Anda di halaman 1dari 2

MEMAHAMI DEMO AKSI MAHASISWA

Apakah yang terbayang di pikiran Anda; demonstrasi massa yang menyebabkan


kemacetan dan kerusuhan? Hal yang sama terbayang di kepala saya setiap mendengar
kata aksi mahasiswa, hingga beberapa bulan yang lalu. Demonstrasi tidak ada
manfaatnya. Tetapi, setelah saya menjadi mahasiswa, menjadi staf organisasi kampus,
saya melihat gambaran demonstrasi dari sisi lain.  

Setiap aksi punya landasan

Jangan pikir, aksi turun ke jalan mahasiswa itu tidak memiliki landasan. Sebagai
pemuda intelek, mahasiswa melakukan kajian terlebih dahulu; baik secara strategis
ataupun responsif, dari berbagai disiplin ilmu. Tidak jarang, dalam mengkaji,
mahasiswa melakukan audiensi kepada para pakar. Kemudian hasil kajian ini akan
menghasilkan suatu rekomendasi. Rekomendasi tersebut diajukan ke stakeholder
melalui advokasi atau jalan diplomasi lainnya. Apabila segala jalan diplomasi telah
dilaksanakan dan tidak berhasil, barulah cara terakhir, turun ke jalan, ditempuh. 

Mahasiswa melaksanakan aksi tidak lain adalah untuk kepentingan masyarakat.


Ketika para pejabat dan wakil rakyat sekalipun tidak berpihak kepada rakyat, lalu
siapa yang akan membela rakyat? Namun, nampaknya tidak semua masyarakat
merasa kepentingannya dibela oleh mahasiswa. Tidak semua rakyat merasa
diuntungkan dengan aksi mahasiswa. Ada yang justru merasa terganggu. Bahkan, dari
kalangan mahasiswa sendiri.

Ingat semboyan negara ini; Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu.
Tetap satu, walaupun berbeda-beda. Intinya, perbedaan itu nyata di negeri ini. Baik
untuk satu golongan, belum tentu baik juga untuk golongan yang lain. Toleransi yang
seharusnya menjembatani keduanya.

Tidak semua mahasiswa akan menjadi ilmuwan; akan ada yang menjadi aktivis
sosial, negarawan, pengusaha, atau profesi lainnya. Suatu komunitas tidak akan
terbentuk apabila semua masyarakatnya menjadi negarawan. Perbedaan itu perlu.
Mungkin sekarang, mahasiswa yang tidak ikut aksi mencemooh mereka yang ikut
aksi. Tetapi mereka tidak punya hak untuk melarangnya dan meminta mereka
berkegiatan seperti mereka. Sekali lagi, beda sudut pandang itu wajar, toleransi itu
harus. 

Kekerasan bukan bagian dari aksi!

Media memberitakan baru-baru ini, aksi mahasiswa berujung ricuh dan rusuh.
Justru pelaku kekerasan tersebut yang perlu dipertanyakan statusnya; apakah mereka
benar-benar mahasiswa? Saat menjadi siswa sekolah dasar, siswa yang berkelahi
tentunya akan dihukum oleh gurunya. Apakah selama 12 tahun sekolah (ditambah
taman kanak-kanak dua tahun, jadi 14 tahun), pernah kita diajarkan untuk
melegalisasi kekerasan? Sama halnya, ketika siswa tersebut diberi imbuhan “maha”.
Kekerasan tidak pernah dilegalisasi. Mahasiswa yang melakukan kekerasan dan
kericuhan saat aksinya telah melanggar kontrak status-nya sebagai mahasiswa.

Hingga saat ini, aksi turun ke jalan ditempuh karena belum ada cara terakhir lain
yang dapat memberikan efek yang sama kuatnya. Anda punya solusi lain?

Meski demikian, kejadian baru-baru ini tentang rusuhnya aksi mahasiswa


menimbulkan trauma tersendiri di masyarakat. Ditambah lagi media yang terfokus
pada kejadian, bukan pada gagasan yang dibawa dalam aksi tersebut. Mengutip
Eleanor Roosevelt, “Great minds discuss ideas. Average minds discuss events. Small
minds discuss people”.

Kita hanya akan menjadi orang rata-rata apabila terus membicarakan peristiwa.
Jika ingin menjadi orang yang di atas rata-rata, cobalah berbicara tentang ide.
Sayangnya, saat ini masyarakat kurang tercerdaskan oleh media, yang terus
memberitakan peristiwa. Media kurang berani untuk memberitakan aksi damai
mahasiswa, dan mengekspos gagasan yang dibawanya. Yang diungkit selalu yang
bermasalah.

Alangkah lebih baik apabila media menjembatani ide-ide dari mahasiswa ke


masyarakat, seakan memberikan umpan agar rasa toleransi itu tumbuh di masyarakat.
Agar masyarakat pun memiliki kesempatan melihat kebijakan dari sisi pemerintah dan
kajian mahasiswa. Bukankah untuk menjadi open minded, kita perlu memiliki
wawasan yang luas? Wawasan yang luas tidak akan didapat apabila hanya melihat
dari satu sisi, satu sudut pandang. Jangan pernah puas melihat dari satu sisi saja. 

Dua orang yang saling tidak mau melihat sudut pandang satu sama lain, tidak
akan pernah memahami satu sama lain, kan?

Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Gusti Adintya Putri

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad)

Staf Kementerian Kajian Strategis BEM KEMA Unpad

https://news.okezone.com/read/2012/04/07/367/607199/memahami-aksi-demonstrasi-
mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai