Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beban gizi ganda adalah masalah gizi berupa berat badan kurang dan berat
badan lebih yang terjadi dalam satu populasi (World Bank, 2012). Beban gizi
ganda ini masih menjadi masalah gizi pada tingkat global maupun nasional salah
satunya yaitu Negara Indonesia. Sebagai salah satu negara berkembang, masalah
gizi merupakan masalah yang cukup krusial dan harus segera diselesaikan. Hasil
Riskesdas 2013 menyebutkan kondisi konsumsi makanan ibu hamil dan balita
tahun 2016-2017 menunjukkan di Indonesia 1 dari 5 ibu hamil kurang gizi, 7 dari
10 ibu hamil kurang kalori dan protein, 7 dari 10 balita kurang kalori, serta 5 dari
10 balita kurang protein. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurang persediaan pangan, kualitas lingkungan yang kurang baik
(sanitasi lingkungan yang tidak baik), pengetahuan masyarakat tentang gizi menu
seimbang dan kesehatan yang kurang dan adanya daerah yang kurang iodium.
Masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada masyarakat dan
kurangnya pengetahuan yang kurang tentang gizi, kesehatan dan menu seimbang
(Almatsier, 2004).
Berbagai masalah yang timbul karena beban gizi ganda tercermin dari
dampak dari berat badan kurang dan lebih pada balita. Berat badan kurang
menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, serta
meningkatkan angka kematian. Berat badan lebih menyebabkan peningkatan
risiko penyakit tidak menular, dan mengurangi kualitas hidup secara keseluruhan
(Kemenkes RI, 2010).
Prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan kurang)
pada tahun 2010 secara nasional adalah sebesar 17,9% diantaranya 4,9% yang
gizi buruk. Setiap kasus gizi buruk wajib mendapatkan perhatian khusus dari
pemerintah. Demikian juga halnya dengan kasus gizi buruk yang ada di Profil
Kesehatan Kota Malang Tahun 2014. Selama tahun 2014 kasus gizi buruk di Kota
Malang berjumlah 119 kasus menurun dari tahun 2013 yang berjumlah 125 kasus
dan seluruhnya telah mendapatkan perawatan. Berikut ini distribusi kasus gizi
buruk di Kota Malang berdasarkan puskesmas. (Depkes,2014)

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam makalah yang berjudul Prevalensi Beban Gizi


Ganda pada balita di Posyandu Seruni, Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing,
Kota Malang adalah
1. Berapa prevalensi balita gizi kurang di Kabupaten Malang?
2. Berapa prevalensi balita gizi lebih di Kabupaten Malang?
3. Bagaimana cara mengurangi beban gizi ganda di Kabupaten Malang?
2

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah yang berjudul Prevalensi Beban Gizi Ganda pada
balita di Posyandu Seruni, Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang
adalah
1. Mengetahui prevalensi balita gizi kurang di Kabupaten Malang.
2. Mengetahui prevalensi balita gizi lebih di Kabupaten Malang.
3. Mengetahui cara mengurangi beban gizi ganda di Kabupaten Malang.

1.4 Manfaat

Manfaat pembuatan makalah yang berjudul Prevalensi Beban Gizi Ganda


pada balita di Posyandu Seruni, Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota
Malang adalah
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui prevalensi balita yang menderita gizi kurang
maupun gizi berlebih sehingga bisa melakukan upaya preventif agar kekurangan
gizi tersebut tidak semakin parah dan menyebabkan penyakit.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui prevalensi balita yang menderita gizi kurang
maupun gizi berlebih sehingga bisa menyosialisasikan program yang dapat
mengurangi atau upaya-upaya preventif lainnya sebagai implementasi agent of
change.
3. Bagi Pemerintah
Pemerintah dapat mengetahui prevalensi balita yang menderita gizi kurang
maupun gizi berlebih sehingga bisa merencanakan program yang dapat menjadi
upaya preventif kepada masyarakat atau merealisasikan ide-ide yang dikemukakan
mahasiswa sebelumnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Beban Gizi Ganda

Beban Ganda Malnutrisi atau DBM (double burden of malnutrition) adalah


suatu konsep yang pertama kali disajikan sekitar satu dekade yang lalu yang
artinya ko-eksistensi kekurangan gizi dan kelebihan gizi makronutrien maupun
mikronutrien di sepanjang kehidupan pada populasi, masyarakat, keluarga dan
bahkan individu yang sama. Yang mengkhawatirkan adalah dimensi DBM di
sepanjang kehidupan, atau keterkaitan antara gizi buruk pada ibu hamil dan janin
dengan meningkatnya kerentanan terhadap kelebihan gizi dan pola makan yang
terkait penyakit tidak menular di kemudian hari. (World Bank, 2012)
Dampak DBM sangatlah serius dan manifestasinya dapat dilihat di sepanjang
kehidupan seseorang. Dengan pembangunan pada umumnya, ketersediaan air
bersih dan praktek sanitasi yang lebih baik, serta peningkatan cakupan imunisasi,
lebih banyak anak-anak yang menderita kekurangan gizi berpeluang untuk
3

bertahan hidup di dua tahun pertama kehidupannya. Namun, bagi mereka yang
bertahan hidup di periodekritis ini, kerusakan yang diakibatkan gizi buruk di fase
awal akan berdampak seumur hidup. Ketika hambatan pertumbuhan tinggi badan
di usia dini diikuti oleh pertumbuhan berat badan yang cepat, terjadilah
peningkatan risiko obesitas dan penyakit tidak menular (non communicable
diseases - NCD) yang terkait dengan pola makan, seperti diabetes tipe 2 dan
penyakit kardiovaskular di masa depan. Penyakit tidak menular merupakan
penyebab sebagian besar kematian di seluruh dunia, dan angkanya sangat tinggi di
negara berpenghasilan rendah hingga menengah, di mana hampir 80% dari semua
kematian akibat penyakit tidak menular ini terjadi. (World Bank, 2012)

2.2 Posyandu Seruni

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat


sekaligus memperoleh pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan antara
lain : gizi, imunisasi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan penanggulangan diare.
Definisi lain Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu dan Bayi.
Posyandu Seruni adalah salah satu posyandu yang terdapat di Kelurahan
Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kabupaten Malang. Selain Posyandu Seruni masih
ada beberapa posyandu lainnya seperti Posyandu Anggrek, Posyandu Matahari,
Posyandu Melati, Posyandu Mawar, Posyandu Nusa Indah, Posyandu Cempaka
7A dan Posyandu Cempaka 7B. Namun, dalam penulisan makalah ini penulis
hanya terfokus pada pengambilan data Posyandu Seruni.

2.3 Prevalensi Gizi Kurang di Posyandu Seruni

Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi
dalam waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013). Menurut Marimbi (2010) berbagai
faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi pada anak
balita antara lain sebagai berikut:
a. ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan;
b. prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu;
c. adanya kebiasan atau pantangan yang merugikan;
d. kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu;
e. jarak kelahiran yang terlalu rapat;
f. sosial ekonomi;
g. penyakit infeksi;
h. angka gizi yang tidak seimbang;
i. kekurangan energy protein dan kalori.
Menurut data yang penulis dapatkan, prevalensi balita mengalami gizi kurang
di Posyandu Seruni sebanyak 3 balita dari jumlah keseluruhan 140 balita atau jika
4

dipersenkan menjadi sekitar 0,02% saja. Tetapi hal ini jauh berbeda dengan
posyandu lain yang prevalensinya lebih banyak.

2.4 Prevalensi Gizi Lebih di Posyandu Seruni.

Gizi lebih (overweight) dalam istilah awam lebih dikenal sebagai kegemukan
merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan gizi yang berlebihan sehingga
menghasilkan ketidakseimbangan energi yang berada di tubuh, konsumsi
makanan dan pengeluaran energi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Overweight pada remaja perlu mendapatkan perhatian, dikarenakan overweight
yang terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia.
Overweight merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif, seperti
penyakit kardiovaskuler, diabetes militus, beberapa jenis kanker dan yang lainnya.
Salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan seseorang dewasa
obesitas atau tidak adalah dengan menggunakan ukuran IMT (indeks massa
tubuh). Departemen Kesehatan RI (2002) telah menetapkan nilai IMT > 25,0
dikategorikan kelebihan berat badan tingkat berat (obesitas) (Khomsan, 2003).
Prevalensi overweight atau obesitas di seluruh dunia mengalami peningkatan
dalam 30 tahun terakhir. Salah satu kelompok umur yang beresiko terjadinya gizi
lebih adalah usia remaja. Berdasarkan data Riskesdas (2010) prevalensi obesitas
pada remaja Indonesia telah mencapai 19,1 % (Depkes, RI. 2010). Berdasarkan
penelitian Elita pada 194 siswa SMA Negeri 3 Semarang, sebesar 10,8 %
mengalami overweight dan 2,1 % obesitas. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Mardatillah terhadap 113 siswa sekolah menengah di Jakarta Timur didapatkan
prevalensi obesitas sebesar 33,6% (Oktaviani, 2012).
Menurut data yang penulis dapatkan, prevalensi balita mengalami gizi lebih
di Posyandu Seruni sebanyak 6 balita dari jumlah keseluruhan 67 balita atau jika
dipersenkan menjadi sekitar 0,089% saja. Tetapi hal ini jauh berbeda dengan
posyandu lain yang prevalensinya lebih banyak.

