koksidiosis merupakan penyakit berak darah yang disebabkan oleh protozoa
dan dapat merusak saluran pencernaan pada ayam, walaupun secara umum penyakit ini dapat diatasi,
namun berdasarkan Poultry Indonesia (2007), biaya yang dibutuhkan sangat mahal, bahkan dalam suatu
riset disebutkan mencapai US $ 300 juta pertahun. Menurut Gordon (1997), kematian ternak ayam pada
suatu peternakan akibat koksidiosis dapat mencapai 5-10% bahkan koksidiosis dapat menimbulkan
kematian sampai 100%, apabila terjadi infeksi berat yang ditandai dengan hilangnya darah yang cukup
banyak.

Ayam dewasa yang tidak memperlihatkan gejala klinis koksidiosis dapat berperan sebagai pembawa
koksidia pada ayam-ayam muda ( Noble dan Noble, 1989). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Salfina dkk (1997) terhadap hasil pemeriksaan 693 sampel tinja ayam buras selama tahun 1992-1993,
yang dikumpulkan dari Kabupaten-Kabupaten di
Kalimantan Selatan antara lain Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai tengah, Tapin dan Tanah Laut,
menunjukkan bahwa prevalensi rataan terinfeksi koksidia (Eimeria sp) pada ayam muda relat lebih tinggi
dibandingkan dengan ayam dewasa, sedangkan prevalensi koksidiosis oleh Eimeria

tenella pada ayam muda relatif lebih rendah dibandingkan dengan ayam dewasa. Sementara di sisi lain,
Levine (1995) dan Slauss (1993) memaparkan bahwa jenis ayam tertentu memiliki perbedaan sensitifitas
pada tingkat umur yang berbeda, contohnya ayam muda (ayam buras)

lebih peka terhadap E. tenella, sedangkan ayam dewasa lebih peka

terhadap E. necatrix.

Pengetahuan tentang identifikasi protozoa endoparasit pada ayam

negeri merupakan hal yang mendasar dan penting. Salfina dkk (1997)

melaporkan bahwa infeksi Eimeria tenella pada ayam pedaging umur 3

minggu telah menimbulkan kematian dengan kisaran antara 70-76%.

Berdasarkan paparan di atas tampak bahwa terdapat kaitan antara umur

ayam dengan respon terhadap infeksi protozoa, maka dari itu perlu

dilakukan penelitian protozoa parasit pada beberapa masa pertumbuhan

ayam, agar para peternak dapat mengetahui masa-masa ayam yang lebih
rentan terserang parasit serta pentingnnya prevalensi yang ditemukan

untuk mengetahui seberapa banyak ayam yang terinfeksi endoparasit

sehingga dapat dilakungan penanganan sedini mungkin dan untuk

mengetahui tingkat frekuensi kehadiran endoparasit yang menginfeksi

ayam pada beberapa masa pertumbuhan ayam.

B. Rumusan masalah

1. Protozoa endoparasit apa saja yang ada dalam feses ayam negeri pada

variasi fase pertumbuhan ayam di peternakan Desa Sardonoharjo,

Ngaglik, Sleman?

2. Bagaimana tingkat prevalensi ayam negeri di peternakan Desa

Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman yang terinfeksi protozoa parasit?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi protozoa endoparasit yang ada dalam feses ayam


negeri pada variasi fase pertumbuhan ayam di peternakan Desa

Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman

2. Mengetahui tingkat prevalensi ayam negeri di peternakan Desa

Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman yang terinfeksi protozoa parasit

3. Mengetahui frekuensi kehadiran protozoa endoparasit di peternakan

Desa Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan terdapat 4 jenis

endoparasit yang ditemukan pada feses ayam negeri umur 0-25 hari di

Desa Sardonoharjo yang tergolong dalam genus Eimeria, yaitu

Eimeria tenella, E. acervulina, E. praecox dan E. maxima.


2. Prevalensi ayam yang terinfeksi endoparasit tertinggi adalah ayam

negeri umur 20 hari yang ada di Desa Plumbon mencapai 16%

sedangkan tingkat prevalensi paling rendah (0%) adalah ayam negeri

umur 0 dan 5 hari dari ketiga dusun.

3. Frekuensi kehadiran endoparasit yang paling tinggi adalah Eimeria

tenella. Jenis ini ditemukan hampir di setiap peternakan ayam di Desa

Sardonoharjo. Frekuensi kehadiran E. tenella paling tinggi ditemukan

pada ayam umur 20 hari di dusun Plumbon yaitu sebesar 16%,

sedangkan frekuensi kehadiran paling rendah yaitu E. acervulina dan

E. maxima sebesar 4% dan hanya ditemukan di peternakan ayam

Dusun Plumbon.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penularan infeksi


endoparasit agar dapat dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin. Perlu

dilakukan upaya penanganan yang lebih baik untuk mengurangi infeksi

endoparasit pada ayam negeri di peternakan Desa Sardonoharjo dengan

cara membersihkan peralatan yang digunakan, penggunaan antiseptik ketika masuk kandang dan
membersihkan kandang secara rutin, disamping

pemberian vaksin yang telah dilakukan secara rutin.

Anda mungkin juga menyukai