2.5 Cara Menanggulangi Prevalensi Beban Gizi Ganda

Aksi kebijakan berikut ini dikelompokkan berdasarkan wilayah fungsional,


tahapan kehidupan, dan jenis kegiatan yang perlu dipertimbangkan, didiskusikan
secara mendalam, dan segera ditindak lanjuti dan diuji cobakan. Kebijakan
tersebut berupa kebijakan dan rencana gizi; gizi ibu hamil, anak, dan balita;
keamanan pangan dan gizi; dan pendidikan gizi dan gaya hidup sehat.

2.5.1 Kebijakan dan Rencana Gizi

• Memastikan seawal dan sepraktis mungkin bahwa program gizi di


Indonesia berorientasi menangani DBM, menyadari bahwa prioritas
pertama untuk melakukannya adalah dengan menangani masalah
stunting melalui peningkatan gizi ibu hamil dan anak usia dini, terutama
dengan menerapkan paket intervensi gizi langsung dari Lancet
Nutrition Series.
• Memastikan bahwa rencana untuk dewan/forum gizi nasional tingkat
tinggi pada akhirnya mencakup rencana untuk menangani DBM,
dengan mengembangkan inisiatif yang ada saat ini melalui SUN.
5

• Memastikan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Nasional (RPJMN) dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi
(RANPG) mempertimbangkan DBM dengan memadai.

2.5.2 Gizi Ibu Hamil, Bayi dan Balita

• Memperkuat mekanisme yang sudah ada dan memastikan


dilaksanakannya Peraturan Pemasaran Susu Pengganti ASI, sehingga
bayi tidak lagi diberi susu pengganti ASI oleh pekerja kesehatan,
terutama pada saat kelahiran
• Memperkuat upaya untuk memperbaiki pola makan anak melalui
fortifikasi di rumah, fortifikasi makanan pendamping, dan/atau sumber
makanan hewani sesuai kebutuhan.
• Memperkuat semua upaya untuk mengendalikan defisiensi
mikronutrien ganda yang terus dialami ibu dan balita khususnya,
melalui fortifikasi dan/ atau pemberian suplemen. Sebagai tindakan
jangka pendek sampai tingkat sanitasi membaik, perkenalkan
pemberian obat cacing (deworming) selama kehamilan sesuai
rekomendasi WHO untuk membantu mengendalikan anemia pada ibu
hamil.

2.5.3 Keamanan Pangan dan Gizi

•Memperkuat aspek kebijakan pertanian dalam rangka mempromosikan


produksi sayuran dan buah-buahan melalui petani lokal berskala kecil,
tidak hanya untuk meningkatkan kualitas ketersediaan pangan tetapi
juga untuk meningkatkan pendapatan di kalangan miskin pedesaan
sehingga baik keamanan pangan maupun keamanan gizi terjamin.
• Memperkuat semua program kesejahteraan sosial bagi ibu dan balita
dengan memastikan program bantuan tunai bersyarat termasuk
keterkaitannya dengan promosi tanaman panen bernilai gizi tinggi
seperti buah-buahan dan sayuran yang bisa/ seharusnya disediakan oleh
petani lokal berskala kecil melalui pasar petani lokal.

2.5.4 Pendidikan Gizi dan Gaya Hidup Sehat

• Sebagai prioritas pertama untuk mengatasi masalah “stunting-


obesitas-penyakit tidak menular”, adalah pengembangan pendidikan
gizi yang luas dan efektif di seluruh Indonesia untuk mahasiswa,
akademisi, pejabat pemerintah, politisi, industri makanan, dan
masyarakat umum
• Membuat rencana untuk menjadikan semua sekolah “ramah gizi“
(termasuk adaptasi kurikulum), mulai tahun 2013 dengan inisiatif
percontohan di sekurangkurangnya lima provinsi, dengan
mengembangkan upaya yang sudah ada melalui PMT-AS atau
Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah.
• Memastikan semua upaya pembangunan kapasitas para profesional di
bidang gizi serta petugas layanan kesehatan sepenuhnya
memperhatikan masalah DBM.
6

• Memperkenalkan peraturan nasional untuk mengurangi dampak


pemasaran makanan yang mengandung kadar tinggi lemak jenuh, asam
lemaktrans, gula bebas, atau garam pada anak-anak, dalam fungsi
rekomendasi kebijakan resolusi World Health Assembly WHA63.14.
Mengiklankan makanan apapun untuk anak-anak melalui media apapun
harus dilarang dan pelanggarannya diberikan hukuman.
• Mengambil tindakan untuk menjamin bahwa inisiatif perencanaan
perkotaan masa depan lebih “menunjang olahraga” dengan membuat
lebih banyak jalur sepeda, trotoar, daerah pejalan kaki dan taman.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam penyusunan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa prevalensi gizi


ganda balita di Malang yang dalam pengambilan sampel kali ini berada di
Posyandu Seruni, Jodipan terbukti ada meskipun hanya skala kecil. Selain itu,
beberapa gerakan-gerakan masyarakat baik dari pemerintah maupun dari
organisasi kemasyarakatan mulai muncul untuk turut menurunkan prevalensi gizi
ganda pada balita. Gerakan-gerakan tersebut berupa sosialisasi, pemberian
bimbingan edukasi secara langsung pada saat penimbangan bayi di posyandu dan
memberikan paparan dalam bentuk iklan di televisi dan media sosial. Selain
dipaparkan melalui dua media tadi, edukasi juga bisa disebarkan melalui poster
atau banner yang dapat diletakkan di tempat-tempat pelayanan kesehatan lain
seperti puskesmas dan rumah sakit.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan penulis adalah sebaiknya pada penelitian lebih
lanjut bisa lebih besar wilayah pengambilan sampelnya. Bisa berupa kelurahan
atau bahkan kecamatan sehingga hasil yang diperoleh dapat terlihat lebih jelas.
Selain itu, dapat pula membandingkan prevalensi antara wilayah satu dengan
wilayah yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Suryati. 2007. Permasalahan Kesehatan di Indonesia. (Online).


http://eprints.ums.ac.id/15830/3/BAB_I.pdf, diakses 14 November 2018 pukul
21.03 WIB
Sutadi, Yulia Fitriyani. 2016. Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Status Gizi
Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas Dasar Di Slb C Budi Asih Wonosobo.
(Online). https://eprints.uny.ac.id/40384/1/Skripsi%20Yulia%20Fitriyani
%20Sutadi.pdf, diakses 14 November 2018 pukul 21.10 WIB
7

Subekti, Sri. 2012. Pengetahuan Gizi Dan Pola Asuh Ibu Anak balita Gizi Kurang
Di Kelurahan Pasteur Kecamatan Sukajadi Bandung. (Online).
https://media.neliti.com/media/publications/66387-ID-pengetahuan-gizi-dan-
pola-asuh-ibu-anak.pdf, diakses 14 November 2018 pukul 21.14 WIB
Nurdin, Yorizal. 2014. Masalah Gizi Utama di Indonesia dan Faktor
Penyebabnya. (Online).https://kuliahpangan77.files.wordpress.com/2014/03/2-
masalah_gizi_utama_di_indonesia.pdf, diakses 13 November 2018 pukul 20.19
WIB
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=112453&ftyp=p
otongan&potongan=S2-2017-388194-introduction.pdf, diakses 13 November
2018 pukul 22.14 WIB
Lestari. 2014. Latar Belakang Indonesia Mengalami Gizi Ganda. (Online)
http://eprints.ums.ac.id/29955/3/04._BAB_1.pdf, diakses 14 November 2018
pukul 07.00 WIB
Departemen Kesehatan. 2013. Gizi Seimbang Atasi Masalah Gizi Ganda. (Online)
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=2239, diakses 14 November 2018 pukul
07.04 WIB
Manumbalang, Trophina. 2017. Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Pada
Anak Di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Pulutan Kabupaten Talaud. (Online).
https://media.neliti.com/media/publications/109943-ID-hubungan-pola-asuh-
dengan-status-gizi-pa.pdf, diakses 14 November 2018 pukul 21.17 WIB
Pujiyati, Retno. 2010. Hubungan Pola Asuh Ibu Dalam Pemberian Nutrisi Dengan
Status Gizi balita Umur 1– 5 Tahun Di Wilayah Puskesmas Temon II
Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Tahun 2010. (Online).
http://digilib.unisayogya.ac.id/3359/1/Jurnal%20Retno%20Pujiyati.pdf, diakses
14 November 2018 pukul 21.22 WIB

Anda mungkin juga menyukai